disusun oleh :
2020
Prasejarah adalah zaman atau periode sebelum manusia mengenal tulisan. Di Indonesia
masa tersebut sangat panjang, diperkirakan sekitar dua juta tahun. Zaman prasejarah di
Indonesia dimulai sejak permulaan adanya manusia dan kebudayaan sampai kira-kira abad
ke-5 Masehi. Benda peninggalan sejarah pada masa itu antara lain berupa benda-benda
gerabah, kapak batu, peralatan yang terbuat dari tulang, tanduk, kulit kerang dan berbagai
hasil budaya lainnya.
Pada masa prasejarah, khususnya pada zaman logam telah pula dikenal kepandaian
membuat peralatan dari bahan perunggu, seperti patung manusia, binatang, kapak upacara,
bejana upacara, dan nekara.
Sejarah suatu bangsa dapat diketahui melalui bukti-bukti atau benda benda
peninggalannya. Peninggalan tersebut kini menjadi saksi dan bukti sejarah atas kekayaan
budaya bangsa. Banyak hal yang dapat terungkap di dalamnya, seperti latar belakang
kebudayaan, kepercayaan, adat-istiadat, tata kehidupan, cita rasa kesenian, tingkat
keterampilan, status sosial, dan lain sebagainya. Di dalamnya tersimpan begitu banyak
informasi; tentang peristiwa, pesan dan kesan, tentang kebudayaan di masa lampau.
Pada pembahasan kali ini saya akan memaparkan tentang babak Indonesia Sejarah Seni
Rupa Indonesia pada Zaman Prasejarah hingga Zaman Peradaban Islam. Yang pertama, saya
akan membahas tentang Zaman Batu terlebih dahulu.
Zaman batu, meliputi: zaman batu tua (Paleolitikum), zaman batu tengah
(Mesolitikum), dan zaman batu muda (Neolitikum). Zaman logam, meliputi: zaman
perunggu dan zaman besi. Sedangkan zaman tembaga (tidak ditemukan di Asia,
termasuk di Indonesia).
Paleolitikum atau zaman batu tua adalah zaman ketika manusia menggunakan
alat-alat budaya yang terbuat dari batu, yang masih sederhana dan memiliki tekstur
yang masih kasar. Paleolitikum diperkirakan berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu
selama masa kala Plestosen.
Berikut ada beberaa Artefak/Hasil kebudayaan pada zaman paleolitikum :
1. Flakes
Flakes yaitu alat-alat kecil yang terbuat dari batu Chalcedon, yang dapat digunakan
untuk mengupas makanan. Flakes termasuk hasil kebudayaan Ngandong sama seperti
alat-alat dari tulang binatang. Kegunaan alat-alat ini pada umumnya untuk berburu,
menangkap ikan, mengumpulkan ubi dan buah-buahan.
2. Kapak genggam
Kapak genggam banyak ditemukan di daerah Pacitan. Alat ini biasanya disebut
“chopper” (alat penetak/pemotong) Alat ini dinamakan kapak genggam karena alat tersebut
serupa dengan kapak, tetapi tidak bertangkai dan cara mempergunakannya dengancara
menggenggam. Pembuatan kapak genggam dilakukan dengan cara memangkas salah satu sisi
batu sampai menajam dan sisi lainnya dibiarkan apa adanyasebagai tempat menggenggam.
Kapak genggam berfungsi menggali umbi, memotong, dan menguliti binatang.
3. Kapak Perimbas
Kapak perimbas berpungsi untuk merimbas kayu, memahat tulang dan sebagai
senjata. Manusia kebudayan Pacitan adalah jenis Pithecanthropus. Alat ini juga
ditemukan di Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), lahat, (Sumatra selatan),
dan Goa Choukoutieen (Beijing). Alat ini paling banyak ditemukan di daerah Pacitan,
Jawa Tengah sehingga oleh Ralp Von Koenigswald disebut kebudayan pacitan
Salah satu alat peninggalan zaman paleolithikum yaitu alat dari tulang binatang. Alat-
alat dari tulang ini termasuk hasil kebudayaan Ngandong. Kebanyakan alat dari tulang ini
berupa alat penusuk (belati) dan ujung tombak bergerigi. Fungsi dari alat ini adalah untuk
mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah. Selain itu alat ini juga biasa digunakan sebagai
alat untuk menangkap ikan
Selain pebble yang diketemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan sejenis kapak
tetapi bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut dengan hachecourt/kapak
pendek.
4. Pipisan
Selain kapak-kapak yang ditemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan pipisan
(batu-batu penggiling beserta landasannya). Batu pipisan selain dipergunakan untuk
menggiling makanan juga dipergunakan untuk menghaluskan cat merah. Bahan cat merah
berasal dari tanah merah. Cat merah diperkirakan digunakan untuk keperluan religius dan
untuk ilmu sihir.
Zaman Megalitikum merupakan zaman batu besar. Disebut zaman batu besar karena pada
masa itu manusia yang hidup menggunakan batu yang berukuran besar sebagai peralatan sehari-
hari. Maka dari itu, masa megalitikum disebut juga sebagai zaman batu. Menurut hasil analisis dari
para ahli arkeolog menyebutkan ciri-ciri masa megalitikum terletak pada fosil yang temukan. Dimana
di zaman ini terdapat banyak sekali peninggalan berupa kapak batu, rumah batu dan perlengkapan
lain yang terbuat dari batu.
1. Megalitikum Tua
Megalitikum tua ini menyebar ke Indonesia pada zaman Neolithikum sekitar (2500 sampai
1500 SM) yang dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu).
2. Megalitikum Muda
Megalitikum muda ini menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu sekitar (1000 sampai
100 SM) yang dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu).
Menhir adalah bangunan yang berupa tugu batu yang didirikan untuk upacara
menghormati roh nenek moyang, sehingga bentuk menhir ada yang berdiri tunggal dan ada
yang berkelompok serta ada pula yang dibuat bersama bangunan lain yaitu seperti punden
berundak-undak. Lokasi tempat ditemukannya menhir di Indonesia adalah Pasemah
(Sumatera Selatan), Sulawesi Tengah dan Kalimantan.
2. Dolmen
Dolmen merupakan meja dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-
sajian untuk pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar
mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak
sampai mayat tertutup rapat oleh batu
Dengan demikian dolmen yang berfungsi sebagai tempat menyimpan mayat disebut
dengan kuburan batu. Lokasi penemuan dolmen antara lain Cupari Kuningan / Jawa Barat,
Bondowoso / Jawa Timur, Merawan, Jember / Jatim, Pasemah / Sumatera, dan NTT.
3. Waruga
Waruga adalah peti kubur peninggalan budaya Minahasa pada zaman megalitikum.
Didalami peti pubur batu ini akan ditemukan berbagai macam jenis benda antara lain berupa
tulang- tulang manusia, gigi manuisa, periuk tanah liat, benda- benda logam, pedang, tombak,
manik- manik, gelang perunggu, piring dan lain- lain. Dari jumlah gigi yang pernah
ditemukan didalam waruga, diduga peti kubur ini adalah merupakan wadah kubur untuk
beberapa individu juga atau waruga bisa juga dijadikan kubur keluarga (common tombs) atau
kubur komunal. Benda- benda periuk, perunggu, piring, manik- manik serta benda lain
sengaja disertakan sebagai bekal kubur bagi orang yang akan meninggal.
4. Peti kubur (Sarkofagus)
Peti kubur adalah peti mayat yang terbuat dari batu-batu besar. Kubur batu dibuat dari
lempengan/papan batu yang disusun persegi empat berbentuk peti mayat yang dilengkapi
dengan alas dan bidang atasnya juga berasal dari papan batu.
Daerah penemuan peti kubur adalah Cepari Kuningan, Cirebon (Jawa Barat), Wonosari
(Yogyakarta) dan Cepu (Jawa Timur). Di dalam kubur batu tersebut juga ditemukan rangka
manusia yang sudah rusak, alat-alat perunggu dan besi serta manik-manik. Dari penjelasan
tentang peti kubur, tentu Anda dapat mengetahui persamaan antara peti kubur dengan
sarkofagus, dimana keduanya merupakan tempat menyimpan mayat yang disertai bekal
kuburnya.
5. Punden Berundak-undak
Punden berundak-undak adalah bangunan dari batu yang bertingkat-tingkat dan
fungsinya sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal.
Bangunan tersebut dianggap sebagai bangunan yang suci, dan lokasi tempat
penemuannya adalah Lebak Sibedug/Banten Selatan dan Lereng Bukit Hyang di Jawa Timur.
1. Kapak Persegi
Asal-usul penyebaran kapak persegi melalui suatu migrasi bangsa Asia ke Indonesia.
Nama kapak persegi diberikan oleh Van Heine Heldern atas dasar penampang lintangnya
yang berbentuk persegi panjang atau trapesium. Penampang kapak persegi tersedia dalam
berbagai ukuran, ada yang besar dan kecil. Yang ukuran besar lazim disebut dengan beliung
dan fungsinya sebagai cangkul/pacul. Sedangkan yang ukuran kecil disebut dengan
Tarah/Tatah dan fungsinya sebagai alat pahat/alat untuk mengerjakan kayu sebagaimana
lazimnya pahat.
2. Kapak Lonjong
Sebagian besar kapak lonjong dibuat dari batu kali, dan warnanya kehitam-hitaman.
Bentuk keseluruhan dari kapak tersebut adalah bulat telur dengan ujungnya yang lancip
menjadi tempat tangkainya, sedangkan ujung lainnya diasah hingga tajam. Untuk itu bentuk
keseluruhan permukaan kapak lonjong sudah diasah halus.
Ukuran yang dimiliki kapak lonjong yang besar lazim disebut dengan Walzenbeil dan
yang kecil disebut dengan Kleinbeil, sedangkan fungsi kapak lonjong sama dengan kapak
persegi. Daerah penyebaran kapak lonjong adalah Minahasa, Gerong, Seram, Leti, Tanimbar
dan Irian. Dari Irian kapak lonjong tersebar meluas sampai di Kepulauan Melanesia, sehingga
para arkeolog menyebutkan istilah lain dari kapak lonjong dengan sebutan Neolithikum
Papua.
3. Kapak Bahu
Kapak jenis ini hampir sama seperti kapak persegi, hanya saja di bagian yang diikatkan
pada tangkainya diberi leher. Sehingga menyerupai bentuk botol yang persegi. Daerah
kebudayaan kapak bahu ini meluas dari Jepang, Formosa, Filipina terus ke barat sampai
sungai Gangga. Tetapi anehnya batas selatannya adalah bagian tengah Malaysia Barat.
Dengan kata lain di sebelah Selatan batas ini tidak ditemukan kapak bahu, jadi neolithikum
Indonesia tidak mengenalnya, meskipun juga ada beberapa buah ditemukan yaitu di
Minahasa.
Jenis perhiasan ini banyak di temukan di wilayah jawa terutama gelang-gelang dari batu
indah dalam jumlah besar walaupun banyak juga yang belum selesai pembuatannya. Bahan
utama untuk membuat benda ini di bor dengan gurdi kayu dan sebagai alat abrasi (pengikis)
menggunakan pasir. Selain gelang ditemukan juga alat-alat perhisasan lainnya seperti kalung
yang dibuat dari batu indah pula. Untuk kalung ini dipergunakan juga batu-batu yang dicat
atau batu-batu akik.
5. Tembikar (Periuk belanga)
6. Pakaian
Berdasarkan temuan yang ditemukan di Ampah, Kalimantan Selatan, di Kalumpang,
Minanga, Sippaka (Poso, Sulawesi Tengah) yaitu berupa alat pemukul kulit kayu, di yakini
alat tersebut dipakai untuk membuat pakaian.
Pakaian tersebut dibuat dari tenunan serat dari kulit kayu. Bahan yang dipakai untuk
membuat pakaian pada masa itu yaitu serat abaka (sejenis pisang) dan rumput doyo.
7. Gerabah
Bahan dasar yang dipakai berupa tanah liat yang dicampur dengan pasir dan teknik
yang dipakai yaitu teknik tangan dikombinasi teknik tatap jadi hasil gerabah masih kasar dan
juga tebal.
8. Mata Panah
Mata panah ini terbuat dari batu yang diasah dengan secara halus dan fungsi dari mata
panah ini buat berburu. Penemuan mata panah terbanyak di Jawa Timur dan juga Sulawesi
Selatan.
Zaman Klasik terbagi menjadi dua yakni Klasik Tua (Abad ke 8-10M) dan Klasik Muda
(Abad 11-15M). Zaman klasik adalah zaman dimana masyarakatnya telah menghasilkan
tonggak-toggak peradaban pertama sebagai dasar perkembangan peradaban selanjutnya.
Di zaman ini pula terdapat banyak kaidah, aturan, konsep atau norma budaya yang
berkembang dan tetap digunakan hingga sekarang. Masa perkembangan agama Hindu-Budha
di Nusantara adalah masa yang dinamakan sebagai Zaman Klasik Indonesia
Seni Rupa pada zaman ini, tepatnya ketika dimulainya pengaruh Hindu-Saiwa dan
Budha Mahayana ketengah-tengah masyarakat Jawa Kuno. Seiring berkembangnya kedua
agama yang berasal dari India tersebut menghasilkan berbagai bentuk kesenian.
Beberapa yang masih bertahan hingga sekarang adalah bukti-bukti berupa arca, relief
dan begitu kental dalam bidang arsitektur bangunan candi. Umumnya, candi-candi yang
terdapat di Indonesia dibedakan menjadi Candi Hindu dan Candi Budha.
Candi Hindu memiliki gaya India Selatan, sebagai misal adalah candi Syiwa Lara
Jonggrang di Jawa Tengah. Candi tersebut melukiskan penafsiran setempat yang terperinci
mengenai tempat pemujaan agama Hindu yang menunjukkan ciri Syiwaisme. Candi Budha
yang seperti terlihat pada bangunan candi Borobudur, tidak ada hubungan gaya dengan India.
Borobudur terdiri atas sepuluh tingkat konsentris. Enam tingkat paling bawah dirancang
sebuah bidang persegi, sementara empat tingkat di atasnya merupakan stupa utama berbentuk
lingkaran.
Karya Seni Rupa Zaman Klasik (Hindu-Budha)
1. Swastika yang melambangkan daya dan keselarasan jagad raya.
2. Kalamakara yang terdiri dari Kala yang melambangkan waktu, dan Makara yang
berupa makhluk seperti buaya.
3. Kinnara.
Kinnara, berwujud manusia setengah burung yang merupakan anggota dari kelompok
dewa penghuni langit.
4. Candi Hindu
Arsitektur candi Hindu Indonesia memiliki gaya yang mirip hingga dengan gaya India
Selatan. Misalnya Candi Syiwa Lara Jonggrang di Jawa Tengah. Candi tersebut melukiskan
penafsiran masyarakat (atau setidaknya perancangnya) mengenai keadaan setempat yang
terperinci, hingga ke berbagai tempat pemujaan agama Hindu yang menunjukkan ciri
Syiwaisme.
5. Candi Budha
Bangunan candi Budha, seperti Candi Borobudur, tidak memiliki gaya yang mirip
dengan gaya India. Borobudur terdiri atas sepuluh tingkat konsentris. Enam tingkat paling
bawah dirancang sebuah bidang persegi, sementara empat tingkat di atasnya merupakan stupa
utama berbentuk lingkaran.
Seni Rupa Islam adalah produk seni rupa yang berkembang pada masa lahir hingga
akhir keemasan Islam. Rentang ini bisa didefinisikan meliputi Jazirah Arab, Afrika Utara,
Timur Tengah, dan Eropa sejak mulai munculnya Islam pada 571 M hingga mulai
mundurnya kekuasaan Turki Ottoman.
Walaupun sebenarnya Islam dan keseniannya tersebar jauh lebih luas daripada itu dan
tetap bertahan hingga sekarang. Seni Rupa Islam tercipta dengan memiliki kekhususan
dibanding dengan seni rupa yang dikenal pada masa ini. Meskipun begitu, perannya begitu
besar terhadap perkembangan seni rupa modern. Di antara manfaatnya adalah pemunculan
unsur kontemporer (abstraksi dan filsafat keindahan), serta memberi inspirasi pengolahan
kaligrafi menjadi motif hias. Dekorasi di seni rupa Islam lebih banyak menutupi sifat asli
medium arsitektur daripada yang banyak ditemukan pada masa ini. Dekorasi ini dikenal
dengan istilah Arabesque.
Sejalan dengan Masuknya Agama Islam ke Indonesia. Seni rupa Islam memberi
sumbangsih tersendiri terhadap seni rupa Indonesia, sebut saja seperti Pahatan Kubur dan
Masjid. Telah juga ditemukan beberapa makam Islam tertua menggunakan nisan bergaya
islam. Batu nisan Hujarat bisa ditemukan di Samudera Pasai dan Gresik. Arsitektur masjid
Indonesia pun berbeda dengan yang ditemukan di negara Islam lainnya. Masjid lama
dibangun dengan mengikuti prinsip dasar bangunan kayu, dan disertai dengan pembangunan
pendapa di bagian depan. Selain itu juga memiliki atap tumpang yang memberikan ventilasi,
dan disangga oleh deretan tiang kayu.
1. Masjid
2. Keraton
Keraton dibangun sebagai lambang pusat kekuasaan pemerintahan. Pada umumnya,
keraton dibangun mengarah ke utara. Bangunan keraton biasanya dikelilingi oleh pagar
tembok, parit, atau sungai kecil buatan. Halaman keraton terdiri atas tiga bagian. Bagian
paling belakang amat disakralkan dan tidak boleh sembarang orang memasukinya. Di depan
keraton terdapat lapangan luas yang disebut alun-alun. Di tengah halaman tersebut, biasanya
terdapat pohon beringin sebagai lambang raja yang mengayomi rakyatnya.
3. Nisan
Nisan berfungsi sebagai tanda kubur. Kebudayaan nisan diduga berasal dari Prancis dan
Gujarat. Di Indonesia, kebudayaan tersebut berakulturasi dengan kebudayaan setempat.
Makam kuno yang bercorak Islam biasanya terdiri atas jirat (kijing), nisan, dan cungkup.
Contoh makam kuno bercorak Islam, yaitu makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik,
makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik, makam Sultan Malik al Saleh di Pasai Aceh,
makam sultan-sultan Mataram di Imogiri, makam Sunan Giri di Giri, makam sultan-sultan
Gowa dan Tallo di Sulawesi Selatan, Batu nisan di Troloyo & Trowulan, dan makam Sunan
Gunung Jati di Cirebon
Adapun bentuk peninggalan sejarah bercorak Islam yang termasuk dalam seni rupa,
yaitu kaligrafi dan pahatan atau ukiran pada kayu atau batu. Kaligrafi adalah seni tulisan
indah. Seni tulis kaligrafi yang bercorak Islam merupakan rangkaian dari ayat-ayat suci al-
Quran yang membentuk gambar binatang atau bentuk lain.
4. Kaligrafi
Kaligrafi nusantara sangat dipengaruhi oleh Islam, khususnya kaligrafi Arab. Berbagai
benda yang biasa digunakan untuk upacara adat di Indonesia di masa ini juga sering dihiasi
oleh kaligrafi. Berbagai senjata seperti belati, tombak, dan pedang juga sering dihiasi
kaligrafi.
Istana juga kini dihiasi oleh kaligrafi. Wayang juga sering dihiasi oleh kaligrafi untuk
menyamarkan bentuk manusianya. Arab gundul juga sempat menjadi aksara yang cukup
dominan digunakan sebagai tulisan sehari-hari masyarakat nusantara.
5. Batik Islam
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, batik sebetulnya telah ditemukan dari masa
prasejarah. Namun pada Seni Rupa Madya inilah perkembangannya mulai melaju pesat.
Karena berkembang pada masa ini pula, batik juga ikut dipengaruhi oleh budaya islam.
Ragam hias ilmu ukur yang sering dijumpai pada atik seperti tumpal, banji, meander,
swastika dan motif pilin mulai ditinggalkan. Digantikan oleh motif flora seperti bunga,
bentuk buah, dan dedaunan.