Anda di halaman 1dari 21

SEJARAH INDONESIA

CORAK KEHIDUPAN DAN HASIL KEBUDAYAAN PRA AKSARA

MODUL SEJARAH INDONESIA


CORAK KEHIDUPAN DAN KEBUDAYAAN MASYARAKAT PRA-AKSARA

Ayudya Nilamjati Widyani


Program Studi Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Yogyakarta

PERKEMBANGAN ALAT-ALAT/ KEBUDAYAAN MASYARAKAT PRA-AKSARA


Periodisasi masa pra-aksara berdasarkan alat-alat atau benda yang ditinggalkan
terbagi menjadi dua zaman yaitu zaman batu dan zaman logam. Zaman batu terbagi
menjadi zaman batu awal (Paleolithikum), batu tengah/ madya (Mesolithikum), batu muda/
baru/ akhir (Neolithikum), dan batu besar (Megalithikum). Sementara itu, untuk zaman
logam terbagi menjadi zaman tembaga, zaman perunggu, dan zaman besi. Khusus di
Indonesia, hanya mengalami zaman perunggu saja.
ZAMAN BATU
A. Zaman Batu Tua (Paleolithikum)
Zaman batu tua diperkirakan berlangsung pada kala Pleistosen atau sekitar
600.000 tahun yang lalu. Alat-alat yang ditemukan terbuat dari batu dengan kualitas
pembuatannya yang masih sangat kasar dan sederhana. Cara pembuatannya
dilakukan dengan membenturkan batu satu dengan yang lainnya hingga terbentuk
menyeruoai kapak. Hasil kebudayaan zaman batu tua terbagi menjadi Kebudayaan
Pacitan dan Kebudayaan Ngandong.
1. Kebudayaan Pacitan
Tahun 1935, Von Koenigswald melakukan penggalian di Kali Baksoko, desa
Punung, Kabupaten Pacitan dan menemukan alat-alat yang terbuat dari batu
berupa kapak genggam (kapak tidak bertangkai yang digunakan dengan cara
digenggam), kapak perimbas (bentuk dan cara penggunaan hampir sama
dengan kapak genggam, namun ukurannya lebih besar), kapak penetak (bentuk
dan cara penggunaan hampir sama, namun ukurannya lebih besar dari kapak
perimbas, dan berfungsi untuk membelah kayu, pohon, bambu, dsb), pahat
genggam (bentuk lebih kecil dari ketiga kapak diatas dan berfungsi sebagai alat
penggembur tanah, mencari umbi-umbian). Selain ke empat alat tersebut, di
tempat ini juga ditemukan alat-alat yang ukurannya lebih kecil dan oleh para
ahli dinamakan flake (alat serpih).
Alat-alat tersebut ditemukan pada lapisan Trinil (Pleistosen Tengah)
sehingga dapat diperkirakan bahwa pendukung kebudayaan Pacitan ini adalah

1
SEJARAH INDONESIA
CORAK KEHIDUPAN DAN HASIL KEBUDAYAAN PRA AKSARA

manusia Pithecantropus Erectus. Selain di Pacitan, ditempat lain juga ditemukan


alat batu serupa seperti yang ditemukan di Sukabumi, Perigi dan Gombong,
Tambangsawah, Lahat, Awal Bangkal, Maumere, Atambua, dan beberapa
daerah lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa persebaran kebudayaan
Pacitan hampir ada di seluruh Kepulauan Indonesia.
2. Kebudayaan Ngandong
Kebudayaan Ngandong merupakan hasil kebudayaan yang ditemukan
pada lapisan Pleistosen Atas. Alat-alat yang ditemukan berupa kapak genggam
serta flake. Pada Kebudayaan Ngandong ditemukan alat-alat yang terbuat dari
tulang dan tanduk. Hal inilah yang menjadi salah satu pembeda dengan
Kebudayaan Pacitan. Alat yang terbuat dari tulang tersebut misalnya adalah
belati, ujung tombak dengan gergaji, alat pengorek ubi, keladi, serta alat dari
duri ikan pari yang dijadikan sebagai mata tombak. Sementara itu, alat yang
terbuat dari tanduk berupa tanduk menjangan yang diruncingkan. Kebudayaan
ini nantinya berkembang pada zaman mesolithikum seiring dengan munculnya
tradisi kehidupan di gua-gua.
Alat-alat yang termasuk Kebudayaan Ngandong juga ditemukan di daerah
Sangiran Jawa Tengah dan Cabenge Sulawesi Selatan. Selain flakes, juga
ditemukan alat yang terbuat dari batu indah seperti chalcedon. Pendukung
utama Kebudayaan Ngandong adalah Homo Soloensis dan Homo Wajakensis
yang sama-sama berasal dari lapisan Pleistosen Atas.

B. Zaman Batu Tengah/ Madya (Mesolithikum)


Zaman Batu Tengah berlangsung pada Kala Holosen dengan manusia
pendukungnya adalah Homo Sapiens. Pada masa ini, alat-alat dari zaman batu tua
masih terus digunakan dan mendapat pengaruh dari daratan Asia sehingga
menimbulkan corak tersendiri. Alat-alat yang terbuat dari tulang dan flake memegang
peranan penting pada zaman batu tengah disamping masyarakat pra-aksara pada
masa ini mulai membuat gerabah. Salah satu ciri khas dari zaman batu tengah ialah
adanya sampah dapur (Kjokkenmoddinger) yang merupakan bekas tempat tinggal
mereka. Kjokkenmoddinger banyak ditemukan di sepanjang pesisi pantai timur
Sumatera. Selain itu juga ditemukan adanya kehidupan di gua-gua (abris sous rouche)
khususnya dipedalam seperti Jawa, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur.

2
SEJARAH INDONESIA
CORAK KEHIDUPAN DAN HASIL KEBUDAYAAN PRA AKSARA

Berdasarkan penyebaran dan ciri khasnya masing-masing, zaman batu tengah


terbagi menjadi 1) Kebudayaan Kapak Genggam Sumatera (Pabble Culture), 2)
Kebudayaan Tulang Sampung (Bone Culture), 3) Kebudayaan Toala (Flake Culture).
1. Kebudayaan Kapak Genggam Sumatera (Pabble Culture)
Tahun 1925, Van Callenfels melakukan penelitian disepanjang pantai
Sumatera Timur Laut tepatnya di Aceh dan Medan. Van Callenfels menemukan
tumpukan kulit kerang yang telah membatu dengan ketinggian mencapai tujuh
meter. Tumpukan kulit kerang ini disebut sebagai Kjokkenmoddinger (Kjokken =
dapur, modding = sampah, sampah dapur). Selain Kjokkenmoddinger, juga
ditemukan peralatan masyarakat pra-aksara seperti,
a. Pabble Culture (Kapan Genggam Sumatera). Kapak ini hanya ditemukan di
Sumatera dan bentuknya berbeda dengan Chopper (Kapak Genggam di
Jawa, Pacitan). Selain Pabble Culture, juga ditemukan Hache Courte atau
kapak pendek yang dibuat dengan cara memuku dan memecahkan batu,
tidak diasah, dan tajam pada sisi lengkung.
b. Pipisan (batu penggiling) dan landasannya. Alat ini berfungsi untuk
menghaluskan cat merah yang digunakan untuk ritual kepercayaan.
c. Ditemukan juga alu dan lesung, batu, pisau batu.
Kapak Sumatera diperkirakan berasal daru kebudayaan Bascan Hoabinh
yang menyebar ke Kepulauan Indonesia melalui jalur Malaka dan Sumatera.
Manusia pendukung kebudayaan ini berasal dari ras Papua Melanesoid seiring
dengan ditemukannya fosil manusia purba ras Papua Melanesoid di bukit-bukit
kerang di Sumatera Timur.
2. Kebudayaan Tulang Sampung (Sampung Bone Culture)
Tahun 1928-1931, Van Callenfes melalukan penelitian di Gua Lawa,
Sampung, Ponorogo dan berhasil menemukan alat-alat batu berbentuk mata
panah dan flake, batu penggiling, dan peralatan dari tulang dan tanduk rusa.
Sebagian besar peralatan yang ditemukan berupa alat dari tulang maka hasil
kebudayaannya dinamakan kebudayaan Tulang Sampung (Sampung Bone
Culture). Alat yang serupa juga ditemukan di Besuki dan Bojonegoro. Manusia
pendukung kebudayaan ini adalah ras Papua Melanesoid.

3. Kebudayaan Toala (Flake Culture)


Tahun 1893-1896, Fritz Sarasin dan Paul Sarasin melakukan penelitian di
gua di daerah Lumacong, Sulawesi Selatan yang didiami suku Toala dan berhasil

3
SEJARAH INDONESIA
CORAK KEHIDUPAN DAN HASIL KEBUDAYAAN PRA AKSARA

menemukan alat-alat serpih, mata panah bergerigi, dan alat-alat dari tulang.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Van Callenfes (1933-1934) dan Van
Heekeren (1937) yang menghasilkan kesimpulan bahwa kebudayaan Toala
termasuk dalam kebudayaan Mesolithikum (3000-1000 SM). Ciri khas yang
menjadi keistimewaan dari Kebudayaan Toala ialah flakes bergerigi, Ciri khas
kebudaayn Koala juga ditemukan di gua-gua Pulau Timor, Flores, dan Roti Nusa
Tenggara Timur. Alfred Buhler kemudian memberikan nama Flakes Culture
karena keunikan flakes yang ditemukan tersebut.
Menurut Fritz dan Paul Sarasin, manusia pendukung kebudayaan Koala
berasal dari keturunan orang-orang Wedda dari Srilanka dan termasuk ras
Weddoid. Sementara, ahli yang lainnya banyak yang berpendapat bahwa
pendukung kebudayaan Koala berasal dari ras Papua Melanesoid sama hal nya
dengan kebudayaan lain yang berkembang pada masa Batu Tengah.

C. Zaman Batu Muda (Neolithikum)


Perkembangan zaman batu muda turut dipengaruhi oleh migrasi secara
bergelombang dari bangsa Proto Melayu dari Yunan, Cina Selatan. Para pendatang
tersebut membawa kebudayaan kapak persegi dan kapak lonjong yang menjadi ciri
khas kebudayaan zaman batu muda. Alat-alat yang dihasilkan pada zaman batu muda
sudah menggunakan teknik asahan yang sangat halus dan pembuatan gerabah yang
sudah semakin maju. Peninggalan kebudayaan zaman batu muda terdapat hampir
diseluruh Kepulauan Indonesia. R Soekmono, seorang ahli kebudayaan Indonesia
berkesimpulan bahwa kebudayaan Neolithikum menjadi dasar kebudayaan bangsa
Indonesia.
1. Kebudayaan Kapak Persegi
Kapak persegi merupakan kapak dengan penampang alangnya berbentuk
persegi panjang atau trapesium. Kapak persegi banyak ditemukan di Sumatera,
Jawa, dan Bali. Sedangkan di Indonesia bagian Timur (Sulawesi, Nusa Tenggara,
Maluku, Sebagian Kalimantan), kapak persegi yang ditemukan masih kasar dan
jelek serta jumlahnya sedikit. Kapak persegi diperkirakan berasal dari daratan
Asia yang masuk ke Indonesia melalui jalur barat hingga menyebar ke Indonesia
Timur. Beberapa tempat diperkirakan menjadi pusat kerajinan kapak persegi
yaitu di Lagat, Bogor, Sukabumi, Purwakarta, Pacitan, dan beberapa tempat
lainnya.

4
SEJARAH INDONESIA
CORAK KEHIDUPAN DAN HASIL KEBUDAYAAN PRA AKSARA

Kapak persegi yang ditemukan terbuat dari batu-batu indah (Chalchedon)


yang dibuat dengan sangat indah dan halus, sehingga diperkirakan bahwa kapak
persegi digunakan sebagai lambang kebesaran, jimat, alat upacara, atau sebagai
alat tukar. Terdapat variasi dari kapak persegi yaitu kapak bahu, kapak tangga,
kapak atap, kapak biola, dan kapak penarah. Adapun pendukung kebudayaan
kapak persegi adalah ras Proto Melayu yang memiliki kebudayaan setingkat
dengan Homo Sapiens.
2. Kebudayaan Kapak Lonjong
Kapak lonjong memiliki penampang berbentuk lonjong atau bulat telor
dengan ujung lancip untuk memasang tangkai dan ujung satunya berbentuk
bulat diasah sehingga memiliki ketajaman. Kapak lonjong mempunyai beberapa
ukuran yaitu ukuran besar disebut Walzenbeil dan ukuran kecil disebut
Kleinbeil. Untuk keperluan upacara, kapak lonjong dibuat lebih halus dan indah
daripada kapak lonjong yang digunakan sebagai perkakas. Kapak lonjong hanya
ditemukan di Indonesia bagian Timur khususnya di Papua dan beberap tempat
lainnya seperti di Sulawesi, Sangihe Talaud, Flores, Maluku, Kepulauan
Tanimbar, Leti, dan Maluku. Diperkirakan kapak lonjong masuk ke Kepulauan
Indonesia melalui jalur timur yang berasal dari Asia daratan ke Cina, Jepang,
Taiwan, Filipina, dan masuk ke Indonesia melalui Minahasa, Maluku, dan
berakhir di Papua. Pendukung kebudayaan kapang lonjong berasal dari bangsa
Proto Melayu yang masuk ke Indonesia melalui jalur timur.
Selain kapak lonjong dan kapak persegi, ditemukan pula alat-alat budaya dari
masa Neolithikum diantaranya,
1. Perhiasan
Alat berupa perhiasan banyak ditemukan di Pulau Jawa dan dalam jumlah yang
besar. Perhiasan tersebut berupa gelang dan kalung yang terbuat dari batu
indah.
2. Pakaian
Pada masa Neolithikum, pakaian yang ditemukan terbuat dari kulit kayu serta
bahan tekstil. Hal tersebut sesuai dengan penemuan pemukul kayu yang
digunakan untuk memipihkan kulit kayu sehingga bisa diolah menjadi pakaian.
Selain itu juga ditemukan periuk belanga (tembikar/ gerabah) yang berhias
tenunan yang menjadi bukti bahwa masyarakat pra-aksara masa Neolithikum
mempunyai kepandaian membuat pakaian dari bahan tekstil.
3. Tembikar

5
SEJARAH INDONESIA
CORAK KEHIDUPAN DAN HASIL KEBUDAYAAN PRA AKSARA

Tembikar mempunyai peranan penting sebagai alat penampung disamping


digunakan sebagai alat untuk keperluan upacara khususnya yang bentuk dan
hiasannya indah. Tembikar banyak ditemukan di Sumatera, Yogyakarta, Pacita,
Kendeng Lembu, Tangerang, Minanga Sipakka Sulawesi. Sementara itu di
Melolo Sumba ditemukan gerabah/ tembikar berisikan tulang belulang
manusia.

D. Zaman Batu Besar (Megalithikum)


Kebudayaan Megalithikum menghasilkan benda/ bangunan monumental yang
terbuat dari batu besar dan massif. Benda/ bangunan tersebut dimaksudkan sebagai
sarana pemujaan dan penghormatan terhadap roh nenek moyang. Kebudayaan
Megalithikum berlangsung dari zaman batu baru dan berlanjut hingga zaman logam
bahkan hingga saat ini masih dapat di temukan adanya tradisi Megalithikum
diberbagai wilayah Indonesia seperti di Pulau Nias, Sumba, Flores, dan Toraja.
Bangunan megalithik biasanya ditemukan bersamaan dengan alat-alat dari masa
Neolithikum maupun zaman logam. Zaman logam menjadi puncak perkembangan
kebudayaan Megalithikum sehingga penemuan hasil budaya Megalithikum lebih
banyak ditemukan bersamaan dengan penemuan alat-alat dari zaman logam. Von
Heine Geldern membagi persebaran budaya Megalithikum di Indonesia menjadi dua
tahapan yaitu,
1. Megalithik Tua
Megalithik tua menghasilkan kebudayaan berupa menhir, punden
berundak, dan arca-arca statis yang dibawa oleh orang-orang Proto Melayu.
Kebudayaan ini berkembang sekitar tahun 2500-1500 SM.
2. Megalithik Muda
Megalithik Muda menghasilkan bangunan berupa kubur peti batu,
dolmen, waruga, sarkofagus, dan arca-arca dinamis. Kebudayaan ini dibawa
oleh orang-orang Deutero Melayu sebagai pendukung kebudayaan Dongson.
Kebudayaan ini berkembang pada zaman logam (perunggu) sekitar tahun 1000-
100 SM.
Hasil-hasil terpenting dari kebudayaan Megalithikum adalah sebagai berikut,
1. Menhir
Menhir merupakan bangunan pemujaan, berbentuk seperti tiang atau tugu
yang berfungsi sebagai penanda peringatan dan melambangkan roh nenek
moyang.

6
SEJARAH INDONESIA
CORAK KEHIDUPAN DAN HASIL KEBUDAYAAN PRA AKSARA

2. Dolmen
Dolmen merupakan tempat sesaji dan pemujaan roh nenek moyang. Bentuknya
seperti meja batu yang berkakikan menhir yang terkadang juga ditambahkan
kuburan dibawahnya.
3. Sarchopagus
Sarchopagus merupakan keranda jenasah dengan bentuk seperti palung atau
lesung yang memiliki tutup.
4. Kubur Batu
Kubur Batu bentuknya menyerupai peti mayat dari batu dengan keempat sisinya
berdindingkan papan batu, begitu juga dengan alas dan bidang atasnya. Secara
sederhana, Kubur Batu merupakan peti yang papan-papannya lepas satu sama
lain.
5. Punden Berundak
Punden Berundak merupakan bangunan pemujaan yang tersusun bertingkat-
tingkat. Jika dilihat dari samping, tampak seperti tangga.
6. Arca-Arca
Arca dapat berwujud manusia dan binatang. Arca yang berwujud manusia ada
yang melambangkan nenek moyang sehingga Arca dapat dikatakan sebagai
salah satu benda pemujaan.

ZAMAN LOGAM
Peralihan dari zaman batu ke zaman logam terjadi secara bertahap dan sedikit demi
sedikit. Dengan demikian, meskipun sudah masuk ke zaman logam, namun masih ada
sebagian masyarakat pra-aksara yang menggunakan peralatan dari batu. Zaman logam
menandakan bahwa pada saat itu logam mulai dikenal dan digunakan oleh masyarakat pra-
aksara sebagai alat yang membantu keperluan hidupnya. Pengolahan logam memerlukan
kebiasaan baru dan teknik yang tinggi dalam pengolahannya.
Setelah logam dilebur, logam tersebut kemudian dicetak sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan. Terdapat dua teknik dalam pengolahan logam, yaitu,
1. Teknik Bivalve (Setangkap)
Teknik ini menggunakan dua cetakan yang dapat ditangkapkan atau dirapatkan.
Pada tahap awal, cetakan tersebut diberi lubang pada bagian atasnya untuk
dituangkan leburan logam. Setelah leburan logam dingin, maka cetakan dapat dibuka
dan jadilah alat sesuai dengan cetakan yang telah dibuat. Penggunaan teknik cetakan
ini dapat digunakan berulang kali.

7
SEJARAH INDONESIA
CORAK KEHIDUPAN DAN HASIL KEBUDAYAAN PRA AKSARA

2. Teknik A Cire Perdue (Cetakan Lilin)


Teknik A Cire Perdue diawali dengan membuat benda dari lilin yang berisi tanah
liat sebagai intinya. Lilin tersebut dihias sesuai dengan pola hias yang akan dibuat.
Bentuk lilin yang sudah lengkap kemudian dibungkus lagi dengan tanah liat yang agak
lunak. Pada bagian atas dan bawah diberi lubang. Lubang bagian atas berfungsi
sebagai tempat dituangkannya cairan leburan logam, sedangkan lubang bagian
bawah berfungsi mengalirkan cairan lilin yang meleleh. Ketika leburan logam sudah
dingi, cetakan tersebut di pecah untuk mengambil benda yang sudah jadi. Teknik A
Cire Perdue hanya dapat dipergunakan sekali saja.
Di Asia Tenggara, pada umumnya hanya mengenal zaman perunggu dan zaman besi.
Para ahli umumnya berpendapat bahwa zaman logam Indonesia adalah zaman perunggu
tersebut karena alat-alat yang terbuat dari besi sedikit jumlahnya dan tidak banyak berbeda
dengan alat-alat dari perunggu. Hasil kebudayaan dari zaman perunggu yang cukup penting
adalah kapak corong dan nekara. Sedangkan hasil budaya yang ditemukan diantaranya
gelang, binggel, anting-anting, kalung, cincin, bejana perunggu, arca-arca perunggu, benda-
benda besi berupa benda kubur, dan barang gerabah.
1. Kapak Corong
Kapak corong merupakan kapak perunggu yang pada bagian atasnya berlubang,
berbentuk corong yang digunakan untuk memasukkan tangkai kayu. Kapak corong
dapat juga disebut sebagai kapak sepatu, sedangkan tangkainya adalah kaki orang
yang bersepatu. Kapak corong banyak ditemukan di Sumatera Selatan, Jawa, Bali,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Pulau Selayar, dan Papua. Kapak corong dibuat
dengan Teknik a cire perdeu.
Bentuk kapak corong cukup beragam dari yang pendek, bulat, hingga panjang
dan ada pula yang berbentuk kecil, halus dalam pembuatannya dan biasa disebut
dengan Candrasa. Diperkirakan Candrasa dipergunakan sebagai tanda kebesaran dan
alat upacara. Candrasa ditemukan di Yogyakarta dan Pulau Roti Nusa Tenggara Timur.
Candrasa yang ada di Yogyakarta memiliki keunikan tersendiri yaitu didekat
tangkainay ada lukisan seekor burung terbang memegang sebuah candrasa yang
tangkainya sangat pendek. Menurut para ahli, gambar tersebut memungkinkan
sebagai petunjuk penggunaan dari candrasa tersebut.
2. Nekara
Nekara merupakan genderang besar yang terbuat dari perunggu, berpinggang
dibagian tengahnya, dan tertutup pada bagian atasnya. Nekara banyak ditemukan di
Sumatera, Jawa, Bali, Pulau Sangean, Sumbawa, Roti, Leti, Selayar, dan Kepulauan Kei.

8
SEJARAH INDONESIA
CORAK KEHIDUPAN DAN HASIL KEBUDAYAAN PRA AKSARA

Nekara yang ditemukan di Bali memiliki bentuk yang istimewa yaitu masih berbentuk
utuh, dengan ukuran tinggi 1.86 m dan garis tengah 1.60 cm. Oleh masyarakat Bali,
benda tersebut dipercaya sebagai bagian bulan yang jatuh dari langit dan dianggap
suci serta keramat.
Nekara dahulunya merupakan alat yang digunakan untuk upacara-upacara
sebagaiman tampak dari hiasan-hiasan pada dindingnya. Sementara itu, di Pulau Alor
ditemukan nekara yang ukurannya lebih kecil dan ramping daripada nekara pada
umumnya. Nekara semacam ini dinamakan sebagai moko atau mako.
Lukisan yang ada pada nekara menggambarkan system kepercayaan yang
dianut oleh masyarakat setempat maupun penghidupan dan kebudayaan yang
berkembang. Lukisan tersebut ada kalanya berupa burung, gajah, dan ornamen-
ornamen yang dihayati oleh alam sekitar. Lukisan pada nekara juga dapat
memberikan petunjuk persebaran kebudayaan perunggu. Perlu diketahui bahwa,
kebudayaan perunggu di Indonesia tidak berdiri sendiri, melainkan menjadi bagian
dari lingkungan kebudayaan yang lebih luas.

9
SEJARAH INDONESIA
CORAK KEHIDUPAN DAN HASIL KEBUDAYAAN PRA AKSARA

CORAK KEHIDUPAN MASYARAKAT PRA AKSARA


Kehidupan Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat Pra-Aksara
Kehidupan masyarakat pra-aksara pada aspek social, ekonomi, dan budaya
dikelompokkan dalam empat tahapan perkembangan yaitu, 1) Masa Berburu dan
Mengumpulkan Makanan, 2) Masa Bercocok Tanam Tingkat Sederhana, 3) Masa Bercocok
Tanam Tingkat Lanjut, dan 4) Masa Perundagian. Setiap tahapan kehidupan masyarakat
pra-aksara mempunyai ciri dan karakteristik tertentu yang membeda antar masa kehidupan
masyarakat pra-aksara.
Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Ketika masa berburu dan mengumpulkan makanan, kehidupan masyarakat pra-
aksara masih bersifat nomaden. Kehidupan masyarakat pra-aksara sangat bergantung
dengan alam yang menyebabkan mereka terus berpindah dari satu tempat ke tempat
yang lain guna memperoleh persiadaan makanan yang ada di alam. Kondisi ini
memaksa mereka untuk hidup mengembara, berburu dan mengumpulkan makanan
dari satu tempat ke tempat lainnya. Dalam pengembaraan tersebut, diperkiraan
masyarakat pra-aksara hidup secara berkelompok dalam jumlah yang tidak terlalu
banyak. Mereka melakukan migrasi yang tidak jauh dari sumber air seperti sungai
maupun danau. Dengan demikian, mereka dapat dengan mudah memperoleh
berbagai jenis ikan, kerrang, dan binatang buruan.
Kelompok yang relative kecil tersebut menjadikan mereka mengenal
pembagian tugas. Laki-laki bertugas untuk berburu sedangkan perempuan bertugas
untuk menetap ditempat tinggal, mengasuh anak, mengumpulkan makanan, dan
meramunya. Kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan memerlukan
kemampuan fisik yang kuat karena harus menghadapi kondisi alam yang ganas dan
ancaman dari binatang buas. Sebagai bentuk penyesuaian dengan keadaan alam,
diperkirakan sering terjadi pemusnahan terhadap anak-anak khususnya perempuan
disamping banyak anak-anak yang meninggal sewaktu dilahirkan karena tidak
mempunyai daya tahan fisik yang baik.
Kehidupan manusia purba berburu dan mengumpulkan makanan didukung
dengan alat-alat yang sederhana yang terbuat dari batu serta tulang binatang dan
ikan. Bukti penggunaan alat tersebut ditemukan di Kabupaten Pacitan dan Ngandong,
Blora Jawa Tengah yang untuk kemudian disebut sebagai Kebudayaan Pacitan dan
Kebudayaan Ngandong. Kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan diprediksi
terjadi pada masa Palaeolithikum, saat kala Pleistosen. Manusia pendukungnya
diperkirakan berasal dari masa Palaeolithikum seperti Meganthropus

10
SEJARAH INDONESIA
CORAK KEHIDUPAN DAN HASIL KEBUDAYAAN PRA AKSARA

Palaeojavanicus, Pithecanthropus Mojokertensis, Pithecantropus Robustus,


Pithecantropus Erectus hingga ke jenis Homo seperti Homo Soloensis, Homo
Wajakensis, maupun Homo Erectus.

Masa Bercocok Tanam Tingkat Sederhana (Masa Peralihan)


Seiring berjalannya waktu, kehidupan masyarakat pra-aksara mulai mengalami
perkembangan. Pada masa ini, masyarakat pra-aksara sudah mulai memikirkan
tempat tinggal atau tempat berlindung dari berbagai gangguan alam dengan cara
membuat rumah sederhana yang tidak permanan. Pembuatan rumah ini
dimaksudkan untuk melindungi diri dari ancaman binatang buas, gangguan alam
seperti hujan, badai, petir, dan sebagainya. Masa ini dikenal sebagai masa peralihan
dari berburu dan mengumpulkan makanan menjadi bercocok tanam dan hidup
menetap. Masa peralihan berlangsung selama masa Mesolithikum saat Kala Holosen
dengan manusia pendukungnya berasal dari jenis manusia cerdas (Homo Sapiens)
yakni dari jenis Papua Melanesoid.
Pada masa peralihan ini, masyarakat pra-aksara tetap bergantung dengan alam
seperti iklim, kesuburan tanah, dan keberadaan hewan buruan. Mereka tetap
melakukan perburuan, menangkap ikan, mencari kerang, dan mengumpulkan
makanan. Hanya saja yang membedakan adalah mereka mulai meninggalkan
kehidupan nomaden. Hal tersebut dibuktikan dengan ditemukannya sampah dapur
yang membukit yang berasal dari kulit siput atau kerang. Keberadaan sampah dapur
menjadi salah satu indikasi bahwa manusia purba mulai hidup menetap dengan
mendirikan rumah dipinggir pantai. Tempat tinggal tersebut dikenal sebagai
Kjokkenmoddinger. Selain bertempat tinggal di pinggiran pantai, masyarakat pra-
aksara juga membangun tempat tinggal di gua-gua (abris sous roche) yang dekat
dengan sumber air.
Pada masa peralihan, masyarakat pra-aksara sudah mulai mampu mengolah
makanan. Hal ini memungkinkan sudah mengenal adanya api sebagai saranan untuk
memasak bahan pangan yang diperoleh dari alam. Perkiraan tersebut diperkuat
dengan ditemukannya tembikar (semacam alat masak) dan bamboo. Bambu
merupakan sarana yang praktis yang dapat membantu kehidupan sehari-sehari.
Meskipun masyarakat pra-aksara pada masa ini sudah mulai bercocok tanam dan
mengolah makanan, namun kehidupan mereka belum sepenuhnya menetap. Mereka
masih dalam tahap belajar hidup menetap dan bercocok tanam. Hal tersebut

11
SEJARAH INDONESIA
CORAK KEHIDUPAN DAN HASIL KEBUDAYAAN PRA AKSARA

diperkuat dengan ditemukannya pabble (Kapak Genggam Sumatera) yang sebenarnya


tidak efektif untuk digunakan bertani.
Nampaknya, masyarakat pra-aksara tersebut terus melakukan perpindahan
guna memperoleh tempat baru yang lebih subur sehingga dapat dilakukan kegiatan
pertanian. Untuk mendapatkan tanah subur, diperkirakan mereka menebang dan
membakar hutan (slush and burn). Setelah memperoleh lahan yang subur, biasanya
mereka menamam jenis ubi-ubian. Pada kehidupan semi-nomaden ini, masyarakat
pra-aksara mulai menjinakan hewan seperti anjing yang diperkirakan dijadikan sebagi
teman berburu. Dalam bidang seni-budaya, mereka sudah mengenal lukisan-lukisan
pada dinding-dinding karang tempat tinggal mereka.
Bukti-bukti lukisan tersebut ditemukan di Sulawesi Selatan, Kepulauan Maluku,
dan Papua. CHM Heeren Palm menemukan lukisan di Sulawesi Selatan pada dinding
gua berupa cap tangan yang jarinya (tidak lengkap) direntangkan dan ditaburi cat
warna merah. Sementara itu, Van Heekeren menemukan lukisan seekor babi rusa
yang digambarkan dengan garis-garis warna merah yang sedang melompat dengan
panah dibagian jantungnya. Selain menggunakan warna merah, ditempat lain juga
ditemukan lukisan dengan menggunakan warna hitam atau putih.
Lukisan yang ditemukan tersebut diperkirakan menggambarkan cara hidup
mereka yang masih bergantung dengan alam sekitarnya ataupun pola kehidupan yang
masih pada taraf berburu dan mengumpulkan makanan. Disatu sisi, lukisan tersebut
juga menggambarkan system kepercayaan masyarakat pada waktu itu. Babi rusa
dengan panah dijantungnya dimaksudkan agar ketika berburu, mereka berhasil
mendapatkan hewan buruan. Sementara, lukisan cap tangan dengan dasar warna
merah mengandung arti kekuatan dan pelindung dari roh-roh jahat. Sedangkan
lukisan dengan cap jari tangan yang tidak lengkap menandakan tanda berkabung.
Dengan demikian, lukisan yang ditemukan tersebut selain mengandung unsur seni,
juga mengandung unsur kepercayaan masyarakat pada waktu itu.
Sistem kepercayaan masyarakat pra-aksara pada masa peralihan ini juga dapat
dilihat dari tata cara penguburan mayat. Mayat tersebut dikubur dengan terlebih
dahulu ditaburi dengan butiran cat warna merah. Upacara ini dimaksudkan agar dapat
memberikan kehidupan baru di alam baka. Bukti dari adanya tradisi tersebut
ditemukan di Gua Lawa (Sampung Ponorogo) dan di Gua Sodong, serta Bukit Kerang
di Sumatera Utara. Terkait dengan tradisi penguburan tersebut, beberapa ahli
beranggapan bahwa masyarakat pra-aksara pada masa tersebut sudah mempunyai
pemahaman tersendiri terkait dengan kematian. Masyarakat pra-aksara menganggap

12
SEJARAH INDONESIA
CORAK KEHIDUPAN DAN HASIL KEBUDAYAAN PRA AKSARA

bahwa orang yang sudah meninggal masih tetap dapat berhubungan dengan orang
yang masih hidup. Oleh karenanya, mereka melakukan berbagai upaya guna
menghormati roh nenek moyang.
Inti dari kepercayaan masyarakat pra-aksara ialah pemujaan dan penghormatan
kepada roh nenek moyang. Kepercayaan ini terus berkembang dan salah satunya
menghasilkan kebudayaan batu besar (Megalithikum) yang digunakan sebagai sarana
pemujaan terhadap roh nenek moyang.

Masa Bercocok Tanam Tingkat Lanjut


Masyarakat pra-aksara perlahan melahirkan pola kehidupan baru yaitu masa
bercocok tanam. Pada masa ini, masyarakat pra-aksara mulai hidup menetap dalam
jangka waktu yang lebih lama atau bahkan menetap selamanya ditempat tersebut.
Daerah yang ditempati masyarakat pra-aksara semakin luas dan kegiatan ekonominya
sudah mampu menghasilkan makanan sendiri. Adanya kemampuan menghasilkan
makanan (food producing) menandakan bahwa kehidupan mereka sudah menetap
secara permanen (sedenter: hidup menetap) dan berada pada daerah dekat sumber
air. Mereka tidak lagi tinggal di gua-gua namun mulai membangun rumah panggung
sederhana sebagai tempat berlindung dari bahaya alam maupun binatang buas yang
mengancamnya. Rumah-rumah tersebut terbuat dari bambu dan kayu sehingga
mudah lapuk dan tidak tahan lama.
Pola kehidupan yang mulai menetap membawa konsekuensi tersendiri.
Masyarakat pra-aksara mulai mengenal penataan hidup bermasyarakat. Pada masa
sebelumnya, mereka hidup secara bebas dan hanya memperhatikan keluarganya
sendiri. Setelah hidup menetap, mulai dibentuk peraturan bersama guna mengatur
kehidupan bermasyarakat maka dipilihlah seorang pemimpin yang dapat menjamin
terlaksanakannya peraturan yang telah dibuat tersebut. Kondisi ini yang menjadi awal
lahirnya desa-desa sederhana dengan basis ekonomi pertanian.
Kehidupan masyarakat pra-aksara pada masa ini sangat sederhana dengan
tingkat homogenitas yang tinggi. Keseragaman tersebut terlihat dari pola dan bentuk
hunian yang umumnya berbentuk rumah kecil dan bundar dengan atap melekat pada
tanah (bentuk hunian ini masih dapat di jumpai di Pulau Timor dan Kalimantan Barat).
Dari segi kependudukan, terjadi pertambahan penduduk secara cepat karena
masyarakat pra-aksara menganggap bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga
akan memberikan keuntungan tersendiri karena tenaganya dapat membantu dalam
pengolahan di bidang pertanian. Kondisi ini berdampak pada pesatnya perkembangan

13
SEJARAH INDONESIA
CORAK KEHIDUPAN DAN HASIL KEBUDAYAAN PRA AKSARA

di bidang pertanian dengan menanam jenis tanaman seperti keladi, sukun, durian,
manggis, rambutan, duku maupun tanaman biji-bijian, jewawut dan padi gogo, serta
sayur-sayuran. Selain bertani, mereka juga bertenak dan membuat peralatan kerja
khususnya bagi daerah yang tanahnya tandus.
Sementara itu, untuk menunggu waktu panan, masyarakat pra-aksara membuat
berbagai kerajinan rumah seperti menganyam, membuat gerabah, mengasah alat-
alat pertanian. Kepandaian dalam hal kerajinan tersebut menjadi awal adanya
spesialisasi dalam pekerjaan utamanya pertukangan. Pada masa bercocok tanam
tingkat lanjut, masyarakat pra-aksara sudah mampu membuat perahu dari pohon
besar yang digunakan untuk menangkap ikan. Selain bertani, berternak, dan
membuat kerajinan, mereka juga mengenal teknim pembuatan garam. Diperkirakan
kegiatan perdagangan juga mulai terjadi dengan system barter yaitu system tukar
menukar barang guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Dalam bidang kepercayaan, mereka mempercayai adanya kekuatan roh nenek
moyang sehingga muncul kebudayaan Megalithikum sebagai sarana pemujaan
kepada roh nenek moyang. Hasil kebudayaan Megalithikum diantaranya adalah
Menhir, Dolmen, serta Punden Berundak. Sistem kepercayaan dan tradisi batu besar
mendorong berkembangnya kepercayaan animism dan dinamisme. Animisme ialah
suatu kepercayaan yang memuja roh nenek moyang. Sedangkan dinamisme adalah
kepercayaan yang meyakini bahwa benda-benda tertentuk memiliki kekuatan gaib
sehingga benda tersebut sangat dihormati dan dikeramatkan.
Masa bercocok tanam tingkat lanjut dan kehidupan sedenter diperkirakan
berlangsung sejak zaman Mesolithikum Akhir dan berlanjut pada masa Neolithikum
saat Kala Holosen. Manusia pendukung pada masa ini ialah manusia modern Homo
Sapiens dari kelompok Proto Melayu yang membawa kebudayaan Kapak Persegi dan
Kapak Lonjong.

Masa Perundagian (Masa Perkembangan Teknologi)


Masa perundagian menandakan bahwa kehidupan masyarakat pra-aksara
sudah mengalami kemajuan yang berarti khususnya terkait dengan teknologi yang
digunakan. Masa perundagian ialah masa dimana masyarakat pra-aksara telah
mengalami perkembangan teknologi dan muncul keahlian dalam membuat alat-alat
kerja yang didukung oleh keahlian khusus (tukang/ undagi). Berdasarkan temuan
arkeologis, di Indonesia tidak mengenal alat yang terbuat dari tembaga melainkan
hanya ditemukan alat-alat dari perunggu dan besi. Penggunaan alat dari logam terjadi

14
SEJARAH INDONESIA
CORAK KEHIDUPAN DAN HASIL KEBUDAYAAN PRA AKSARA

secara bertahap, beriringan dengan penggunaan alat dari batu seperti beliung dan
kapak batu. Alat dari batu mulai ditinggalkan setelah pembuatan alat dari logam mulai
dikenal secara luas oleh masyarakat pra-aksara.
Pada masa perundagian, muncul kepandaian melebur dan menuang logam
dalam cetakan. Teknik ini merupakan teknik tingkat tinggi yang belum dikenal pada
masa sebelumnya. Logam tersebut harus dipanaskan hingga mencapai titik leburnya
untuk kemudian dicetak menjadi perkakas sesuai dengan kebutuhan. Dalam
pembuatan perlatan dari logam dikenal adanya dua macam Teknik yaitu bivalve
(cetakan setangkap) dan a cire perdue (cetakan lilin). Kepandaian membuat alat dari
logam berasal dari orang-orang daratan Asia pendukung kebudayaan Dongson di
Vietnam. Salah satunya ialah berasal dari suku Deutero Melayu yang masuk ke
Indonesia sekitar 500 SM. Di kepulauan Indonesia, bahan dasar yang digunakan untuk
membuat logam (timah putih dan tembagai, serta besi) didatangkan secara khusus
dari daratan Asia. Hal ini mengindikasikan adanya hubungan dagang yang terjadi pada
masa tersebut.
Hubungan dagang yang terjadi menjadi peluang terjadinya hubungan budaya
antar wilayah. Benda-benda peninggalan logam di Indonesia memperlihatkan adanya
pengaruh unsur dari daratan Asia, khususnya kebudayaan Dongson. Hasil kebudayaan
Dongson diantaranya adalah nekara perunggu, kapak perunggu, bejana perunggu,
arca-arca perunggu, perhiasan perunggu, serta alat-alat dari besi seperti mata kapak,
mata pisau, mata tombak, dan mata pedang.

Kehidupan Aspek Religi/ Sistem Kepercayaan


Pada masa perundagian, masyarakat pra-aksara masih mempercayai adanya
kekuatan roh nenek moyang disamping kepercayaan animisme dan dinamisme. Animisme
adalah kepercayaan yang meyakini adanya suatu roh atau jiwa yang melekat pada benda-
benda, baik benda hidup maupun mati seperti hewan, tumbuhan, batu, gunung, sungai,
patung, dan sebagainya. Menurut masyarakat pra-aksara, roh-roh tersebut menjadi dapat
pelindung bagi kehidupan mereka namun ada juga roh yang jahat dan harus diperangi.
Sementara itu, dinamisme adalah suatu kepercayaan bahwa benda-benda tertentu,
baik hidup ataupun mati, atau bahkan benda ciptaan manusia seperti tombak dan keris
memiliki kekuatan gaib dan dianggap bersifat suci. Benda-benda tersebut diyakini mamu
memancarkan pengaruh baik ataupun buruk kepada manusia dan alam di sekitarnya.
Dengan demikian, jika seseorang bertemu dengan benda tertentu yang memiliki pengaruh
tersebut maka ia harus berhati-hati dan waspada. Misalnya saja, di Jawa ada kepercayaan

15
SEJARAH INDONESIA
CORAK KEHIDUPAN DAN HASIL KEBUDAYAAN PRA AKSARA

apabila bertemua atau melewati tempat yang dianggap angker seperti kuburan kuno,
pohon beringin besar, maka harus berhati-hati.

----------&----------

16
SEJARAH INDONESIA
CORAK KEHIDUPAN DAN HASIL KEBUDAYAAN PRA AKSARA

Lampiran (Sumber: https://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/)

Gambar 1. Kapak Genggam Gambar 2. Kapak Perimbas Gambar 3. Kapak Penetak

17
SEJARAH INDONESIA
CORAK KEHIDUPAN DAN HASIL KEBUDAYAAN PRA AKSARA

Lampiran (Sumber: https://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/)

Gambar 4. Pahat Genggam Gambar 5. Flakes Gambar 6. Belati sebagai salah satu alat
yang terbuat dari tulang

18
SEJARAH INDONESIA
CORAK KEHIDUPAN DAN HASIL KEBUDAYAAN PRA AKSARA

Lampiran (Sumber: https://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/)

Gambar 7. Kapak Persegi Gambar 8. Kapak Lonjong Gambar 9. Tembikar

19
SEJARAH INDONESIA
CORAK KEHIDUPAN DAN HASIL KEBUDAYAAN PRA AKSARA

Lampiran (Sumber: https://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/)

Gambar 10. Menhir Gambar 11. Dolmen Gambar 12. Sarkofagus

Gambar 13. Kubur Batu Gambar 14. Pundek Perundak di Situs


Gunung Padang
Cianjur, Jawa Barat

20
SEJARAH INDONESIA
CORAK KEHIDUPAN DAN HASIL KEBUDAYAAN PRA AKSARA

Lampiran (Sumber: https://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/)

Gambar 14. Reruntuhan Kjokkenmoddinger

21

Anda mungkin juga menyukai