A. Pendahuluan
Arkeologi, berasal dari bahasa Yunani, archaeo yang berarti "kuno" dan logos,
"ilmu". Nama alternatif arkeologi adalah ilmu sejarah kebudayaan
material.
Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan (manusia) masa lalu melalui
kajian sistematis atas data bendawi yang ditinggalkan.
1
Dibawakan dalam kegiatan penyuluhan/sosialisasi arkeologi dengan tema “Tinggalan
Arkeologi Dalam Membangun Karakter dan Jati Diri Bangsa” yang dilaksanakan oleh
Balai Arkeologi Makassar di SMA Neg. 17 Makassar pada tanggal 21 September 2013.
2
Dosen Arkeologi Universitas Hasanuddin.
1
B. Zaman Prasejarah di Sulawesi Selatan
Alat batu inti Cabbenge (Kapak perimbas, kapak genggam dan kapak penetak)
2
2. Zaman Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut (Mezolitik)
Zaman Mezolitik adalah masa dimana manusia masih hidup berburu dan
mengumpulkan makanan, namun sudah mulai menetap sementara di gua-gua
atau membuat pondok-pondok sederhana, masih tetap hidup berpindah-pindah
dari satu daerah ke daerah lainnya, dan kehidupan ekonomi masih sangat
tergantung kepada persedian alam. Bekas peninggalannya ditemukan pada situs
ceruk dan gua batu serta situs alam terbuka, seperti di daerah Maros, Pangkep,
Bone, Soppeng, Bantaeng, Barru, Takalar dan lain-lain. Bentuk peninggalan
seperti mata panah (point), alat penyerut (flakes), pisau (blade) yang disebut
“Industri Alat Serpih Toalean”, sampah dapur (kjokken moddinger) dan lukisan
dinding gua. Didukung oleh manusia dari Ras Austromelanosoid sekitar 40.000
SM dan Ras Mongoloid sekitar 6000 SM. Penelitian awal di Sulawesi Selatan
dilakukan oleh dua orang bersaudara bangsa Swiss, Fritz dan Paul Sarasin di gua
Cakondo, Ululeba dan Balisao tahun 1930.
Budaya lain yang sangat menarik pada zaman Mezolitik adalah lukisan-
lukisan yang terdapat pada dinding gua, ditemukan pertama kali oleh C.H.M
Heeren-Palm pada tahun 1950 di Leang PattaE (Maros) berupa cap-cap tangan
dan babi-rusa warna merah, yang dimaksudkan sebagai suatu harapan agar
mereka terhindar dari bencana dan berhasil dalam usaha berburu di hutan.
Temuan lukisan dinding gua terdapat pada beberapa situs di Sulawesi Selatan,
seperti pada gua-gua di daerah Maros-Pangkep, Bonto Cani (Bone), Buttu Pasui
3
(Enrekang) dan gua-gua di sekitar Danau Towuti (Luwu Timur). Terdapat juga
motif garis-garis hitam, ikan dan bentuk perahu sederhana.
Mata panah bergerigi di Maros-Pangkep
4
Banua (Enrekang). Mereka juga mulai membuat pakaian dari kulit kayu dan
perhiasan dari tanah liat, batu, kerang dan biji-bijian. Hasil budaya yang penting
adalah beliung persegi, kapak lonjong, tembikar, batu ike (alat pumukul kulit kayu
untuk dibuat pakaian), batu asah, batu pelandas dan pahat batu. Tanaman yang
dibudidayakan adalah keladi, ubi, sukun, pisang, sagu, dan memelihara babi dan
anjing.
Beliung persegi dari situs Mallawa (Maros)
5
perunggu dan lain-lain. Zaman ini berlangsung sekitar 500 SM hingga 1000
Masehi.
Kapak Corong dari Makassar, tinggi 50 cm
5. Tradisi Megalitik
6
dan berbagai medium lainnya. Kematian seorang tokoh masyarakat diperlakukan
sedemikian rupa, seperti upacara kematian yang besar dan megah, pembuatan
kubur yang bagus dan monumental, seperti kalamba, sarkopagus, peti batu, liang
pahat, keranda dari kayu yang berukir menyerupai bentuk perahu (Erong, Duni,
Allung). Hampir seluruh daerah di Sulawesi Selatan dijumpai adanya tinggalan
dan tradisi budaya megalitik dalam berbagai bentuk dan corak.
C. Zaman Sejarah
Untuk mendapat ide akan tanah air dari bangsa Austronesia, cendekiawan
menyelidiki bukti dari arkeologi dan ilmu genetika. Penelaahan dari ilmu genetika
memberikan hasil yang bertentangan. Beberapa peneliti menemukan bukti bahwa
tanah air bangsa Austronesia purba berada pada benua Asia. (seperti Melton dkk.,
1998), sedangkan yang lainnya mengikuti penelitian linguistik yang menyatakan
bangsa Austronesia pada awalnya bermukim di Taiwan. Dari sudut pandang ilmu
sejarah bahasa, bangsa Austronesia berasal dari Taiwan karena pada pulau ini
7
dapat ditemukan pembagian terdalam bahasa-bahasa Austronesia dari rumpun
bahasa Formosa asli. Bahasa-bahasa Formosa membentuk sembilan dari sepuluh
cabang pada rumpun bahasa Austronesia [3]. Comrie (2001:28) menemukan hal ini
ketika ia menulis:
8
dituturkan di daratan Cina tidak bertahan. Satu-satunya pengecualian, bahasa
Chamic, adalah migrasi yang baru terjadi setelah penyebaran bangsa Austronesia.
DAFTAR RUJUKAN
Bernadeta, E,K.W. 1999. Bentuk-Bentuk Wadah Kubur Kayu di Sulawesi Selatan
dan Tenggara. Dalam WalennaE, No. 3, hlm. 79-86. Makassar:
Balai Arkeologi Makassar.
Bougas, W. A. 1996. Bantayan, Kerajaan Makassar Awal. Ujung Pandang.
Bulbeck, D., dan Caldwell, I. 2000. Land Of Iron, The Historical Archaeology of
Luwu and the Cenrana Valley. Centre for South-East Asian
Studies University of Hull and School of Archaeology and
Anthropology Australian Nation University.
9
Buijs, K. 2009. Kuasa Berkat Dari Belantara dan Langit, Struktur dan Transformasi
Agama Orang Toraja di Mamasa Sulawesi Barat. Makassar:
Ininnawa.
Chia, S., Duli, A., dan Husni, M. 2010. Erong, Keranda Bangsawan Toraja. Dalam
Jurnal Lensa Budaya, Vol. 5, No. 2, hlm. 1-21. Makassar:
Fakultas Sastra, Universitas Hasanuddin.
Duli, A. 1996. Bentuk dan Fungsi Batu Temu Gelang di Sulawesi Selatan: Suatu
Studi Etnoarkeologi. Dibawakan pada Pertemuan Ilmiah Arkeologi
VII, pada tanggal 6-11 Maret 1996, di Cipanas, Jawa Barat.
_______ 1999. Bentuk-Bentuk Kubur dalam Sistem Penguburan Orang Toraja,
Suatu Studi Etnoarkeologi. Dibawakan pada Kongres dan
Pertemuan Ilmiah Arkeologi VIII, di Yogyakarta, 15-18 Februari
1999
________ 2001. Peninggalan Megalitik Pada Situs Sillanan di Kabupaten Tana
Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan, Suatu Rekonstruksi
Masyarakat Megalitik Berdasarkan Studi Etnoarkeologi. Tesis
Magister. Jakarta: Universitas Indonesia.
Duli, A. 2010. Peranan Keranda Erong Dalam Sistem Penguburan Masyarakat
Toraja. Dibawakan pada Seminar Internasional, dalam Rangka
Dies Natalis Fakultas Sastra, Universitas Hasanuddin, tanggal 8-9
Disember 2010, di Makassar.
Duli, A. 2011d. Peranan Situs Liang Dalam Sistem Pemukiman Masyarakat Toraja.
Dalam Jurnal WalannaE, Vol. 13, No. 2. Edisi Jun 2011.
Duli, Akin dan Hasanuddin (ed). 2003. Toraja Dulu dan Kini. Makassar: Pustaka
Refleksi.
Dyson, L., dan Asharini, M. 1980/1981. Tiwah Upacara Kematian pada
Masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah. Jakarta: Proyek
Media Kebudayaan Ditjen Kebudayaan Depdikbud.
10
Ellen, R. F. 1978. Nualu Settlement and Ecology, Dalam VKI, 83. Gravenhage:
The Hague-Martinus Nijhoff.
Endang, S. H. 1996-1997. Laporan Penelitian Arkeologi Arca Terrakota
Kabupaten Bantaeng. Provinsi Sulawesi Selatan. Depdikbud,
Balai Arkeologi Makassar.
Heekeren, H. R. van. 1972. The Stone Age of Indonesia. 2nd ed. Gravenhage: The
Hague- Martinus Nijhoff.
Kana, N. L. 1983. Dunia Orang Sewu. Jakarta: Sinar Harapan.
King, V. W. 1985. The Maloh of West Kalimantan. Dalam VKI, 108. Dordeesh-
Cinnaminson: Foris Publications.
Kirby, E, T. 1983. Mask. Dalam Grolier Academic Encyclopedia, 13. Grolier
International, hlm. 196.
Koentjaraningrat. 1958. Ritus Peralihan di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Koentjaraningrat dan Harsja W. Bachtiar. 1963. (Ed). Penduduk Irian Barat.
Djakarta: Penerbit Universitas.
Kruyt, A. C. 1923. De Toradja’s van de Sa’dan, Massoeppoe en mamasa. Dalam
Bijdragen tot de Taal – Land-en Volkenkunde van Nederlandsch
Indie. LXIII, hlm. 81 – 259. Amsterdam: ‘s Gravenhange.
Macknight. C. C. 1993. The Rise of Agriculture in South Sulawesi Before 1600.
Maria, E.I. 1993. Sistem Pemakaman Masyarakat Kampung Bayoa, Tallo. Skripsi
Sarjana. Fakultas Sastra, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Nooy-Palm, H. 1979. The Sa’dan Toraja, A Study of Their Social Life and Religion.
Vol.1: Organisation, Syimbols and Beliefs. KITLV, Verhandelingen,
87. The Hague: Nijhoff.
Notohaminoto, G., dkk. 1978. Laporan Ekskavasi Gunung Piring (Lombok Selatan).
Dalam Berita Penelitian Arkeologi, No.17. Jakarta: Pusat
Penelitian Arkeolgi Nasional.
Pelras, C. 1972. Sulawesi Selatan Sebelum Datangnya Islam Berdasarkan
Kesaksian Bangsa Asiang. Dalam Citra Masyarakat Indonesia,
hlm. 56-83. Jakarta: Sinar Harapan.
__________ 1996. The Bugis, A Socio-Cultural History. Oxford: Blackwell
Publishers Ltd.
Soejono, R. P. 1977. Sistem-Sistem Penguburan Pada Akhir Masa Prasejarah di
Bali. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi
Nasional.
11
Soelarto, B. 1980. Pustaka Budaya Sumba, Jilid II. Jakarta: Proyek
Pengembangan Media Kebudayaan Ditjen Kebudayaan
Depdikbud.
Somba, N. 1999. Sistem Penguburan Wadah Kayu di Sulawesi Selatan. Dalam
Jurnal Arkeologi WalennaE, No. 3, hlm. 73 – 78. Makassar: Balai
Arkeologi Makassar.
Sukendar, H. 1977. Tinjauan Tentang Peninggalan Megalitik di Daerah Sulawesi
Tengah. Dalam PIA I. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi
Nasional.
Sukendar, H., et. al. 1982. Laporan Survei Pandeglang dan Ekskavasi Anyar,
Jawa Barat. BPA, No. 28.
Sukendar, H., dan Rokus, D. A. 1981. Laporan Penelitian Terian dan Pelawangan,
Jawa Tengah. BPA, No. 27.
Tangdilintin, L. T. 1980. Toraja dan Kebudayaannya, Cetakan IV. Tana Toraja:
Yayasan Lepongan Bulan.
Tangdilintin, L. T. 1981. Upacara Pemakaman Adat Toraja. Tana Toraja: Yayasan
Lepongan Bulan.
Tjandrdasarmita, U. 1972. Les Fouilles et L’Historie A Celebes Sud. Dalam
Archipel 3. Paris.
12