Anda di halaman 1dari 27

TUGAS SEJARAH SENI RUPA INDONESIA

PEMBABAKAN SENI RUPA PADA ZAMAN PRASEJARAH HINGGA


PERADABAN ISLAM

Tahun Pelajaran 2020/2021

disusun oleh :

Fanhani Aina Hermawan 192131003

PROGRAM STUDI KEAHLIAN SENI MURNI

FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN

INSTITUT SENI BUDAYA INDONESIA


BANDUNG

2020
Prasejarah adalah zaman atau periode sebelum manusia mengenal tulisan. Di Indonesia
masa tersebut sangat panjang, diperkirakan sekitar dua juta tahun. Zaman prasejarah di
Indonesia dimulai sejak permulaan adanya manusia dan kebudayaan sampai kira-kira abad
ke-5 Masehi. Benda peninggalan sejarah pada masa itu antara lain berupa benda-benda
gerabah, kapak batu, peralatan yang terbuat dari tulang, tanduk, kulit kerang dan berbagai
hasil budaya lainnya.

Pada masa prasejarah, khususnya pada zaman logam telah pula dikenal kepandaian
membuat peralatan dari bahan perunggu, seperti patung manusia, binatang, kapak upacara,
bejana upacara, dan nekara.

Sejarah suatu bangsa dapat diketahui melalui bukti-bukti atau benda benda
peninggalannya. Peninggalan tersebut kini menjadi saksi dan bukti sejarah atas kekayaan
budaya bangsa. Banyak hal yang dapat terungkap di dalamnya, seperti latar belakang
kebudayaan, kepercayaan, adat-istiadat, tata kehidupan, cita rasa kesenian, tingkat
keterampilan, status sosial, dan lain sebagainya. Di dalamnya tersimpan begitu banyak
informasi; tentang peristiwa, pesan dan kesan, tentang kebudayaan di masa lampau.

Pada pembahasan kali ini saya akan memaparkan tentang babak Indonesia Sejarah Seni
Rupa Indonesia pada Zaman Prasejarah hingga Zaman Peradaban Islam. Yang pertama, saya
akan membahas tentang Zaman Batu terlebih dahulu.

Zaman batu, meliputi: zaman batu tua (Paleolitikum), zaman batu tengah

(Mesolitikum), dan zaman batu muda (Neolitikum). Zaman logam, meliputi: zaman

perunggu dan zaman besi. Sedangkan zaman tembaga (tidak ditemukan di Asia,

termasuk di Indonesia).

1. Periode Seni Rupa Pada Masa Prasejarah


a. Zaman Batu Tua (Paleolitikum)

Paleolitikum atau zaman batu tua adalah zaman ketika manusia menggunakan
alat-alat budaya yang terbuat dari batu, yang masih sederhana dan memiliki tekstur
yang masih kasar. Paleolitikum diperkirakan berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu
selama masa kala Plestosen.
Berikut ada beberaa Artefak/Hasil kebudayaan pada zaman paleolitikum :

1. Flakes

Flakes yaitu alat-alat kecil yang terbuat dari batu Chalcedon, yang dapat digunakan
untuk mengupas makanan. Flakes termasuk hasil kebudayaan Ngandong sama seperti
alat-alat dari tulang binatang. Kegunaan alat-alat ini pada umumnya untuk berburu,
menangkap ikan, mengumpulkan ubi dan buah-buahan.

2. Kapak genggam
Kapak genggam banyak ditemukan di daerah Pacitan. Alat ini biasanya disebut
“chopper” (alat penetak/pemotong) Alat ini dinamakan kapak genggam karena alat tersebut
serupa dengan kapak, tetapi tidak bertangkai dan cara mempergunakannya dengancara
menggenggam. Pembuatan kapak genggam dilakukan dengan cara memangkas salah satu sisi
batu sampai menajam dan sisi lainnya dibiarkan apa adanyasebagai tempat menggenggam.
Kapak genggam berfungsi menggali umbi, memotong, dan menguliti binatang.

3. Kapak Perimbas
Kapak perimbas berpungsi untuk merimbas kayu, memahat tulang dan sebagai
senjata. Manusia kebudayan Pacitan adalah jenis Pithecanthropus. Alat ini juga
ditemukan di Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), lahat, (Sumatra selatan),
dan Goa Choukoutieen (Beijing). Alat ini paling banyak ditemukan di daerah Pacitan,
Jawa Tengah sehingga oleh Ralp Von Koenigswald disebut kebudayan pacitan

4. Alat-alat dari tulang binatang atau tanduk rusa

Salah satu alat peninggalan zaman paleolithikum yaitu alat dari tulang binatang. Alat-
alat dari tulang ini termasuk hasil kebudayaan Ngandong. Kebanyakan alat dari tulang ini
berupa alat penusuk (belati) dan ujung tombak bergerigi. Fungsi dari alat ini adalah untuk
mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah. Selain itu alat ini juga biasa digunakan sebagai
alat untuk menangkap ikan

b. Zaman Batu Tengah (Mesolitikum)

Mesolitikum atau Zaman Batu Madya (Bahasa Yunani: mesos "tengah", lithos batu) adalah


suatu periode dalam perkembangan teknologi manusia, antara Paleolitik atau Zaman Batu Tua
dan Neolitik atau Zaman Batu Muda.

Istilah ini diperkenalkan oleh John Lubbock dalam makalahnya "Zaman Prasejarah"


(bahasa Inggris: Pre-historic Times) yang diterbitkan pada tahun 1865. Namun istilah ini
tidak terlalu sering digunakan sampai V. Gordon Childe mempopulerkannya dalam
bukunya The Dawn of Europe (1947). Pada zaman ini banyak sekali ditemukan Artefak-
Artefak sisa dari kehidupan pasa masa mesolitikum, berikut adalah beberapa artefaknya

1. Kjokkenmoddinger (Sampah Dapur)


Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken
artinya dapur dan modding artinya sampah jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah
sampah dapur. Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau tumpukan
kulit kerang dan siput yang mencapai ketinggian ± 7 meter dan sudah membatu atau
menjadi fosil. Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur Sumatera yakni
antara Langsa dan Medan. Dari bekas-bekas penemuan tersebut menunjukkan bahwa
manusia purba yang hidup pada zaman ini sudah menetap. Tahun 1925 Dr. P.V. Van
Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya banyak
menemukan kapak genggam yang ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam
Palaeolithikum).

2. Pebble (kapak genggam Sumatera = Sumateralith)


Tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang
tersebut dan hasilnya menemukan kapak genggam. Kapak genggam yang ditemukan di
dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble/kapak genggam Sumatra
(Sumatralith) sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu dipulau Sumatra. Bahan-bahan
untuk membuat kapak tersebut berasal batu kali yang dipecah-pecah.

3. Hachecourt (kapak pendek)

Selain pebble yang diketemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan sejenis kapak
tetapi bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut dengan hachecourt/kapak
pendek.

4. Pipisan
Selain kapak-kapak yang ditemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan pipisan
(batu-batu penggiling beserta landasannya). Batu pipisan selain dipergunakan untuk
menggiling makanan juga dipergunakan untuk menghaluskan cat merah. Bahan cat merah
berasal dari tanah merah. Cat merah diperkirakan digunakan untuk keperluan religius dan
untuk ilmu sihir.

c. Zaman Batu Besar (Megalitikum)

Zaman Megalitikum merupakan zaman batu besar. Disebut zaman batu besar karena pada
masa itu manusia yang hidup menggunakan batu yang berukuran besar sebagai peralatan sehari-
hari. Maka dari itu, masa megalitikum disebut juga sebagai zaman batu. Menurut hasil analisis dari
para ahli arkeolog menyebutkan ciri-ciri masa megalitikum terletak pada fosil yang temukan. Dimana
di zaman ini terdapat banyak sekali peninggalan berupa kapak batu, rumah batu dan perlengkapan
lain yang terbuat dari batu.

Menurut Von Heine Geldern, kebudayaan megalitikum ini menyebar ke Indonesia


melalui 2 gelombang, yaitu

1. Megalitikum Tua

Megalitikum tua ini menyebar ke Indonesia pada zaman Neolithikum sekitar (2500 sampai
1500 SM) yang dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu).

2. Megalitikum Muda
Megalitikum muda ini menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu sekitar (1000 sampai
100 SM) yang dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu).

Berikut adalah beberapa Artefak/Hasil kebudayaan dari zaman megalitikum :


1. Menhir

Menhir adalah bangunan yang berupa tugu batu yang didirikan untuk upacara
menghormati roh nenek moyang, sehingga bentuk menhir ada yang berdiri tunggal dan ada
yang berkelompok serta ada pula yang dibuat bersama bangunan lain yaitu seperti punden
berundak-undak. Lokasi tempat ditemukannya menhir di Indonesia adalah Pasemah
(Sumatera Selatan), Sulawesi Tengah dan Kalimantan.

2. Dolmen
Dolmen merupakan meja dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-
sajian untuk pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar
mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak
sampai mayat tertutup rapat oleh batu

Dengan demikian dolmen yang berfungsi sebagai tempat menyimpan mayat disebut
dengan kuburan batu. Lokasi penemuan dolmen antara lain Cupari Kuningan / Jawa Barat,
Bondowoso / Jawa Timur, Merawan, Jember / Jatim, Pasemah / Sumatera, dan NTT.

3. Waruga

Waruga adalah peti kubur peninggalan budaya Minahasa pada zaman megalitikum.
Didalami peti pubur batu ini akan ditemukan berbagai macam jenis benda antara lain berupa
tulang- tulang manusia, gigi manuisa, periuk tanah liat, benda- benda logam, pedang, tombak,
manik- manik, gelang perunggu, piring dan lain- lain. Dari jumlah gigi yang pernah
ditemukan didalam waruga, diduga peti kubur ini adalah merupakan wadah kubur untuk
beberapa individu juga atau waruga bisa juga dijadikan kubur keluarga (common tombs) atau
kubur komunal. Benda- benda periuk, perunggu, piring, manik- manik serta benda lain
sengaja disertakan sebagai bekal kubur bagi orang yang akan meninggal.
4. Peti kubur (Sarkofagus)

Peti kubur adalah peti mayat yang terbuat dari batu-batu besar. Kubur batu dibuat dari
lempengan/papan batu yang disusun persegi empat berbentuk peti mayat yang dilengkapi
dengan alas dan bidang atasnya juga berasal dari papan batu.

Daerah penemuan peti kubur adalah Cepari Kuningan, Cirebon (Jawa Barat), Wonosari
(Yogyakarta) dan Cepu (Jawa Timur). Di dalam kubur batu tersebut juga ditemukan rangka
manusia yang sudah rusak, alat-alat perunggu dan besi serta manik-manik. Dari penjelasan
tentang peti kubur, tentu Anda dapat mengetahui persamaan antara peti kubur dengan
sarkofagus, dimana keduanya merupakan tempat menyimpan mayat yang disertai bekal
kuburnya.

5. Punden Berundak-undak
Punden berundak-undak adalah bangunan dari batu yang bertingkat-tingkat dan
fungsinya sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal.

Bangunan tersebut dianggap sebagai bangunan yang suci, dan lokasi tempat
penemuannya adalah Lebak Sibedug/Banten Selatan dan Lereng Bukit Hyang di Jawa Timur.

d. Zaman Batu Muda (Neolithikum)

Neolitikum atau Zaman Batu Muda adalah fase atau tingkat kebudayaan pada


zaman prasejarah yang mempunyai ciri-ciri berupa unsur kebudayaan, seperti peralatan
dari batu yang diasah, pertanian menetap, peternakan, dan pembuatan tembikar. Berikut
adalah beberapa artefak/hasil karya dari zaman neolithikum :

1. Kapak Persegi

Asal-usul penyebaran kapak persegi melalui suatu migrasi bangsa Asia ke Indonesia.
Nama kapak persegi diberikan oleh Van Heine Heldern atas dasar penampang lintangnya
yang berbentuk persegi panjang atau trapesium. Penampang kapak persegi tersedia dalam
berbagai ukuran, ada yang besar dan kecil. Yang ukuran besar lazim disebut dengan beliung
dan fungsinya sebagai cangkul/pacul. Sedangkan yang ukuran kecil disebut dengan
Tarah/Tatah dan fungsinya sebagai alat pahat/alat untuk mengerjakan kayu sebagaimana
lazimnya pahat.
2. Kapak Lonjong

Sebagian besar kapak lonjong dibuat dari batu kali, dan warnanya kehitam-hitaman.
Bentuk keseluruhan dari kapak tersebut adalah bulat telur dengan ujungnya yang lancip
menjadi tempat tangkainya, sedangkan ujung lainnya diasah hingga tajam. Untuk itu bentuk
keseluruhan permukaan kapak lonjong sudah diasah halus.

Ukuran yang dimiliki kapak lonjong yang besar lazim disebut dengan Walzenbeil dan
yang kecil disebut dengan Kleinbeil, sedangkan fungsi kapak lonjong sama dengan kapak
persegi. Daerah penyebaran kapak lonjong adalah Minahasa, Gerong, Seram, Leti, Tanimbar
dan Irian. Dari Irian kapak lonjong tersebar meluas sampai di Kepulauan Melanesia, sehingga
para arkeolog menyebutkan istilah lain dari kapak lonjong dengan sebutan Neolithikum
Papua.

3. Kapak Bahu
Kapak jenis ini hampir sama seperti kapak persegi, hanya saja di bagian yang diikatkan
pada tangkainya diberi leher. Sehingga menyerupai bentuk botol yang persegi. Daerah
kebudayaan kapak bahu ini meluas dari Jepang, Formosa, Filipina terus ke barat sampai
sungai Gangga. Tetapi anehnya batas selatannya adalah bagian tengah Malaysia Barat.
Dengan kata lain di sebelah Selatan batas ini tidak ditemukan kapak bahu, jadi neolithikum
Indonesia tidak mengenalnya, meskipun juga ada beberapa buah ditemukan yaitu di
Minahasa.

4. Perhiasan (gelang dan kalung dari batu indah)

Jenis perhiasan ini banyak di temukan di wilayah jawa terutama gelang-gelang dari batu
indah dalam jumlah besar walaupun banyak juga yang belum selesai pembuatannya. Bahan
utama untuk membuat benda ini di bor dengan gurdi kayu dan sebagai alat abrasi (pengikis)
menggunakan pasir. Selain gelang ditemukan juga alat-alat perhisasan lainnya seperti kalung
yang dibuat dari batu indah pula. Untuk kalung ini dipergunakan juga batu-batu yang dicat
atau batu-batu akik.
5. Tembikar (Periuk belanga)

Bekas-bekas yang pertama ditemukan tentang adanya barang-barang tembikar atau


periuk belanga terdapat di lapisan teratas dari bukit-bukit kerang di Sumatra, tetapi yang
ditemukan hanya berupa pecahan-pecahan yang sangat kecil. Walaupun bentuknya hanya
berupa pecahan-pecahan kecil tetapi sudah dihiasi gambar-gambar. Di Melolo, Sumba
banyak ditemukan periuk belanga yang ternyata berisi tulang belulang manusia.

6. Pakaian
Berdasarkan temuan yang ditemukan di Ampah, Kalimantan Selatan, di Kalumpang,
Minanga, Sippaka (Poso, Sulawesi Tengah) yaitu berupa alat pemukul kulit kayu, di yakini
alat tersebut dipakai untuk membuat pakaian.

Pakaian tersebut dibuat dari tenunan serat dari kulit kayu. Bahan yang dipakai untuk
membuat pakaian pada masa itu yaitu serat abaka (sejenis pisang) dan rumput doyo.

7. Gerabah

Bahan dasar yang dipakai berupa tanah liat yang dicampur dengan pasir dan teknik
yang dipakai yaitu teknik tangan dikombinasi teknik tatap jadi hasil gerabah masih kasar dan
juga tebal.

8. Mata Panah
Mata panah ini terbuat dari batu yang diasah dengan secara halus dan fungsi dari mata
panah ini buat berburu. Penemuan mata panah terbanyak di Jawa Timur dan juga Sulawesi
Selatan.

2. Periode Seni Rupa Indonesia Klasik

Zaman Klasik terbagi menjadi dua yakni Klasik Tua (Abad ke 8-10M) dan Klasik Muda
(Abad 11-15M). Zaman klasik adalah zaman dimana masyarakatnya telah menghasilkan
tonggak-toggak peradaban pertama sebagai dasar perkembangan peradaban selanjutnya.

Di zaman ini pula terdapat banyak kaidah, aturan, konsep atau norma budaya yang
berkembang dan tetap digunakan hingga sekarang. Masa perkembangan agama Hindu-Budha
di Nusantara adalah masa yang dinamakan sebagai Zaman Klasik Indonesia

Seni Rupa pada zaman ini, tepatnya ketika dimulainya pengaruh Hindu-Saiwa dan
Budha Mahayana ketengah-tengah masyarakat Jawa Kuno. Seiring berkembangnya kedua
agama yang berasal dari India tersebut menghasilkan berbagai bentuk kesenian.

Beberapa yang masih bertahan hingga sekarang adalah bukti-bukti berupa arca, relief
dan begitu kental dalam bidang arsitektur bangunan candi. Umumnya, candi-candi yang
terdapat di Indonesia dibedakan menjadi Candi Hindu dan Candi Budha.

Candi Hindu memiliki gaya India Selatan, sebagai misal adalah candi Syiwa Lara
Jonggrang di Jawa Tengah. Candi tersebut melukiskan penafsiran setempat yang terperinci
mengenai tempat pemujaan agama Hindu yang menunjukkan ciri Syiwaisme. Candi Budha
yang seperti terlihat pada bangunan candi Borobudur, tidak ada hubungan gaya dengan India.
Borobudur terdiri atas sepuluh tingkat konsentris. Enam tingkat paling bawah dirancang
sebuah bidang persegi, sementara empat tingkat di atasnya merupakan stupa utama berbentuk
lingkaran.
Karya Seni Rupa Zaman Klasik (Hindu-Budha)
1. Swastika yang melambangkan daya dan keselarasan jagad raya.

Contoh swastika di pura goa lawah bali

2. Kalamakara yang terdiri dari Kala yang melambangkan waktu, dan Makara yang
berupa makhluk seperti buaya.
3. Kinnara.

Kinnara, berwujud manusia setengah burung yang merupakan anggota dari kelompok
dewa penghuni langit.

4. Candi Hindu

Arsitektur candi Hindu Indonesia memiliki gaya yang mirip hingga dengan gaya India
Selatan. Misalnya Candi Syiwa Lara Jonggrang di Jawa Tengah. Candi tersebut melukiskan
penafsiran masyarakat (atau setidaknya perancangnya) mengenai keadaan setempat yang
terperinci, hingga ke berbagai tempat pemujaan agama Hindu yang menunjukkan ciri
Syiwaisme.
5. Candi Budha
Bangunan candi Budha, seperti Candi Borobudur, tidak memiliki gaya yang mirip
dengan gaya India. Borobudur terdiri atas sepuluh tingkat konsentris. Enam tingkat paling
bawah dirancang sebuah bidang persegi, sementara empat tingkat di atasnya merupakan stupa
utama berbentuk lingkaran.

3. Periode Seni Rupa Madya Zaman Peradaban Islam (Pengaruh Islam)


Pengaruh Islam terhadap seni rupa Indonesia terjadi dari hasil perdagangan yang
dimulai sejak abad ke-11. Para pedagang dari Gujarat, India, adalah yang diketahui yang
paling berpengaruh besar dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia. Mereka
membangun permukiman di sepanjang Pantai Timur Sumatra dan Aceh. Selanjutnya pusat-
pusat kebudayaan Islam dibangun secara bertahap di Demak dan Jepara.

Seni Rupa Islam adalah produk seni rupa yang berkembang pada masa lahir hingga
akhir keemasan Islam. Rentang ini bisa didefinisikan meliputi Jazirah Arab, Afrika Utara,
Timur Tengah, dan Eropa sejak mulai munculnya Islam pada 571 M hingga mulai
mundurnya kekuasaan Turki Ottoman.

Walaupun sebenarnya Islam dan keseniannya tersebar jauh lebih luas daripada itu dan
tetap bertahan hingga sekarang. Seni Rupa Islam tercipta dengan memiliki kekhususan
dibanding dengan seni rupa yang dikenal pada masa ini. Meskipun begitu, perannya begitu
besar terhadap perkembangan seni rupa modern. Di antara manfaatnya adalah pemunculan
unsur kontemporer (abstraksi dan filsafat keindahan), serta memberi inspirasi pengolahan
kaligrafi menjadi motif hias. Dekorasi di seni rupa Islam lebih banyak menutupi sifat asli
medium arsitektur daripada yang banyak ditemukan pada masa ini. Dekorasi ini dikenal
dengan istilah Arabesque.

Sejalan dengan Masuknya Agama Islam ke Indonesia. Seni rupa Islam memberi
sumbangsih tersendiri terhadap seni rupa Indonesia, sebut saja seperti Pahatan Kubur dan
Masjid. Telah juga ditemukan beberapa makam Islam tertua menggunakan nisan bergaya
islam. Batu nisan Hujarat bisa ditemukan di Samudera Pasai dan Gresik. Arsitektur masjid
Indonesia pun berbeda dengan yang ditemukan di negara Islam lainnya. Masjid lama
dibangun dengan mengikuti prinsip dasar bangunan kayu, dan disertai dengan pembangunan
pendapa di bagian depan. Selain itu juga memiliki atap tumpang yang memberikan ventilasi,
dan disangga oleh deretan tiang kayu.

Berikut adalah beberapa karya pada masa peradaban islam :

1. Masjid

  Peninggalan masjid bersejarah di Indonesia memiliki keunikan. Oleh karena


bangunan masjid di Indonesia merupakan perpaduan antara berbagai kebudayaan yang
pernah berkembang di Indonesia. Misalnya, perpaduan antara seni bangunan Hindu dan
seni bangunan Islam, seperti Masjid Kudus, Masjid Demak, Masjid Ternate, Masjid
Penyengat, dan Masjid Agung Cirebon. Perpaduan antara seni bangunan Islam dan seni
bangunan Eropa, seperti Masjid Agung Banten dan Masjid Sumenep. Perpaduan antara
seni bangunan Islam dan seni bangunan India-Moghul, contohnya Masjid Baiturrahman.
Berikut ini beberapa contoh bangunan masjid yang merupakan peninggalan sejarah bercorak
Islam.

 Masjid Agung Demak di Kadilangu, merupakan masjid yang didirikan oleh


Walisanga untuk menghormati berdirinya Kerajaan Demak. Di dalam masjid tersebut
terdapat salah satu tiang utama yang disusun dari serpihan kayu sehingga disebut
Soko Tatal.
 Masjid Kudus di Kudus, merupakan masjid yang didirikan oleh Sunan Kudus untuk
menunjang kegiatan dakwahnya. Masjid ini memiliki menara yang menyerupai pura
Hindu.
 Masjid Cirebon di Cirebon, merupakan masjid yang didirikan oleh Sunan Gunung Jati
untuk menunjang kegiatan penyebaran Islam di Jawa Barat.
 Masjid Agung Banten di Serang, merupakan masjid yang didirikan oleh Sultan Ageng
Tirtayasa sebagai sarana peribadatan umat. Berbeda dengan masjid lain di Nusantara,
masjid ini memiliki arsitektur seperti bangunan Eropa. Ini disebabkan karena masjid
tersebut dirancang oleh seorang arsitek Belanda bernama Cardel. Cardel adalah orang
Belanda yang masuk Islam dan membelot ke Banten pada masa peperangan Banten
melawan VOC.
 Keraton Jogjakarta di Jogjakarta, merupakan keraton yang semula didirikan sebagai
pusat pemerintahan Kerajaan Mataram. Saat Kerajaan Mataram dipecah menjadi
empat kerajaan oleh VOC, keraton ini menjadi pusat pemerintahan Kerajaan
Jogjakarta.
 Istana Gowa di Makassar, merupakan istana tempat tinggal para raja Gowa–Tallo.

2. Keraton
Keraton dibangun sebagai lambang pusat kekuasaan pemerintahan. Pada umumnya,
keraton dibangun mengarah ke utara. Bangunan keraton biasanya dikelilingi oleh pagar
tembok, parit, atau sungai kecil buatan. Halaman keraton terdiri atas tiga bagian. Bagian
paling belakang amat disakralkan dan tidak boleh sembarang orang memasukinya. Di depan
keraton terdapat lapangan luas yang disebut alun-alun. Di tengah halaman tersebut, biasanya
terdapat pohon beringin sebagai lambang raja yang mengayomi rakyatnya.

Contoh keraton kesultanan-kesultanan Islam, antara lain Keraton Kasepuhan dan


Keraton Kanoman di Cirebon, Keraton Surosowan di Banten, Keraton Mangkunegaraan,
Keraton Raja Gowa, Keraton Demak, Keraton Yogyakarta, dan Keraton Surakarta.

3. Nisan

Nisan berfungsi sebagai tanda kubur. Kebudayaan nisan diduga berasal dari Prancis dan
Gujarat. Di Indonesia, kebudayaan tersebut berakulturasi dengan kebudayaan setempat.
Makam kuno yang bercorak Islam biasanya terdiri atas jirat (kijing), nisan, dan cungkup.

Contoh makam kuno bercorak Islam, yaitu makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik,
makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik, makam Sultan Malik al Saleh di Pasai Aceh,
makam sultan-sultan Mataram di Imogiri, makam Sunan Giri di Giri, makam sultan-sultan
Gowa dan Tallo di Sulawesi Selatan, Batu nisan di Troloyo & Trowulan, dan makam Sunan
Gunung Jati di Cirebon

Peninggalan Zaman Perdaban Islam Di Bidang Seni Rupa

Adapun bentuk peninggalan sejarah bercorak Islam yang termasuk dalam seni rupa,
yaitu kaligrafi dan pahatan atau ukiran pada kayu atau batu. Kaligrafi adalah seni tulisan
indah. Seni tulis kaligrafi yang bercorak Islam merupakan rangkaian dari ayat-ayat suci al-
Quran yang membentuk gambar binatang atau bentuk lain.

4. Kaligrafi

Kaligrafi nusantara sangat dipengaruhi oleh Islam, khususnya kaligrafi Arab. Berbagai
benda yang biasa digunakan untuk upacara adat di Indonesia di masa ini juga sering dihiasi
oleh kaligrafi. Berbagai senjata seperti belati, tombak, dan pedang juga sering dihiasi
kaligrafi.

Istana juga kini dihiasi oleh kaligrafi. Wayang juga sering dihiasi oleh kaligrafi untuk
menyamarkan bentuk manusianya. Arab gundul juga sempat menjadi aksara yang cukup
dominan digunakan sebagai tulisan sehari-hari masyarakat nusantara.
5. Batik Islam

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, batik sebetulnya telah ditemukan dari masa
prasejarah. Namun pada Seni Rupa Madya inilah perkembangannya mulai melaju pesat.
Karena berkembang pada masa ini pula, batik juga ikut dipengaruhi oleh budaya islam.
Ragam hias ilmu ukur yang sering dijumpai pada atik seperti tumpal, banji, meander,
swastika dan motif pilin mulai ditinggalkan. Digantikan oleh  motif flora seperti bunga,
bentuk buah, dan dedaunan.

Anda mungkin juga menyukai