Anda di halaman 1dari 7

PENGARUH WAYANG KAMPUNG SEBELAH TERHADAP KONDISI SOSIAL

MASYARAKAT (PERIODE)

Disusun guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Seni Pertunjukan


Dosen Pengampu: Dr. Susanto, M.Hum

Disusun oleh:

Abidan Rafif (B0420009)


Aldi Eka Pangestu (B0420004)
Aulya Zahra Kharismanty (B0420009)
Dania Meisah Putri (B0420014)
Destian Dewantoro (B0420015)
Dina Ummi Rizkia (B0420019)

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2022
PENDAHULUAN

Indonesia memiliki ragam budaya hiburan ...


Isinya tentang : gambaran seni pertunjukan di Indonesia, sebutkan seni pertunjukkan,
kemudian langsung masuk ke wayang kulit secara umum, era kontemporer mengalami
perkembangan dan muncullah wayang kampung sebelah, serta jelaskan gambaran singkat
wks.

PERMASALAHAN

Berikut merupakan permasalahan yang muncul berdasarka latar belakang yang telah
disampaikan sebelumnya:
1. Apa yang melatarbelakangi berdirinya Wayang Kampung Sebelah?
2. Apa saja faktor pembeda antara Wayang Kampung Sebelah dengan Wayang Kulit?
3. Bagaimana respon masyarakat terhadap pertunjukan Wayang Kampung Sebelah?

A. Latar Belakang Berdirinya Wayang Kampung Sebelah


Alasan berdirinya wks, sejarah, profil pendiri wks (dibantu dan didukung oleh siapa
saja; TV swasta)

B. Faktor Pembeda antara Wayang Kampung Sebelah dengan Wayang Kulit


Sebagai pengantar membahas wayang purwa, kontemporer, lalu masuk ke wks.

Di Indonesia terdapat puluhan jenis wayang yang tersebar di pulau Jawa, Bali,
Lombok, Kalimantan, dan lain-lain. Berkembangnya wayang di daerah, mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan masuknya kebudayaan Hindu serta terdapat
prasasti-prasasti kuno di daerah itu. Seni pewayangan tersebut telah menjadi milik
daerah itu dengan nama tersendiri dimana wayang itu hidup dan berkembang. Oleh
karena itu tidaklah tepat jika wayang-wayang tersebut disebut wayang Palembang
atau wayang Bengkulu, sedangkan bentuk wayang serta pergelarannya serupa dengan
pergelaran wayang Purwa Jawa, hanya bahasa serta gendhing-gendhing pengiringnya
saja yang berbeda (Haryanto, 1988: 145) Dalam sub judul ini, dapat dikerucutkan lagi
pembahasan wayang yang beragam bentuknya ke dalam pembahasan wayang kulit.
Wayang kulit adalah suatu kesenian yang mempergunakan boneka wayang
sebagai salah satu peralatannya. Boneka yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
berarti “tiruan untuk anak permainan”, sedangkan Wayang berarti “boneka tiruan
orang yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu dsb, yang dapat dimanfaatkan untuk
memerankan tokoh dalam pertunjukan drama tradisional (Bali, Jawa, Sunda, dsb),
biasanya dimainkan oleh seseorang yang disebut “dalang”. Bentuk boneka wayang
dibuat dari kulit binatang (kerbau) atau sapi yang dibuat pipih atau ditipiskan,
kemudian digambar dan ditatah, baru kemudian disungging (diwarna) dan terakhir
dilangkapi dengan cempurit atau gapit (tangkai/ penjepit) yang terbuat dari tanduk
kerbau atau rotan sebagai alat pegangannya. Wayang kulit sendiri memiliki ragam
bentuk baik secara nama tokoh, lakon wayang, instrument gamelan, dan sebagainya.
Sebagai pembanding, Wayang Kampung Sebelah akan dibandingkan dengan salah
satu jenis wayang kulit yang populer terutama di daerah Jawa Tengah yaitu wayang
purwa.
Wayang kulit Purwa adalah pertunjukan wayang yang pementasan ceritanya
bersumber pada kitab Mahabharata atau Ramayana. Pendapat para ahli, istilah Purwa
tersebut berasal dari kata “Parwa” yang berarti bagian dari cerita Mahabharata atau
Ramayana. Di kalangan masyarakat Jawa, terutama orang-orang tua kata Purwa
sering diartikan pula purba (zaman dahulu). sesuai dengan pengertian tersebut, maka
wayang Purwa diartikan pula sebagai wayang yang menyajikan cerita-cerita zaman
dahulu (Purwa). (S. Haryanto, 1998:48). Wayang kulit Purwa sendiri adalah salah
satu jenis wayang kulit yang paling umum dikenal masyarakat Jawa.
Jika diruntut secara pakem, wayang kulit Purwa memiliki durasi pementasan
sekitar tujuh sampai dengan delapan jam, untuk beberapa lakon bahkan bisa mencapai
9 jam. Pementasan wayang kulit Purwa memiliki sesi-sesi yang sudah baku dan tidak
bisa ditinggalkan, sesi-sesi tersebut sebagai berikut :

Jejer
Jejer adalah sesi awal pertunjukan wayang kulit Purwa. Sesi jejer biasanya
diawali dengan pertemuan raja di suatu istana atau keraton ( bangsal kedaton ), dalam
adegan jejer penonton akan diberitahu lakon apa yang akan dibawakan oleh Dalang.
Budhal Bala
Budhal bala atau budhalan adalah sesi setelah jejer. Sesi ini menggambarkan
adegan berangkatnya punggawa prajurit setelah menerima perintah raja untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai punggawa atau prajurit. Dalam sesi ini
keterampilan seorang dalang terlihat,karena dalam sesi budhal bala dikuti aksi dan
variasi dalam menarikan tokoh wayang (sabetan) dengan ksesuaian irama gamelan,
terlihat juga kemahiran dalang dalam membuat sensasi pertunjukan (ide dan
kreativitas dalang ditampilkan).
Cangikan dan Limbukan
Cangikan dan limbukan merupakan sesi setelah budhal bala. Sesi ini biasanya
berlatar di taman sari kerajaan atau istana. Sesi ini merupakan sesi hiburan. dimana
karakter dalang akan diwakilkan sosok wayang Cangik dan Limbuk. Cangik dan
Limbuk ini merupakan abdi dalem tamansari atau pelayan ( dayang ).
Isi dalam Cangikan dan limbukan adalah :
- Sekmen sosialisasi budaya dan kehidupan
- Komentar Masalah situasi dan kondisi bangsa 
- Isu terkini politik
- Hiburan tembang  Jawa
- Interaksi dalang dengan waranggana ( pesinden )
- Dll
Isi Cerita Lakon
Setelah sesi Cangikan dan limbukan berlanjut ke sesi isi cerita yang terbagi
dalam :
- Konflik berupa perang. Perang dalam wayang kulit Purwa dibagi dalam tiga bagian
yaitu perang gagal, perang kembang, dan perang brubuh
Perang gagal adalah perang antara pihak yang baik dan pihak yang berniat
jahat, namun hasilnya tak ada yang kalah dan tak ada yang menang. Perang kembang
adalah perang seorang kesatria yang jelas berniat baik melawan empat raksasa di
hutan rimba tak bernama. Dalam perang ini kesatria berhasil membunuh keempat
raksasa. Namun, jangan heran kalau dalam berbagai cerita, keempat raksasa ini selalu
muncul kembali dan akhirnya juga dibunuh kembali oleh kesatria yang lain. Keempat
raksasa ini tak pernah mati atau, kalau mati, selalu hidup kembali. Yang terakhir
adalah perang brubuh atau perang habis-habisan yang berakhir dengan kematian
mereka yang berniat jahat.
-Diskusi antar tokoh
Gara - Gara
Gara-gara merupakan sesi Selingan setelah pertunjukan ending perang dan
diskusi antar tokoh. Sesi ini digemari para penonton yang suka akan hiburan
gendhing atau tembang. Dalam Sesi ini Petruk sebagai tokoh yang mewakili dalang,
Gareng lawan diskusi, Bagong sebagai tokoh yang awam menggambarkan
masyarakat. Dalam gara-gara .
Isi gara-gara :
- Hiburan tembang dan gendhing
- Menanggapi Isue Yang berkembang dalam kehidupan
Akhir Cerita
Merupakan sesi terakhir dalam pertunjukan wayang kulit,dalang akan melanjutkan isi
cerita yang ada Sampai selesai pertunjukan.

1. Wayang Kampung Sebelah


............

2. Wayang Kulit Purwa


Wayang kulit merupakan suatu bentuk kesenian tradisional yang ditampilkan
ke publik oleh seorang dalang dengan menggunakan boneka, gambar atau
semacamnya yang terbuat dari kulit kerbau dan sapi sebagai pertunjukan, dengan
diiringi musik dan nyanyian tradisional (gamelan dan sinden). Dalam wujud
visual, wayang menerapkan seni rupa dan simbol pada hampir seluruh bagian
tubuh boneka wayang, setiap tokoh wayang memiliki bentuk visual yang berbeda-
beda baik itu dari segi proporsi, warna hingga aksesoris. Kesenian ini berkembang
sejak abad ke-15 yang dibawakan seorang dalang dengan menyuguhkan cerita-
cerita klasik seperti lakon dalam kisah-kisah Ramayana dan Mahabarata. Wayang
Kulit Purwa terbagi menjadi dua yaitu gaya Yogyakarta dan gaya Surakarta. Di
kalangan masyarakat Jawa, kata “purwa” sering diartikan pula sebagai purba
(zaman dahulu). Berdasarkan pengertian tersebut, maka wayang purwa diartikan
pula sebagai wayang yang menyajikan cerita-cerita zaman dahulu.
Pertunjukan wayang kulit sering dipandang sebagai bahasa simbol dari
kehidupan yang lebih bersifat rohaniah. Wayang kulit digunakan sebagai pedoman
sikap terhadap hakikat hidup, asal dan tujuan hidup, hubungan manusia dengan
Tuhan-Nya, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan
alam. Sebagai bentuk simbolis kehadiran wayang purwa dalam tradisi bersih desa
mengandung suatu maksud di balik bentuk atau wujudnya, yaitu ekspresi
penghormatan kepada Tuhan maupun roh-roh nenek moyang. Wayang Purwa
sebagai simbol kehidupan mengandung nilai-nilai yang berharga bagi masyarakat
Jawa. Pengetahuan dan sikap dalam pertunjukan Wayang Purwa pada dasarnya
mencerminkan perilaku bijaksana untuk menciptakan kehidupan yang selaras dan
harmonis agar tercipta kesejahteraan dunia dan akhirat. Wayang Purwa secara
simbolis memberikan kontribusi positif pada pembentukan sikap hidup manusia
dalam upaya mencapai kehidupan yang selaras dengan lingkungan.

Berdasarkan pemaparan mengenai karakteristik Wayang Kampung Sebelah


dan Wayang Kulit, maka dapat diklasifikasikan faktor pembeda sebagai berikut.

Faktor Pembeda Wayang Kampung Sebelah Wayang Kulit Purwa


Sifat Kontemporer Tradisional
Lakon Tema kehidupan masyarakat Cerita klasik (Ramayana
(sosial, budaya, dan politik) dan Mahabarata)
Penciptaan Tokoh Sesuai dengan karakter sosial Memiliki pakem tertentu
masyarakat (masyarakat (tokoh dewa, raja/ksatria,
kampung yang plural) punakawan, dan raksasa
Pengiring Gamelan, vokal wanita Alat musik jimbe, ansambel,
(waranggana), dan vokal laki- perkusi, bas, gitar, gendang,
laki (wiraswara) flute, dan saxophone
Bahasa Relatif menggunakan bahasa Bahasa Jawa Kawi dan Jawa
Jawa ngoko kasar Kuno
Durasi Pertunjukan 4 – 3 jam 8 – 5 jam
Fungsi Sebagai media hiburan dan Sebagai media hiburan,
media penyampaian kritikan propaganda, tatanan, serta
sosial maupun politik nilai kebijaksanaan hidup
Bentuk Interaksi Penonton dapat berinteraksi Penonton hanya dapat
secara langsung dengan melihat pementasan dibalik
berkomentar atau mengkritik layar (kelir)
Ukuran Layar 9 : 16 (layar lebar televisi) 125 x 600 cm
Kerabat 10 orang 18 orang
Pendukung

C. Respon Masyarakat Terhadap Pertunjukan Wayang Kampung Sebelah


1. Pementasan yang sering ditonton oleh masyarakat
2. Penggunaan Bahasa dlm masyarakat yg mempengaruhi kemunculan wks
Pertama menjelaskan masyarakat jawa kmd berkembang spt apa dan masuk ke
dlm bahasa sehari-hari msyrkt jawa. Penggunaan bahasa dlm wayang kulit purwa,
kmd pd era kontemporer wayang msh pakai bahasa jawa tetapi bukan bhs jawa yg
kuno. Sehingga banyak munculnya dalang yg menggunakan bahasa seh

SIMPULAN

......................................................................................................................

Anda mungkin juga menyukai