SONOBUDOYO YOGYAKARTA
Disusun oleh :
Dhimas Arif Affandhy
2110340017
A. Wayang Sadat
Wayang sadat adalah wayang dakwah islam dengan menciptakan tokoh-
tokoh wayang yang digunakan sebagai medium dakwah tauhid yang mengadopsi
cerita dari Wali Songo. Wayang sadat mulai dipentaskan pertama kali pada tahun
1985 di desa Trucuk, Klaten dengan menggunakan lakon-lakon Wali songo yang
memuat ajaran tauhid dalam bentuk tersirat seperti Janturan, dialog, syair
gerongan, dan cakepan sulukan dan w ayang sadat tersebut dibuat oleh seorang
seniman sekaligus dai bernama Suryadi.
Mengamati kembali perspektif budaya, wayang adalah sinkretisme dan
serpihan dari ragam budaya yang mengkonstruksinya. Sifat ini menunjukan
pluralitas dan sifat eklektisisme budaya sebagai akibad budaya jawa yang terbuka
dan toleran terhadap berbagai budaya lain. Wayang sadah hadir dari produksi
akulturasi jawa-islam untuk menjadi sarana penyampaian ajaran tauhid ke-
islaman, tauhid dalam ajaran islam merupakan pondasi dasar dan inti keimanan
seorang muslim.
Secara etimoogis, kata sadat berasal dari kata kalimat “syahadat” yang
merupakan rukun islam yang pertama bagi pemeluk agama islam. Adapun tujuan
Suryadi dalam pementasan Wayang Sadat yang pertama adalah untuk berdakwah
ajaran tauhid keislman dan yang kedua adalah untuk merangsang apresiasi umat
islam , khususnya masyarakat Trucuk dan sekitarnya pada tahun 1980-an karena
masih rendah terhadap seni tradisi yang berdasarkan pada kreativitas seni dan
landasan dakwah islam. Suryadi membuat lakon-lakon yang terlepas dari epos
Hindu-Budha dan lakon-lakon baru muncul dari rekonstruksi cerita dakwah Wali
songo seperti tokoh Sunan Bonang, Sunan Ampel, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga,
dan para tokoh dari zaman kerajaan Islam Demak yaitu Raden Patah, Ki ageng
pangging dan Joko Tingkir.
B. Wayang Golek Puntadewa
Wayang golek adalah salah satu pertunjukan wayang yang terbuat dari
boneka kayu yang bisa menceritakan berbagai macam tokoh dan alur ceritanya
bisa dari kisah rakyat seperti penyebaran agama islam atau dari kisah ramayana
dan mahabarata, salah satu tokoh di wayang golek adalah puntadewa. Puntadewa
adalah putra sulung prabu pandu dewanata (raja kerajaan Astina) dan Dewi Kunti,
Puntadewa sesungguhnya adalah putra dari Batara Darma. Dalam pewayangan,
istri puntadewa adalah Dewi Drupadi danPuntadewa memiliki sifat yang adil serta
jujur seperti Batara Darma. Oleh karena itu ia mendapat julukan Ajasatru, artinya
orang yang tidak mempunyai musuh.
Salah satu fungsi wayang dalam masyarakat adalah ngaruat, yaitu
membersihkan dari kecelakaan (marabahaya). beberapa orang yang diruat
(sukerta) namun wayang golek waktu ini lebih dominan sebagai seni pertunjukan
rakyat, yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat lingkungannya,
seperti spiritual maupun material. Hal demikian dapat kita saksikan dari beberapa
kegiatan dimasyarakat seperti patut hajatan (pesta kenduri) dalam rangka
khitanan, pernikahan dan lain-lain ada kalanya diiringi dengan pertunjukan
wayang golek.
C. Wilahan
Wilahan merupakan perunggu yang disusun berderet di atas kayu yang
berfungsi sebagai wadah gema, alat musik ini biasanya disebut dengan saron.
Wilahan yang ada pada saron memiliki ukuran yang tidak sama, melainkan
berurutan dari yang paling kecil sampai yang paling besar dan susunannya sama
seperti alat gamelan lainnya yaitu yang paling kecil berada di ujung kanan
sedangkan yang paling besar berada di ujung paling kiri. Semakin kecil
wilahannya maka akan semakin tinggi suaranya dan semakin besar wilahannya
akan semakin rendah suaranya. Cara membunyikan wilahan pada saron adalah
dengan menggunakan alat pemukul dari kayu atau tanduk kerbau, ketika tangan
kanan memainkan alat pemukulnya maka tangan kiri harus metet (menghentikan
gema) wilahan yang baru saja ditabuh.
Saron sendiri memiliki peranan yang penting dalam permainan gamelan,
setidaknya dibutuhkan 4 saron dalam 1 set perangkat gamelan, yang masing-
masing menghasilkan susunan nada pentatonis, berupa nada pelog dan nada
slendro dengan susunan berjumlah 7 bilah untuk laras pelog, sementara laras
slendro berjumlah 6 bilah. Selain digunakan dalam gamelan, di masa sekarang
dapat dijumpai pertunjukan musik oleh anak-anak muda yang mengkombinasikan
alat musik modern dengan alat musik tradisional, salah satunya saron bersama
instrumen seperti gitar, drum, bas untuk mengiringi lagu modern sebagai bentuk
upaya untuk tetap melestarikan budaya Indonesia.
D. Topeng Sabrangan
Topeng Sabrangan berasal dari Madura. Topeng sabrangan diciptakan
sebagai bentuk penggambaran dari raksasa jahat yang suka mengganggu manusia.
Terdapat 3 jenis topeng sabrangan berdasarkan bentuk dahinya, yaitu: 1) Topeng
Raksasa Dahi Lancip; 2) Topeng Raksasa Dahi Tumpul; 3) Topeng Raksasa Dahi
Tanduk. Topeng adalah kedok penutup muka yang terbuat dari metal, kayu atau
bahan lainya yang ditatah atau direka muka manusia atau binatang.
Topeng sabrangan dipercayai dari madura sejak jaman prasejarah. Bukti-
bukti peninggalan arkeologis menunjukan bahwa topeng Sabrangan menjadi salah
satu kebudayaan adat istiadat yang ada di madura secara turun temurun . fungsi
dari topeng sabrangan ini biasanya sebagai koleksi atau sekedar hiasan dinding
bangunan rumah namun tidak banyak juga orang masih menggunakan topeng
Sabrangan yang berfungsi sebagai sarana berhubungan dengan kepercayaan atau
agama pemiliknya.
E. Naskah Jawa
Naskah dengan tulisan tangan berbahasa menggunakan aksara jawa baru
dengan tema berbagai ragam peralatan seremonial tradisional jawa. Naskah jawa
dilengkapi dengan ilustrasi berwarna peralatan tradisional.menurut sejarah
kononya dulu naskah jawa direbut oleh bangsa inggris dan akhirnya lebih dari 200
tahun “Geger Sapehi” terjadi, naskah jawa itu kembali ke tangan keraton
Yogyakarta dalam wujud digital. Dilansir dari keraton Jogja. Tepat 7 maret 2019
ini Sri Sultan Hamengku Buwono X, kepala perpustakaan Nasional RI
(Muhammad Syarif Bando) dan Kepala DPAD DIY (Monika N. Lastiyaru)
menerim secara simbolis 75 naskah digital oleh Mozzam Malik yang tak lain
adalah duta besar Inggris untuk Indonesia, sekaligus peneliti sejarah jawa Dr Peter
Carey.
Naskah jawa sendiri disusun dari kertas-kertas berbahan agak tebal
masing-masing naskah ada watermark, dimana ini sebagai identitas kapan naskah
ini dibuat. Untuk warna naskahnya rata-rata memiliki warna putih ke arah buram
atau ada pula yang krem. Untuk isi teksnya sebagian besar dipenuhi dengan aksara
Jawa yang mayoritas digores dengan tinta warna hitam. Untuk ukuran dan tebal
naskah memang bervariasi, mulai dari ukuran kecil hingga besar terpajang disana.
Setiap naskah yang dipamerkan dilengkapi dengan informasi singkat, dimana rata-
rata berisi judul naskah, inti dari isi naskah, jumlah halaman, tahun terbit serta
perpustakaan yang mengoleksi. Jika dilihat dari tahun terbitnya naskah Jawa ini
berasal dari periode yang tak sama.
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
A. Sumber Tertulis
Salam,Nur. 2018. Mengenal Wayang Sadat, Media Dakwah Islam Koleksi
Museum Peradaban Islam MAJT. https://m.merdeka.com/semarang/kabar-
semarang/mengenal-wayang-sadat-media-dakwah-islam-koleksi-museum-
peradaban-islam-majt-180603z.html. 16 Maret 2022, Jam 15.30 WIB.
Meiskhe. 2022. Mengenal Alat Musik Saron dalam Gamelan Jawa dan Cara
Memainkannya. https://www.orami.co.id/magazine/amp/alat-musik-saron/. 19
Maret 2022, Jam 00.09.
B. Narasumber
Nely Ruvi Wanti (21 tahun). Pendamping tour Museum Sonobudoyo. Wawancara
berlangsung pada tanggal 10 Maret 2022. Pukul 11.30 Bertempat di Museum
Sonobudoyo Yogyakarta.
LAMPIRAN