Anda di halaman 1dari 7

Zaman Batu Tua (Masa Berburu & Mengumpulkan Makanan Tingkat Awal)[sunting | sunting

sumber]
Terdapat dua kebudayaan yang merupakan patokan zaman ini, yaitu:

1. Kebudayaan Pacitan (berhubungan dengan kapak genggam dengan varian-variannya


seperti kapak perimbas & kapak penetak
2. Kebudayaan Ngandong (berhubungan dengan Flakes & peralatan dari tulang)
Bedasarkan kebudayaan yang ditemukan, maka dapat disimpulkan ciri-ciri kehidupan pada
Palaeolithikum antara lain:

1. Masyarakatnya belum memiliki rasa estetika (disimpulkan dari kapak genggam yang
bentuknya tidak beraturan & bertekstur kasar)
2. Belum dapat bercocok tanam (karena peralatan yang dimiliki belum dapat digunakan untuk
menggemburkan tanah).
3. Memperoleh makanan dengan cara berburu (hewan) dan mengumpulkan makanan (buah-
buahan & umbi-umbian).
4. Hidup nomaden (jika sumber makanan yang ada di daerah tempat tinggal habis, maka
masyarakatnya harus pindah ke tempat baru yang memiliki sumber makanan).
5. Hidup dekat sumber air (mencukupi kebutuhan minum & karena di dekat sumber air ada
banyak hewan & tumbuhan yang bisa dimakan).
6. Hidup berkelompok (untuk melindungi diri dari serangan hewan buas).
7. Sudah mengenal api (bedasarkan studi perbandingan dengan Zaman Palaeolithikum di
China, di mana ditemukan fosil kayu yang ujungnya bekas terbakar di dalam sebuah gua).
Zaman Batu Tengah (Masa Berburu & Mengumpulkan Makanan Tingkat
Lanjut)[sunting | sunting sumber]
Terdapat dua kebudayaan yang merupakan patokan zaman ini, yaitu:

 Kebudayaan Kjokkenmoddinger
Kjokkenmodinger, istilah dari bahasa Denmark, kjokken yang berarti dapur & moddinger yang berarti
sampah (kjokkenmoddinger = sampah dapur). Dalam kaitannya dengan budaya
manusia, kjokkenmoddinger merupakan timbunan kulit siput & kerang yang menggunung di
sepanjang pantai Sumatra Timur antara Langsa di Aceh sampai Medan. Di antara timbunan kulit
siput & kerang tersebut ditemukan juga perkakas sejenis kapak genggam yaitu kapak
Sumatra/Pebble & batu pipisan.

 Kebudayaan Abris Sous Roche


Abris sous roche, yang berarti gua-gua yang pernah dijadikan tempat tinggal, berupa gua-gua yang
diduga pernah dihuni oleh manusia. Dugaan ini muncul dari perkakas seperti ujung panah, flakke,
batu penggilingan, alat dari tulang & tanduk rusa; yang tertinggal di dalam gua.
Bedasarkan kebudayaan yang ditemukan, maka dapat disimpulkan ciri-ciri kehidupan pada zaman
Mesolithikum antara lain:
a. Sudah mengenal rasa estetika (dilihat dari peralatannya seperti kapak Sumatra, yang
bentuknya sudah lebih beraturan dengan tekstur yang lebih halus dibandingkan kapak
gengggam pada Zaman Paleolithikum)
b. Masih belum dapat bercocok tanam (karena peralatan yang ada pada zaman itu masih
belum bisa digunakan untuk menggemburkan tanah)
c.Gundukan Kjokkenmoddinger yang dapat mencapai tinggi tujuh meter dengan diameter
tiga puluh meter ini tentu terbentuk dalam waktu lama, sehingga disimpulkan bahwa
manusia pada zaman itu mulai tingggal menetap (untuk sementara waktu, ketika makanan
habis, maka harus berpindah tempat, seperti pada zaman Palaeolithikum) di tepi pantai.
d. Peralatan yang ditemukan dari Abris Sous Roche memberi informasi bahwa manusia juga
menjadikan gua sebagai tempat tinggal.
Zaman Batu Muda (Masa Bercocok Tanam)[sunting | sunting sumber]
Ciri utama pada zaman batu Muda (neolithikum) adalah alat-alat batu buatan
manusia sudah diasah atau dipolis sehingga halus dan indah. Alat-alat yang
dihasilkan antara lain:

1. Kapak persegi, misalnya beliung, pacul, dan torah yang banyak terdapat di
Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, Kalimantan,
2. Kapak batu (kapak persegi berleher) dari Minahasa.
3. Perhiasan (gelang dan kalung dari batu indah) ditemukan di Jawa,
4. Pakaian dari kulit kayu
5. Tembikar (periuk belaga) ditemukan di Sumatera, Jawa, Melolo (Sunda)
Manusia pendukung Neolithikum adalah Austronesia (Austria), Austro-Asia
(Khamer-Indocina)
Kebudayaan Megalith[sunting | sunting sumber]
Antara zaman neolitikum dan zaman logam telah berkembang kebudayaan
megalith, yaitu kebudayaan yang menggunakan media batu-batu besar sebagai
alatnya, bahkan puncak kebudayaan megalith justru pada zaman logam. Hasil
kebudayaan Megalith, antara lain:

1. Menhir: tugu batu yang dibangun untuk pemujaan terhadap arwah-arwah


nenek moyang.
2. Dolmen: meja batu tempat meletakkan sesaji untuk upacara pemujaan roh
nenek moyang
3. Sarchopagus/keranda atau peti mati (berbentuk lesung bertutup)
4. Punden berundak: tempat pemujaan bertingkat
5. Kubur batu: peti mati yang terbuat dari batu besar yang dapat dibuka-tutup
6. Arca/patung batu: simbol untuk mengungkapkan kepercayaan mereka
Zaman Logam (Masa Perundagian)[sunting | sunting sumber]
Pada zaman Logam orang sudah dapat membuat alat-alat dari logam di samping
alat-alat dari batu. Orang sudah mengenal teknik melebur logam, mencetaknya
menjadi alat-alat yang diinginkan. Teknik pembuatan alat logam ada dua macam,
yaitu dengan cetakan batu yang disebut bivalve dan dengan cetakan tanah liat
dan lilin yang disebut a cire perdue. Periode ini juga disebut masa perundagian
karena dalam masyarakat timbul golongan undagi yang terampil melakukan
pekerjaan tangan. Zaman logam di Indonesia didominasi oleh alat-alat dari
perunggu sehingga zaman logam juga disebut zaman perunggu. Alat-alat besi yang
ditemukan pada zaman logam jumlahnya sedikit dan bentuknya seperti alat-alat
perunggu, sebab kebanyakan alat-alat besi, ditemukan pada zaman sejarah.
Zaman logam di Indonesia dibagi atas:
Zaman Perunggu[sunting | sunting sumber]
Pada zaman Perunggu/disebut juga dengan kebudayaan Dongson-Tongkin China
(pusat kebudayaan ini) manusia purba sudah dapat mencampur tembaga dengan
timah dengan perbandingan 3 : 10 sehingga diperoleh logam yang lebih keras.
Alat-alat perunggu pada zaman ini antara lain:

 Kapak Corong (Kapak perunggu, termasuk golongan alat perkakas) ditemukan


di Sumatera Selatan, Jawa-Bali, Sulawesi, Kepulauan Selayar, Irian
 Nekara Perunggu (Moko) sejenis dandang yang digunakan sebagai maskawin.
Ditemukan di Sumatera, Jawa-Bali, Sumbawa, Roti, Selayar, Leti
 Benjana Perunggu ditemukan di Madura dan Sumatera.
 Arca Perunggu ditemukan di Bang-kinang (Riau), Lumajang (Jawa Timur) dan
Bogor (Jawa Barat)
Zaman Besi[sunting | sunting sumber]
Pada zaman ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dituang menjadi
alat-alat yang diperlukan. Teknik peleburan besi lebih sulit dari teknik peleburan
tembaga maupun perunggu sebab melebur besi membutuhkan panas yang sangat
tinggi, yaitu ±3500 °C.
Alat-alat besi yang dihasilkan antara lain:

 Mata Kapak bertungkai kayu


 Mata Pisau
 Mata Sabit
 Mata Pedang
 Cangkul
Alat-alat tersebut ditemukan di Gunung Kidul (Yogyakarta), Bogor (Jawa Barat),
Besuki dan Punung (Jawa Timur)

Pembabakan masa prasejarah Indonesia telah dimulai sejak 1920an oleh beberapa
penliti asing seperti P.V. van Stein Callefels, A.N.J. Van Der Hoop, dan H.R. Van
Heekern. Oleh para ahli, pembabakan masa prasejarah Indonesia didasarkan pada
penemuan-penemuan alat-alat yang digunakan manusia prasejarah (teknologi)
dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pada umumnya, alat-alat yang ditemukan
terbuat dari batu dan logam. Oleh karena itu, para hali arkeologi dan paleontologi
membagi masa prasejarah Indonesia ke dalam dua zaman, yaitu zaman batu dan
zaman logam. Pada pembahasan kali ini Zona Siswa menghadirkan penjelasan
kehidupan manusia prasejarah pada zaman batu (paleolitikum, mesolitikum,
neolitikum, dan megalitikum) dan zaman logam.

. Zaman Paleolitikum (Zaman Batu Tua)

Pada masa ini kehidupan manusia prasejarah yang mempunyai corak berburu dan meramu. Berburu adalah
kegiatan manusia purba untuk memperoleh bahan makanan dengan cara emmburu binatang, memasang
perangkap, dan menjeratnya. Meramu adalah kegiatan untuk mendapatkan bahan makanan dengan cara
mengumpulkan tumbuh-tumbuhan langsung dari alam.

Tahap berburu dan meramu tingkat awal berlangsung sejak 2 juta sampai 10.000 tahun yang lalu. Tahap
ini berlangsung pada zaman pleistosen. Manusia yang hidup pada zaman itu adalah Homo erectus dan
Homo sapiens. Untuk mendapatkan makanan pada masa itu manusia purba hanya tinggal mengambilnya
dari alam. Caranya dengan berburu dan mengumpulkan bahan makanan dari tumbuh-tumbuhan.
Olehkarena itu biasanya mereka memiliih kawasan yang berupa padang rumput dengan semak belukar
dan hutan kecil disekitarnya atau dekat dengan sumber air, sungai, danau, dan rawa.

Pada tahap berburu dan meramu tingakt awal ini, Homo erectus dan Homo wajakensis biasanya tinggal di
dalam gua-gua. Gua adalah tempat yang relatif aman dan sudah dalam kondisi siap pakai. Gua-gua itu
biasanya mereka guankana sebagai tempat istirahat sementara saat harus mencari makan dan berpindah
tempat. Kehidupan manusia purba dalam gua biasanya membentuk kelompok kecil terdiri atas 20-30 orang.

Untuk mendukung kehidupannya, manusia purba menggunakan dan membuat beragam peralatan yang
terbuat dari bahan batu, kayu, tanduk, dan tulang ikan. Artekfak dan fosilnya sebagian besar masih bisa
ditemukan kecuali peralatan yang terbuat dari kayu. Teknik pembuatan alat masih sederhana sehingga
menghasilkan alat-alat yang kasar karena tidak dihaluksan. Jenis peralatan yang digunakan pada zaman
ini adalah sebagai berikut:

1. Alat Budaya Pacitan


Alat budaya Pacitan merupakan peralatan manusia yang ditemukan di Pacitan (Jawa Timur). Alat budaya
Pacitan terdiri dari dua jenis peralatan batu yaitu kapak perimbas (chopper) dan kapak genggam (hand
adze). Kapak perimbas digunakan untuk merimbas kayu, pemecah tulang dan sebagai senjata. Sedangkan
kapak genggam digunakan untuk menggali, memotong dan menguliti. Alat-alat budaya Pacitan juga
ditemukan di berbagi tempat di Indonesia, di antaranya di Sukabumi, Kebumen, Sragen, Lampung,
Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Bali, Sumbawa, dan Flores.

2. Alat Budaya Ngandong


Alat budaya Ngandong dibuat dari tanduk, tulang, dan duri ikan. Alat budaya ini terdiri atas sudip, mata
tombak, dan belati/penusuk. Alat-alat ini ditemukan di Ngandong, Blora (Jawa Tengah).

B. Zaman Mesolitikum (Zaman Batu Tengah)

Corak kehidupan masyarakat pada masa ini masih didominasi oleh corak hidup berburu dan meramu.
Setelah ribuan tahun berburu dan meramu (dari 1.900.00-4.500 tahun yang lalu) manusia mulai memiliki
kepandaian dalam mengolah tanah dengan menanam keladi. Jika masa berburu meramu tingkat awal
didukung oleh Homo erectus dan Homo wajakensis, budaya pada masa ini didukung oleh manusia
Australomelanesid (dan sedikit jenis Mongoloid yang khusus menempati wilayah Sulawesi Selatan).
Kemampuannya dalam berburu juga telah mingkat. Alat-alat yang digunakan antara lain perangkap, jerat,
mata panah, dan busur.
Manusia purba yang hidup pada zaman ini masih tinggal di gua-gua alam serta gua payung (abis sous roche)
yang letaknya tidak jauh dari sumber air, danau, atau sungai yang kaya ikan, siput, dan kerang. Mereka
juga tinggal di tepi pantai/muara sungai membangun pemukiman berupa rumah panggung. Dugaan
tersebut disimpulkan dari temuan bukit remis (kyokken modinger) di Naggroe Aceh Darussalam dan
Sumatera Utara. Mereka juga sudah mulai mengenal kepercayaan tentang hidup sesudah mati dan
kesenian.

Alat bantu yang digunakan pada zaman ini masih menggunakan bahan batu, kayu, dan tulang. Teknik
pembuatannya sudah dikerjakan lebih lanjut, yaitu sedikit diperhalus. Jenis alat yang dipakai sebagai
berikut:

1. Alat Budaya Kyokkenmodinger


Kyokkenmodinger berasal dari kata kyokken yang berarti dapur dan modding yang berarti sampah. Artinya,
segala sisa makanan (terutama kulit kerang, siput, dan remis) yang dibuang. Pada 'garis pantai prasejarah
di kawasa timur Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, ditemukan timbunan/bukit remis yang
diduga sebagai timbunan makanan dari manusia Australomelansed yang tinggal di rumah panggung. Pada
timbunan kulit kareng tersebut ditemukan fosil Australomelanesid, serta beberapa perlatan yang
digunakannya seperti kapak sumatra/pebble yang digunakan untuk memotong, menggali, dan menguliti;
dan batu pipisan/batu giling yang digunakan untuk menggiling obat-obatan atau zat perwarna untuk
hematit atau lukisan.

2. Alat Budaya Abris Sous Roche


Alat-alat budaya yang ditemukan dalam Abris Sous Roche adalah serpihan bilah berupa pisau dan guradi
dari batu. Alat ini banyak ditemukan di gua-gua Sulawesi Selatan, Flores, dan Timor. Alat-alat tulang berupa
belati, sudip, mata kail, dan penusuk ditemukan di Jawa Timur, Bali, dan Sulawesi Selatan.

C. Zaman Neolitikum (Zaman Batu Muda)

Masa Pleistosen berakhir berganti dengan masa holosen. Hal itu ditandai dengan naiknya permukaan laut
sehingga darat menyempit dan iklim menjadi lebih panas (kering). Seiring dengan pertambahan manusia
purba di bumi, wilayah perburuannya pun bertambah sempit. Berburu sudah tidak dapat lagi digunakan
sebagai mata pencaharian pokok. Oleh karena itu, mereka berusaha untuk menghasilkan bahan makanan
sendiri. Usahanya yaitu dengan membudidayakan tanaman dan berternak. Pada masa ini berarti manusia
purba sudah mengalami peningkatan yaitu dari pengumpul makanan (food gatherer) menjadi penghasil
makanan (food producer).

Memasuki tahun 1500 SM Kepulauan Nusantara menerima kedatangan migrasi jenis manusia Malayan
mongolid atau juga melayu austronesia yang berasal dari kawasan Yunan (Cina Selatan). Mereka
mendominasi wilayah bagian barat Indonesia, sedangkan Australomelanesid tergesar ke arah timur. Bangsa
Melayu austronesia datang dengan membawa kepandaian bercocok tanam di ladang dan berternak. Untuk
mendukung aktivitas berladang dan berternak, manusia pada zaman ini sudah terampil membuat alat-alat
seperti gerabah, anyaman, pakaian, dan bahkan perahu.

D. Zaman Megalitikum (Zaman Batu Besar)

Berdasarkan hasil temuan arkeologis, zaman megalitikum diperkirakan berkembang sejak zaman neolitikum
(batu muda) sampai zaman logam. Ciri terpenting pada zaman ini adalah manusia pendukungnya telah
menciptakan bangunan-bangunan besar yang terbuat dari batu. Bangunan-bangunan yang berkaitan
dengan sistem kepercayaan mereka di antaranya menhir, dolmen, sarkofagus, kubur batu, punden
berundak, arca batu,

Megalitikum berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang berarti batu. Pada zaman ini,
manusia prasejarah mampu membangun beberapa jenis bangunan yang terbuat dari batu besar. Misalnya,
untuk menghormati para nenek moyang, manusia pada zaman ini mendirikan menhir yang berupa tiang
atau tuga. Mereka juga membuat dolmen atau meja batu sebagai tempat menaruh sesajen untuk arwah
nenek moyang. Mereka juga mendirikan sarkofagus (tempat menyimpan mayat) yang terbuat dari batu.

E. Zaman Logam

Setelah melewati tahapan zaman batu terakhir, yaitu zaman batu besar (megalithikum) sampailah manusia
prasejarah Indonesia pada zaman logam. Alat-alat yang terbuat dari batu dianggap tidak efektif lagi untuk
menunjang kehidupan sehari-sehari dan secara bertahap ditinggalkan. Mereka memerlukan alat yang lebih
kuat yang dapat digunakan berkali-kali. Kemampuan mereka dalam membuat peralatan dari logam tidak
timbul begitu saja, tetapi sebagai hasil dari proses belajar beribu-rib tahun.

Biji logam sebenarnya sudah dikenal pada masa perundagian oleh manusia prasejarah. Mereka sudah lebih
berpengalaman sehingga dapat mengenali biji logam yang dijumpai meleleh dipermukaan tanah. Biji logam
yang ditemukan terutama berasal dari tembaga. Kemudian mereka membuat alat-alat yang diperlukan dari
bahan biji logam yang ditemukan. Teknologi logam kuno yang terdapat di Indonesia dipengaruhi oleh
Vietnam. Hasil teknologi ini dikenal dengan Budaya Dong Son.
Corak kehidupan masyarakat pada zaman ini banyak dipengaruhi oleh pendatang Melayu austronesia yang
berasal dari Dong Son (sekarang Vietnam). Kedatangan mereka membawa teknologi baru seperti pertanian
basah yaitu bersawah dan teknologi metalurgi/pengecoran logam. Beberapa peralatan yang ditemukan
sebagai peninggalan manusia prasejarah pada zaman ini adalah nekara (genderang perunggu untuk
memanggil roh leluhur), kapak corong yang digunakan untuk memotong kayu, arca perunggu, bejana
perunggu, perhiasan, dan senjata.

Dari hasil penelitian para ahli arkeologi, maka tabir kehidupan masyarakat prasejarah Indonesia
dapat diketahui. Berdasarkan penggalian arkeologi maka prasejarah dapat dibagi menjadi 2 zaman,
seperti pada uraian materi berikut ini.

Zaman Batu
Zaman batu menunjuk pada suatu periode di mana alat-alat kehidupan manusia
umumnya/dominan terbuat dari batu, walaupun ada juga alat-alat tertentu yang terbuat
dari kayu dan tulang. Dari alat-alat peninggalan zaman batu tersebut, melalui Metode
Tipologi (cara menentukan umur berdasarkan bentuk atau tipe benda peninggalan), maka
zaman batu dibedakan lagi menjadi 3 periode/masa, yaitu:
Batu Tua/Palaeolithikum
Merupakan suatu masa di mana alat-alat hidup terbuat dari batu kasar dan belum
diasah/diupam, sehingga bentuknya masih sederhana.
Contohnya: kapak genggam.
selanjutnya masa ke-2 dari zaman batu adalah batu Madya seperti uraian materi berikut
1. ini.

Batu Tengah Madya/Mesolithikum


Merupakan masa peralihan di mana cara pembuatan alat-alat kehidupannya
lebih baik dan lebih halus dari zaman batu tua. Contohnya: Pebble/Kapak
2. Sumatera.

Batu Muda/Neolithikum
Merupakan suatu masa di mana alat-alat kehidupan manusia dibuat dari batu yang sudah
dihaluskan, serta bentuknya lebih sempurna dari zaman sebelumnya.
a. 3. Contohnya: kapak persegi dan kapak lonjong.

Zaman Logam
Perlu ditegaskan bahwa dengan dimulainya zaman logam bukan berarti berakhirnya zaman
batu, karena pada zaman logampun alat-alat dari batu terus berkembang bahkan sampai
sekarang. Sesungguhnya nama zaman logam hanyalah untuk menyatakan bahwa pada
zaman tersebut alat-alat dari logam telah dikenal dan dipergunakan secara dominan.
b. Zaman logam disebut juga dengan zaman perundagian.
Perkembangan zaman logam di Indonesia berbeda dengan di Eropa, karena zaman logam
di Eropa mengalami 3 fase/bagian, yaitu zaman tembaga, zaman perunggu, dan zaman
besi. Sedangkan di Indonesia khususnya dan Asia Tenggara umumnya tidak mengalami
zaman tembaga tetapi langsung memasuki zaman perunggu dan besi secara bersamaan.
Dan hasil temuan yang lebih dominan adalah alat-alat dari perunggu sehingga zaman
logam disebut juga dengan zaman perunggu.

Demikianlah uraian materi pembabakan prasejarah berdasarkan arkeologinya.


Megalithikum? Megalithikum merupakan suatu istilah kebudayaan batu besar (Mega =
besar; Lithos = batu).

Kebudayaan Megalithikum bukanlah suatu zaman yang berkembang tersendiri, melainkan


suatu hasil budaya yang timbul pada zaman Neolithikum dan berkembang pesat pada
zaman logam.

Anda mungkin juga menyukai