Anda di halaman 1dari 9

ASAL USUL NENEK MOYANG

INDONESIA
S. Sholikhatul Khiftiyah, S.Pd.March 23, 2023

Masa Praaksara
Menurut teori geologi, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang bumi secara keseluruhan, proses perkembangan bumi ini
dibagi menjadi empat tahapan masa, yaitu masa Arkaekum,
Paleozoikum, Mesozoikum, dan Neozoikum.
a. Masa Arkaekum
Masa ini merupakan masa yang tertua, diperkirakan pada 2,5 miliar
tahun yang lalu, keadaan bumi masih labil, masih menyerupai
gumpalan bola gas, dan kulit bumi juga sedang dalam proses
pembentukan. Pada masa ini belum ada tanda-tanda kehidupan
karena temperatur bumi masih sangat tinggi sehingga tidak
memungkinkan adanya makhluk hidup.
b. Masa Palaeozoikum
Masa ini berlangsung sekitar 500-245 juta tahun yang lalu. Kondisi
bumi sudah lebih stabil meskipun secara menyeluruh belum dapat
dikatakan demikian. Secara berangsur temperatur bumi mendingin
dan mulai terlihat adanya tanda-tanda kehidupan berupa makhluk
bersel satu atau yang lebih dikenal dengan nama mikroorganisme.
Selanjutnya, muncul hewan sejenis ikan tak berahang (trilobita),
hewan amfibi, dan beberapa jenis tumbuhan ganggang. Oleh karena
itu, masa ini dinamakan pula dengan zaman primer (zaman
kehidupan pertama).
c. Masa Mesozoikum
Masa ini disebut juga zaman sekunder (zaman kehidupan kedua),
diperkirakan berlangsung sekitar 245-65 juta tahun yang lalu. Bumi
sudah semakin stabil. Mulai muncul beragam hewan bertubuh besar,
seperti berbagai jenis hewan reptil dinosaurus dan gajah purba atau
mamut. Menjelang berakhirnya masa ini, mulai muncul berbagai jenis
burung dan binatang menyusui. Masa mesozoikum juga dikenal
sebagai zaman reptil. Dinosaurus menjadi penguasa hampir
sepanjang masa ini, namun kemudian punah secara mendadak pada
65 juta tahun yang lalu. Kepunahan massal ini diperkirakan akibat
tumbukan meteorit raksasa, yang membuat bumi diliputi debu. Pada
akhir masa ini mulai muncul jenis mamalia.
d. Masa Neozoikum
Pada masa ini hewan berukuran besar sudah mulai jauh berkurang.
Masa ini dibedakan menjadi dua zaman, yaitu zaman tersier dan
zaman kuarter.
1) Zaman tersier
Zaman ini berlangsung sekitar 60 juta tahun yang lalu. Hal terpenting
pada zaman ini adalah munculnya jenis primata, seperti kera.
2) Zaman kuarter
Zaman ini dibagi ke dalam dua kala, yaitu kala Pleistosen/Diluvium,
dan kala Holosen/Aluvium. Pada kala Pleistosen diperkirakan
manusia purba mulai muncul, dan pada kala Holosen manusia purba
telah berkembang lebih sempurna lagi, yaitu jenis Homo sapiens.
Manusia Purba di Indonesia
a. Meganthropus Paleojavanicus
Ditemukam pada tahun 1941 di daerah Sangiran pada lapisan Kabuh
(Pleistosen tengah) oleh von Koenigswald. Fosil ini berupa rahang
atas dan rahang bawah. Meganthropus Paleojavanicus ini
mempunyai bentuk yang paling primitif, seperti bertubuh kekar dan
berahang besar.
b. Pithecanthropus
Disebut juga manusia kera. Berdasarkan fosil-fosil yang ditemukan,
Pithecanthropus merupakan jenis manusia purba yang paling banyak
jenisnya di Indonesia. Fosilnya ditemukan di Trinil, Perning daerah
Mojokerto, Sangiran, Kedung Brubus, Sqambungmacan, dan
Ngandong.
Ciri-ciri Pithecanthropus adalah sebagai berikut.
1) Tinggi tubuhnya kira-kira 165-180 cm
2) Badan tegap namun tidak setegap Meganthropus
3) Tonjolan kening tebal dan melintang sepanjang pelipis
4) Otot kunyah tidak sekuat Meganthropus
5) Volume otaknya 900 cc
6) Hidung lebar dan tidak berdagu
7) Makanannya bervariasi, yaitu tumbuhan dan daging hewan
buruan
c. Homo
Fosil manusia purba jenis Homo adalah yang paling muda
dibandingkan dengan manusia purba jenis lainnya. Manusia jenis
Homo disebut juga Homo Erectus (Manusia berjalan tegak). Fosil ini
pertama diteliti oleh Von Reitschoten di Wajak, dan dilanjutkan oleh
Eugene Dubois bursama teman-temannya dan kemudian
menyimpulkan sebagai jenis Homo. Jenis Homo ini memiliki ciri-ciri
muka lebar, hidung dan mulutnya menonjol, dahi juga masih
menonjol walaupun tidak semenonjol Pitechanthropus. Bentuk
fisiknya tidak jauh berbeda dengan manusia sekarang.

Corak Kehidupan dan Hasil-hasil Budaya Manusia pada


Masa Praaksara Indonesia
1. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat
Sederhana: Budaya Paleolithik
Zaman ini disebut Zaman Batu Tua atau Paleolithikum karena alat
penunjang utama untuk berburu dan mengumpulkan makanan
sebagian besar terbuat dari batu yang masih kasar atau belum
diasah/dihaluskan. Masa ini diperkirakan terjadi antara munculnya
manusia purba pertama sampai sekitar 12.000 tahun yang lalu (kala
Pleistosen).
Corak kehidupan sosial-ekonomis
Makanan manusia purba pada masa ini bergantung pada alam dengan
berburu dan mengumpulkan makanan. Karena berburu menjadi
sarana utama untuk bertahan hidup, kehidupan manusia purba
Indonesia pada masa ini bersifat nomaen atau berpindah-pindah dari
satu tempat ke tempat lain mengikuti gerak binatang buruan serta
sumber air.
Manusia purba Indonesia masa ini hidup dalam kelompok-kelompok
kecil. Interaksi antaranggota kelompok saat berburu menimbulkan
sistem komunikasi dalam bentuk bunyi-mulut, yakni dalam bentuk
kata-kata atau gerakan badan (bahasa isyarat) yang sederhana.
Hasil-hasil budaya
Berikut ini jenis alat yang ditemukan di Indonesia pada masa berburu
dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana:
a. Kapak perimbas: sejenis kapak yang digenggam dan berbentuk
masif. Teknik pembuatannya pada umumnya masih kasar dan tidak
mengalami perubahan dalam waktu perkembangan yang panjang.
b. Alat serpih (flakes) : pertama kali ditemukan oleh von
Koenigswald pada tahun 1934. Alat-alat dikumpulkan dari permukaan
tanah barat laut Desa Ngebung, Sragen, Jawa tengah.
c. Alat tulang : pembuatan alat-alat tulang hanya diketahui di
Ngandong.
2. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat
Lanjut: Budaya Mesolithik
Penyebutan Zaman Batu Tengah/Madya atau Mesolitikum
menunjukkan dua pengertian: pertama, pada periode ini alat
penunjang utama untuk berburu dan mengumpulkan makanan masih
sama dengan periode sebelumnya, yaitu terbuat dari batu yang masih
kasar; kedua, periode ini merupakan masa peralihan dari Zaman Batu
Tua ke Zaman Batu Muda (Neolitikum).
Corak kehidupan sosial-ekonomis
Corak kehidupan tetap sama dengan masa sebelumnya, yaitu berburu
dan mengumpulkan makanan dari alam. Bedanya, pada masa ini juga
mampu mebuat alat-alat dari tulang dan kulit kerang.
Mengenal pembagian kerja: laki-laki berburu, sedangkan perempuan
mengumpulkan makanan berupa tumbuh-tumbuhan dan hewan-
hewan kecil, memasak atau memelihara api, dan membimbing anak.
Hal itulah yang membuat mereka mengenal kebiasaan bertempat
tinggal tidak tetap (semi-sedenter), terutama di gua-gua payung
(abris sous roche).
Hasil-hasil budaya
a. Serpih bilah (flakes) : tradisi ini berlangsung dalam kehidupan di
gua-gua Sulawesi Selatan sseperti di Leang Karassa dan pulau-pulau
Nusa Tenggara Timur.
b. Alat tulang (pebble) : alat tulang banyak ditemukan di Jawa
Timur.
c. Kapak genggam Sumatera (Sumatralith) : Terbuat dari batu kali
yang dipecah atau dibelah. Kapak sumatralith atau pebble adalah
sejenis kapak genggam yang terbuat dari batu kali yang dipecah atau
dibelah. Sisi luarnya yang sudah halus tidak diapa-apakan Sedangkan
Sisi dalamnya (tempat belah) dikerjakan lebih lanjut sesuai dengan
keperluannya. Kapak ini ditemukan di kjokkenmoddinger di
sepanjang Pantai Sumatra Timur Laut di antara Langsa (Aceh) dan
Medan (Sumatera Utara)
3. Masa Bercocok Tanam: Budaya Neolithik
Masa bercocok tanam ini disebut zaman Neolitikum atau Zaman Batu
Muda. Melalui bercocok tanam terjadi perubahan besar dalam
kehidupan manusia, yaitu dari food gathering (berburu dan
mengumpulkan makanan) ke food producing (menghasilkan
makanan sendiri).
Corak kehidupan sosial-ekonomis
Cara hidup berburu dan mengumpulkan makanan perlahan-lahan
ditinggalkan. Seiring dengan itu, masyarakat memelihara hewan-
hewan tertentu. Sebagian kecil penduduk yang tinggal di tepi pantai
memproduksi garam dan mencari ikan. Kegiatan bercocok tanam
dilakukan dengan menebang dan membakar pohon-pohon dan
belukar (slash and burn).
Hasil-hasil budaya
a. Beliung persegi : alat bantu paling menonjol dari masa bercocok
tanam.
b. Kapak lonjong : Banyak ditemukan di Irian, Seram, Gorong,
Tanimbar, Leti, Minahasa dan Serawak. Kapak lonjong didasarkan
pada penampang Alangnya yang berbentuk lonjong dengan ujung
pangkal runcing dan melebar. Bahan yang digunakan dalam
pembuatan kapak lonjong adalah batu kali yang berwarna kehitaman.
Kapak kapak lonjong tersebut memiliki berbagai ukuran dari yang
besar sampai yang kecil. Daerah pusat kapak lonjong adalah Papua
selain itu juga ditemukan di siram gorong Tanimbar Leti Minahasa
dan Serawak. Menurut penelitian kapak kapak lonjong tersebut
berasal dari Asia dan menyebar ke wilayah Indonesia melalui jalan
Timur.
c. Alat-alat obsidian : khusus dibuat dari batu kecubung (obsidian)
berkembang sangat terbatas di beberapa tempat saja.
d. Mata panah : berhubungan dengan kehidupan berburu.
e. Gerabah : mulai dikenal pada masa bercocok tanam
f. Alat pemukul dari kulit kayu : ditemukan di Kalimantan dan
Sulawesi tengah
g. Perhiasan : Ditemukan di Jawa. Ternyata masyarakat praaksara
sudah terlebih dahulu mengenal perhiasan diantaranya berupa gelang
kalung dan anting-anting. Perhiasan ini pada umumnya ditemukan di
Jawa Barat dan Jawa Tengah dan bahan yang biasa digunakan adalah
batu-batu indah seperti agat, chalcedon dan jaspis.
4. Masa Bercocok Tanam Tingkat Lanjut: Budaya
Megalithik
Pada masa ini, tradisi bercocok tanam (food producing) semakin
berkembang. Namun, ada yang khas pada masa ini, yaitu alat-alat
budaya terbuat dari dan berupa batu-batu besar.
Hasil-hasil budaya
a. Menhir : Adalah tiang atau tugu batu tunggal yang didirikan
untuk menghormati roh nenek moyang.Menhir banyak ditemukan di
Kalimantan, Sulawesi Tengah dan Jawa Tengah (Gunung Kidul,
Playen, Sukoliman, dan Rembang). Menhir ada 2 jenis : ada yang
memiliki illustrasi ditugu batu dan ada yang tidak memiliki illustrasi
ditugu batu tersebut. Fungsi sebagai tempat pemujaan untuk
penghormatan terhadap arwah nenek moyang
b. Punden berundak : Merupakan bangunan batu yang disusun
secara bertingkat. Biasanya pada punden berundak terdapat menhir.
Fungsi Punden berundak adalah sebagai sebagai tempat pemujaan,
sekilas bangunan ini berupa anak tangga yang tersusun rapi hingga
keatas . Bangunan ini dapat ditemukan di Lebak Sibedug, Banten
Selatan, Kuningan, Pasirangin.
c. Kubur batu : Yang terbuat dari batu besar yang masing-masing
papan batunya lepas satu sama lain. Adalah kubur batu yang terbuat
dari batu utuh, namun berbentuk bulat, ada pula yang kubus. Waruga
dapat ditemukan di daerah Sulawesi Utara dan Tengah, Minahasa.
Fungsinya sebagai tempat menyimpan mayat yang disertai bekal
kuburnya.
d. Dolmen : Adalah meja yang berkakikan menhir, dolmen
digunakan sebagai tempat sesaji untuk pemujaan pada roh nenek
moyang. Dolmen ada juga yang berbentuk peti mati dan didalamnya
berisi tulang belulang manusia serta beberapa benda yang disertai,
seperti periuk, gigi binatang dan porselen. Dolmen banyak sekali
ditemukan di Nusatenggara, Lampung dan Sumatera. Fungsinya
sebagai tempat sesaji dan pemujaan kepada roh nenek moyang,
adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar
mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki
mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh batu.
e. Arca batu : Arca/patung-patung dari batu yang berbentuk
binatang atau manusia. Bentuk binatang yang digambarkan adalah
gajah, kerbau, harimau dan moyet. Sedangkan bentuk arca manusia
yang ditemukan bersifat dinamis. Maksudnya, wujudnya manusia
dengan penampilan yang dinamis seperti arca batu gajah. Arca batu
gajah adalah patung besar dengan gambaran seseorang yang sedang
menunggang binatang yang diburu. Arca tersebut ditemukan di
daerah Pasemah (Sumatera Selatan). Daerah-daerah lain sebagai
tempat penemuan arca batu antara lain Lampung, Jawa Tengah dan
Jawa Timur.
5. Masa Perundagian: Zaman Logam
Masa ini disebut juga zaman logam karena pada masa ini manusia
sudah mampu membuat alat-alat dari logam. Adapun orang yang
membuatnya disebut undagi, yaitu golongan yang terampil atau ahli
untuk melakukan pekerjaan tangan.
Corak kehidupan sosial-ekonomis
Alat-alat dari logam ini tidak menggantikan gerabah. Gerabah tetap
memainkan peran penting. Munculnya alat-alat dari logam hanya
mengganti alat-alat dari batu dan tulang. Selain itu, munculnya
kemampuan membuat alat-alat dari logam tidak menggantikan mata
pencaharian pokok: bercocok tanam. Dari perkembangannya alat-alat
dari logam itu juga dipakai untuk tujuan ritual keagamaan.
Hasil-hasil budaya
1. Alat-alat dari Logam Perunggu
a. Nekara
Nekara dapat juga disebut Genderang Nobat atau Genderang Ketel
karena bentuknya semacam berumbung. Terbuat dari perunggu yang
berpinggang di bagian tengahnya, dan sisi atasnya tertutup. Bagi
masyarakat prasejarah, nekara dianggap sesuatu yang suci. Di daerah
asalnya, Dongson, pemilikan nekara merupakan simbol status,
sehingga apabila pemiliknya meninggal, dibuatlah nekara tiruan yang
kecil yang dipakai sebagai bekal kubur.
Di Indonesia nekara hanya dipergunakan waktu upacara-upacara saja,
antara lain ditabuh untuk memanggil roh nenek moyang, dipakai
sebagai genderang perang, dan dipakai sebagai alat memanggil hujan.
Daerah penemuan nekara di Indonesia antara lain, Pulau Sumatra,
Pulau Jawa, Pulau Roti, dan Pulau Kei serta Pulau Selayar, Pulau Bali,
Pulau Sumbawa, Pulau Sangean.
Nekara-nekara yang ditemukan di Indonesia, biasanya beraneka
ragam sehingga melalui hiasan-hiasan tersebut dapat diketahui
gambaran kehidupan dan kebudayaan yang ada pada masyarakat
prasejarah. Nekara yang ditemukan di Indonesia ukurannya besar-
besar. Contoh nekara yang ditemukan di Desa Intaran daerah Pejeng
Bali, memiliki ketinggian 1,86 meter dengan garis tengahnya 1,60
meter. Nekara tersebut dianggap suci sehingga ditempatkan di Pure
Penataran Sasih. Dalam bahasa Bali sasih artinya bulan, maka nekara
tersebut dinamakan nekara Bulan Pejeng.
b. Kapak Perunggu
Berdasarkan tipenya, kapak perunggu dibagi menjadi dua yaitu,
Kapak Corong dan Kapak Corong (Kapak Sepatu) dan Kapak Upacara.
Kapak corong disebut juga kapak sepatu karena seolah-olah kapak
disamakan dengan sepatu dan tangkai kayunya disamakan dengan
kaki. Bentuk bagian tajamnya kapak corong tidak jauh berbeda
dengan kapak batu, hanya bagian tangkainya yang berbentuk corong.
Corong tersebut dipakai untuk tempat tangkai kayu. Bentuk kapak
corong sangat beragam jenisnya. Salah satunya ada yang panjang satu
sisinya yang disebut dengan candrosa, bentuknya sangat indah dan
dilengkapi dengan hiasan.
Kapak perunggu memiliki dua fungsi yakni, sebagai alat upacara atau
benda pusaka, dan sebagai perkakas atau alat untuk pekerja.
c. Bejana Perunggu
Bejana perunggu ditemukan di tepi Danau Kerinci Sumatra dan
Madura, bentuknya seperti periuk tetapi langsing dan gepeng. Kedua
bejana yang ditemukan mempunyai hiasan yang serupa dan sangat
indah berupa gambar-gambar geometri dan pilin-pilin yang mirip
huruf J.
d. Patung Perunggu
Arca perunggu yang berkembang pada zaman logam memiliki bentuk
bervariasi, ada yang berbentuk manusia, ada juga yang berbentuk
binatang. Pada umumnya, arca perunggu bentuknya kecil-kecil dan
dilengkapi cincin pada bagian atasnya. Adapun fungsi dari cincin
tersebut sebagai alat untuk menggantungkan arca itu sehingga tidak
mustahil arca perunggu yang kecil dipergunakan sebagai bandul
kalung. Daerah penemuan arca perunggu di Indonesia adalah
Palembang Sumsel, Limbangan Bogor, dan Bangkinang Riau.
e. Perhiasan Perunggu
Perhiasan dari perunggu yang ditemukan sangat beragam bentuknya,
yaitu seperti kalung, gelang tangan dan kaki, bandul kalung dan
cincin. Di antara bentuk perhiasan tersebut terdapat cincin yang
ukurannya kecil sekali, bahkan lebih kecil dari lingkaran jari anak-
anak. Untuk itu, para ahli menduga fungsinya sebagai alat tukar.
Perhiasan perunggu ditemukan di Malang, Bali, dan Bogor.
2. Alat-alat dari Besi
Berbeda dengan benda perunggu, penemuan benda-benda besi
jumlahnya terbatas. Seringkali benda-benda besi tersebut ditemukan
sebagai bekal kubur, misalnya di dalam kubur-kubur di Wonosari
(Jawa Tengah) dan di Besuki (Jawa Timur). Benda benda besi yang
ditemukan tersebut berupa: mata kapak, pisau, sabit, pedang, mata
tombak, gelang-gelang besi, dan sebagainya.
3. Gerabah
Gerabah pada zaman Logam mencapai tingkat yang lebih maju ragam
hiasnya yang lebih kaya. Tempat penemuan gerabah misalnya di
Gilimanuk (Bali), Leuwiliang (Bogor), Anyer (Jawa Barat), dan
Kalumpang (Sulawesi Selatan).
Pada masa perundagian penggunaan gerabah tidak hanya terbatas
pada keperluan sehari-hari, tetapi juga untuk kepentingan upacara
penguburan, misalnya sebagai tempayan dan bekal kubur.
Sistem Kepercayaan
1) Animisme
Suatu sistem kepercayaan yang menyatakan bahwa roh (jiwa) itu
tidak hanya berada pada makhluk hidup saja, namun roh ada juga
pada benda-benda tertentu.
2) Dinamisme
Suatu kepercayaan bahwa segala sesuatu mempunyai tenaga atau
kekuatan yang dapat memengaruhi keberhasilan atau kegagalan
usaha manusia dalam mempertahankan hidup.
3) Totemisme
Kepercayaan adanya binatang-binatang jenis tertentu yang dianggap
suci dan terpuji karena memiliki kekuatan gaib. Binatang-binatang
yang dimaksud di anataranya adalah lembu (sapi), ular, dan buaya.

Anda mungkin juga menyukai