PEMBAHASAN
A. Pengertian Wayang
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, Pengertian Wayang diantaranya:
1). Wayang merupakan boneka tiruan orang yg terbuat dr pahatan kulit atau kayu dsb yg dapat
dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dl pertunjukan drama tradisional (bali, jawa, sunda, dsb),
biasanya dimainkan oleh seseorang yg disebut dalang.
2). Wayang merupakan pelaku (yg hanya sbg pelaku, bukan sbg perencana); orang suruhan yg harus
bertindak sesuai dng perintah orang lain, misalnya penembak calon presiden itu hanya wayang bukan
dalangnya .
Dalam bahasa Jawa, kata wayang berarti "bayangan". Jika ditinjau dari arti filsafatnya "wayang" dapat
diartikan sebagai bayangan atau merupakan pencerminan dari sifatsifat yang ada dalam jiwa manusia,
seperti angkara murka, kebajikan, serakah dan lain-lain.
Wikipedia menjelaskan bahwa wayang adalah seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di
Pulau Jawa dan Bali. Ada versi wayang yang dimainkan oleh orang dengan memakai kostum, yang
dikenal sebagai wayang orang, dan ada pula wayang yang berupa sekumpulan boneka yang dimainkan
oleh dalang. Wayang yang dimainkan dalang ini diantaranya berupa wayang kulit atau wayang golek.
Cerita yang dikisahkan dalam pagelaran wayang biasanya berasal dari Mahabharata dan Ramayana.
Mengenai jenis wayang yang dikenal oleh masyarakat Jawa, ternyata ada beberapa jenis wayang,
meliputi Wayang Kulit (Purwa), Wayang Klithik, Wayang Golek, Wayang Beber, Wayang Orang dan
Wayang Suket.
Wayang Kulit
Wayang Klithik
Wayang Klithik terbuat dari bahan kayu dengan dua dimensi (pipih)
yang hampir mendekati bentuk wayang kulit. Terdapat persamaan
antara wayang klithik dengan wayang kulit, namun terdapat banyak
juga perbedaannya. Pertunjukan wayang klithik umumnya hanya
berfungsi sebagai tontonan biasa yang kadang-kadang di dalamnya
diselipkan penerangan-penerangan dari pemerintah (untuk penyuluhan
pembangunan).
Wayang Golek
0
diperagakan berasal dari babad Menak, yaitu sejarah tanah Arab menjelang kelahiran Nabi Muhammad
S.A.W.
Wayang Beber
Wayang orang
Wayang suket
B. Sejarah Wayang
Ditinjau dari sejarah yang ada, asal usul wayang dianggap telah hadir semenjak 1500 tahun sebelum
Masehi. Wayang lahir dari para cendikia nenek moyang suku Jawa di masa silam. Wayang berasal dari
ritual kepercayaan nenek moyang bangsa Indonesia di sekitar tahun l500 SM. Pada masa itu, wayang
diperkirakan hanya terbuat dari rerumputan yang diikat sehingga bentuknya masih sangat sederhana.
Wayang dimainkan dalam ritual pemujaan roh nenek moyang dan dalam upacara-upacara adat Jawa.
Wayang yang kita lihat sekarang ini berbeda dengan wayang pada masa lalu, begitu pula wayang di
masa depan akan berubah sesuai zamannya. Perubahan seni budaya wayang ini tidak berpengaruh
terhadap jati dirinya, karena wayang telah memiliki landasan yang kokoh. Landasan utamanya adalah
sifat hamot, hamong, hamemangkat yang menyebabkannya memiliki daya tahan dan daya kembang
wayang sepanjang zaman. Hamot adalah keterbukaan untuk menerima pengaruh dan masukan dari
dalam dan luar. Hamong adalah kemampuan untuk menyaring unsur-unsur baru itu sesuai nilai-nilai
wayang yang ada, untuk selanjutnya diangkat menjadi nilai-nilai yang cocok dengan wayang sebagai
bekal untuk bergerak maju sesuai perkembangan masyarakat. Hamemangkat atau memangkat sesuatu
nilai menjadi nilai baru.
1
Pada periode selanjutnya, penggunaan bahan-bahan lain seperti kulit binatang buruan atau kulit kayu
mulai dikenal dalam pembuatan wayang. Adapun wayang kulit tertua yang pernah ditemukan
diperkirakan berasal dari abad ke 2 Masehi. Masuknya agama Hindu di Indonesia pun telah menambah
khasanah kisah-kisah yang dimainkan dalam pertunjukan wayang. Pertunjukan roh nenek moyang
kemudian dikembangkan dengan cerita yang lebih berbobot, Ramayana dan Mahabarata. Selama abad
X hingga XV, wayang berkembang dalam rangka ritual agama dan pendidikan kepada masyarakat.
Pada masa ini telah mulai ditulis berbagai cerita tentang wayang. Karya sastra wayang yang terkenal
dari zaman Hindu itu antara lain Baratayuda, Arjuna Wiwaha, Sudamala, sedangkan pergelaran
wayang sudah bagus, diperkaya lagi dengan penciptaan peraga wayang terbuat dari kulit yang dipahat,
diiringi gamelan dalam tatanan pentas yang bagus dengan cerita Ramayana dan Mahabarata.
Kesukaan masyarakat Jawa pada seni pertunjukan wayang pada masa tersebut juga berpengaruh
terhadap proses penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Para wali dan pujangga Jawa mengadakan
pembaharuan yang berlangsung terus menerus sesuai perkembangan zaman dan keperluan pada waktu
itu, utamanya wayang digunakan sebagai sarana dakwah Islam. Ternyata wayang yang telah
diperbaharui kontekstual dengan perkembangan agama Islam dan masyarakat, menjadi sangat efektif
untuk komunikasi massa dalam memberikan hiburan serta pesan-pesan kepada khalayak. Sunan
Kalijaga misalnya, ketika beliau berdakwah, beliau akan menggelar pertunjukan wayang dan
memainkannya untuk mengundang banyak orang datang. Dalam pertunjukan itu, beliau menyisipkan
pesan moril dan dakwah islam secara perlahan agar masyarakat yang mayoritas masih memeluk Hindu
dan Budha itu tertarik untuk mengetahui Islam lebih dalam. Dari perkembangannya, pertunjukan
wayang juga mulai diiringi dengan segala perlengkapan alat musik tradisional gamelan dan para
sinden. Kedua pelengkap ini dihadirkan Sunan Kalijaga untuk menambah semarak pertunjukan wayang
sehingga lebih menarik untuk di tonton.
Wayang kini kian dikenal. Beberapa jenis wayang juga sudah dikembangkan untuk memperkaya
khasanah dunia perwayangan. Beberapa contoh wayang tersebut misalnya wayang golek, wayang
orang, Wayang Kulit, Wayang Kayu, Wayang Orang, Wayang Rumput, dan Wayang Motekar.
C. Filosofi Wayang
1. Filosofi Cakil
Cakil merupakan seorang raksasa dengan rahang bawah yang lebih panjang
dari pada rahang atas. Tokoh ini merupakan inovasi Jawa dan tidak dapat di
temui di India. Dalam sebuah pertunjukan wayang cakil selalu berhadapan
dengan Arjuna ataupun tokoh satria yang baru turun gunung dalam adegan
Perang Kembang. Tokoh ini merupakan tokoh humoristis yang tidak serius.
Cakil melambangkan tokoh yang pantang menyerah dan selalu berjuang
hingga titik darah penghabisan karena dalam perang Kembang. Cakil selalu
tewas karena kerisnya sendiri.
2. Filosofi Dawala
3. Filosofi Gareng
Gareng adalah punakawan yang berkaki pincang. Hal ini merupakan sebuah
sanepa dari sifat Gareng sebagai kawula yang selalu hati-hati dalam
melangkahkan kaki. Selain itu, cacat fisik Gareng yang lain adalah tangan
yang ciker atau patah. Ini adalah sanepa bahwa Gareng memiliki sifat tidak
suka mengambil hak orang lain. Di ceritakan bahwa tumit kanannya terkena
semacam penyakit bubul.
2
4. Filosofi Petruk
Petruk adalah punakawan yang tinggi dan berhidung panjang. Dalam suatu kisah
berjudul Petruk Menjadi Raja, dia memakai nama Prabu Kantong Bolong Bleh
Geduweh. Menurut versi Sunda, Petruk ini bernama Dawala.
Togog adalah putra dewa yang lahir sebelum Semar, tapi karena tidak
mampu mengayomi bumi maka Togog kembali ke asal (tidak jadi lahir) dan
waktu bersamaan lahirlah Semar. Pada zaman kadewatan di ceritakan sang
Hyang Wenang mengadakan sayembara untuk memilih penguasa
khayangan dari ketig cucunya, yaitu
Bathara Antaga (togog), Bathara Ismaya
(semar), dan Bathara Manikmaya (Bathara
Guru). Yang diangkat menjadi penguasa
kadewatan adalah sang Hyang Manikmaya
(Bathara Guru). Adapun Bathara Antaga
(togog) dan Bathara Ismaya (semar) akhirnya di utus ke dunia
manusia untuk menjadi penasihat, dan pamong pembisik makna sejati
kehidupan dan kebijakan pada manusia, yang pada akhirnya Semar di
pilih sebagai pamong untuk para ksatria berwatak baik (Pandawa) dan
Togog di utus sebagai pamong untuk para ksatria dengan watak buruk.
6. Filosofi Bilung
Bilung adalah seorang raksasa kecil yang berteman dengan para punakawan,
dia adalah sahabat dari Togog dan kemana-mana selalu berdua. Bilung
digambarkan sebagai tokoh dari luar jawa yaitu Melayu. Setiap bertemu denga
Petruk selalu menantang berkelahi dan mengeluarkan sauara kukuruyuk seperti
ayam jago. Namun, sekali dipikul oleh Petruk dia langsung kalah dan
menangis.
7. Filosofi Bagong
Bagong adalah nama salah satu tokoh punakawan dalam cerita wayang dari
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dengan bersenjatakan golok, kebiasaan Bagong
adalah selalu membuat humor, tidak peduli kepada siapa pun, baik ksatria, raja
maupun para dewa. Lakonnya biasanya di keluarkan pleh dalang di tengah
kisah, selalu menemani para ksatria dan di gunakkan dalang untuk
menyampaikan pesan-pesan bebas bagi pemirsa dan penonton baik itu nasihat,
kritik, petuah atau sindiran yang tentu saja akan disampaikan secara humor.
8. Filosofi Cangik
3
9. Filosofi Limbuk
Limbuk adalah anak perempuan Cangik, juga seorang abdi perempuan yang
konyol. Meskipun penampilanya sangat berbeda dengan ibunya, dia memunyai
rasa keyakinan yang sama akan daya tariknya yang tinggi. Dia juga membawa
sebuah sisir dengannya kemana-mana. Suaranya keras, rendah dan menyentuh
secara janggal.
Tualen atau malen merupakan salah satu tokoh punakawan (bahasa bali parekan) dalam tradisi
pewayangan di Bali. Karakternya mirip dengan Semar dalam pewayangan Jawa. Dalam tradisi
pewayangan Bali, Taulen di gambarkan seperti orang tua berwajah jelek, kulitnya berwarna hitam,
namun di balik penampilanya tersebut , hatinya mulia, perilakunya baik, sopan santun, dan senang
memberi petuah bijak. Dalam tradisi pewayangan Bali umumnya, putranya berjumlah tiga orang, yaitu
Merdah, Delem, dan Sangut. Mereka berempat (termasuk Tualen) merupakan punakawan yang sangat
terkenal di kalangan masyarakat Bali.
Merdah merupakan salah satu tokoh punakawan dalam tradisi pewayangan Bali. Menurut masyarakat
Buleleng (Bali Utara), Merdah merupakan adik Tualen, namun menurut tradisi Bali Tengah dan
masyarakat Bali pada umumnya, Merdah merupakan salah satu putra Taulen. Dalam pertunjukkan
wayang, Merdah sering muncul bersama Taulen, melakukan dialog penuh lelucon, namun sarat nasihat.
Delem atau Melem merupakan salah satu tokoh punakawan dalam tradisi pewayangan Bali. Delem
bermata juling, lehernya gondok, dan tubuhnya pendek. Dalam pewayangan kulitnya berwarna merah
tua. Delem bersifat angkuh, sombong, licik, dan suka omong besar. Di hadapan para ksatria dan para
raja ia selalu tunduk, namun kepada orang yang lebih muda darinya bertingkah sombong. Dalam
pewayangan Bali, Delem sangat terkenal dan sering muncul bersama dengan Sangut, melakukan dialog
penuh lelucon namun terselip nasihat. Keduanya merupakan tokoh punakawan yang sifatnya jelek.
Sangut merupakan salah seorang tokoh punakawan (bahasa Bali: parekan) dalam tradisi pewayangan
Bali. Dalam pewayangan, Ssangut dilukiskan berbibir monyong dan berkulit kuning. Diantara para
punakawan, tubuhnya yang paling kurus, tapi perutnya besar. Dalam pertunjukkan wayang ia sering
muncul bersama Dalem dan melakukan dialog penuh lelucon.
Prabu Yudhistira menurut cerita pedalangan Jawa adalah raja jin negara
Mertani, sebuah Kerajaan Siluman yang dalam penglihatan mata biasa
merupakan hutan belantara yang sangat angker. Prabu Yudhistira mempunyai
dua saudara kandung masing-masing bernama Arya Danduwacana yang
menguasai kesatrian Jodipati dan Arya Dananjaya yang menguasai kesatrian
Madukara. Ketika hutan Mertani berhasil ditaklukan keluarga Pandawa berkat
daya kesaktian minyak Jayengkaton milik Arjuna pemberian Bagawan
Wilwuk/Wilawuk, naga bersayap dari pertapaan Pringcendani, Prabu
Yudhistira kemudian menyerahkan seluruh negara beserta istrinya kepada
Puntadewa, sulung Pandawa, putra Prabu Pandu dengan Dewi Kunti. Prabu
Yudhistira kemudian menjelma atau menyatu dalam tubuh Puntadewa, hingga
Puntadewa bergelar Prabu Yudhistira. Prabu Yudhistira darahnya berwarna
putih melambangkan kesuciannya.
4
15. Bima atau Werkudara
16. Arjuna
17. Nakula
Nakula dalam pedalangan Jawa disebut pula dengan nama Pinten (nama tumbuh-
tumbuhan yang daunnya dapat dipergunakan sebagai obat) adalah putra ke-empat
Prabu Pandudewanata, raja negara Astina dengan permaisuri Dewi Madrim, putri
Prabu Mandrapati dengan Dewi Tejawati, dari negara Mandaraka. Nakula lahir
kembar bersama adiknya, Sahadewa atau Sadewa (pedalangan Jawa), Nakula
adalah titisan Bathara Aswi, Dewa Tabib. Nakula mahir menunggang kuda dan
pandai mempergunakan senjata panah dan lembing. Nakula tidak akan dapat lupa
tentang segala hal yang diketahui karena ia mepunyai Aji Pranawajati pemberian
Ditya Sapujagad, Senapati negara Mretani. Nakula juga mempunyai cupu berisi,
“Banyu Panguripan atau Air kehidupan” (tirtamaya) pemberian Bhatara Indra.
Nakula mempunyai watak jujur, setia, taat, belas kasih, tahu membalas guna dan
dapat menyimpan rahasia. Nakula tinggal di kesatrian Sawojajar, wilayah
negara Amarta. Dari perkawinan Nakula mendapat anugrah cupu pusaka berisi air
kehidupan bernama Tirtamanik.
5
18. Sadewa atau Sahadewa
Dalam pedalangan Jawa disebut pula dengan nama Tangsen (buah dari
tumbuh-tumbuhan yang daunnya dapat dipergunakan dan dipakai untuk
obat) adalah putra ke-lima atau bungsu Prabu Pandudewanata, raja negara
Astina dengan permaisuri Dewi Madrim, putri Prabu Mandrapati dengan
Dewi Tejawati dari negara Mandaraka. Ia lahir kembar bersama kakanya,
Nakula. Sadewa adalah titisan Bathara Aswin, Dewa Tabib. Sadewa sangat
mahir dalam ilmu kasidan (Jawa)atau seorang mistikus. Mahir menunggang
kuda dan mahir menggunakan senjata panah dan lembing. Selain sangat
sakti, Sadewa juga memiliki Aji Purnamajati pemberian Ditya Sapulebu
yang berkhasiat dapat mengerti dan mengingat dengan jelas pada semua
peristiwa. Sadewa mempunyai watak jujur, setia, taat, belas kasih, tahu
membalas guna dan dapat menyimpan rahasia.
6
DAFTAR PUSTAKA
http://definisidanpengertian.blogspot.co.id/2011/02/pengertian-wayang.html
http://pengertianwayang.blogspot.co.id/
http://supraba15.blogspot.co.id/2013/04/sejarah-asal-usul-wayang.html
http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/10/asal-usul-wayang-dan-sejarah.html
https://sabdalangit.wordpress.com/category/filsafat-pewayangan/
http://padamunyai.blogspot.co.id/2015/09/filosofi-karakter-wayang-lengkap.html