Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wayang merupakan salah satu kebudayaan yang lekat dalam kehidupan


masyarakat. Fungsi wayang dari zaman dahulu saat awal kemunculan hingga zaman
sekarang selain untuk hiburan tapi juga untuk bernilai estetika tinggi. Adapun fungsi dari
wayang ialah “bentuk pendidikan atau penerangan untuk ilmu pengetahuan, dan untuk
menambah nilai kejiwaan atau rohani, serta mistik dan simbolik”.’beberapa fungsi
wayang tersebut tidak lepas dari peran masyarakat sebagai penonton dalam pegelarannya,
dengan melihat beberapa jauh mereka merasa terhibur dan mengambil manfaat dari
pertunjukan wayang.

Pertunjukan wayang merupakan penggabungan dari berbagai seni yang


berkembang dalam ranah kebudayaan Indonesia, meliputi: seni peran, seni musik, seni
lukis, seni pahat, seni sastra dan seni tutur. Dalam menyampaikan lakon-lakon pewangan
merupakan kesatuan dari seni sastra, tutur dan peran. Musik yang dimainkan oleh
pengiring ( nayaga ) juga merupakan upaya dalam menghibur penonton. Wayang sebagai
media utama dalam menyampaikan nasihat dalang, serta mengandung seni lukis dan
pahat yang terdapat dalam masing-masing karakter.

Wayang, dalam Bahasa jawa memiliki arti bayangan, dengan akar katanya ialah
“yang”, istilah tersebut menimbulkan pengertian bahwa wayang berarti berjalan kian
kemari, tidak tetap, sayup-sayup bagi substansi bayangan-bayangan. Pengertian lain
berdasarkan penggambaran realitas pertunjukan wayang, kata wayang berasal dari
“wewayangan” yang artinya bayangan. Bayangan yang terlihat manifestasi dari karakter
sesungguhya dibalik kelir yang digelarkan langsung oleh dalang karakter-karakter tersbut
memiliki keunikan tersendiri sebagai cerminan kehidupan masyarakat Indonesia
khususnya masyarakat jawa.

1
B. Rumusan Masalah

Bagaimana proses rikmadenda mencari hakikat tuhan dalam lakon “Rikmandenda


mencari tuhan”?

C. Tujuan Penelitian

Dengan masalah yang telah dirumuskan tersebut, tujuan diadakan nya penelitian
menegnai proses pencarian tuhan sebagai bentuk jati diri yang berlandaskan hingga
hakikat tervisualisasi dalam pagelaran wayang dengan lakon “Rikmadenda mencari
tuhan”yaitu:

1. Mengetahui proses Rikmadenda dalam mencari hakikat tuhan dalam lakon


“Rikmadenda mencari tuhan “ literasi Ajip Rosidi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pementasan wayang kulit

Bagi masyarakat pulau jawa, wayang kulit tentu tidak asing lagi bagi mereka,
bahkan bagi sebagian orang menampilkan pertunjukan wayang kulit disamping sebagai
sarana hiburan juga merupakan salah satu bagian dari upacara-upacra adat. Wayang kulit
sendiri terbuat dari kulit binatang ( kerbau, lembu atau kambing ) untuk mementasankan
pertunjukan wayang kulit secara lengkap dibutuhkan kurang lebih 18 orang pendukung.
Satu sebagai dalang, dua orang sebagai waranggana, dan 15 orang sebagai penabuh
gamelan merangkap wira suara. Rata-rata pertujukan dalam satu malam adalah 7 sampai
8 jam, bila dilakukan pada siang hari biasanya sekitar 7 jam. Arena pentas terdiri dari
layar berupa kain putih dan sebagai sarana teknis dibawahnya ditaru batang pisang untuk
menancepkan wayang. Sebagai pedoman dalam menyjikan pertunjukan wayang kulit
biasanya seorang dalang akan menggunakan pakem pendalangan berupa buku pendalang.
Namun ada juga dalang yang mengunakan catetan dari dalang-dalang tua yang
pengetahuannya diperoleh lewat keturunan.

B. Pentingnya menjaga kesenian

Wayang kulit sebenarnya kekayaan indonesia yang harus dijaga, namun saat ini
kebanyakan para remaja lebih mementingkan budaya asing untuk kepopularitas dirinya
dibanding kebudayaannya sendiri. Mungkin memang sebagian remaja ada yang berminat
untuk mempelajari ataupun mendalami kesenian wayang kulit, namun jika dibandingkan
dengan minat remaja zaman sekarang lebih condong kekebudayaan asing. Dan bila kita
ingin mendalami salah satu kesenian, kita harus mengetahui dasar-dasar yang menjadi
unsur penting dari kesenian

3
C. Kisah yang sering di pentaskan

Kisah yang sering dimainkan dalam pertujukan wayang kulit adalah kisah
mahabarata dan ramayana. Mahabarata sendiri mengisahkan tentang perang antar
saudara, pandawa ( Yudisthira, Bima, Arjuna, nakula dan sadewa ) dan para kurawa yang
berjumlah 100 orang bersaudara ( Duryodhana dan Dursasana) menjadi peran utama
dalam pemimpin kurawa karena mereka adalah kaka tertua dari 100 saudara tersebut.
Peperang berawal dari perjudian yang mempertaruhkan seluru kekayaan, kekuasaan,
tahta kekerajaan bahkan istri mereka, yang bernama Drupadi. Dalam perjudian itu, para
pandawa dikalahkan oleh kecurangan dari pihak kurawa, jadilah istri mereka yang
akhrinya dibawa kerusang perjudian dengan paksa oleh Dursasana disitulah terjadinnya
peristiwa yang memnyebabkan perang, setelah menyaksikan kejadian yang tidak adil
dilakukan kepada istri panadawa ( Drupadi ) akhirnya pandawa bersumpah akan
memberikan keadilan kepada Drupadi sebagai pembalasan atas perbuatan opara kurawa
yang jelas melanggar ketentuan kerjaan dimasa itu. Dihari peperangan satu persatu
kurawa mati dan samapai hari terakhir, Bima berasil membunuh Duryodhana dengan
mematakan pahanya. Selain kisah Baratayudha, kisah ramayanapun juga sering
dimainkan ramayana mengisahkan tentang diculik istrinya dari putra mahkota ( Rama )
yang bernama shinta ditengah hutan. Sesaatsebelum shinta diculik, rahwana meminta
temannya menyamar menjadi kijang jadi jadian untuk menarik perhatian shinta,
berhasilah siaasat rawana, dan shinta pun meminta Rama untuk mengejar kijang tersebut,
namun setelah sekian lama Rama tidak kembali shinta pun cemas, akhirnya shinta
meminta laksmana untuk menngejar Rama. Namun sebelum laksmana meninggalkan
sendiri, ia membuat lingkaran magis untuk melindungi shinta, namun jika shinta
melanggar dengan keluar dari lingkaran itu, maka shinta tidak ada perlindungan lagi.
Ditinggalah shinta sendirian dan rahwana mengelabuhi shinta untuk keluar dari
perlindungannya dengan menyamar sebagai berahmana yang meminta sedekah,
tersentulah hati shinta akhirnya shinta keluar dari lingkaran. Diculiklah shinta, dan
burung jatayu mengenali shinta yang diculik bertindaklah burung jatayu untuk
menyelamatkan shinta, sayang nya burung jatayu berasil dikalahkan oleh rahwana dan
meninggal. Seteleah Rama dan laksmana dilihatnya tidak ada shina di tempat itu,
begeaslah keduanya kekerajaan untuk memerintah Perang kepada kerajaan alengka milik

4
Rahawana. Alengke berhasil dikalahkan oleh pihak Rama dan Rama pun menejmput
shinta yang berada ditaman argasoka ( taman kerajaan alengka yang digunakan shinta
menunggu Rama ), namun setibanya disana Rama meminta bukti kesuciaan shinta
dengan berjalan diatas api, akhirnya shinta pun jalan diatas api dan tidak dibakar karena
dilindungi oleh Dewa api, percayalah Rama kepada shinta dan akhirnya mereka kembali
kekerajaan Ayodya. Memang kedua cerita ini sangat digemari para penonton wayang
kulit. Disamping ceritanya yang menarik kita juga bias mengambil contoh atau manfaat
yang dapat diambil dari kisah tersebut. Walaupun kisah ini adalah kisah yang sudah
berabad-abad, namun exsintesinya masih digapai hingga sekarang, ini membuktikan
bahwa cerita zaman dulu memberikan motivasi agar menjalani, menjaga dan
mengembangkan pikiran kita kearah yang lebih baik dan tetap selalu berada di jalan yang
benar.

D. Sejarah wayang kulit

sejarah wayang kulit tidak terlepas dari sejarah kesenian wayang secara umum.
Bila dilihat dari catatan sejarah, belum ada bukti konkret tentang adanya kebudayaan
wayang sebelum abad pertama. Hal ini bertepatan dengan masuknya budaya hindu ke
asia tenggara. Hipotesis ini semakin di perkuat dengan kenyataan bahwa seni pertunjukan
wayang kulit mayoritas mengangkat cerita Ramayana dan mahabarata. Walaupun itu juga
bukan merupakan standard yang bisa mengikat dalang. Karena dalam setiap pertunjukan
dalang boleh saja membuat pertunjukan dari lakon carangan ( gubahan ). Bukti kontret
pertama yang di temukan membahas mengenai kesenian wayang berbentuk sebuah
catatan. Catatan ini mengacu pada sebuah prasasti yang bisa dilacak berasal dari tahun
1930. Prasasti tersebut menyebutkan tentang si Galigi mawayang. Galigi yang dimaksud
disini adalah seorang dalang dalam pertunjukan wayang kulit. Sesuai dengan isi kitab
“kakawin arjunawiwaha” buatan Empu kanwa, pada tahun 1035. Di deskripsikan bahwa
sosok si Galigi adalah seorang yang cepat, dan hanya berjarak satu wayang dari
jakatkarana atau dalang terbesar hanyalah berjarak satu layar dari kita. Dimulai dengan
purwa pertama kali dimiliki oleh srijayabaya (Raja Kediri tahun 939 M). wayang purwa
kemudian dikembangkan oleh raden Panji dijenggala di tahun 1223 M. pada tahun 1283

5
M Raden jaka ini yang terkenal dengan “ wayang beber”. Semakin lama sangging
prabangkara pada tahun 1301 M mengembangkan Karakter wayang beber sesuai dengan
agenda nya.

E. Tokoh peneliti wayang kulit

Kekuatan utama budaya wayang, yang juga merupakan jati dirinya, adalah
kandungan nilai falsafahat. Wayang yang tumbuh dan berkembang sejak lama itu
ternyata berhasil menyerap berbagai nilai-nilai keutamaan hidup dan terus dapat
dilestarikan dalam berbagai pertunujukan wayang. Menelusuri asal-usul wayang secara
ilmiah memang bukan hal yang mudah. Sejak zaman penjajahan belanda hingga kini
banyak para cendikiawan dan budaya wan berusaha meneliti dan menulis tentang
wayang. Ada persamaan, namun tidak sedikit yang saling-saling pendapat. Hazeu
berbeda pendapat hanya dengan Rassers begitu pula pandangan dari pakar Indonesia
seperti K.p.a Kusumadilaga, Ranggawarsita, Suroto, Sri Mulyono dan lain-lain.

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Memang saat ini wayang kulit jarang sekali di gemari oleh remaja, karna remaja
saat ini tidak di tanamkan sikap peduli apalagi mencintai budaya sendiri. Selain itu
teknologi di masa sekarang juga berpengaruhi terhadap pertumbuhan dedikasih para
remaja untuk lebih mengenal kesenian-kesenian Indonesia, jika media social sering
menampilkan hal-hal asing yang mempengaruhi sifat kesukaan remaja, maka harus
diubah agar memperbanyak pendalaman tentang budaya maupun kesenia Indonesia.
Selain itu, wayang kulit juga harus dilestarikan agar kesenian nya tidak hilang seiring
zaman.

B. Saran

Sebagai warga Indonesia, kita harus menghargai dan menjaga budaya


meninggalan yang sudah ada berabad-abad lalu, tidak hanya wayang kulit tetapi semua
kesenian yang berbeda di Indonesia juga mempunyai arti dan makna yang penting.
Jangan sampai dengan majunya perkembangan iptek yang sangat pesat, menyebabkan
kesenian tradisional hilang begitu saja tanpa makna.

7
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA [1] Y. P. Ardhi, “Wayang Kulit Sebagai Media Dakwah: Studi Pada Wayang
Kulit Dalang Ki Sudardi Di Desa Pringapus Semarang,” Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta., 2010. [2] H. D. FAUZI, “Tradisi Pertunjukan Wayang,” Bahan Apresiasi
Bagi yang Ingin Mengenal Pertunjukan Wayang., 2010.

Anda mungkin juga menyukai