genggam serta alat serpih yang masih kasar yang diperkirakan hasil kebudayaan manusia jenis
Meganthopus.
Budaya Pacitan juga dikenal dengan nama tradisi kapak perimbas, hasil budaya Pacitan dianggap
sebagai alat budaya batu yang paling awal di Indonesia.Contoh alat-alat tersebut masih kasar dan
sederhana dalam tehnik pembuatannya.Daerah persebaran kapak perimbas terutama terdapat di
tempat-tempat penemuan tradisi kapak perimbas antara lain :
Punung, Pacitan, Jawa Timur
Lahat, Sumatera Selatan
Awangbangkal, Kalimantan Selatan
Cabbenge, Sulawesi Selatan
Pacitan merupakan tempat yang paling kaya dan menduduki tempat terpenting dalam penemuan
alat-alat jenis paleolitik.Lebih dari dua ribu alat telah ditemukan pada zaman paleolitik, menurut
Movius ciri-ciri kapak perimbas adalah sebagai berikut:
Berbentuk besar
Masif dan kasar buatannya
Kulit batunya masih melekat pada permukaan alat
Alat-alat dalam budaya Pacitan dan teknik pembuatannya menggunakan teknik perbenturan batu-
batu dan penggunaan pecahan-pecahannya yang cocok untuk mempersiapkan jenis-jenis alat
yang dikehendaki.
Budaya Pacitan diduga merupakan hasil karya dari manusia purba Pithecanthropus dan
keturunannya. Pada hakikatnya, berbagai alat budaya Pacitan di atas tergolong dalam dua macam
tradisi alat batu, yaitu tradisi batu inti dan tradisi batu serpih.
Di pacitan juga ada jenis makanan yg sangat khas yaitu nasi tiwul,makanan ini digunakan
masyarakat sebagai pengganti dari nasi.Nasi tiwul terbuat dari gaplek(Umbi dari ketela pohon yg
telah di keringkan) yg kemudian di tumbuk dan di tanak.
Pacitan memiliki budaya yg cukup menarik salah satunya adalah Ceprotan.Budaya ini
merupakan upacara memetri desa(selamatan untuk desa).Budaya ini memiliki maksud agar
warga desa mendapatkan keselamatan lahir dan batin,rukun,damai,terbebas dari mahluk halus
dan terhindar dari malapetaka.
Zaman batu adalah suatu periode ketika peralatan manusia secara dominan terbuat dari batu
walaupun ada pula alat-alat penunjang hidup manusia yang terbuat dari kayu ataupun bambu.
Namun alat-alat yang terbuat dari kayu atau tulang tersebut tidak meninggalkan bekas sama
sekali. Hal ini disebabkan karena bahan-bahan tersebut tidak tahan lama. Dalam zaman ini alat-
alat yang dihasilkan masih sangat kasar (sederhana) karena hanya sekadar memenuhi kebutuhan
hidup saja. Zaman batu tua diperkirakan berlangsung kira-kira 600.000 tahun yang lalu, yaitu
selama masa pleistosen (diluvium). Pada zaman paleolithikum ini, alat-alat yang mereka hasilkan
masih sangat kasar.
Paleolitikum atau zaman batu tua disebut demikian sebab alat-alat batu buatan manusia masih
dikerjakan secara kasar, tidak diasah atau dipolis. Apabila dilihat dari sudut mata pencariannya
periode ini disebut masa berburu dan meramu makanan tingkat sederhana. Manusia pendukung
zaman ini adalah Pithecantropus Erectus, Homo Wajakensis, Meganthropus Paleojavanicus dan
Homo Soloensis. Fosil-fosil ini ditemukan di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo. Mereka
memiliki kebudayaan Pacitan dan Ngandong. Kebudayaan Pacitan pada tahun 1935, Von
Koenigswald menemukan alat-alat batu dan kapak genggam di daerah Pacitan. Cara kerjanya
digenggam dengan tangan. Kapak ini dikerjaan dengan cara masih sangat kasar. Para ahli
menyebut alat pada zaman Paleolithikum dengan nama chopper. Alat ini ditemukan di Lapisan
Trinil. Selain di Pacitan, alat-alat dari zaman Paleplithikum ini temukan di daerah Progo dan
Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), dan Lahat (Sumatera Selatan).
2. Kebudayaan
Berdasarkan daerah penemuannya maka alat-alat kebudayaan Paleolithikum tersebut dapat
dikelompokan menjadi kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong.
a. Kebudayaan Pacitan
Pada tahun 1935, von Koenigswald menemukan alat batu dan kapak genggam di daerah Pacitan.
Kapak genggam itu berbentuk kapak tetapi tidak bertangkai. Kapak ini masih dikerjakan dengan
sangat kasar dan belum dihaluskan. Para ahli menyebutkan bahwa kapak itu adalah kapak
penetak. Selain di Pacitan alat-alat banyak ditemukan di Progo dan Gombong (Jawa Tengah),
Sukabumi (Jawa Barat), dan Lahat (Sumatera Utara)
b. Kebudayaan Ngandong
Para ahli berhasil menemukan alat-alat dari tulang, flakes, alat penusuk dari tanduk rusa dan
ujung tombak bergigi di daerah Ngandong dan Sidoarjo. Selain itu di dekat Sangiran ditemukan
alat sangat kecil dari betuan yang amat indah. Alat ini dinamakan Serbih Pilah, dan banyak
ditemukan di Cabbenge (Sulawesi Selatan) yang terbuat dari batu-batu indah seperti kalsedon.
Kebudayaan Ngandong juga didukung oleh penemuan lukisan pada dinding goa seperti lukisan
tapak tangan berwarna merah dan babi hutan ditemukan di Goa Leang Pattae (Sulawesi Selatan)
Zaman Paleolithikum ditandai dengan kebudayan manusia yang masih sangat sederhana. Ciri-
ciri kehidupan manusia pada zaman Paleolithikum, yakni:
1. Hidup berpindah-pindah (Nomaden)
2. Berburu (Food Gathering)
3. Menangkap ikan
1. Kapak Genggam
Kapak genggam banyak ditemukan di daerah Pacitan. Alat ini biasanya disebut "chopper" (alat
penetak/pemotong)
Alat ini dinamakan kapak genggam karena alat tersebut serupa dengan kapak, tetapi tidak
bertangkai dan cara mempergunakannya dengan cara menggenggam. Pembuatan kapak genggam
dilakukan dengan cara memangkas salah satu sisi batu sampai menajam dan sisi lainnya
dibiarkan apa adanyasebagai tempat menggenggam. Kapak genggam berfungsi menggali umbi,
memotong, dan menguliti binatang.
2. Kapak Perimbas
Kapak perimbas berfungsi untuk merimbas kayu, memahat tulang dan sebagai senjata. Manusia
kebudayan Pacitan adalah jenis Pithecanthropus. Alat ini juga ditemukan di Gombong (Jawa
Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), lahat, (Sumatra selatan), dan Goa Choukoutieen (Beijing). Alat
ini paling banyak ditemukan di daerah Pacitan, Jawa Tengah sehingga oleh Ralp Von
Koenigswald disebut kebudayan Pacitan.
3. Alat-alat dari tulang binatang atau tanduk rusa
Alat-alat dari tulang ini termasuk hasil kebudayaan Ngandong. Kebanyakan alat dari tulang ini
berupa alat penusuk (belati) dan ujung tombak bergerigi. Fungsi dari alat ini adalah untuk
mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah. Selain itu alat ini juga biasa digunakan sebagai alat
untuk menangkap ikan.
4. Flakes
Flakes yaitu alat-alat kecil yang terbuat dari batu Chalcedon, yang dapat digunakan untuk
mengupas makanan. Flakes termasuk hasil kebudayaan Ngandong sama seperti alat-alat dari
tulang binatang. Kegunaan alat-alat ini pada umumnya untuk berburu, menangkap ikan,
mengumpulkan ubi dan buah-buahan.
Kebudayaan Pacitan
oleh: oxlay
Budaya Pacitan juga dikenal dengan nama tradisi kapak perimbas. Hasil budaya Pacitan
dianggap sebagai alat budaya batu yang paling awal di Indonesia. Corak alat-alat tersebut masih
kasar dan sederhana dalam teknik pembuatannya. Pakar yang melakukan penelitian di Pacitan
adalah von Koenigswald.
Daerah persebaran kapak perimbas terutama terdapat di tempat-tempat yang banyak
mengandung batuan yang cocok digunakan sebagai bahan pembuat alat-alat dari batu. Tempat-
tempat penemuan tradisi kapak perimbas antara lain:
1. Punung, Pacitan, Jawa Timur (tempat penemuan yang terpenting)
2. Lahat, Sumatera Selatan
3. Awangbangkal, Kalimantan Selatan
4. Cabbenge, Sulawesi Selatan.
Pacitan merupakan tempat yang paling kaya dan menduduki tempat terpenting dalam penemuan
alat-alat jenis paleolitik. Lebih dari dua ribu alat telah ditemukan pada zaman paleolitik. Menurut
Movius, ciri-ciri kapak perimbas adalah sebagai berikut:
1. berbentuk besar
2. masif dan kasar buatannya
3. kulit batunya masih melekat pada permukaan alat.
Alat-alat dalam budaya Pacitan teknik pembuatannya menggunakan teknik perbenturan batu-
batu dan penggunaan pecahan-pecahannya yang cocok untuk mempersiapkan jenis-jenis alat
yang dikehendaki.
Budaya Pacitan diduga merupakan hasil karya dari manusia purba Pithecanthropus dan
keturunannya. Pada hakikatnya, berbagai alat budaya Pacitan di atas tergolong dalam dua macam
tradisi alat batu, yaitu tradisi batu inti dan tradisi batu serpih.
Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/history/2266634-kebudayaan-pacitan/
#ixzz2vGlyyhgW
kebudayaan ngandong
Di sekitar daerah Ngandong dan Siderejo dekat ngawi, Madiun ( Jatim) di dapati banyak alat-alat dari
tulang di samping kapak-kapak genggam dari batu. Ada di antaranya yang di buat dari tulang binatang
menjadi semacam alat penusuk atau belati, ada yang dari tanduk rusa. Ada juga alat-alat seperti ujung
tombak dengan gigi-gigi pada sisinya, yang mungkin di pergunakan untuk menangkap ikan, juga di
temukan alat-alat dari tulang yang disebut bone culture, bentuk alatnya berupa tulang.
Di Sangiran juga di temukan alat-alat kecil, yang biasa di namakan flakes, alat-alat itu berasal dari
pleistosen atas. Maka mungkin lah bahwa alat-alat itu merupakan hasil kebudayaan homo soloensis dan
homowaja kensis.Dari hasil penelitian yang dilakukan sepanjang kali bengawan Solo, ahli menyimpulkan
pada masa ini masih hidup dalam tahap mengumpulkan makanan (foot Gathering), karena daerah di
sekitar kali solo tanahnya subur, secara umum pasti lah tumbuh-tumbuhan dan ikan hidup di sekitar
daerah ini, dari hasil penggalian yang di dapatkan berupa peralatan kehidupan manusia zaman
palaeolitikum ini, kemungkinan ciri-ciri kehidupan manusia pada zaman ini segala sesuatunya dalam
kehidupan meka masih dan belum masih hidup dengan cara berburu dan menangkap ikan serta
mengambil makanan lainnya langsung dari alam, karena jika makanan habis mereka harus berpindah-
pindah tempat ( nomaden) mengembara kemana-mana dari suatu tempat ke tempat yang lain untuk
mendapatkan makanan, mereka hidup berburu dan meramu atau mengumpulkan makanan.
Kebudayaan Ngandong
oleh: oxlay
Ngandong, Jawa Timur merupakan salah satu tempat penemuan alat-alat pada zaman paleolitik.
Alat-alat yang ditemukan di daerah Ngandong ini dikenal dengan nama kebudayaan Ngandong
yang berupa alat-alat dari tulang dan kapak genggam dari batu. Bahan pembuat alat-alat yang
ditemukan di Ngandong adalah tulang, tanduk, dan duri ikan serta batu kalsedon. Contoh alat
dari bahan tulang adalah alat penusuk (belati).
Alat-alat berbentuk kecil dari bahan batu juga ditemukan di Ngandong. Alat-alat tersebut
biasanya disebut dengan flakes. Bahan pembuat alat ini adalah batu kalsedon. Flakes juga
ditemukan di Cabbenge, Sulawesi Selatan. Alat-alat budaya Ngandong tidak ditemukan di dalam
tanah, tetapi di permukaan tanah. Hal ini agak menyulitkan dalam penentuan waktu
pembuatannya.
Alat-alat yang termasuk kebudayaan Ngandong berasal dari lapisan pleistosen atas. Oleh karena
itu, dimungkinkan manusia pendukung kebudayaan Ngandong adalah Homo Wajakensis dan
Homo Soloensis. Manusia purba dari zaman paleolitik ini belum bercocok tanam. Mereka masih
berburu dan mengumpulkan makanan. Oleh karena itu, tempat mereka tinggal pun masih
berpindah-pindah (nomaden atau mengembara dari satu tempat ke tempat yang lain).
demikian sedikit review dari kebudayaan ngandong. semoga saja artikel yang sangat singkat ini
bisa menambah pengetahuan sejarah anda. terima
kasih.http://id.shvoong.com/humanities/history/2266631-kebudayaan-ngandong/
#ixzz2vGn0vPyA