Anda di halaman 1dari 9

SEJARAH PENINGGALAN KEBUDAYAAN

ZAMAN BATU DI INDONESIA

Disusun Oleh :

1. AURA AZIZI EL YAMANI


2. INTAN SAFITRI
3. NURAIDA FITRI KALSUM
4. SRI WULAN DARI
5. SYAVIKA ISFI FITRISA
6. ZHAILLAN ZHOLILLAH
SEKARAH PENINGGALAN KEBUDAYAAN

Kebudayaan Zaman Batu di Indonesia - Disebut kebudayaan batu karena alatnya terbuat
dari batu, yang terdiri dari zaman Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum, dan
Megalitikum.

a. Kebudayaan Batu Tua (Paleolitikum)

Disebut kebudayaan Batu Tua sebab alat peninggalannya dari batu yang masih kasar atau
belum dihaluskan. Pendukung kebudayaan ini adalah manusia purba. Berdasarkan daerah
penemuannya, kebudayaan Batu Tua dibedakan menjadi kebudayaan Pacitan dan
kebudayaan Ngandong.

1) Kebudayaan Pacitan

Disebut kebudayaan Pacitan sebab hasil budayanya terdapat di daerah Pacitan


(Pegunungan Sewu, Pantai Selatan Jawa). Alat yang ditemukan berupa chopper (kapak
penetak) atau disebut kapak genggam. Pendukung kebudayaannya adalah Pithecanthropus
erectus dan budaya batu ini disebut stone culture. Selain tempat di atas, alat Paleolitikum
ini juga ditemukan di Parigi (Sulawesi), Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat),
dan Lahat (Sumatra Selatan).

2) Kebudayaan Ngandong

Disebut kebudayaan Ngandong sebab hasil kebudayaannya ditemukan di Ngandong,


Ngawi Jawa Timur. Di sini juga ditemukan kapak seperti di Pacitan dan juga kapak
genggam, sedangkan di Sangiran ditemukan batu flakes dan batu chalcedon yang indah. Di
Ngandong ditemukan juga alat dari tulang maka disebut bone culture. Pendukung
kebudayaan Ngandong adalah Homo soloensis dan Homo wajakensis. Penghidupan
mereka masih mengumpulkan makanan (food gathering). Mereka mencari makanan dari
jenis ubi-ubian dan berburu binatang.

b. Kebudayaan Batu Tengah (Mesolitikum)

Zaman Mesolitikum terjadi pada masa Holosen setelah zaman es berakhir. Pendukung
kebudayaannya adalah Homo sapiens yang merupakan manusia cerdas. Penemuannya
berupa fosil manusia purba, banyak ditemukan di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi,
dan Flores.
Manusia zaman Mesolitikum hidup di gua-gua, tepi pantai, atau sungai, disebut dalam
bahasa Denmark, kjokkenmoddinger (bukit sampah = bukit kerang), yang banyak
ditemukan di pantai timur Sumatra. Penemuan alatnya adalah pebble disebut juga kapak
Sumatra), kapak pendek (hache courte), dan pipisan (batu penggiling). Selain tempat-
tempat di atas, juga terdapat abris sous roche (gua sampah) di Gua Sampung, (Ponorogo,
Jawa Timur), Pulau Timor, Pulau Roti, dan Bojonegoro (tempat ditemukannya alat dari
tulang).

c. Kebudayaan Batu Muda (Neolitikum)

Disebut kebudayaan Batu Muda (Neolitikum) sebab semua alatnya sudah dihaluskan.
Mereka sudah meninggalkan hidup berburu dan mulai menetap serta mulai menghasilkan
makanan (food producing). Mereka menciptakan alat-alat kehidupan mulai dari alat
kerajinan menenun, periuk, membuat rumah, dan mengatur masyarakat. Alat yang
dipergunakan pada masa ini adalah kapak persegi dan kapak lonjong. Daerah penemuan
kapak persegi di Indonesia bagian barat adalah di Lahat (Sumatra), Bogor, Sukabumi,
Karawang, Tasikmalaya, Pacitan, dan Lereng Gunung Ijen. Adapun kapak lonjong banyak
ditemukan di Indonesia bagian timur, seperti di Papua, Tanimbar, Seram, Serawak,
Kalimantan Utara, dan Minahasa.

d. Kebudayaan Batu Besar (Megalitikum)

Disebut kebudayaan Megalitikum sebab semua alat yang dihasilkan berupa batu besar.
Kebudayaan ini kelanjutan dari Neolitikum karena dibawa oleh bangsa Deutero Melayu
yang datang di Nusantara. Kebudayaan ini berkembang bersama dengan kebudayaan
logam di Indonesia, yakni kebudayaan Dongson. Ada beberapa alat dan bangunan yang
dihasilkan pada zaman kebudayaan Megalitikum.

1) Menhir
Menhir adalah tiang tugu batu besar yang berfungsi sebagai tanda peringatan suatu
peristiwa atau sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang. Daerah penemuannya di
Sumatra Selatan dan Kalimantan.

2) Dolmen
Dolmen adalah meja batu besar yang biasanya terletak di bawah menhir tempat
meletakkan sesaji. Daerah temuannya di Sumba, Sumatra Selatan, dan Bondowoso (Jawa
Timur).

3) Keranda (sarkofagus)
Keranda adalah peti mati yang dibuat dari batu. Bentuknya seperti lesung dan diberi tutup
dari batu. Daerah temuannya di Bali.

4) Peti kubur batu


Peti kubur batu merupakan kuburan dalam tanah yang sisi-sisi, alas, dan tutupnya diberi
papan dari lempeng batu. Peti kubur batu ini banyak ditemukan di Kuningan, Jawa Barat.

5) Punden berundak
Punden berundak merupakan bangunan dari batu yang disusun bertingkat-tingkat
(berundak-undak). Fungsinya sebagai bangunan pemujaan roh nenek moyang yang
kemudian menjadi bentuk awal bangunan candi. Bangunan punden berundak adalah
bangunan asli Indonesia.

6) Waruga
Waruga adalah kubur batu yang berbentuk kubus atau bulat. Waruga biasanya dibuat dari
batu utuh. Daerah temuannya di Sulawesi Tengah dan Utara.

7) Arca
Arca-arca megalit merupakan bangunan batu besar berbentuk binatang atau manusia yang
banyak ditemukan di dataran tinggi Pasemah, Sumatra Selatan yang menggambarkan sifat
dinamis. Contohnya Batu Gajah, sebuah patung batu besar dengan gambaran seorang yang
sedang menunggang binatang dan sedang berburu.
Pada zaman Batu Besar dikenal kebiasaan-kebiasaan berikut.
1) Pemujaan matahari
Di Indonesia, matahari dipuja sebagai matahari, bukan sebagai dewa matahari seperti di
Jepang.

2) Pemujaan dewi kesuburan


Dapat kita lihat di candi Sukuh dan candi Ceto sebagai lambang kesuburan. Di Jawa, pada
umumnya Dewi Sri dipuja sebagai dewi kesuburan dan pelindung padi.

3) Adanya keyakinan alat penolak bala (tumbal)


Biasanya dengan menanam kepala kerbau di tengah bangunan atau tempat tertentu, maka
akan terlindungi dan terbebas dari marabahaya.

4) Adanya upacara ruwatan


Upacara ruwatan adalah upacara untuk mengembalikan orang atau masyarakat kepada
kedudukan yang suci seperti semula, misalnya, anak tunggal, anak kembar, pandawa lima,
dan bersih desa.

Demikianlah Materi Kebudayaan Zaman Batu di Indonesia, selanjutnya simak juga


Materi Kepercayaan awal masyarakat Indonesia, semoga bermanfaat.
zaman batu adalah suatu periode ketika peralatan manusia secara dominan terbuat dari
batu walaupun ada pula alat-alat penunjang hidup manusia yang terbuat dari kayu ataupun
bambu. Namun alat-alat yang terbuat dari kayu atau tulang tersebut tidak meninggalkan
bekas sama sekali. Hal ini disebabkan karena bahan-bahan tersebut tidak tahan lama.
Dalam zaman ini alat-alat yang dihasilkan masih sangat kasar (sederhana) karena hanya
sekadar memenuhi kebutuhan hidup saja. Zaman batu tua diperkirakan berlangsung kira-
kira 600.000 tahun yang lalu, yaitu selama masa pleistosen (diluvium). Pada zaman
paleolithikum ini, alat-alat yang mereka hasilkan masih sangat kasar.

Paleolitikum atau zaman batu tua disebut demikian sebab alat-alat batu buatan manusia
masih dikerjakan secara kasar, tidak diasah atau dipolis. Apabila dilihat dari sudut mata
pencariannya periode ini disebut masa berburu dan meramu makanan tingkat sederhana.
Manusia pendukung zaman ini adalah Pithecantropus Erectus, Homo Wajakensis,
Meganthropus Paleojavanicus dan Homo Soloensis. Fosil-fosil ini ditemukan di sepanjang
aliran sungai Bengawan Solo. Mereka memiliki kebudayaan Pacitan dan Ngandong.
Kebudayaan Pacitan pada tahun 1935, Von Koenigswald menemukan alat-alat batu dan
kapak genggam di daerah Pacitan. Cara kerjanya digenggam dengan tangan. Kapak ini
dikerjaan dengan cara masih sangat kasar. Para ahli menyebut alat pada zaman
Paleolithikum dengan nama chopper. Alat ini ditemukan di Lapisan Trinil. Selain di
Pacitan, alat-alat dari zaman Paleplithikum ini temukan di daerah Progo dan Gombong
(Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), dan Lahat (Sumatera Selatan).

A. CIRI-CIRI ZAMAN PALEOLITHIKUM


1. Jenis Manusia
Berdasarkan penemuan fosil manusia purba, jenis manusia purba hidup pada zaman
Paleolitikum adalah Pithecanthropus Erectus, Homo Wajakensis, Meganthropus
paleojavanicus, dan Homo Soliensis. Fosil ini ditemukan di aliran sungai Bengawan Solo.

2. Kebudayaan
Berdasarkan daerah penemuannya maka alat-alat kebudayaan Paleolithikum tersebut dapat
dikelompokan menjadi kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong.

a. Kebudayaan Pacitan
Pada tahun 1935, von Koenigswald menemukan alat batu dan kapak genggam di daerah
Pacitan. Kapak genggam itu berbentuk kapak tetapi tidak bertangkai. Kapak ini masih
dikerjakan dengan sangat kasar dan belum dihaluskan. Para ahli menyebutkan bahwa
kapak itu adalah kapak penetak. Selain di Pacitan alat-alat banyak ditemukan di Progo dan
Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), dan Lahat (Sumatera Utara)

b. Kebudayaan Ngandong
Para ahli berhasil menemukan alat-alat dari tulang, flakes, alat penusuk dari tanduk rusa
dan ujung tombak bergigi di daerah Ngandong dan Sidoarjo. Selain itu di dekat Sangiran
ditemukan alat sangat kecil dari betuan yang amat indah. Alat ini dinamakan Serbih Pilah,
dan banyak ditemukan di Cabbenge (Sulawesi Selatan) yang terbuat dari batu-batu indah
seperti kalsedon. Kebudayaan Ngandong juga didukung oleh penemuan lukisan pada
dinding goa seperti lukisan tapak tangan berwarna merah dan babi hutan ditemukan di Goa
Leang Pattae (Sulawesi Selatan)
Zaman Paleolithikum ditandai dengan kebudayan manusia yang masih sangat sederhana.
Ciri-ciri kehidupan manusia pada zaman Paleolithikum, yakni:
1. Hidup berpindah-pindah (Nomaden)
2. Berburu (Food Gathering)
3. Menangkap ikan

B. ALAT-ALAT ZAMAN PALEOLITHIKUM


Pada zaman ini alat-alat terbuat dari batu yang masih kasar dan belum dihaluskan. Contoh
alat-alat tersebut adalah:
1. Kapak Genggam
Kapak genggam banyak ditemukan di daerah Pacitan. Alat ini biasanya disebut "chopper"
(alat penetak/pemotong)
Alat ini dinamakan kapak genggam karena alat tersebut serupa dengan kapak, tetapi tidak
bertangkai dan cara mempergunakannya dengan cara menggenggam. Pembuatan kapak
genggam dilakukan dengan cara memangkas salah satu sisi batu sampai menajam dan sisi
lainnya dibiarkan apa adanyasebagai tempat menggenggam. Kapak genggam berfungsi
menggali umbi, memotong, dan menguliti binatang.

2. Kapak Perimbas

Kapak perimbas berfungsi untuk merimbas kayu, memahat tulang dan sebagai senjata.
Manusia kebudayan Pacitan adalah jenis Pithecanthropus. Alat ini juga ditemukan di
Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), lahat, (Sumatra selatan), dan Goa
Choukoutieen (Beijing). Alat ini paling banyak ditemukan di daerah Pacitan, Jawa Tengah
sehingga oleh Ralp Von Koenigswald disebut kebudayan Pacitan.

3. Alat-alat dari tulang binatang atau tanduk rusa

Salah satu alat peninggalan zaman paleolithikum yaitu alat dari tulang binatang. Alat-alat
dari tulang ini termasuk hasil kebudayaan Ngandong. Kebanyakan alat dari tulang ini
berupa alat penusuk (belati) dan ujung tombak bergerigi. Fungsi dari alat ini adalah untuk
mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah. Selain itu alat ini juga biasa digunakan sebagai
alat untuk menangkap ikan.
4. Flakes
Flakes yaitu alat-alat kecil yang terbuat dari batu Chalcedon, yang dapat digunakan untuk
mengupas makanan. Flakes termasuk hasil kebudayaan Ngandong sama seperti alat-alat
dari tulang binatang. Kegunaan alat-alat ini pada umumnya untuk berburu, menangkap
ikan, mengumpulkan ubi dan buah-buahan.
Description: paleolithikum zaman batu tua, paleolithikum, zaman batu tua
- Reviewer: Ivan Sujatmoko - ItemReviewed: Pra Sejarah | Paleolithikum (Zaman Batu
Tua)

Kebudayaan Zaman Batu di Indonesia - Disebut kebudayaan batu karena alatnya terbuat
dari batu, yang terdiri dari zaman Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum, dan
Megalitikum.

a. Kebudayaan Batu Tua (Paleolitikum)

Disebut kebudayaan Batu Tua sebab alat peninggalannya dari batu yang masih kasar atau
belum dihaluskan. Pendukung kebudayaan ini adalah manusia purba. Berdasarkan daerah
penemuannya, kebudayaan Batu Tua dibedakan menjadi kebudayaan Pacitan dan
kebudayaan Ngandong.
1) Kebudayaan Pacitan
Disebut kebudayaan Pacitan sebab hasil budayanya terdapat di daerah Pacitan
(Pegunungan Sewu, Pantai Selatan Jawa). Alat yang ditemukan berupa chopper (kapak
penetak) atau disebut kapak genggam. Pendukung kebudayaannya adalah Pithecanthropus
erectus dan budaya batu ini disebut stone culture. Selain tempat di atas, alat Paleolitikum
ini juga ditemukan di Parigi (Sulawesi), Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat),
dan Lahat (Sumatra Selatan).

2) Kebudayaan Ngandong
Disebut kebudayaan Ngandong sebab hasil kebudayaannya ditemukan di Ngandong,
Ngawi Jawa Timur. Di sini juga ditemukan kapak seperti di Pacitan dan juga kapak
genggam, sedangkan di Sangiran ditemukan batu flakes dan batu chalcedon yang indah. Di
Ngandong ditemukan juga alat dari tulang maka disebut bone culture. Pendukung
kebudayaan Ngandong adalah Homo soloensis dan Homo wajakensis. Penghidupan
mereka masih mengumpulkan makanan (food gathering). Mereka mencari makanan dari
jenis ubi-ubian dan berburu binatang.

b. Kebudayaan Batu Tengah (Mesolitikum)


Zaman Mesolitikum terjadi pada masa Holosen setelah zaman es berakhir. Pendukung
kebudayaannya adalah Homo sapiens yang merupakan manusia cerdas. Penemuannya
berupa fosil manusia purba, banyak ditemukan di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi,
dan Flores.
Manusia zaman Mesolitikum hidup di gua-gua, tepi pantai, atau sungai, disebut dalam
bahasa Denmark, kjokkenmoddinger (bukit sampah = bukit kerang), yang banyak
ditemukan di pantai timur Sumatra. Penemuan alatnya adalah pebble disebut juga kapak
Sumatra), kapak pendek (hache courte), dan pipisan (batu penggiling). Selain tempat-
tempat di atas, juga terdapat abris sous roche (gua sampah) di Gua Sampung, (Ponorogo,
Jawa Timur), Pulau Timor, Pulau Roti, dan Bojonegoro (tempat ditemukannya alat dari
tulang).

c. Kebudayaan Batu Muda (Neolitikum)


Disebut kebudayaan Batu Muda (Neolitikum) sebab semua alatnya sudah dihaluskan.
Mereka sudah meninggalkan hidup berburu dan mulai menetap serta mulai menghasilkan
makanan (food producing). Mereka menciptakan alat-alat kehidupan mulai dari alat
kerajinan menenun, periuk, membuat rumah, dan mengatur masyarakat. Alat yang
dipergunakan pada masa ini adalah kapak persegi dan kapak lonjong. Daerah penemuan
kapak persegi di Indonesia bagian barat adalah di Lahat (Sumatra), Bogor, Sukabumi,
Karawang, Tasikmalaya, Pacitan, dan Lereng Gunung Ijen. Adapun kapak lonjong banyak
ditemukan di Indonesia bagian timur, seperti di Papua, Tanimbar, Seram, Serawak,
Kalimantan Utara, dan Minahasa.

d. Kebudayaan Batu Besar (Megalitikum)


Disebut kebudayaan Megalitikum sebab semua alat yang dihasilkan berupa batu besar.
Kebudayaan ini kelanjutan dari Neolitikum karena dibawa oleh bangsa Deutero Melayu
yang datang di Nusantara. Kebudayaan ini berkembang bersama dengan kebudayaan
logam di Indonesia, yakni kebudayaan Dongson. Ada beberapa alat dan bangunan yang
dihasilkan pada zaman kebudayaan Megalitikum.

1) Menhir
Menhir adalah tiang tugu batu besar yang berfungsi sebagai tanda peringatan suatu
peristiwa atau sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang. Daerah penemuannya di
Sumatra Selatan dan Kalimantan.

2) Dolmen
Dolmen adalah meja batu besar yang biasanya terletak di bawah menhir tempat
meletakkan sesaji. Daerah temuannya di Sumba, Sumatra Selatan, dan Bondowoso (Jawa
Timur).

3) Keranda (sarkofagus)
Keranda adalah peti mati yang dibuat dari batu. Bentuknya seperti lesung dan diberi tutup
dari batu. Daerah temuannya di Bali.
4) Peti kubur batu
Peti kubur batu merupakan kuburan dalam tanah yang sisi-sisi, alas, dan tutupnya diberi
papan dari lempeng batu. Peti kubur batu ini banyak ditemukan di Kuningan, Jawa Barat.

5) Punden berundak
Punden berundak merupakan bangunan dari batu yang disusun bertingkat-tingkat
(berundak-undak). Fungsinya sebagai bangunan pemujaan roh nenek moyang yang
kemudian menjadi bentuk awal bangunan candi. Bangunan punden berundak adalah
bangunan asli Indonesia.

6) Waruga
Waruga adalah kubur batu yang berbentuk kubus atau bulat. Waruga biasanya dibuat dari
batu utuh. Daerah temuannya di Sulawesi Tengah dan Utara.

7) Arca
Arca-arca megalit merupakan bangunan batu besar berbentuk binatang atau manusia yang
banyak ditemukan di dataran tinggi Pasemah, Sumatra Selatan yang menggambarkan sifat
dinamis. Contohnya Batu Gajah, sebuah patung batu besar dengan gambaran seorang yang
sedang menunggang binatang dan sedang berburu.

Pada zaman Batu Besar dikenal kebiasaan-kebiasaan berikut.


1) Pemujaan matahari
Di Indonesia, matahari dipuja sebagai matahari, bukan sebagai dewa matahari seperti di
Jepang.

2) Pemujaan dewi kesuburan


Dapat kita lihat di candi Sukuh dan candi Ceto sebagai lambang kesuburan. Di Jawa, pada
umumnya Dewi Sri dipuja sebagai dewi kesuburan dan pelindung padi.

3) Adanya keyakinan alat penolak bala (tumbal)


Biasanya dengan menanam kepala kerbau di tengah bangunan atau tempat tertentu, maka
akan terlindungi dan terbebas dari marabahaya.

4) Adanya upacara ruwatan


Upacara ruwatan adalah upacara untuk mengembalikan orang atau masyarakat kepada
kedudukan yang suci seperti semula, misalnya, anak tunggal, anak kembar, pandawa lima,
dan bersih desa.

Anda mungkin juga menyukai