Anda di halaman 1dari 7

A.

Manusia Purba

Manusia yang hidup pada zaman praaksara (prasejarah) disebut manusia purba.
Tanah air kita sudah dihuni manusia sejak jutaan tahun yang lalu. Fosil-fosil
manusia purba banyak ditemukan di Indonesia yaitu sejak jutaan tahun yang lalu
terutama di Pulau Jawa. Manusia purba adalah manusia penghuni bumi pada
zaman prasejarah yaitu zaman ketika manusia belum mengenal tulisan.
Ditemukannya manusia purba karena adanya fosil dan artefak. Fosil adalah sisa-
sisa organisme (manusia, hewan, dan tumbuhan) yang telah membatu yang
tertimbun di dalam tanah dalam waktu yang sangat lama. Sedangkan artefak
adalah peninggalan masa lampau berupa alat kehidupan/hasil budaya yang
terbuat dari batu, tulang, kayu dan logam. Cara hidup mereka masih sangat
sederhana dan masih sangat bergantung pada alam. Jenis-jenis manusia purba
dibedakan dari zamannya yaitu:

1. Zaman Mezolitikum

 artinya zaman batu madya (mezo) atau pertengahan. Zaman ini disebut pula
zaman "mengumpulkan makanan (food gathering ) tingkat lanjut", yang dimulai
pada akhir zaman es, sekitar 10.000 tahun yang lampau. Para ahli memperkirakan
manusia yang hidup pada zaman ini adalah bangsa Melanesoide yang merupakan
nenek moyang orang Papua, Semang, Aeta, Sakai, dan Aborigin. Sama dengan
zaman palaeolitikum, manusia zaman mezolitikum mendapatkan makanan dengan
cara berburu dan menangkap ikan. Mereka tinggal di gua-gua di bawah bukit
karang (abris souche roche), tepi pantai, dan ceruk  pegunungan. Gua abris souche
roche menyerupai ceruk untuk dapat melindungi diri dari panas dan hujan. Hasil
peninggalan budaya manusia pada masa itu adalah berupa alat-alat kesenian yang
ditemukan di gua-gua dan coretan (atau lukisan) pada dinding gua, seperti di gua
Leang-leang, Sulawesi Selatan, yang ditemukan oleh Ny. Heeren Palm pada 1950.
Van Stein Callenfels menemukan alat-alat tajam berupa mata panah, flakes, serta
batu penggiling di Gua Lawa dekat Sampung, Ponorogo, dan Madiun. Selain itu,
hasil peninggalannya ditemukan di tempat sampah berupa dapur kulit kerang dan
siput setinggi 7 meter di sepanjang pantai timur Sumatera yang disebut
kjokkenmoddinger. Peralatan yang ditemukan di tempat itu adalah kapak
genggam Sumatera, pabble culture, dan alat berburu dari tulang hewan. .

2. Zaman Neolitikum

 artinya zaman batu muda. Di Indonesia, zaman Neolitikum dimulai sekitar 1.500
SM. Cara hidup untuk memenuhi kebutuhannya telah mengalami perubahan
pesat, dari cara food gathering  menjadi  food producing  yaitu dengan cara
bercocok tanam dan memelihara ternak. Pada masa itu manusia sudah mulai
menetap di rumah panggung untuk menghindari bahaya binatang  buas. Manusia
pada masa Neolitikum ini pun telah mulai membuat lumbung-lumbung guna
menyimpan persediaan padi dan gabah. Tradisi menyimpan padi di lumbung ini
masih bisa dilihat di Lebak, Banten. Masyarakat Baduy di sana begitu menghargai
padi yang dianggap pemberian Nyai Sri Pohaci. Mereka tak perlu membeli beras
dari pihak luar karena menjualbelikan padi dilarang secara hukum adat. Mereka
rupanya telah mempraktikkan swasembada pangan sejak zaman nenek moyang.
Pada zaman ini, manusia purba Indonesia telah mengenal dua  jenis peralatan,
yakni beliung persegi dan kapak lonjong. Beliung persegi menyebar di Indonesia
bagian Barat, diperkirakan budaya ini disebarkan dari Yunan di Cina Selatan
yang berimigrasi ke Laos dan selanjutnya ke Kepulauan Indonesia. Kapak lonjong
tersebar di Indonesia bagian timur yang didatangkan dari Jepang, kemudian
menyebar ke Taiwan, Filipina, Sulawesi Utara, Maluku, Irian dan kepulauan
Melanesia. Contoh dari kapak persegi adalah yang ditemukan di Bengkulu,
terbuat dari batu kalsedon yang digunakan sebagai benda pelengkap upacara atau
bekal kubur. Sedangkan kapak lonjong yang ditemukan di Klungkung, Bali,
terbuat dari batu agats yang digunakan dalam upacara-upacara terhadap roh
leluhur. Selain itu ditemukan pula sebuah kendi yang dibuat dari tanah liat berasal
dari Sumba, Nusa Tenggara Timur. Kendi ini digunakan sebagai  bekal kubur.

3. Zaman Megalitikum

 artinya zaman batu besar. Pada zaman ini manusia sudah mengenal kepercayaan
animisme dan dinamisme. Animisme merupakan kepercayaan terhadap roh nenek
moyang (leluhur) yang mendiami benda-benda, seperti pohon, batu, sungai,
gunung, senjata tajam. Sedangkan dinamisme adalah  bentuk kepercayaan bahwa
segala sesuatu memiliki kekuatan atau tenaga gaib yang dapat memengaruhi
terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam kehidupan manusia. Dari hasil
peninggalannya, diperkirakan manusia pada Zaman Megalitikum ini sudah
mengenal bentuk kepercayaan rohaniah, yaitu dengan cara memperlakukan orang
yang meninggal dengan diperlakukan secara baik sebagai  bentuk penghormatan.
Adanya kepercayaan manusia purba terhadap kekuatan alam dan makhluk halus
dapat dilihat dari penemuan bangunan-bangunan kepercayaan primitif.
Peninggalan yang bersifat rohaniah pada era Megalitikum ini ditemukan di Nias,
Sumba, Flores, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara dan Kalimantan, dalam
bentuk menhir, dolmen, sarkofagus, kuburan batu, punden berundakundak, serta
arca. Menhir adalah tugu batu sebagai tempat pemujaan; dolmen adalah meja batu
untuk menaruh sesaji; sarkopagus adalah bangunan berbentuk lesung yang
menyerupai peti mati; kuburan batu adalah lempeng batu yang disusun untuk
mengubur mayat; punden berundak adalah bangunan bertingkat-tingkat sebagai
tempat pemujaan; sedangkan arca adalah perwujudan dari subjek pemujaan yang
menyerupai manusia atau hewan.

PENINGGALAN PADA ZAMAN MEGALITIKUM


4. Zaman Logam

Pada zaman Logam orang sudah dapat membuat alat-alat dari logam di samping
alat-alat dari batu. Orang sudah mengenal teknik melebur logam, mencetaknya
menjadi alat-alat yang diinginkan. Teknik pembuatan alat logam ada dua macam,
yaitu dengan cetakan batu yang disebut bivalve dan dengan cetakan tanah liat dan
lilin yang disebut a cire perdue. Periode ini juga disebut masa perundagian karena
dalam masyarakat timbul golongan undagi yang terampil melakukan pekerjaan
tangan. Zaman logam ini dibagi atas:

A. Zaman Perunggu

Manusia purba Indonesia hanya mengalami zaman perunggu tanpa melalui zaman
tembaga. Kebudayaan Zaman Perunggu merupakan hasil asimilasi dari antara
masyarakat asli Indonesia (Proto Melayu) dengan bangsa Mongoloid yang
membentuk ras Deutero Melayu (Melayu Muda). Disebut zaman perunggu karena
pada masa ini manusianya telah memiliki kepandaian dalam melebur perunggu.
Di kawasan Asia Tenggara,  penggunaan logam dimulai sekitar tahun 3000-2000
SM. Masa penggunaan logam, perunggu, maupun besi dalam kehidupan manusia
purba di Indonesia disebut masa Perundagian. Alat-alat besi yang banyak
ditemukan di Indonesia berupa alat-alat keperluan sehari-hari, seperti pisau, sabit,
mata kapak, pedang, dan mata tombak. Pembuatan alat-alat besi memerlukan
teknik dan keterampilan khusus yang hanya mungkin dimiliki oleh sebagian
anggota masyarakat, yakni golongan undagi. Di luar Indonesia, berdasarkan bukti-
bukti arkeologis, sebelum manusia menggunakan logam besi mereka telah
mengenal logam tembaga dan perunggu terlebih dahulu. Mengolah bijih menjadi
logam lebih mudah untuk tembaga dari pada besi.

B. Zaman Besi  

Pada zaman ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dituang
menjadi alat-alat yang diperlukan. Teknik peleburan besi lebih sulit dari teknik
peleburan tembaga maupun perunggu sebab melebur besi membutuhkan panas
yang sangat tinggi, yaitu ±3500 °C. Alat-alat besi yang dihasilkan antara lain:
mata kapak bertungkai kayu, mata pisau, mata sabit, mata pedang, cangkul. Alat-
alat tersebut ditemukan di Gunung Kidul (Yogyakarta), Bogor (Jawa Barat),
Besuki dan Punung (Jawa Timur).

PENINGGALAN ZAMAN PERUNGGU DAN BESI

B. Jenis-Jenis Manusia Purba

Ada beberapa jenis manusia purba yang ditemukan di wilayah Indonesia adalah sebagai
berikut :

1. Meganthropus Paleojavanicus
Meganthropus paleojavanicus berasal dari kata-kata; Megan artinya besar, Anthropus
artinya manusia, Paleo berarti tua, Javanicus artinya dari Jawa. Jadi bisa disimpulkan
bahwa Meganthropus paleojavanicus adalah manusia purba bertubuh besar tertua di
Jawa. Fosil manusia purba ini ditemukan di daerah Sangiran, Jawa tengah antara tahun
1936-1941 oleh seorang peneliti Belanda bernama Von Koeningswald. Fosil tersebut
tidak ditemukan dalam keadaan lengkap, melainkan hanya berupa beberapa bagian
tengkorak, rahang bawah, serta gigi-gigi yang telah lepas. Fosil yang ditemukan di
Sangiran ini diperkirakan telah berumur 1-2 Juta tahun.

Ciri-Ciri Meganthropus paleojavanicus :

 Mempunyai tonjolan tajam di belakang kepala.


 Bertulang pipi tebal dengan tonjolan kening yang mencolok.
 Tidak mempunyai dagu, sehingga lebih menyerupai kera.
 Mempunyai otot kunyah, gigi, dan rahang yang besar dan kuat.
 Makanannya berupa daging dan tumbuh-tumbuhan.
2. Pithecanthropus

Fosil manusia purba jenis Pithecanthrophus adalah jenis fosil manusia purba yang paling
banyak ditemukan di Indonesia. Pithecanthropus sendiri berarti manusia kera yang
berjalan tegak. Fosil Pithecanthropus berasal dari Pleistosen lapisan bawah dan tengah.
Mereka hidup dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan Mereka sudah memakan
segala, tetapi makanannya belum dimasak. Terdapat tiga jenis manusia Pithecanthropus
yang ditemukan di Indonesia, yaitu Pithecanthrophus erectus, Pithecanthropus
mojokertensis, dan Pithecanthropus soloensis. Berdasarkan pengukuran umur lapisan
tanah, fosil Pithecanthropus yang ditemukan di Indonesia mempunyai umur yang
bervariasi, yaitu antara 30.000 sampai 1 juta tahun yang lalu.

Anda mungkin juga menyukai