WAYANG KULIT
NAMA KELOMPOK :
1. ADILA APRILIANAWATI (01)
2. EKA ELFARIANA (07)
3. NUFA APRILIA (19)
4. REGINA JULIA DEVI (24)
5. SELVI TYAS MAHESSI (27)
6. TRIAN FATMALA PUTRI (33)
7. ZULIANI (35)
Catatan sejarah pertama tentang adanya pertunjukkan wayang mengacu pada sebuah
prasasti yang bisa dilacak berasal dari tahun 930, yang mengatakan si Galigi mawayang. Saat
itulah sampai sekarang, beberapa fitur teater boneka tradisional tetap ada. Galigi sendiri
merupakan seorang penampil yang sering dimintai untuk menggelar pertunjukkan ketika ada
acara atau upacara penting. Pada saat itu, ia biasanya membawakan sebuah cerita tentang
Bima, seorang ksatria dari kisah Mahabharata. Penampilan yang dibawakan oleh Galigi
tercatat dalam kakawin Arjunawiwaha yang dibuat oleh Mpu Kanwa pada tahun 1035 yang
mendiskripsikannya sebagai seorang yang cepat, dan hanya berjarak satu wayang dari
Jagatkarana. Kata jagatkarana merupakan sebuah ungkapan untuk membandingkan
kehidupan nyata kita dengan dunia perwayangan, dimana Jagatkarana yang berarti penggerak
dunia atau dalang terbesar hanyalah berjarak satu layar dari kita.
Memang tidak banyak literatur yang menjelaskan tentang sejarah asal usul kesenian
wayang kulit, meski begitu salah satu anak bagian dari seni wayang ini telah diakui sebagai
karya kebudayaan yang amat berharga di bidang narasi oleh UNESCO di tanggal 7
November 2003. Hal ini mungkin menjadi pertimbangan bagi UNESCO karena dari seluruh
jenis wayang yang ada, wayang kulit merupakan salah satu jenis wayang yang paling dikenal
di Indonesia. Wayang ini terbuat dari kulit hewan yang menjadi bahan utama jenis wayang
yang digunakan dalam pertunjukkan ini.
Dalam cerita wayang Jawa, hidup sebuah keluarga karakter yang disebut Punakawan.
Punakawan ini terdiri dari empat orang dan selalu dianggap sebagai pengikut jenaka dari
pahlawan yang menjadi karakter utama sebuah cerita. Keempat orang ini adalah Semar yang
juga dikenal dengan nama Ki Lurah Semar, Petruk, Gareng, dan juga Bagong. Semar sendiri
sering digambarkan sebagai personifikasi dewa, dan kadang juga digambarkan sebagai arwah
penjaga dari pulau Jawa itu sendiri. Dalam mitologi Jawa, dewa-dewa yang ada hanya
mampu mengubah diri mereka menjadi manusia yang jelak, karena ini juga Semar selalu
digambarkan sebagai seseorang yang jelek dan gendut, serta memiliki hernia yang
menggantung.
Dalam sejarah asal usul kesenian wayang kulit, wayang kulit sendiri terbagi
menjadi beberapa jenis dan satu di antaranya adalah wayang kulit Gagrag Banyumasan.
Untuk wayang kulit jenis ini adalah sebuah gaya pedalangan yang juga dikenal dengan nama
pakeliran. Gaya ini dinilai sebagai cara untuk mempertahankan nilai, dimana perawatan dan
kualitas yang mereka tunjukkan di panggung selalu menunjukkan hal ini. Unsur-unsur yang
ada dalam pakeliran adalah: lakon, sabet (gerakan yang akan dilakukan oleh para wayang),
catur (narasi dan percakapan antara karakter), serta karawitan yang berarti musik.
Contoh lain dari pembagian jenis wayang kulit lainnya wayang kulit Banjar, yang
sesuai namanya berkembang di Banjar, Kalimantan Selatan. Masyarakat kerajaan Banjar
awalnya memang telah mengenal seni wayang kulit ini dimulai dari awal abad ke-14.
Pernyataan ini menjadi jauh lebih kuat ketika Majapahit akhirnya berhasil menduduki
beberapa bagian wilayah Kalimantan dan membawa misi untuk menyebarkan agama Hindu
menggunakan taktik untuk mengadakan pertunjukan wayang kulit.
Contoh lain lagi ialah wayang siam yang terkenal di Kelantan, Malaysia. Wayang
Siam sendiri merupakan sebuah pertunjukkan wayang one man show, dimana bahasa-bahasa
yang digunakan adalah bahasa Melayu. Dari awal, tidak ada bukti yang jelas tentang
kemunculan pertama wayang siam, jadi orang-orang berpendapat bahwa kesenian ini berasal
dari jawa, mengikut simbol-simbol yang sangat bercorak Jawa.
Di masa sekarang ini, ketertarikan anak muda akan kesenian wayang kulit bisa dinilai
sangat rendah, mengingat banyaknya permainan berbasis teknologi yang bisa mereka
mainkan. Meski begitu, masih banyak juga orang tua yang dengan aktif mengajarkan anaknya
untuk mengapresiasi salah satu karya seni tradisional Indonesia ini, dan hal tersebutlah yang
dibutuhkan untuk memajukan wayang kulit di masa ini.
3. PEMBUATAN
Wayang kulit dibuat dari bahan kulit kerbau yang sudah diproses menjadi kulit lembaran,
perbuah wayang membutuhkan sekitar ukuran 50 x 30 cm kulit lembaran yang kemudian
dipahat dengan peralatan yang digunakan adalah besi berujung runcing berbahan dari baja
yang berkualitas baik. Besi baja ini dibuat terlebih dahulu dalam berbagai bentuk dan ukuran,
ada yang runcing, pipih, kecil, besar dan bentuk lainnya yang masing-masing mempunyai
fungsinya berbeda-beda.
Namun pada dasarnya, untuk menata atau membuat berbagai bentuk lubang ukiran yang
sengaja dibuat hingga berlubang. Selanjutnya dilakukan pemasangan bagian-bagian tubuh
seperti tangan, pada tangan ada dua sambungan, lengan bagian atas dan siku, cara
menyambungnya dengan sekrup kecil yang terbuat dari tanduk kerbau atau sapi. Tangkai
yang fungsinya untuk menggerak bagian lengan yang berwarna kehitaman juga terbuat
berasal dari bahan tanduk kerbau dan warna keemasannya umumnya dengan menggunakan
prada yaitu kertas warna emas yang ditempel atau bisa juga dengan dibron, dicat dengan
bubuk yang dicairkan. Wayang yang menggunakan prada, hasilnya jauh lebih baik, warnanya
bisa tahan lebih lama dibandingkan dengan yang bront.
Dewa-Dewi dalam dunia pewayangan merupakan dewa-dewi yang muncul dalam mitologi
agama Hindu di India, dan diadaptasi dalam budaya Jawa.
Ramayana
Tokoh-tokoh Ramayana dalam budaya pewayangan Jawa diambil dan diadaptasi
dari mitologi Hindu di India.
1. Anggada
2. Anila
3. Anjani
4. Bharata
5. Dasarata
6. Hanoman
7. Indrajit (Megananda)
8. Jatayu
9. Jembawan
10. Kosalya
11. Kumbakarna
12. Aswanikumba
13. Laksmana
14. Parasurama
15. Prahasta
16. Rama Wijaya
17. Rawana
18. Satrugna
19. Sita
20. Subali
21. Sugriwa
22. Sumali
23. Sumitra
24. Surpanaka (Sarpakenaka)
25. Trikaya
26. Trijata
27. Trinetra
28. Trisirah
29. Wibisana
30. Wilkataksini
31. Dewi Windradi
Mahabharata
Tokoh-tokoh Mahabharata dalam budaya pewayangan Jawa diambil dan diadaptasi
dari mitologi Hindu di India.
1. Abimanyu
2. Resi Abyasa
3. Amba
4. Ambalika
5. Ambika
6. Antareja
7. Antasena
8. Arjuna
9. Aswatama
10. Baladewa
11. Banowati
12. Basupati
13. Basudewa
14. Bima
15. Bisma
16. Burisrawa
17. Bayu
18. Cakil
19. Citraksa
20. Citraksi
21. Citrayuda
22. Damayanti
23. Dewayani
24. Drona (Dorna)
25. Drestadyumna
26. Dretarastra
27. Dropadi
28. Durgandini
29. Durmagati
30. Dursala (Dursilawati)
31. Dursasana
32. Duryodana (Suyodana)
33. Drupada
34. Ekalawya
35. Gatotkaca
36. Gandabayu
37. Gandamana
38. Gandawati
39. Indra
40. Janamejaya
41. Jayadrata
42. Karna
43. Kencakarupa
44. Kertawarma
45. Krepa
46. Kresna
47. Kunti
48. Madri
49. Manumanasa
50. Matswapati
51. Nakula
52. Nala
53. Niwatakawaca
54. Pandu
55. Parasara
56. Parikesit
57. Puru
58. Rukma
59. Rupakenca
60. Sadewa
61. Sakri
62. Sakutrem
63. Salya
64. Sangkuni
65. Samba
66. Sanjaya
67. Santanu
68. Sarmista
69. Satyabama
70. Satyajit
71. Satyaki
72. Satyawati
73. Srikandi
74. Subadra
75. Sweta
76. Udawa
77. Utara
78. Utari
79. Wesampayana
80. Wicitrawirya
81. Widura
82. Wirata
83. Wisanggeni
84. Wratsangka
85. Yayati
86. Yudistira
87. Yuyutsu
Punakawan
Punakawan adalah para pembantu dan pengasuh setia Pandawa. Dalam wayang kulit,
punakawan ini paling sering muncul dalam goro-goro, yaitu babak pertujukan yang seringkali
berisi lelucon maupun wejangan.
Versi Jawa Tengah dan Jawa Timur (wayang kulit/wayang orang) punakawan
1. Semar
2. Gareng
3. Petruk
4. Bagong
5. Togog
1. Semar
2. Gareng
3. Petruk
4. Bawor
Versi Jawa Barat (wayang golek)
1. Semar
2. Cepot atau Astrajingga
3. Dawala
4. Gareng
1. Semar
2. Cungkring
3. Gareng
4. Curis Sekarpandan
5. Bagong
6. Bagal Buntung
7. Dawala
8. Ceblok
Bali
1. Tualen
2. Merdah
3. Sangut
4. Delem
Teman para Punakawan
1. Togog
2. Bilung
3. Limbuk
4. Cangik