MASYARAKAT (PERIODE)
Disusun oleh:
PERMASALAHAN
Berikut merupakan permasalahan yang muncul berdasarka latar belakang yang telah
disampaikan sebelumnya:
1. Apa yang melatarbelakangi berdirinya Wayang Kampung Sebelah?
2. Apa saja faktor pembeda antara Wayang Kampung Sebelah dengan Wayang Kulit?
3. Bagaimana respon masyarakat terhadap pertunjukan Wayang Kampung Sebelah?
Di Indonesia terdapat puluhan jenis wayang yang tersebar di pulau Jawa, Bali,
Lombok, Kalimantan, dan lain-lain. Berkembangnya wayang di daerah, mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan masuknya kebudayaan Hindu serta terdapat
prasasti-prasasti kuno di daerah itu. Seni pewayangan tersebut telah menjadi milik
daerah itu dengan nama tersendiri dimana wayang itu hidup dan berkembang. Oleh
karena itu tidaklah tepat jika wayang-wayang tersebut disebut wayang Palembang
atau wayang Bengkulu, sedangkan bentuk wayang serta pergelarannya serupa dengan
pergelaran wayang Purwa Jawa, hanya bahasa serta gendhing-gendhing pengiringnya
saja yang berbeda (Haryanto, 1988: 145) Dalam sub judul ini, dapat dikerucutkan lagi
pembahasan wayang yang beragam bentuknya ke dalam pembahasan wayang kulit.
Wayang kulit adalah suatu kesenian yang mempergunakan boneka wayang
sebagai salah satu peralatannya. Boneka yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
berarti “tiruan untuk anak permainan”, sedangkan Wayang berarti “boneka tiruan
orang yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu dsb, yang dapat dimanfaatkan untuk
memerankan tokoh dalam pertunjukan drama tradisional (Bali, Jawa, Sunda, dsb),
biasanya dimainkan oleh seseorang yang disebut “dalang”. Bentuk boneka wayang
dibuat dari kulit binatang (kerbau) atau sapi yang dibuat pipih atau ditipiskan,
kemudian digambar dan ditatah, baru kemudian disungging (diwarna) dan terakhir
dilangkapi dengan cempurit atau gapit (tangkai/ penjepit) yang terbuat dari tanduk
kerbau atau rotan sebagai alat pegangannya. Wayang kulit sendiri memiliki ragam
bentuk baik secara nama tokoh, lakon wayang, instrument gamelan, dan sebagainya.
Sebagai pembanding, Wayang Kampung Sebelah akan dibandingkan dengan salah
satu jenis wayang kulit yang populer terutama di daerah Jawa Tengah yaitu wayang
purwa.
Wayang kulit Purwa adalah pertunjukan wayang yang pementasan ceritanya
bersumber pada kitab Mahabharata atau Ramayana. Pendapat para ahli, istilah Purwa
tersebut berasal dari kata “Parwa” yang berarti bagian dari cerita Mahabharata atau
Ramayana. Di kalangan masyarakat Jawa, terutama orang-orang tua kata Purwa
sering diartikan pula purba (zaman dahulu). sesuai dengan pengertian tersebut, maka
wayang Purwa diartikan pula sebagai wayang yang menyajikan cerita-cerita zaman
dahulu (Purwa). (S. Haryanto, 1998:48). Wayang kulit Purwa sendiri adalah salah
satu jenis wayang kulit yang paling umum dikenal masyarakat Jawa.
Jika diruntut secara pakem, wayang kulit Purwa memiliki durasi pementasan
sekitar tujuh sampai dengan delapan jam, untuk beberapa lakon bahkan bisa mencapai
9 jam. Pementasan wayang kulit Purwa memiliki sesi-sesi yang sudah baku dan tidak
bisa ditinggalkan, sesi-sesi tersebut sebagai berikut :
Jejer
Jejer adalah sesi awal pertunjukan wayang kulit Purwa. Sesi jejer biasanya
diawali dengan pertemuan raja di suatu istana atau keraton ( bangsal kedaton ), dalam
adegan jejer penonton akan diberitahu lakon apa yang akan dibawakan oleh Dalang.
Budhal Bala
Budhal bala atau budhalan adalah sesi setelah jejer. Sesi ini menggambarkan
adegan berangkatnya punggawa prajurit setelah menerima perintah raja untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai punggawa atau prajurit. Dalam sesi ini
keterampilan seorang dalang terlihat,karena dalam sesi budhal bala dikuti aksi dan
variasi dalam menarikan tokoh wayang (sabetan) dengan ksesuaian irama gamelan,
terlihat juga kemahiran dalang dalam membuat sensasi pertunjukan (ide dan
kreativitas dalang ditampilkan).
Cangikan dan Limbukan
Cangikan dan limbukan merupakan sesi setelah budhal bala. Sesi ini biasanya
berlatar di taman sari kerajaan atau istana. Sesi ini merupakan sesi hiburan. dimana
karakter dalang akan diwakilkan sosok wayang Cangik dan Limbuk. Cangik dan
Limbuk ini merupakan abdi dalem tamansari atau pelayan ( dayang ).
Isi dalam Cangikan dan limbukan adalah :
- Sekmen sosialisasi budaya dan kehidupan
- Komentar Masalah situasi dan kondisi bangsa
- Isu terkini politik
- Hiburan tembang Jawa
- Interaksi dalang dengan waranggana ( pesinden )
- Dll
Isi Cerita Lakon
Setelah sesi Cangikan dan limbukan berlanjut ke sesi isi cerita yang terbagi
dalam :
- Konflik berupa perang. Perang dalam wayang kulit Purwa dibagi dalam tiga bagian
yaitu perang gagal, perang kembang, dan perang brubuh
Perang gagal adalah perang antara pihak yang baik dan pihak yang berniat
jahat, namun hasilnya tak ada yang kalah dan tak ada yang menang. Perang kembang
adalah perang seorang kesatria yang jelas berniat baik melawan empat raksasa di
hutan rimba tak bernama. Dalam perang ini kesatria berhasil membunuh keempat
raksasa. Namun, jangan heran kalau dalam berbagai cerita, keempat raksasa ini selalu
muncul kembali dan akhirnya juga dibunuh kembali oleh kesatria yang lain. Keempat
raksasa ini tak pernah mati atau, kalau mati, selalu hidup kembali. Yang terakhir
adalah perang brubuh atau perang habis-habisan yang berakhir dengan kematian
mereka yang berniat jahat.
-Diskusi antar tokoh
Gara - Gara
Gara-gara merupakan sesi Selingan setelah pertunjukan ending perang dan
diskusi antar tokoh. Sesi ini digemari para penonton yang suka akan hiburan
gendhing atau tembang. Dalam Sesi ini Petruk sebagai tokoh yang mewakili dalang,
Gareng lawan diskusi, Bagong sebagai tokoh yang awam menggambarkan
masyarakat. Dalam gara-gara .
Isi gara-gara :
- Hiburan tembang dan gendhing
- Menanggapi Isue Yang berkembang dalam kehidupan
Akhir Cerita
Merupakan sesi terakhir dalam pertunjukan wayang kulit,dalang akan melanjutkan isi
cerita yang ada Sampai selesai pertunjukan.
SIMPULAN
......................................................................................................................