Anda di halaman 1dari 3

Nama : Aldi Eka Pangestu

NIM : B0420004
Kelas : A

“Sejarah Produksi Keris Mageti Era Empu Teguh Budi Santoso Sebagai Mageti
V (Periode 1974-2022)”

Latar Belakang Masalah


. Indonesia adalah negara yang dikaruniai berbagai bentuk keragaman.
Keragaman ini salah satunya adalah keragaman budaya yang tersebar di seluruh
wilayah Indonesia. Budaya adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi)
manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat; keseluruhan pengetahuan
manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta
pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.1 keragaman budaya
yang tersebar di Indonesia menyebabkan kehidupan masyarakatnya terbiasa hidup
kemasyarakatan heterogen dan berjalan dengan saling bertoleransi.
.
. Di Indonesia salah satu budaya yang telah berkembang sejak ratusan tahun dan tetap
lestari sampai sekarang adalah kebudayaan tosan aji. Secara terminologi menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti tosan aji adalah besi aji. Adapun arti
lainnya dari tosan aji adalah keris. Sebagai perwujudan nilai luhur negeri, keris
memiliki spektrum makna yang lebih luas dan dalam. 2 Sebenarnya tosan aji adalah
penyebutan umum dari semua benda yang diciptakan dengan teknik metalurgi tempa
lipat. Dalam hal ini beberapa contoh karya tosan aji yang biasanya diciptakan adalah
keris, tombak, kujang, kadga, pedang, dan lain sebagainya.
.
. Mengerucut pada subyek keris, terdapat banyak pedoman yang menyebabkan benda-
benda hasil tempa lipat yang bisa disebut keris atau tidak. Dimulai dari pengertian
kata “keris”. Keris merupakan senjata tradisional khas Indonesia. Namun dalam
perkembangannya, budaya keris mengikuti perjalanan sejarah dan kini budaya ini
telah tersebar hingga ke negara-negara lain.3 Sedangkan menurut Haryono Haryo
Guritno, keris adalah salah satu karya nenek moyang bangsa Indonesia dalam
khasanah budaya tradisional. Pembuatan karya seni itu menggunakan teknik tempa

1
K. B. B. I. (KKBI), “Budaya,” 2023. [Online]. Available: http://kkbi.web.id.
2
K. B. B. I. (KKBI), “Tosan Aji,” 2023. [Online]. Available: http://kkbi.web.id.
3
Harsrinukmo Bambang, 2004, “Ensiklopedia Keris”, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, Hal. 233
yang cukup rumit. Kerumitannya terletak pada seni tempa pamor yang indah, yang
dulu hampir tidak terjangkau oleh penalaran awam.4

Walaupun tidak disangsikan lagi bahwa keris adalah salah satu karya asli
peradaban negeri ini, belum dapat dipastikan kapan pertama kali keris dibuat. Teori
tentang budaya Dongson yang dibawa oleh para pendatang ke kepulauan Indonesia,
dijadikan dasar oleh Bernet Kempers (1959) untuk mengemukakan teorinya tentang
kelahiran keris. la memperkirakan bentuk keris merupakan perkembangan dari senjata
tusuk zaman perunggu yang banyak ditemukan dalam budaya Dongson. Menurut
Egerton (1968), seorang kolektor senjata tajam di Inggris, pencipta keris Jawa adalah
Panji Inu Kertapati, raja Jenggala pada abad ke-14. Sudah barang tentu ini bukan
pendapat pribadi bangsawan Inggris itu, melainkan simpulan berdasarkan data yang
ada pada masa itu. Sementara itu, menurut buku “Pratelan Dhapur Dhuwung saba
Waos” karangan Ronggowarsito, yang telah dikoreksi oleh Jayasukadga yang hidup
pada zaman pemerintahan Paku Buwono X, keris pertama kali dibuat oleh Empu
Ramadi atas titah Sri Paduka Mahadewa Buda. Peristiwa itu diuraikan dalam kalimat-
kalimat berikut: *... Sri Paduka Mahadewa Buda, inggih punika Sang Hyang Guru
Nata, ingkang awit yasa dedamel warni-warni, ingkang kathah- kathab mboten
kacariyosaken. Namung kapethik nalika yasa dhu- wung wonten kahyangan
Kaendran dhapur Lar Ngatap, Pasopati, saba dhapur Cundrik, ginambar ing angka
1, 2, 3; ingkang damel nama Empu Ramadi, kala tabun Jawi angleresi sangkala
142”.5

Dalam budaya perkerisan, penciptaan karya berupa keris tidak bisa lepas oleh
peran pembuatnya yaitu empu. Empu adalah gelar yang diberikan kepada seniman
dan budayawan yang karya-karyanya tergolong mahakarya (masterpiece), terutama
pada bidang seni pembuatan keris. Gelar empu, yang kadang-kadang ditulis mpu, juga
diberikan kepada seniman yang berkecimpung dalam seni sastra, seperti Empu
Tantular, Empu Sedah, Empu Panuluh, dan lain-lain. Dapat pula diberikan pada
seniman yang berkarya di bidang seni tari, karawitan, tata bangunan, ketata- negaraan,
dan lain sebagainya. Bahkan di zaman modern ini, masyarakat juga menganugerahkan
gelar empu kepada Alm. Prof. Dr. Poerbatjaraka. Namun karena empu pembuat keris
jumlahnya lebih banyak daripada empu di bidang lain, gelar empu umumnya hanya
dikaitkan dengan para pembuat keris. Jika mendengar kata 'empu' kini orang akan
langsung berpikir tentang para pembuat keris. Seorang empu pembuat keris harus
seorang seniman yang menguasai seni tempa, seni ukir, seni bentuk, dan seni
perlambang. Sekaligus ia pun harus seorang rohaniwan yang banyak berdoa,
berpuasa, bahkan juga bersemadi dan bertapa. Ia pun dikenal sebagai orang yang
memiliki kekuatan atau kesaktian yang bermanfaat bagi banyak orang.6

Pada saat ini orang yang berprofesi empu keris sudah sangat terbatas
jumlahnya. Langkanya profesi empu tersebut karena seorang empu keris harus
memiliki kepandaian dalam berbagai bidang. Selain harus menguasai bidang seni
kriya dan metalurgi seorang empu juga harus menguasai bidang keilmuan yang
berhubungan dengan spiritual, filsafat, dan juga ilmu sosial lain. Rata-rata seseorang
4
Guritno Haryono Haryo, 2005, “Keris Jawa: Antara Mistik dan Nalar”, Jakarta, PT. Indonesia Kebangganku, Hal.
12
5
Guritno Haryono Haryo, 2005, “Keris Jawa: Antara Mistik dan Nalar”, Jakarta, PT. Indonesia Kebangganku, Hal.
12
6
Harsrinukmo Bambang, 2004, “Ensiklopedia Keris”, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, Hal. 154
menjadi empu karena mewarisi pendahulunya yang juga berprofesi sebagai empu.
Tidak terkecuali Empu Teguh Budi Santoso atau yang lebih sering dikenal sebagai
Empu Mageti V. Dia menjadi empu karena mewarisi garis keturunannya yang juga
empu yang mana jika ditarik ke belakang masih keturunan Empu Mageti I (Ki Guno
Sasmito Utomo). Dalam “Regol Megal Megol” Empu Guno Sasmito Utomo
merupakan keturunan Empu Supodriyo atau Empu Supo yang ke-13. Dia hidup di
masa Pakubuwana VI. Dalam sejarahnya, Empu Guno Sasmito Utomo adalah empu
yang menjadi cikal bakal trah Mageti. Nama Mageti sendiri merujuk pada sebuah
daerah yang sekarang menjadi sebuah kabupaten di Jawa Timur yakni Magetan.

Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini tinjauan pustaka pertama yang dipakai adalah KBBI
tentang definisi “budaya”. dalam KBBI, budaya dijelaskan secara kompleks dan
umum yang dapat dipahami secara gamblang. Budaya adalah hasil kegiatan dan
penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat;
keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk
memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah
lakunya.7 Selain itu, definisi tosan aji juga mengambil sumber KBBI.

Sumber kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalaah catatan menurut
buku “Pratelan Dhapur Dhuwung saba Waos” karangan Ronggowarsito, yang telah
dikoreksi oleh Jayasukadga yang hidup pada zaman pemerintahan Paku Buwono X.
Dalam buku ini disebutkan dalam bahasa Jawa kuno bawa keris pertama kali dibuat
oleh Empu Ramadi atas titah Sri Paduka Mahadewa Buda.

Selanjutnya fokus pada kajian tentang keris, penulis menggunakan acuan


sumber dari buku “Keris Jawa : Antara Mistik dan Nalar” karya begawan tosan aji,
yakni Haryono Haryo Guritno. Buku ini sangat akurat untuk dijadikan sumber karena
Haryono Haryo Guritno sendiri adalah insan perkerisan dan dedikasinya untuk dunia
tosan aji tidak bisa dianggap remeh. Dia dianggap sebagai “begawan” karena jasanya
mengajukan proposal sampai disetujuinya keris sebagai warisan dunia tak benda oleh
UNNESCO. Selain itu, perjuangannya dalam pelestarian keris juga menjadi acuan
dalam pengambilan sumber ini.

Lebih dalam dan detail, buku berjudul “Ensiklopedi Keris” karya Bambang
Harskrinukmo juga diperlukan dalam penulisan skripsi ini karena dalam buku ini
tertulis hampir lengkap mengenai berbagai defiinisi dan penjabaran kata berkaitan
dengan tosan aji secara umum maupun keris secara khusus. Beberapa kata asing yang
sulit dipahami pembaca akan terpecahkan dengan dasar sumber ini. Seperti yang kita
tahu, dalam budaya perkerisan banyak ditemukan istilah-istilah kuno yang berasal
dari berbagai bahasa asing kedaerahan yang belum banyak diketahui masyarakat
secara luas. Sebagai tambahan penulis menyebutkan tulisan “Regol Megal Megol”
yang menyebutkan sedikit informasi tentang Ki Guno Sasmito Utomo sebagai cikal
bakal trah Mageti.

7
K. B. B. I. (KKBI), “Budaya,” 2023. [Online]. Available: http://kkbi.web.id.

Anda mungkin juga menyukai