Anda di halaman 1dari 10

Visual Heritage: Jurnal Kreasi Seni dan Budaya

e-ISSN:2623-0305
Vol. 00 No. 00, bulan tahun
page

KAJIAN TOKOH SUNAN KALIJAGA PADA PERTUNJUKAN WAYANG


SADAT SEBAGAI PEMBELAJARAN PEMBENTUKAN KARAKTER

Tri Aji

Program Desain Komunikasi Visual


Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Indraprasta PGRI
Jl. Nangka No. 58C, Tanjung Barat, Jakarta Selatan

azhiesetiawan12@gmail.com

Abstrak

Cerita pewayangan di Indonesia sangatlah banyak dan beragam, salah satunya yaitu Wayang
Sadat yang bernafaskan Islam. Di dalam cerita Wayang Sadat banyak filosofi dan pesan yang
dapat di terapkan di kehidupan sehari-hari. Salah satunya yaitu cerita lakon Sunan Kalijaga
yang banyak mengandung pesan-pesan kebaikan dan keagamaan. Tujuan penelitian ini sebagai
bentuk pembelajaran karakter, wayang yang bernafaskan Islam yang digunakan untuk
berdakwah. Serta diharapkan agar kepribadian positif yang dimiliki oleh Sunan Kalijaga dapat
di contoh oleh masyarakat terutama generasi muda. Metode yang digunakan adalah metode
kualitatif, dimana peneliti melakukan observasi terkait buku dan jurnal terkait kebutuhan data
dan melakukan wawancara kepada narasumber yang kompeten. Wayang Sadat yang berisikan
pesan-pesan keagamaan dan karakter Sunan Kalijaga yang pemberani, sabar dan pantang
menyerah sesungguhnya dapat dipelajari dan ditiru dalam kehidupan sehari-hari khususnya
untuk generasi muda. Hal ini dapat membentuk karakter mereka dan dapat melestarikan
keseniaan wayang terutama Wayang Sadat.

Kata kunci: Wayang, Wayang Sadat, Islam, Sunan Kalijaga, Pembentukan Karakter

Abstract

Puppet stories in Indonesia are very numerous and varied, one of which is Sadat Puppet
which breathes Islam. In the Wayang Sadat story there are many philosophies and messages
that can be applied in everyday life. One of them is the story of the play of Sunan Kalijaga
which contains many good and religious messages. The purpose of this research is as an effort
to preserve the culture of Klaten, an Islamic puppet that is used to preach. And it is expected
that the positive personality possessed by Sunan Kalijaga can be exemplified by the
community, especially the younger generation. The method used is a qualitative method,
where the researcher observes books and journals related to data needs and conducts
interviews with competent speakers. Wayat Sadat, which contains religious messages and
courageous character of Sunan Kalijaga, can be patient and unyielding in daily life, especially
for the younger generation. This can shape their character and can preserve the beauty of
puppets, especially Sadat Puppet.

Keywords: Puppet, Sadat Puppet, Islam, Sunan Kalijaga, Formation of Character

Correspondence author: Name, E-mail, City, and Country

This work is licensed under a CC-BY-NC

1
Visual Heritage: Jurnal Kreasi Seni dan Budaya
e-ISSN:2623-0305
Vol. 00 No. 00, bulan tahun
page

PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang kaya akan seni dan budayanya. Di
antara sekian banyaknya seni dan budaya tersebut. Seni budaya wayang salah satunya yang
bertahan dari masa ke masa. Wayang telah ada , tumbuh dan berkembang sejak dahulu
hingga sekarang. Daya tahan dan perkembangan wayang telah teruji dari masa ke masa.
Karena daya tahan dan kemampuan menghadapi perkembangan zaman itulah, maka wayang
dapat berhasil mencapai kualitas seni yang tinggi.
Wayang di Indonesia khususnya di pulau Jawa mempunyai hubungan erat dengan
perkembangan sejarah Indonesia. Pada zaman prasejarah Wayang dikenal sebagai media
upacara keagamaan yang bersifat spiritual dalam bentuk ritual, dengan menggunakan
baying (wayang) untuk memuja roh nenek moyang. Kini wayang telah mengalami banyak
perkembangan dan perubahan untuk menyamakan kebutuhannya dengan kehidupan
masyarakat Indonesia seperti aspek pendidikan, komunikasi, falsafah dan kebutuhan rohani
(Anggoro,2018:124).
Dalam hal agama, terutama agama Islam di Indonesia memiliki berbagai macam
wayang yang digunakan untuk berdakwah dan meyebarkan agama Islam. Salah satunya
yaitu Wayang Sadat, wayang ini tumbuh dan berkembang di Dusun Mireng, Kecamatan
Trucuk, Kabupaten Klaten. Wayang Sadat diciptakan oleh Ki Suryadi seorang guru
Matematika di Sekolah Pendidikan Guru Muhammadiyah Klaten pada tahun 1985
(senawangi,1999:1113).
Yang khas dalam wayang sadat adalah nuanasa Islamnya yang kental. Di dalam
penampilan wayang sadat biasanya seorang dalang menggunakan jubah biasa dan surban
dikepalanya. Sedangkan sindennya menggunakan jilbab sebagai penutup kepala. Sebelum
pagelaran wayang dimulai di tandai dengan pemukulan beduk dan bacaan lafal Alquran
kerapkali terdengar. Bacaan syahadat dan basmallah terdengar berselang-seling, saat Ki
Suryadi memainkan tokoh wayang pandannaran atau waliyullah lainnya dan biasanya
pertunjukan wayang sadat hanya berlangsung selama empat jam saja. Wayang sadat
mengambil lakon-lakon yang kebanyakan berkaitan dengan sejarah para wali. Menurut
konteks wayang sadat, lakon-lakon yang di ambil ialah yang berkaitan dengan penyebaran
agama Islam di Jawa yang dilakukan oleh para wali (Ghofur,2013:48).
Sunan Kalijaga dengan nama asli Joko Said merupakan ulama yang sangat di
hormati, beliau merupakan tokoh yang sangat berperan penting dalam penyebaran Agama
Islam. Sunan Kalijaga di perkirakan lahir pada tahun 1940, beliau merupakan putra dari
adipati Tuban yaitu Tumenggung Wilwatikta. Sunan Kalijaga adalah sosok yang sangat
inspiratif, dengan karakter yang cerdas, bertanggungjawab, tenang, sabar dan dapat
menyelesaikan masalah dengan kepala dingin. Dengan perkataan yang santun dan
kesederhanaan yang dimilikinya sehingga beliau sangat di hormati, dengan sifat yang
dimilikinya sehingga dalam menyebarkan agama Islam terutama dengan menggunakan
wayang sebagai medianya, maka banyak yang menjadi pengikut beliau dan banyak juga
yang masuk Islam dan ingin mempelajari agama Islam lebih jauh.
Dalam hal ini masih sulitnya sumber informasi yang mengkaji secara detail
mengenai wayang sadat serta informasi mengenai wayang sadat masih sangat terbatas.
Masih kurangnya pembelajaran mengenai pembentukan karakter dalam kehidupan sehari-
hari terutama pada saat ini dengan semakin majunya teknologi maka karakter remaja saat ini
semakin tidak terarah. Rasa sopan santun dan karakter moral yang dimiliki remaja saat ini
sangatlah kurang baik, pengaruh teknologi sangatlah berperan dalam membentuk karakter
seseorang.
Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa terdorong untuk dapat mengkaji peran
tokoh Sunan Kalijaga pada pertunjukan Wayang Sadat sebagai pembelajaran pembentukan
karakter. Sehingga dapat digunakan sebagai wawasan mengenai pembelajaran dalam
pembentukan karakter, khususnya untuk remaja. Diharapkan dari pertunjukan wayang

79
Visual Heritage: Jurnal Kreasi Seni dan Budaya | Vol. 00 No.00 | Hal.

terutama Wayang Sadat dapat mempelajari terkait wawasan mengenai pesan-pesan yang
terkandung dalam pertunjukan wayang sadat, yaitu salah satunya mengenai pesan-pesan
keagamaan khususnya agama Islam. Serta dapat meningkatkan minat masyarakat terutama
generasi muda untuk dapat mengenal dan mempelajari kebudayaan dan keseniaan di
Indonesia, khususnya dalam pertunjukan wayang. Sedangkan dari kepribadian dan watak
Sunan Kalijaga yang postif terkait dalam pembentukan karakter dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari, serta karakter dan sifat baik yang dimiliki oleh Sunan Kalijaga dapat
di teladani.

METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data
dilakukan dengan pencarian literatur berupa buku dan artikel yang berkaitan dengan
Wayang Sadat, observasi di lakukan dengan mengunjungi lembaga yang menangani
pewayangan dan website penyedia artikel yang berkaitan dengan wayang. Observasi juga
dilakukan dengan mencari data dengan mengunjungi beberapa tempat seperti Museum
Wayang Jakarta, Senawangi dan Perpustakaan Nasional. Serta melakukan wawancara
terhadap narasumber yang kompeten, yang memahami mengenai pertunjukan wayang
terutama Wayang Sadat.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang kaya akan seni dan budayanya. Di
antara sekian banyaknya seni dan budaya tersebut. Seni budaya wayang salah satunya
yang bertahan dari masa ke masa. Wayang telah ada , tumbuh dan berkembang sejak
dahulu hingga sekarang. Daya tahan dan perkembangan wayang telah teruji dari masa ke
masa. Karena daya tahan dan kemampuan menghadapi perkembangan zaman itulah, maka
wayang dapat berhasil mencapai kualitas seni yang tinggi.
Di Indonesia khususnya di Pulau Jawa, Wayang Kulit sangat erat hubungannya
dengan perkembangan sejarah Indonesia. Pada zaman prasejarah Wayang dikenal sebagai
media upacara keagamaan yang bersifat spiritual dalam bentuk ritual, dengan
menggunakan baying (wayang) untuk memuja roh nenek moyang. Kini wayang telah
mengalami banyak perkembangan dan perubahan untuk menyamakan kebutuhannya
dengan kehidupan masyarakat Indonesia seperti aspek pendidikan, komunikasi, falsafah
dan kebutuhan rohani (Anggoro,2018:124).
.Wayang sebagai salah satu jenis pertunjukan sering diartikan sebagai bayang yang
tidak jelas atau samar-samar, bergerak kesana kemari. Bayangan yang samar tersebut
diartikan sebagai gambaran perwatakan manusia. Kebudayaan Hindu masuk ke Jawa
membawa pengaruh pada pertunjukan wayang. Dalam penyebaran agama Hindu di pulau
Jawa, para Brahmana menggunakan kitab Mahabrata dan Ramayana selain kitab Weda
sehingga kedua kitab ini dikenal di masyarakat Jawa. Cerita wayang semula menceritakan
petualangan dan kepahlawanan nenek moyang kemudian beralih ke cerita Mahabarata dan
Ramayana. Pada zaman Hindu ini seni pewayangan semakin popular terutama dengan
disalinnya ke dalam bahasa Jawa Kuno (Anggoro,2018:123).
Keberadaan wayang yang pada awalnya menjadi media upacara keagamaan dan
menyebarluaskan ajaran agama, yang memberi gambaran atau pedoman bagaimana
masyarakat bersikap, berprilaku dan menjalin kehidupan di dunia ini sesuai dengan nilai-
nilai tradisional yang menekankan pada keseimbangan, berubah menjadi sebuah media
yang menggambarkan bagaimana manusia hari ini, khususnya dalam dinamika
masyarakat berprilaku dan bersikap (Pratama, 2017).
Dalam penyebaran Agama Islam terdapat juga wayang yang digunakan sebagai
sarana dakwah dan tabliq yaitu Wayang Sadat. Wayang Sadat merupakan wayang yang
bernuansakan Islam, Wayang Sadat tercipta dengan tujuan untuk mensyahadatkan
(dakwah Islam). Wayang Sadat sendiri berasal dari kata “Wayang” dan “Sadat”. Wayang
didalam bahasa Jawa memiliki arti “bayangan”, sedangkan kata “Sadat” berasal dari kata
“Syahadat” yaitu merupakan rukun Islam yang harus di laksanakan pertama kali, yang
Judul artikel
Penulis

mengandung makna kesaksian terahadap Tuhan dan Nabi Muhammad Saw. Namun kata
“Sadat” juga mengandung pengertian sebagai “Sarana Dakwah dan Tabliq”, berdasarkan
asal kata nama Wayang Sadat maka dapat disimpulkan bahwa Wayang Sadat merupakan
salah satu jenis pertunjukan wayang yang bertujuan untuk menyebarkan agama Islam
serta memberikan pendidikan mengenai ajaran agama Islam.
Wayang Sadat tercipta sebagai jawaban terhadap perlunya wayang yang bernafaskan
Islam, Wayang Sadat memiliki misi sebagai sarana dakwah yang berperan dalam
pendidikan Islam dan penyebaran agama Islam. Wayang Sadat baru tercipta pada tahun
1985 oleh Suryadi Warnosuharjo, beliau merupakan seorang guru matematika di Sekolah
Pendididkan Guru Muhammadiyah di dusun Mireng, Kecamatan Trucuk, Klaten, Jawa
Tengah. Wayang Sadat pertamakali di pertunjukan pada tahun 1986 di dusun Mireng,
Kecamatan Trucuk, Klaten.
Wayang Sadat merupakan wayang yang memiliki keistimewaan di dalam
pertunjukannya, dimana pada Wayang Sadat bentuk pertunjukannya berbeda dengan
wayang kulit lainnya, bentuk pertujukan Wayang Sadat hanya berdurasi empat jam,
sebelum pertunjukan Wayang Sadat dimulai di tandai dengan pemukulan bedug dan
diiringi dengan bacaan lafal-lafal Al Qur’an, serta diawali dengan mengucap sallam. Pada
saat seorang dalang Wayang Sadat memainkan tokoh wayang pandannaran atau
waliyullah lainnya, biasanya terdengan berseling-seling bacaan syahadat dan basmallah
(Ghofur,2013:48).
Didalam pertunjukan Wayang Sadat seorang dalang menggunakan jubah dan
bersorban. Sedangkan pakaian bawahnya berupa sarung seperti yang dipakai para wali
pada jaman dahulu. Penabuh gamelan yang mengiringi wayang sadat juga berpakaian
seperti dalangnya yaitu mengenakan jubah, bersorban dan bersarung, semuanya memakai
motif kotak-kotak. Demikian juga para surawitnya mereka mengenakan kebaya dan
kerudung.
Bentuk Wayang Sadat secara umum tidak jauh berbeda dengan Wayang Purwa,
bahkan dapat dikatakan jika Wayang Sadat merupakan perkembangan lebih lanjut dari
Wayang Purwa dilihat dalam hal bentuk wayangnya. Gaya bentuk Wayang Sadat dari atas
sampai ke bawah masih mengikuti bentuk Wayang Purwa. Namun Wayang Sadat
memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan Wayang Purwa yaitu, pangkal hidung
(bentuk tatahan) naik ke atas mengacu pada Wayang Beber, semua jari tangan nampak
secara utuh dengan posisi ngrayung (bentuk gerak tangan dengan posisi ibu jari
menempel pada telapak tangan dan keempat jari berdiri dengan posisi jari-jari rapat),
semua wayang berbaju baik berlengan panjang maupun pendek, para tokoh baik seperti
sunan dan raja digambarkan menggunakan sepatu, sedangkan untuk tokoh yang tidak baik
seperti penjahat digambarkan tidak menggunakan alas kaki, tokoh pria digambarkan
menggunakan ubel-ubel (kain yang dililitkan di kepala), sedangkan tokoh wanita
menggunakan kerudung (Masturoh, 2003).
Di dalam Wayang Sadat lakon-lakon yang diambil kebanyakan yang berkaitan
dengan sejarah para Wali. Menurut konteks didalam Wayang Sadat lakon-lakon yang ada
pada Wayang Sadat yang berkaitan dengan penyebaran agama Islam di pulau Jawa yang
dilakukan oleh para Wali. Lakon yang ada pada pertunjukan Wayang Sadat seperti, Sunan
Kalijaga, Sunan Ampel, Sunan Kudus, Raden Patah dan masih banyak lagi lainnya.
Sumber cerita didalam pertunjukan Wayang Sadat banyak dan berfariasi tergantung pada
lakon yang dipentaskan. Sumber ceritanya biasanya diambil dari kisah para wali, sejarah
nasional, sejarah lokal dan sejarah Islam. Dalam beberapa hal terdapat juga cerita yang
mengisahkan lakon-lakon mengenai proses Islamisasi yang terdapat dalam sejarah, babad
dan cerita rakyat.
Visual Heritage: Jurnal Kreasi Seni dan Budaya | Vol. 00 No.00 | Hal.

Gambar 1 Sunan Kalijaga


Sumber: Abdul Ghofur, 2013

Gambar 2 Sunan Bonang


Sumber: Abdul Ghofur, 2013
Judul artikel
Penulis

Gambar 3 Sunan Giri


Sumber: Abdul Ghofur, 2013

Gambar 4 Sunan Kudus


Sumber: Abdul Ghofur, 2013

Gambar 5 Ratu Jumanten


Sumber: Abdul Ghofur, 2013

Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1940 dengan nama Raden Said, beliau
adalah putra dari Adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilwatikta. Istilah Kalijaga
sering dikaitkan dengan kesukaannya berendam (kungkum) di sungai (kali). Pendapat lain
ada yang beranggapan istilah Kalijaga berasal dari bahasa Arab Qadli Dzaka yang
menunjukan statusnya sebagai penghulu suci kesultanan. Posisi Qadli atau hakim yang
dijabat oleh Kalijaga menjadikan bukti bahwa Demak merupakan sebuah kawasan
pemerintahan yang menjalankan syariat Islam. Istilah Qadli merupakan nama-nama
jabatan di dalam Negara Islam (Ariani, 2011).
Sunan Kalijaga yang memiliki nama asli Joko Said juga pernah menjadi perampok
yang terkenal dan ditakuti di kawasan Jawa Timur. Namun iya hanya merampok orang
kaya yang tidak mau mengeluarkan zakat atau sedekah. Dari hasil rampokannya itu,
sebagian besar selalu beliau bagikan kepada rakyat miskin. Kehidupan Joko Said sebagai
perampok mengalami perubahan saat dirinya bertemu dengan seorang ulama ternama
bernama Syeh Maulana Makhdum Ibrahim, alias Sunan Bonang. Sampai akhirnya Joko
Visual Heritage: Jurnal Kreasi Seni dan Budaya | Vol. 00 No.00 | Hal.

Said bertobat dan berhenti menjadi perampok, Joko Said kemudian berguru kepada Sunan
Bonang hingga akhirnya dikenal sebagai ulama dengan gelar “Sunan Kalijaga”.
Alasan peneliti memilih tokoh Sunan Kalijaga untuk diangkat dalam artikel ini
karena, Suanan Kalijaga sangat berperan penting dalam penyebaran Islam di Nusantara
terutama di Pulau Jawa, Sunan Kalijaga juga memberikan pelajaran dalam pembentukan
karakter dan dalam kisahnya terdapat pesan-pesan moral dan pesan-pesan kebaikan yang
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pada kisah hidup Sunan Kalijaga beliau
menjadi panutan untuk umat Islam, beliau dahulu adalah seorang perampok yang disegani
sampai pada akhirnya beliau menjadi ulama yang disegani di tanah jawa. Beliau juga
menggunakan media wayang sebagai sarana untuk menyebarkan Agama Islam. Mungkin
dari tokoh-tokoh yang terdapat pada Wayang Sadat juga memiliki peranan penting dalam
penyebaran agama Islam seperti Suanan Bonang, Sunan Ampel dan yang lainnya. Namun
dari tokoh-tokoh lainnya peneliti sangat tertarik terhadap kisah hidup beliau yang sangat
memiliki peranan penting dalam penyebaran Agama Islam, dalam penyebarannya beliau
juga menggunakan wayang sebagai medianya, sehingga sangat mirip dengan Wayang
Sadat yang juga digunakan untuk dakwah.
Sunan Kalijaga merupakan salah satu tokoh yang memiliki peranan penting dalam
pertunjukan Wayang Sadat, banyak cerita yang di dalam Wayang Sadat yang
menceritakan peranan beliau dalam menyebarakan agama Islam. Salah satu cerita yang
mengkisahkan tokoh Sunan Kalijaga yaitu Sunan Kalijaga dan tujuh ekor kerbau sakti.
Dengan tema “Hubungan antara umara, aghniya, dan ulama”. Garis besar alur cerita,
dimana disekitar desa dan pasar di Demak di gegerkan dengan mengamuknya tujuh ekor
kerbau yang tidak mempan terhadap senjata tajam. Sunan Kalijaga memerintahkan para
santrinya untuk maju melawan tujuh ekor kerbau tersebut. Tujuh ekor kerbau tersebut
dikalahkan, dan ternyata tujuh ekor kerbau tersebut adalah suruhan musuh-musuh negara.
Di dalam cerita ini Sunan Kalijaga sangan berperan penting dalam mengalahkan
tujuh ekor kerbau sakti, Sunan Kalijaga merupakan seorang ulama yang disegani di pulau
Jawa terutama di Demak, ia selalu berpegang teguh terhadap ajaran agama Islam dalam
menghadapi setiap masalah yang di hadapinya. Sunan Kalijaga merupakan sosok ulama
yang juga menjadi seorang pujangga, ia telah banyak berpengaruh dalam menyebarkan
agama Islam melalui kesenian, baik seni lukis yang bernafaskan Islam maupun seni suara
yang berjiwakan tauhid.
Paham keagamaan Sunan Kalijaga cenderung “Sufistik berbasis salaf” bukan “Sufi
Pantistik” (pemuja semata). Ia sangat toleran pada budaya lokal, Sunan Kalijaga
berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya, maka mereka
harus didekati secara bertahap, mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga
berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama akan hilang.
Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengajarkan Islam.
Sunan Kalijaga juga mengajarkan sikap narima ing pandum yaitu sikap Rela,
Narima, Temen, Sabar dan Budi Luhur. Sikap rela dimana sikap rela tidak akan
mengharapkan keuntungan dari pekerjaannya, tidak mengeluh dan merasa susah. Sikap
narima dimana orang yang memiliki sikap narima tidak mengharapkan hak orang lain dan
tidak iri dengki dengan kesenangan orang lain. Sikap temen dimana sikap temen
bermakna setia pada ucapannya dan memperjuangkan cita-citanya dengan sungguh-
sungguh. Sikap sabar dimana sabar dapat dikatakan kuat iman, kuat pengetahuan dan
tidak picik pandangannya, sabar memiliki makna berjiwa lapang. Sikap budi luhur dimana
berbudi luhur merupakan manusia yang ideal, seperti pengampun, penyayang dan
pemurah (Purwadi, 2004)
Judul artikel
Penulis

Gambar 6 Sunan Kalijaga


Sumber: Abdul Ghofur, 2013

Berikut ini penjelasan terkait bentuk fisik Wayang Sadat lakon Sunan Kalijaga :
1. Wajah luruh : tenang, pendiam, sabar
2. Mata liyepan : menunjukan rasa cukupan, tenang
3. Hidung kecil mancung ke bawah
4. Mulut gusen tertawa kecil : suka bercanda, banyak bicara, periang
5. Warna wajah kuning : kemuliaan, tanggungjawab
6. Baju lengan panjang dengan motif flora
7. Senjata keris
8. Celana kain panjang dengan motif sederhana berupa garis lengkung
9. Penutup kepala berupa kain yang dililitkan (ubel-ubel)
10. Postur tubuh keci : cerdas, mengandalkan pikiran daripada fisik, dapat membedakan
baik/buruk
11. Semua jari tangan nampak secara utuh dengan posisi ngrayung

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Sunan Kalijaga adalah sosok yang
sangat inspiratif, dengan karakter yang cerdas, bertanggungjawab, tenang, berbudi luhur,
sabar dan dapat menyelesaikan masalah dengan kepala dingin. Dengan perkataan yang
santun dan kesederhanaan yang dimilikinya sehingga beliau sangat di hormati, dengan
sifat yang dimilikinya sehingga dalam menyebarkan agama Islam terutama dengan
menggunakan wayang sebagai medianya, maka banyak yang menjadi pengikut beliau dan
banyak juga yang masuk Islam dan ingin mempelajari agama Islam lebih jauh.

SIMPULAN
Wayang Sadat merupakan wayang yang bernafaskan Islam, Wayang Sadat
digunakan sebagai media dakwah dalam penyebaran agama Islam. Bentuk pertunjukan
Wayang Sadat sangat kental dengan nuansa Islam, mulai dari dalang, sinden, lakon,
iringan, bentuk dan cerita pada Wayang Sadat semuanya bernuansakan Islam.
Pewayangan bukan hanya pentas drama yang hanya dapat disaksikan saja, namun jika
paham dan mengerti akan setiap cerita dan tokoh pewayangan memiliki pesan-pesan
positif yang dapat diambil dan dipelajarai. Seperti pada karakter lakon Sunan Kalijaga
Visual Heritage: Jurnal Kreasi Seni dan Budaya | Vol. 00 No.00 | Hal.

yang memiliki sifat pemberani, sabar dan tidak mudah menyerah dalam menangani setiap
masalah yang dihadapinya, beliau merupakan sosok yang menjadi penutan bagi banyak
orang terutama masyarakat Jawa. Di dalam setiap kisahnya selalu terdapat pesan-pesan
kebaikan yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga, beliau juga sangat berperan dalam
menyebarkan agama Islam, salah satunya yaitu beliau juga menggunakan media wayang
sebagai sarana untuk menyebarkan agama Islam. Dari hal ini lah yang seharusnya ada
kesadaran dari masyarakat terutama generasi muda untuk dapat melestarikan kesenian
wayang, karena didalam pertunjukan wayang banyak sekali filosofi dan pesan-pesan
positif yang dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA
Anggoro, B. (2018). Wayang dan seni pertunjukan : kajian sejarah perkembangan seni
wayang di tanah jawa sebagai seni pertunjukan dan dakwah. Jurnal Sejarah
Peradaban Islam. 2(2).
Ariani, I. (2011). Ajaran Tasawuf Sunan Kalijaga Dan Pengaruhnya Bagi
Perkembangan Pertunjukan Wayang Kulit Di Indonesia. Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Ghofur, A. (2013). Perancangan Media Informasi Wayang Sadat sebagai Sarana Dakwah dan
Tabliq.(skripsi). Universitas Indraprasta PGRI, Jakarta.

Masturoh, T. Proses evaluasi multilinier wayang kulit dan wayang sadat, Staff pengajar jurusan
pendalangan STSI Surakarta.

Pratama, D. (2017). Wayang Sebagai Media Pembelajaran Pendidikan Karakter. Seminar


Nasional Pendidikan PGRI. 1(1), 27.

Purwadi. (2004). Dakwah Sunan Kalijaga. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Sudardi, B. (2002). Beberapa jenis wayang di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit Sastra
Indonesia.

Tim Penulis Sena Wangi. (1999) .Ensiklopedi Wayang Indonesia .Jilid 4. Jakarta: Sena Wangi.

Anda mungkin juga menyukai