Disusun Oleh:
Adnan Annaz
Aldhia Tatsa Kumala
Almas Nugrahaningsih
Andhiki Supono
Andrian Oktavianto
Annisa Choerinita
Kelas:
X-5
Pleistosen adalah suatu kala dalam skala waktu geologi yang berlangsung antara 1.808.000
hingga 11.500 tahun yang lalu. Namanya berasal dari bahasa Yunani πλεῖστος (pleistos,
"paling") dan καινός (kainos, "baru"). Pleistosen dikenal juga dengan diluvium. Pleistosen
mengikuti Pliosen dan diikuti oleh Holosen dan merupakan kala ketiga pada periode Neogen.
Akhir Pleistosen berhubungan dengan akhir Zaman Paleolitikum yang dikenal
dalam arkeologi. Pleistosen dibagi menjadi Pleistosen Awal, Pleistosen Tengah,
dan Pleistosen Akhir.
Zaman Batu
Paleolitik (Bahasa Inggris: Paleolithic atau Palaeolithic, Yunani:παλαιός (palaios) — purba
dan λίθος (lithos) — batu) adalah zaman yang bermula kira-kira 50.000 hingga 100.000
tahun yang lalu. Periode zaman ini adalah antara tahun 50.000 SM - 10.000 SM.
Pada zaman ini, manusia hidup secara nomaden atau berpindah-pindah dalam kumpulan kecil
untuk mencari makanan. Mereka memburu binatang, menangkap ikan dan mengambil hasil
hutan sebagai makanan. Mereka tidak bercocok tanam. Mereka menggunakan batu, kayu dan
tulang binatang untuk membuat peralatan memburu. Alat-alat ini juga digunakan untuk
mempertahankan diri daripada musuh. Mereka membuat pakaian dari kulit binatang. Selain
itu, mereka juga pandai menggunakan api untuk memasak, memanaskan badan dan
menakutkan binatang.
Zaman Batu adalah masa zaman prasejarah yang luas, ketika manusia menciptakan alat dari
batu (karena tak memiliki teknologi yang lebih baik). Kayu, tulang, dan bahan lain juga
digunakan, tetapi batu (terutama flint) dibentuk untuk dimanfaatkan sebagai alat memotong
dan senjata. Istilah ini berasal sistem empat zaman. Zaman Batu sekarang dipilah lagi
menjadi masa Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum dan Megalithikum.
Zaman batu tua (palaeolitikum), Disebut demikian sebab alat-alat batu buatan manusia masih
dikerjakan secara kasar, tidak diasah atau dipolis. Apabila dilihat dari sudut mata
pencariannya periode ini disebut masa berburu dan meramu makanan tingkat sederhana.
Pendukung kebudayaan ini adalah Homo Erectus. Masa paling awal dari peradaban manusia
ini ditandai dengan ditemukannya fosil-fosil manusia purba yang dalam perhitungan ilmiah
berusia sekitar 1 juta tahun yang lalu seperti Phitecantropus Erectus, dari bentuk ukuran
tulang pahanya (femur) dapat dikategorikan sebagai homo erectus atau manusia yang berjalan
tegak. Dan alat berburunya seperti kapak genggam, menunjukkan corak produksi manusia
masa itu masih dalam masa perburuan. Dalam masa ini manusia masih berpindah-pindah dari
satu tempat ketempat lainnya dalam usahanya mendapatkan binatang buruan.
Zaman batu tua disebut juga masa berburu dan meramu. Pada zaman ini, kehidupan manusia
masih sangat tergantung pada alam dan berpindah-pindah (nomaden). Makanan didapat dari
sumber makanan yang ada di sekitar tempat tinggal. Tempat tinggal manusia pada masa ini
biasanya dekat dengan sumber air yang berpohon banyak dan berelief datar. Alat-alat yang
digunakan masih sangat sederhana bentuknya dan terbuat dari batu atau tulang.
Selain disebut sebagai masa berburu dan meramu, zaman batu tua ini juga biasa disebut
paleozoikum. Paleozoikum atau sering pula disebut sebagai zaman primer atau zaman hidup
tua berlangsung selama 340 juta tahun. Makhluk hidup yang muncul pada zaman ini seperti
mikro organisme, ikan, ampibi, reptil dan binatang yang tidak bertulang belakang.
Ciri-ciri Zaman Paleolitikum adalah :
Kebudayaan
1. Kebudayaan Pacitan
Pada tahun 1935, von Koenigswald menemukan alat batu dan kapak genggam di
daerah Pacitan. Kapak genggam itu berbentuk kapak, tetapi tidak bertangkai. Kapak ini
masih dikerjakan dengan sangat kasar dan belum dihaluskan. Para ahli menyebutkan
bahwa kapak itu adalah kapak penetak. Selain di Pacitan alat-alat banyak ditemukan di
Progo dan Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), dan Lahat (Sumatera Utara)
2. Kebudayaan Ngandong
Para ahli berhasil menemukan alat-alat dari tulang,kapak genggam, alat penusuk dari
tanduk rusa dan ujung tombak bergigi di daerah Ngandong dan Sidoarjo. Selain itu di
dekat Sangiran ditemukan alat sangat kecil dari betuan yang amat indah. Alat ini
dinamakan Serbih Pilah, dan banyak ditemukan di Cabbenge (Sulawesi Selatan) yang
terbuat dari batu-batu indah seperti kalsedon. Kebudayaan Ngandong juga didukung oleh
penemuan lukisan pada dinding goa seperti lukisan tapak tangan berwarna merah dan
babi hutan ditemukan di Goa Leang Patta (Sulawesi Selatan).Hasil budaya pada zaman
ini adalah alat-alat yang terbuat dari batu dan masih kasar serta belum dihaluskan, yaitu:
a. Kapak Genggam
Kapak genggam
diperkirakan merupakan alat
yang digunakan oleh manusia
jenisPithecanthropus untuk
berburu. Struktur dan bentuk alat
ini masih sangat sederhana dan
bagian yang tajam hanya
terdapat di satu sisi saja. Kapak ini digunakan dengan cara
digenggam. Alat ini pernah ditemukan di Trunyan (Bali),
Awangbangkal (Kalimantan Selatan), dan Kalianda (Lampung).
b. Alat Serpih
Alat ini digunakan oleh manusia purba untuk menusuk, memotong dan melubangi kulit
binatang. Alat ini terbuat dari batu. Diperkirakan, alat ini merupakan serpihanserpihan dari
batu yang dibuat sebagai kapak genggam. Alat ini pernah
ditemukan di Sangiran dan Gombong (Jawa Tengah), serta
Cabbenge (Flores).
c. Kapak Persegi
d. Kapak Lonjong
e. Kapak perimbas
Megantropus Palaeojavanicus adalah makhluk yang dianggap paling primitif. Makhluk ini
diperkirakan perawakannya sudah tegap dan usianya lebih tua dari Pithecantropus. Masih
terbatasnya temuan fosil makhluk ini, maka belum diketahui kedudukannya dalam evolusi
manusia. Makhluk ini diperkirakan hidup antara 2.500.000 - 1.250.000 tahun yang lalu.
Menurut para ahli, Megantropus sebenarnya Pithecantropus Erectus juga, hanya tumbuh lebih
besar. Megantrophus Paleojavanicus juga memiliki kelemahan. yaitu memiliki otak dengan
cairan dibawah rata-rata yang menjadikannya manusia purba yang bodoh.
Menurut bentuk fosilnya, Megantropus termasuk jenis homo habilis. Yaitu makhluk yang
mirip manusia dan mirip monyet. Disebut habilis, karena pada tempat-tempat penemuan
fosilnya ditemukan pula jenis-jenis batu yang tampaknya telah dipergunakan untuk peralatan,
sekalipun belum diolah. Homo habilis hidup antara 3.750.000 SM - 1.500.000 tahun SM.
2. Pithecantropus
a. Pithecanthropus Mojokertensis
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Ordo: Primates
Famili: Hominidae
Genus: Homo
Spesies: H. erectus
Homo Soloensis hidup sekitar 300.000 tahun SM. Homo Soloensis mempergunakan perkakas
batu, yang disebut kapak genggam, yaitu alat batu berupa kapak yang tidak bertangkai dan
digunakan dengan cara digenggam dalam tangan. Menurut Koenigman, manusia purba ini
memiliki tingkat berpikir lebih tinggi dari pithecantropus erectus.
Manusia purba ini memiliki tingkatan yang lebih tinggi dari pada Pithecantropus meskipun
letak tulang belakang belum seperti manusia modern. Sehingga beberapa ahli menganggap
manusia purba jenis ini tergolong dalam genus homo. Sehingga sering juga disebut sebagai
homo soloensis.
Manusia tersebut dinamakan Soloensis, karena fosil-fosilnya bertebaran di sepanjang
Bengawan Solo, yaitu di Ngandong Sambung macan dan Sangiran. Dari daerah ini,
ditemukan dua buah tulang kaki dan 11 tengkorak dengan ukuran yang lebih besar dari pada
Pithecanthropus yang lebih tua umurnya. Tengkoraknya menunjukkan tonjolan yang tebal di
tempat alis, dengan dahi yang miring ke belakang. Suatu analisis cermat atas tengkorak
tersebut yang dilakukan oleh ahli paleoantropologi di Indonesia (Teuku Yakup 1967)
membenarkan bahwa manusia Ngandong itu merupakan keturunan langsung dari
Pithecanthropus Erectus.
Fosil manusia purba dari genus homo ini ditemukan di Wajak, dekat daerah Campurdarat,
Tulungagung, Jawa Timur. Fosil ini ditemukan oleh Van Rietschoten pada tahun 1889 dan
diselidiki pertama kali oleh Dubois. Fosil yang ditemukan terdiri atas tengkorak, rahang
bawah, dan beberapa ruasleher. Dari ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan, manusia Wajak
sudah menjadi Homo Sapiens. Walaupun demikian, para ahli sulit menentukan ke dalam ras
mana Homo Sapiens ini karena ia memiliki dua cirri yaitu ras Mongoloid dan
Austromelanesoid. Mungkin Homo Sapiens ini tidak hidup bersamaan dengan ras-ras yang
hidup sekarang. Mungkin pula dari ras Wajak itulah subras Melayu Indonesia berasal dan
turut revolusi menjadi ras Austromelanesoid yang sekarang.