Anda di halaman 1dari 6

Wayang golek

Wayang golek adalah suatu pagelaran wayang yang tokoh wayangnya terbuat dari boneka kayu,
terutama sangat populer di wilayah Pasundan (Jawa Barat). Macam-macamnya, yaitu Wayang
Golek Papak (cepak), Wayang Golek Purwa, dan Wayang Golek Modern. Kayu albasiah atau
lame merupakan bahan utama yang diperlukan untuk membuat wayang golek. Pembuatan wayang
golek adalah dengan cara meraut dan mengukir kayu tersebut menyerupai tokoh wayang. Dalam
pembuatan wayang golek pemberian warna pada wayang sangat penting, hal ini karena dapat
menampilkan karakter tokoh wayang. Adapun penggunaan warna dalam Wayang Golek memiliki
arti tersendiri, yakni biru atau hitam berarti ketentraman, kebangunan rohani, dan kedewasaan.
Merah berarti melambangkan keberingasan, angkara murka, rasa amarah, dan ketidaksabaran.
Emas atau kuning berarti warna yang melambangkan kaum ningrat dan para narapati. Sedangkan
putih berarti melambangkan kemurnian, budi luhur, dan adanya tata krama.
Wayang krucil
Wayang krucil adalah kesenian dari bahan kulit dan berukuran kecil sehingga lebih sering disebut
dengan Wayang Krucil. Wayang ini dalam perkembangannya menggunakan bahan kayu pipih (dua
dimensi) yang kemudian dikenal sebagai Wayang Klithik.
Di daerah Jawa Tengah wayang krucil memiliki bentuk yang mirip dengan wayang gedog. Tokoh-
tokohnya memakai dodot rapekan, berkeris, dan menggunakan tutup kepala tekes (kipas).
Sedangkan, di Jawa Timur tokoh-tokohnya banyak yang menyerupai wayang kulit purwa, raja-
rajanya bermahkota dan memakai praba. Di Jawa Tengah, tokoh-tokoh rajanya bergelung Keling
atau Garuda Mungkur saja.
Cerita yang dipakai dalam wayang krucil umumnya mengambil dari zaman Panji Kudalaleyan
di Pajajaran hingga zaman Prabu Brawijaya di Majapahit. Namun, tidak menutup kemungkinan
wayang krucil memakai cerita wayang purwa dan wayang menak, bahkan dari babad tanah jawa
sekalipun.
Gamelan yang dipergunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang ini amat sederhana,
berlaras slendro dan berirama playon bangomati (srepegan). Namun, adakalanya wayang krucil
menggunakan gendhing-gendhing besar.
Wayang orang
Wayang orang (wayang wong dalam bahasa Jawa) merupakan wayang yang tokoh dalam
cerita pewayangan dimainkan oleh orang. Dalam pertunjukan tersebut terdapat seni drama
tari yang mengambil cerita Ramayana dan Mahabarata sebagai induk ceritanya. Wayang
orang sesuai dengan namanya, pertunjukannya tidak memainkan boneka Wayang seperti
yang ada dalam wayang golek, akan tetapi sudah menampilkan manusia yang berfungsi
sebagai pemeran yang terdapat dalam tokoh wayang. Seseorang yang berperan dalam
pertunjukan wayang orang akan memakai pakaian yang sama dan hiasan yang juga dipakai
dalam tokoh wayang kulit. Agar bentuk muka dalam wayang orang mirip seperti wayang
kulit jika dilihat dari arah samping, maka pemeran wayang orang akan dirias mukanya
menggunakan lukisan atau tambahan gambar.
r
Wayang kulit
Wayang kulit (Jawa: ꦮꦮꦮꦮꦮꦮꦮꦮꦮ) adalah bentuk tradisional dari kesenian wayang yang aslinya
ditemukan dalam budaya Jawa dan Bali di Indonesia. Narasi wayang kulit seringkali berkaitan
dengan tema utama kebaikan melawan kejahatan. Wayang berasal dari kata "Ma Hyang" yang artinya
menuju kepada roh spiritual, dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga yang mengartikan wayang adalah
istilah bahasa Jawa yang bermakna "bayangan", hal ini disebabkan karena penonton juga bisa menonton
wayang dari belakang kelir atau hanya bayangannya saja. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang
juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan
sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden. Secara umum wayang mengambil
cerita dari naskah Mahabharata dan Ramayana, tetapi tak dibatasi hanya dengan pakem (standard) tersebut,
ki dalang bisa juga memainkan lakon carangan (gubahan). Beberapa cerita diambil dari cerita Panji, maupun
kisah Rohani dari agama Islam, Kristen, Hindu, Budha
Wayang kancil
Wayang kancil adalah wayang yang lakonnya kancil. Pada abad ke-15, Sunan Giri menciptakan
wayang kancil sebagai media untuk menyiarkan agama Islam di pulau Jawa. Pada saat itu, wayang
kancil tidak dapat berkembang pesat. Perkembangan mulai terjadi pada tahun 1925 saat dipopulerkan
oleh seorang Tionghoa yang bernama Bo Liem.[1]
Wayang Kancil dibuat dari kulit kerbau yang dikeringkan dan kemudian dibentuk menjadi gambar
wayang. Pada tahun 1943, Raden Mas Sayid menyempurnakan bentuk wayang kancil dan dipentaskan
dengan menggunakan kelir (layar berupa kain putih) untuk menangkap bayangan wayang. Pada tahun
1980, wayang kancil mulai berkembang di Yogyakarta terutama oleh Ki Ledjar Subroto yang berasal
dari Wonosobo, Jawa Tengah. Ia membuat pembaharuan bentuk agar dapat dinikmati sebaik mungkin.
Kiprah Ki Ledjar juga di dukung oleh budayawan sekaligus wartawan bernama R.P.A Suryanto
Sastroatmodjo yang memberikan saran dan masukan pada latar budaya cerita kancil di masa lalu. Pada
saat itu, terjadi degradasi peran kesenian tradisional yang mulai ditinggalkan oleh anak-anak.
Kehadiran wayang kancil membuat anak-anak mulai kembali menggemari kesenian tradisional. Hal
ini juga dimanfaatkan sebagai media pendidikan.
Wayang sadat
Wayang sadat adalah wayang dakwah Islam dengan menciptakan tokoh-tokoh wayang yang
digunakan sebagai medium dakwah tauhid yang mengadopsi Wali songo. Wayang sadat mulai
dipentaskan pertama kali oleh Suryadi pada tahun 1985 dengan menggunakan lakon Ki Ageng
Pengging yang memuat ajaran tauhid dalam bentuk tersirat seperti janturan, dialog, syair
gerongan, dan cakepan sulukan. Wayang sadat adalah wayang dakwah Islam dengan
menciptakan tokoh-tokoh wayang yang digunakan sebagai medium dakwah tauhid yang
mengadopsi Wali songo. Wayang sadat mulai dipentaskan pertama kali oleh Suryadi pada
tahun 1985 dengan menggunakan lakon Ki Ageng Pengging yang memuat ajaran tauhid dalam
bentuk tersirat seperti janturan, dialog, syair gerongan, dan cakepan sulukan.

Anda mungkin juga menyukai