Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
Wayang adalah salah satu alat atau media tradisional untuk bercerita di Indonesia.
Wayang masuk ke Indonesia sejak ajaran Hindu menyebar di seluruh Nusantara. Diperkirakan
kesenian ini dibawa masuk oleh pedagang-pedagang yang berasal dari India. Ketika agama
Hindu masuk ke Indonesia, wayang menjadi media yang efektif untuk menyebarkan ajaranajaran agama Hindu. Wayang berkembang pesat di Pulau Jawa dan Bali. Pada umumnya, wayang
kerap kali disajikan dalam bentuk sebuah pertunjukan seni. Cerita-cerita yang dibawakan saat
pertunjukan wayang diambil dari kisah dewa maupun ksatria yang ada dalam agama Hindu di
India. Ada berbagai macam jenis wayang yang tersebar di seluruh Indonesia, seperti Wayang
Kulit dari Jawa Timur, Wayang Wong dari Jawa Tengah, Wayang Golek dari Jawa Barat, Wayang
Sasak dari Nusa Tenggara Barat, dan berbagai jenis wayang lainnya yang memberikan ciri khas
dari daerah tertentu di Indonesia. Sampai saat ini, catatan awal yang bisa didapat mengenai
pertunjukkan wayang berasal dari Prasasti Balitung di Abad ke-4 yang berbunyi si Galigi
mawayang.
Pada proses penyebarannya, meskipun wayang digunakan sebagai media untuk
menyebarkan agama Hindu, namun kesenian ini mampu menyesuaikan dengan kebudayaan yang
sudah ada di Indonesia. Demikian pula saat masuknya Islam, ketika pertunjukkan yang
menampilkan Tuhan atau Dewa dalam wujud manusia dilarang, munculah boneka wayang
yang terbuat dari kulit sapi, dimana pertunjukkan yang ditonton hanyalah bayangan saja, atau
sekarang biasa kita kenal dengan wayang kulit.
Wayang sangat terkenal di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Hal ini tidak luput dari
peran para Wali, pemimpin dan penyebar agama Islam di Jawa pada abad ke-16. Popularitas
wayang juga dapat dilihat pada akhir abad ke-18 dimana pada zaman ini banyak ilustrasi budaya
Jawa lainnya yang dipengaruhi oleh visualisasi dari wayang. Sebagai salah satu warisan budaya
Indonesia, pada tahun 2003 UNESCO menetapkan wayang ke dalam Daftar Representatif
Budaya Takbenda Warisan Manusia. Namun popularitas wayang semakin lama semakin
menurun, bahkan beberapa jenis wayang sudah jarang ditampilkan. Hal ini disebabkan generasi
muda sekarang melihat wayang sebagai budaya yang tidak menarik dan terkesan kuno.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Wayang Beber
Wayang beber dikenal pertama kali pada masa Majapahit, tepatnya saat kerajaan Bumi
Trowulan dipimpin Raden Jaka Susuruh. Pada zaman Majapahit, pergelaran wayang beber purwa
di lingkungan istana sudah menggunakan iringan gamelan. Sementara pertunjukan di luar istana,
hanya diiringi oleh rebab (alat musik gesek khas Jawa). Di lingkungan keraton, pertunjukkan
wayang beber diadakan dalam rangka acara-acara khusus, seperti ulang tahun raja, perkawinan
putra-putri raja dan sebagainya. Sementara di tengah-tengah rakyat kebanyakan, pergelaran
wayang beber pada masa itu diadakan untuk kepentingan ritual, seperti ruwatan.
Konon oleh para Wali di antaranya adalah Sunan Kalijaga wayang beber ini dimodifikasi
bentuk menjadi wayang kulit dengan bentuk bentuk yang bersifat ornamen yang dikenal
sekarang, karena ajaran Islam mengharamkan bentuk gambar makhluk hidup (manusia, hewan)
maupun patung serta menambahkan Pusaka Hyang Kalimusada. Wayang hasil modifikasi para
wali inilah yang digunakan untuk menyebarkan ajaran Islam dan yang kita kenal sekarang.
2.2 Wayang Beber
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wayang beber adalah sejenis wayang dalam
bentuk lukisan pada gulungan kertas dan dimainkan dengan cara membentangkan gulungan
kertas tersebut, dimana setiap gulungan kertas berisi kisah utama dari pertunjukkan, yang
dinarasikan oleh seorang dalang. Sebagaimana yang telah dijelaskan, wayang beber merupakan
jenis wayang yang istimewa. Tidak seperti jenis wayang lainnya, wayang beber tidak
menggunakan boneka pada pertunjukannya melainkan dengan menggunakan sejumlah gambar
yang saling terangkai membentuk sebuah cerita yang dilukis pada beberapa gulungan. Hal ini lah
yang mendasari penamaan wayang tersebut, karena dalam bahasa Jawa beberan berarti lembaran.
Definisi lainnya dijelaskan oleh Aizid (2012), bahwa wayang beber adalah sebuah
wayang dalam bentuk beberan (lembaran). Setiap beberan berisi penggalan cerita, jika sedang
tidak digunakan wayang akan digulung dan disimpan. Wayang beber adalah jenis kesenian
wayang yang muncul dan berkembang di Jawa pada masa pra Islam dan hingga saat ini masih
2

berkembang di daerah tertentu di Pulau Jawa. Salah satu jenis dari wayang beber yang masih ada
hingga sekarang adalah wayang beber pacitan. Wayang beber pacitan biasanya menceritakan
tentang kisah Jaka Kembang Kuning, sehingga lebih dikenal sebagai wayang beber Jaka
Kembang Kuning.
2.3 Wayang Beber Pacitan
Menurut Sunggingan (dalam Suharyono, 2005), wayang beber pacitan adalah jenis
wayang beber yang langka namun masih ada hingga sekarang. Suharyono (2005) menjelaskan
lebih lanjut bahwa Wayang Beber kuno ini dilukis dengan teknik sungging dalam lembaran
kertas gedhog, yaitu kertas yang dibuat oleh Orang Jawa dari daerah Ponorogo. Kertas gedhog
ini didapati pada periode terakhir Kerajaan Majapahit. Kertas ini terbuat dari kayu galuga.
Berikut adalah cerita awal mula wayang beber, menurut Marsudi (dalam Susanto, 2012),
berdasarkan cerita dari dalang yang dikenal sebagai pemilik wayang beber:
Pada suatu hari dikenal sebuah daerah bernama Wukir Donorojo, yang terletak di
sekitaran Gunung Kidul, di selatan Pulau Jawa, yang masih merupakan bagian dari Kerajaan
Majapahit. Di daerah itu, ada seorang pertapa besar bernama Naladerma. Pada saat itu, putri Raja
Brawijaya sedang mengalami sakit berat dan tidak ada yang bisa menyembuhkannya. Raja
kemudian mengadakan sayembara. Pertapa Naladerma, yang merasa bahwa dirinya mampu
menyembuhkan sang putri, bertemu Tumenggung Buto Ijo dan mereka setuju untuk menghadap
Raja Brawijaya bersama-sama. Naladerma kemudian bermeditasi.
Setelah itu, Putri Raja Brawijaya pulih dari penyakitnya. Raja Brawijaya sangat senang
karena kesembuhan putrinya itu. Sebagai imbalannya, Naladerma diizinkan untuk menyebutkan
keinginannya kepada Raja. Naladerma meminta kepada Raja untuk memberinya pengetahuan.
Akhirnya Raja memberi pelajaran mendalang Wayang Beber kepada Naladerma, lengkap dengan
peralatannya, dengan harapan bahwa pengetahuan tersebut dapat ia gunakan untuk mencari
nafkah sampai generasi berikutnya dari Sang Pertapa. Sejak saat itulah, Wayang Beber dibawa ke
daerah Donorojo, Kabupaten Pacitan.
Cerita yang disajikan dalam Wayang Beber Pacitan, menurut Bodogri (dalam Susanto,
2012), yaitu terdiri dari enam gulungan yang berisi cerita lengkap dari kisah heroic berjudul Joko
Kembang Kuning.
3

2.4 Dalang Wayang Beber


Wayang Beber adalah warisan yang diturunkan secara turun-temurun oleh keluarga
Naladerma. Naladerma adalah dalang pertama Wayang Beber. Para dalang berikutnya adalah
anak cucu keturunannya. Dalang sekaligus pemilik Wayang Beber yang sekarang bernama
Sumardi, atau yang lebih dikenal dengan Mbah Mardi. Mbah Mardi telah menjadi dalang sejak
tahun 1982 dan masih aktif mendalang hingga kini.
2.5 Instrumentasi dan Peralatan Wayang Beber
Pagelaran Wayang Beber tidak membutuhkan banyak peralatan khusus, alat-alat musik
yang digunakan pun merupakan alat-alat musik yang cukup sederhana dibandingkan dengan
pagelaran wayang lain. Orkestra pada wayang beber hanya terdiri dari rebab, kendang, kethuk,
kenong, kempuk, dan gong. Biasanya, acara Wayang Beber Pacitan diadakan setiap kali ada
peringatan bahaya, wabah, dan lain-lain. Peristiwa ini disebut "ngruwat" (Ismunandar,
1988).Walaupun hanya menggunakan alat-alat music sederhana namun suasana mistik dan sacral
masih dapat cukup kuat dirasakan.
Tempat untuk menancapkan tongkat gulungan Wayang Beber menjadi satu dengan
tempat menyimpan gulungan Wayang Beber tersebut. Bentuk tempat penyimpanan gulungan
Wayang Beber tersebut juga cukup unik dan berkesan sederhana namun sakral. Karena
merupakan warisan turun-temurun, bahan pembuatan gulungan Wayang Beber sampai saat ini
tidak diketahui bahkan oleh pemiliknya sekalipun. Namun duplikat dari gulungan Wayang Beber
ini kertasnya menggunakan kertas merang yang kemudian diolah lagi sehingga permukaannya
dapat digambar dan diwarnai dengan baik.
2.6 Pementasan Wayang Beber
Sebelum melakukan pagelaran Wayang Beber, harus dilakukan semacam ritual untuk
menghormati leluhur. Ritual itu berupa pembakaran dupa dengan adanya persembahan atau
sesajen. Ritual pembakaran dupa tersebut sambil diringi oleh doa yang dilakukan oleh dalang,
baru kemudian Wayang Beber dapat dimainkan dengan cara dibuka satu pesatu atau
digelar/dibeber.

Adegan pada wayang beber disebut pejagongan. Pada wayang beber dapat di telisik yang
merupakan cara orang awam untuk melihat atau mengikuti alur cerita, di antaranya:
1. Karakter protagonis berada di sisi kiri, dan antagonis pada sisi kanan. Karakter protagonis
diwakilkan oleh para panji yang berwajah tampan, seperti panji Asmara Bangun, dan dewi yang
berwajah cantik, seperti dewi Sekartaji.
2. Karakter antagonis diwakilkan oleh para klono yang berwajah buruk, misalnya Prabu Klono.
3. Posisi kiri juga melambangkan sebagai posisi tuan rumah, jadi ketika terdapat karakter panji
berada di sisi kanan maka mungkin dapat diartikan bahwa karakter tersebut sedang bertamu.
Berikut adalah salah satu adegan dari satu gulung wayang beber dari cerita Jaka Kembang
Kuning yang diberi nama adegan Pejagongan 1:

Sumber: Dokumentasi Pribadi Salim, M.Sn (2007)

Adegan ini menggambarkan tentang Prabu Brawijaya yang dihadapkan pada para pemimpin
pemerintahan, Sang Prabu sedang bersedih karena putrinya (Dewi Sekartaji) hilang. Datang
utusan Prabu Klana yang diutus untuk mencari Sang Dewi. Jaka Kembang Kuning dipanggil
menghadap untuk menunjukkan pengabdian, dia akan diterima pengabdiannya apabila bisa
menemukan Sang Putri (Dewi Sekartaji).
Dalang menceritakan cerita yang terlukis di gulungan Wayang Beber tersebut dengan
menggunakan Bahasa Jawa dengan posisi membelakangi Wayang Beber, atau menghadap
penonton. Dan untuk menutup pagelaran Wayang Beber ini, dalang mematikan dupa sambil
membaca doa.
Dilihat dari bentuk pertunjukannya, wayang beber termasuk pentas seni tradisional
sederhana yang hanya terdapat beberapa unsur yang menjadi pendukungnya, yakni:
5

Seperangkat wayang yang terdiri dari enam gulungan dan masing-masing gulungan

terdiri dari empat adegan.


Seperangkat gamelan yang terdiri dari gong, kenong laras slendro, kendang, dan rebab.
Niyaga, terdiri dari empat orang.
Lakon atau cerita wayang beber yang hanya memiliki satu siklus cerita saja.

Urutan pertunjukkan adalah sebagai berikut:

Dalang membakar kemenyan, kemudian membuka kotak dan mengambil tiap

gulungan menurut kronologi cerita.


Dalang membeberkan gulungan gulungannya pertama dan seterusnya, dengan

membelakangi penonton.
Dalang mulai menuturkan janturan (narasi).
Setelah janturan, mulailah suluk (Lagu penggambaran).
Setelah suluk, dimulailah pocapan berdasarkan gambar wayang yang tengah
dibeberkan. Begitu pula seterusnya sampai seluruh gulungan habis dibeberkan dan
dikisahkan.

Lama pementasan hanya sekitar satu setengah jam saja, dapat dilakukan siang hari ataupun
malam hari. Setiap pagelaran wayang beber harus ada sesaji yang terdiri dari kembang boreh,
ketan yang ditumbuk halus, tumpeng dan panggang ayam, ayam hidup, jajan pasar (kue-kue) dan
pembakaran kemenyan. Untuk upacara ruatan atau bersih desa perlu ada tambahan sesaji berupa
sebuah kuali baru, kendi baru dan kain putih baru.

BAB III
6

KESIMPULAN

Wayang merupakan salah satu pertunjukkan seni yang menjadi media tradisional untuk
bercerita. Pada mulanya, wayang digunakan untuk menyebarkan ajaran-ajaran agama Hindu
melalui cerita-cerita yang disampaikan oleh seorang Dalang. Salah satu jenis wayang yang unik
di Indonesia ialah wayang beber. Keunikan ini berasal dari cara penyajian wayangnya yang
berbeda dari jenis wayang yang lain. Wayang beber dipentaskan dengan membeberkan atau
menggelar gulungan kertas berupa lukisan dari setiap adegan dalam cerita. Dalam satu kali
pementasan menggunakan enam gulungan kertas dimana satu gulungannya terdiri dari empat
adegan. Setiap gulungan mengandung cerita yang saling berkesinambungan. Setiap pertunjukkan
wayang beber diiringi oleh orchestra dengan alat-alat yang cukup sederhana. Biasanya wayang
beber diadakan setiap kali ada upacara-upacara yang sacral seperti upacara ruwatan.
Pertunjukkan wayang beber tergolong singkat, hanya berlangsung sekitar satu setengah jam saja,
bisa pada siang hari ataupun malam hari. Karena keunikkan dan mengandung unsur-unsur
budaya, sudah sepantasnyalah warisan bangsa berupa wayang beber ini terus dilestarikan.

Daftar Pustaka
7

Banung, Grahita dkk. 2013. Generating Wayang Beber of Pacitan Characters Outline Using
Renderman Interface. International Journal of Asia Digital Art&Design.
Mataram, Said. 2014. Tinjauan Wayang Beber sebagai Sequential Art. Surakarta: Akademi Seni
dan Desain Indonesia.
Unknown. Wayang Beber Donorojo. https://pacitanisti.wordpress.com/tentang/sejarah/wayangbeber-donorojo/ (diakses pada 2 November 2015 pukul 03:17 WIB)
Warto. 2012. Wayang Beber Pacitan: Fungsi, Makna, dan Usaha Revitalisasi. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.
Yunita, Irva. 2013. The Preservation of Wayang Beber as Indonesian Original Art.

Artikel online:
Wikipedia. Wayang Beber. (https://id.wikipedia.org/wiki/Wayang_beber) diakses pada tanggal 2
November 2015 pukul 03:15 WIB.
Sumber Gambar:
Jurnal

online.

Tinjauan

Wayang

Beber

sebagai

Sequential

(http://www.jurnal.asdi.ac.id/index.php/canthing/article/viewFile/5/5)

Art.
diakses

pada tanggal 2 November 2015 pukul 06:50 WIB

Anda mungkin juga menyukai