Anda di halaman 1dari 15

Zaman Batu Madya sudah berada pada Kala Holosen.

Perkembangan kebudayaan pada zaman ini berlangsung lebih cepat dari pada zaman batu tua, sebab :
Keadaan alam sudah tidak seliar dan selabil zaman batu tua. Pendukung zaman ini adalah manusia yang cerdas (Homo Sapiens)

Alat-alat batu dari zaman batu tua, seperti Kapak Genggam, pada zaman batu madya masih terus digunakan dan dikembangkan serta mendapat pengaruh dari Asia Daratan, sehingga memunculkan corak tersendiri. Bahkan alat-alat tulang dan flake dari zaman batu tua, memegang peranan penting pada zaman batu madya. Manusia pada zaman ini juga telah mampu membuat gerabah, yaitu benda pecah belah yang dibuat dari tanah liat yang dibakar. Berdasarkan daerah penemuannya Kebudayaan mesolithikum dapat dibagi 3, yaitu : 1. Kebudayaan Tulang Sampung (Sampung Bone Culture) 2. Kebudayaan TOALA (Flake Culture) 3. Kebudayaan Kapak Genggam Sumatera (Peble Culture

Abri sous roche, adalah gua-gua yang digunakan sebagai tempat tinggal. Penelitian pertama terhadap abri sous roche dilakukan oleh Van Stein Callenfels di gua Lawa, dekat Sampung, Ponorogo, Jawa Timur dari tahun 1928 sampai 1931. Alat-alat yang ditemukan adalah : 1. alat-alat batu seperti mata panah dan flake, 2. batu-batu penggiling dan 3. alat-alat dari tulang dan tanduk. Karena sebagian besar alat yang ditemukan di Sampung berupa alat-alat dari tulang, maka disebut dengan Kebudayaan Tulang Sampung (Sampung Bone Culture). Bersamaan dengan alat-alat dari Sampung ini, ditemukan pula fosil manusia Papua Melanesoide. Alat-alat batu dan tulang dari zaman batu madya juga ditemukan di Besuki, Jawa Timur oleh Van Heekeren. Di beberapa gua di Bojonegoro ditemukan pula alat-alat dari kerang dan tulang bersama dengan fosil manusia Papua Melanesoide.

Selama tahun 1893 1896 dua orang bersaudara sepupu, berkebangsaan Swiss, bernama Fritz Sarasin dan Paul Sarasin melakukan penyelidikan di Sulawesi Selatan. Penelitian di gua-gua di Lumancong, yang masih didiami oleh suku bangsa Toala, berhasil menemukan alat-alat serpih (flake), mata panah bergerigi dan alat-alat tulang. Van Stein Callenfels memastikan bahwa kebudayaan Toala tersebut merupakan kebudayaan Mesolithikum yang berlangsung sekitar tahun 3000 sampai 1000 SM. Penelitian lebih lanjut pada gua-gua di wilayah Maros, Bone dan Bantaeng (Sulawesi Selatan) berhasil menemukan alatalat serpih (flake) dan alat-alat lain seperti : batu penggiling, gerabah dan kapak Sumatera (peble). Alat-alat yang menyerupai alat Kebudayaan Toala juga ditemukan di Nusa Tenggara Timur yaitu di Flores, Roti dan Timor. Sedangkan di daerah Priangan, Bandung ditemukan flake terbuat dari obsidian (batu hitam yang indah).

Di sepanjang pesisir Sumatera Timur Laut, antara Langsa (Aceh) dan Medan ditemukan bekas-bekas tempat tinggal manusia dari zaman Batu Madya. Temuan itu berupa tumpukan kulit kerang yang membatu dan tingginya ada yang mencapai 7 meter. Dalam bahasa Denmark, tumpukan kulit kerang ini disebut Kjokkenmoddinger (sampah dapur). Bersama-sama Kjokkenmoddinger ini, Van Stein Callenfels pada tahun 1925, juga menemukan : 1. peble (kapak genggam Sumatera) 2. hache courte (kapak pendek) 3. batu-batu penggiling 4. alu dan lesung batu 5. pisau batu 6. Fosil Papua-Melanesoide

Kebudayaan Kapak Sumatera (peble) dan Kapak Pendek di Indonesia berasal dari kebudayaan Bacson Hoabinh di daerah teluk Tonkin, Indo Cina. Kebudayaan ini menyebar ke Indonesia melalui JALAN BARAT yaitu melalui Malaka dan Sumatera. Sedangkan kebudayaan flake datang dari Asia Daratan melalui JALAN TIMUR yaitu melalui Jepang, Formosa (Taiwan) dan Filipina. PENYEBARAN

KEBUDAYAAN MESOLITIKUM
Bone Culture terutama di abri sous roche Mesolithikum Flake Culture Pebble Culture terutama di Kjokkenmoddinger

Pendukung kebudayaan mesolithikum adalah : 1. Ras Papua melanesoid. Hal ini terbukti dengan ditemukannya fosil-fosil manusia ras papua melanesoid baik pada kebudayaan Tulang Sampung maupun di bukitbukit kerang di Sumatera. 2. Nenek moyang orang Toala sekarang yang merupakan keturunan orang Wedda dari Srilangka (Ras Weddoid). Mereka sebagai pendukung kebudayaan Toala di Lumancong, Sulawesi Selatan.

Sebagian manusia pendukung kebudayaan mesolithikum masih tetap berburu dan mengumpulkan makanan (Hunting and Food Gathering) tetapi sebagian sudah mulai bertempat tinggal menetap di gua-gua dan bercocok tanam secara sederhana.(Semi Sedenter ?) Adapula pendukung kebudayaan zaman batu madya yang hidup di pesisir. Mereka hidup dengan menangkap ikan, siput dan kerang. Mereka bercocok tanam dengan amat sederhana dan dilakukan secara berpindah-pindah, sesuai dengan keadaan kesuburan tanah. Mereka menanam umbiumbian. Pada zaman ini manusia sudah mulai menjinakkan binatang, terbukti dengan ditemukannya fosil anjing di gua Cakondo, Sulawesi Selatan.

Kegiatan menggambar pada dinding-dinding gua dilakukan oleh pendukung kebudayaan mesolithikum ketika mereka mulai hidup menetap di gua-gua. Penemuan lukisan dinding gua di Sulawesi Selatan untuk pertama kalinya dilakukan oleh C.H.M. Heeren Palm pada tahun 1950 di Leang Patta E. Di gua tersebut ditemukan gambar cap-cap tangan dengan latar belakang cat merah dan gambar seekor babi rusa yang sedang melompat dengan panah di bagian jantungnya. Lukisan gua di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara ditemukan oleh Kosasih S.A. pada tahun 1977. Di gua-gua di Pulau Muna ditemukan bermacam-macam lukisan seperti : manusia dalam berbagai sikap, kuda, rusa, buaya, anjing dan sebagainya. Di Maluku, lukisan dinding gua ditemukan di Pulau Seram dan Pulau Kei oleh J. Roder pada tahun 1937. Lukisan dinding gua di Maluku diantaranya : cap-cap tangan, gambar kadal, manusia, rusa, burung, perahu, matahari, mata dan gambargambar geometrik. Di Papua, selain ditemukan di gua-gua, lukisan-lukisan tersebut juga ditemukan pada dinding batu karang.

Pada zaman Mesolithikum di Indonesia sudah ditemukan buktibukti adanya kepercayaan dan penguburan mayat. Lukisan manusia di Pulau Seram dan Papua merupakan gambar nenek moyang dan dianggap memiliki kekuatan magis sebagai penolak roh jahat. Gambar kadal di wilayah tersebut, dianggap sebagai penjelmaan nenek moyang atau kepala suku dan sebagai lambang kekuatan magis. (Pemujaan terhadap binatang yang dianggap memiliki kekuatan magis disebut dengan Totemisme) Gambar-gambar perahu di Pulau Seram dan Papua dimaksudkan sebagai perahu bagi roh nenek moyang dalam perjalanannya ke alam baka. Bukti-bukti penguburan dari zaman mesolithikum ditemukan di Gua Lawa (Sampung) dan di Kjokken modinger. Mayat-mayat tersebut dibekali dengan bermacam-macam keperluan seharihari, seperti kapak-kapak yang indah, perhiasan dan sebagainya. Ada pula mayat yang ditaburi cat merah dalam suatu upacara penguburan dengan maksud memberikan kehidupan baru di alam baka.

BAGAN RINGKASAN : MESOLITHIKUM


HASIL KEBUDAYAAN CARA HIDUP
Berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut Mulai bercocok tanam secara sederhana Sebagian masih nomaden, sebagian sudah mulai menetap bertempat tinggal di gua-gua Sebagian hidup di pesisir menangkap ikan dan kerang

PENDUKUNG

Kapak genggam Sumatera (pebble Culture) Alat-alat tulang dan tanduk (Bone Culture) Alat-alat serpih (flakes) Kapak pendek (Hache courte) Gerabah Lukisan dinding gua

Papua Melanesoid, nenek moyang dari suku: -Papua -Sakai (Siak) -Semang (Malaysia) -Atca (Filipina) -Aborigin (Australia)

Anda mungkin juga menyukai