Anda di halaman 1dari 8

MESOLITIKUM tingkat lanjut

Mesolitikum atau Zaman Batu Madya (Bahasa Yunani: mesos “tengah”, lithos batu) adalah suatu
periode dalam perkembangan teknologi manusia, antara Paleolitik atau Zaman Batu Tua dan Neolitik
atau Zaman Batu Muda.

Istilah ini diperkenalkan oleh John Lubbock dalam makalahnya “Zaman Prasejarah” (bahasa Inggris:
Pre-historic Times) yang diterbitkan pada tahun 1865. Namun istilah ini tidak terlalu sering
digunakan sampai V. Gordon Childe mempopulerkannya dalam bukunya The Dawn of Europe (1947).

Pada zaman ini, kehidupan manusia beralih dari pola pemburu-pengumpul ke cara hidup
menghasilkan makanan. Adanya kemampuan menghasilkan makanan tersebut menunjukkan bahwa
manusia purba sudah menetap secara permanen. Tempat hidup manusia purba terdapat di dekat
sungai, danau, bukit dan hutan-hutan serta tempat-tempat yang di dekat dengan air. Mereka sudah
tidak tinggal di gua-gua tetapi sudah menghuni rumah-rumah panggung yang dibangun secara
sederhana. Rumah-rumah panggung tersebut didirikan agar dapat terhindar serangan binatang buas.

Pada masa ini, kegiatan berburu masih tetap dilakukan, walaupun frekuensinya tidak sering seperti
masa sebelumnya.

Sistem berlandang secara berpindah ini disebut juga bergumah. Kegiatan seperti ini masih sering
dijumpai di Indonesia seperti di pedalaman Papua dan Kalimantan.

Zaman Mesolitikum dikenal juga dengan nama zaman Batu Pertengahan atau zaman Batu Madya.
Zaman ini berlangsung antara tahun 10.000 – 5.000 sebelum Masehi (SM). Zaman Meoslitikum di
Asia Tenggara juga dikenal dengan nama zaman Haobinhian.

Zaman Mesolitikum ditandai dengan kecenderungan manusia purba untuk tinggal di tepi sungai dan
laut. Sebab, persediaan air dan makanan laut memungkinkan manusia untuk bermukim di sana.

Zaman mesolotikum karakteristik zaman mesolotikum

Karakteristik zaman Mesolitikum di antaranya yaitu kebiasaan manusia purba tinggal di tepi sungai
atau laut, jika dibandingkan dengan manusia purba di zaman Paleolitikum. Di sisi lain, manusia purba
zaman Mesolitikum juga banyak yang tinggal di gua.

Peninggalan Zaman Mesolitikum

Beberapa peninggalan pada zaman Mesolitikum berhasil ditemukan di beberapa tempat, khususnya
di Indonesia. Dilansir laman Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan serta berbagai sumber lainnya,
berikut adalah hasil penemuan tersebut. Yuk, simak langsung!

1. Abris sous roche

Ilustrasi manusia tinggal di dalam gua (commons.wikimedia.org/Charles R. Knight)

Ilustrasi manusia tinggal di dalam gua (commons.wikimedia.org/Charles R. Knight)

Manusia pada zaman Mesolitikum sudah mulai memiliki tempat tinggal, meskipun belum menetap
(semisedenter). Manusia pada zaman ini tinggal di dalam gua batu yang ada di tebing pantai. Gua ini
juga berfungsi sebagai tempat perlindungan dari cuaca panas dan hujan serta serangan dari binatang
buas.

Kebiasaan manusia purba untuk tinggal di dalam gua ini disebut dengan kebudayaan Abris Sous
Roche. Bukti peninggalan ini dapat ditemukan di dalam gua tersebut, yaitu berupa perkakas batu
yang sudah diasah dan peralatan dari tulang dan tanduk.

Perkakas tersebut banyak ditemukan di gua Lawa, Sampung, Ponorogo, Jawa Timur, sehingga
dinamakan Sampung Bone Culture. Selain itu, Abris Sous Roche juga ditemukan di daerah Besuki,
Bojonegoro, dan Sulawesi Selatan.

2. Serpih-bilah (flakes)

Peninggalan flakes dari Mesolitikum (commons.wikimedia.org/Vaneiles)

Peninggalan flakes dari Mesolitikum (commons.wikimedia.org/Vaneiles)

Penyelidikan pertama pada Abris Sous Roche dilakukan oleh Dr. Van Stein Callenfels antara tahun
1928 hingga tahun 1931. Tempat penyelidikannya adalah di gua Lawa dekat Sampung, Ponorogo,
Jawa Timur. Alat-alat yang ditemukan pada gua tersebut antara lain berupa alat-alat dari batu.
Contohnya seperti ujung panah, flakes, dan batu pipisan.

Kapak yang sudah diasah yang berasal dari zaman Mesolitikum, serta alat-alat dari tulang dan tanduk
rusa juga berhasil ditemukan pada gua-gua tersebut. Tradisi serpih-bilah (flakes) terutama
berlangsung dalam kehidupan di gua Sulawesi Selatan, seperti di Leang Karassa dan pulau-pulau di
Nusa Tenggara Timur. Adapun di gua yang ada di Jawa, serpih-bilah tidak memainkan peran penting
dalam konteks tradisi tulang.

Baca Juga: Sejarah Museum Manusia Purba Gilimanuk, Awalnya Tempat Penguburan

3. Kjokkenmoddinger

Potret kjokkenmoddinger (twitter.com/kenzie_sr)

Potret kjokkenmoddinger (twitter.com/kenzie_sr)

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Sejarah Stadion Kanjuruhan, Saksi Bisu Tragedi Sepak Bola Berdarah

Beda Gas Air Mata dan Water Cannon, Begini Penjelasannya


Peneliti Temukan Fosil Jantung Berusia 380 Tahun

Ciri-ciri kehidupan Mesolitikum tidak jauh berbeda dengan kebudayaan Paleolitikum. Perbedaannya,
manusia yang hidup pada zaman Mesolitikum sudah ada yang menetap, sehingga kebudayaan yang
ciri khasnya adalah Kjokkenmoddinger dan Abris Sous Roche.

Manusia purba yang tinggal dekat dengan pantai mencari makanan di laut yang kemudian
meninggalkan sampah dapur bekas sisa-sisa makanan. Inilah yang disebut dengan Kjokenmoddinger.

Secara etimologis, kata “Kjokkenmoddinger” berasal dari bahasa Denmark, yaitu kjokken yang
memiliki arti ‘dapur’ dan modding yang berarti ‘sampah’. Jadi, Kjokkenmoddinger memiliki arti
sampah dapur.

Dalam kenyataannya, Kjokkenmoddinger adalah timbunan kulit kerang dan siput yang mencapai
ketinggian kurang lebih 7 meter dan sudah membatu atau telah menjadi fosil. Kjokkenmoddinger
banyak ditemukan di sepanjang pantai timur Sumatra.

4. Alat tulang (pebble)

Contoh alat-alat pebble (researchgate.net/Grzegorz-Osipowicz)

Contoh alat-alat pebble (researchgate.net/Grzegorz-Osipowicz)

Ciri-ciri alat yang digunakan pada zaman Mesolitikum adalah permukaannya yang dihaluskan,
terutama pada bagian yang dipakai. Namanya adalah pebble atau alat yang terbuat dari tulang.
Mereka banyak ditemukan di daerah Jawa Timur. Sosok berjasa yang menemukan pebble adalah
seorang arkeolog bernama L.J.C van Es.

Tempat ditemukannya alat-alat tulang tersebut adalah di daerah Jawa, yakni di Gua Lawa, dekat
Sampung, Jawa Timur. Di tempat itu juga ditemukan serpih-bilah sederhana, alat-alat tulang yang
terdiri dari dua macam bentuk sudip tulang dan semacam belati dari tanduk, mata panah batu yang
bersayap dan berpangkal konveks, hematit (besi oksida), lesung batu, serta perhiasan dari kulit
kerang.

5. Kapak genggam Sumatra (Sumatralith)

Potret sumatralith (dok. Wikimedia Commons/Museumdaerah.deliserdang)

Potret sumatralith (dok. Wikimedia Commons/Museumdaerah.deliserdang)

Pada zaman Mesolitikum berkembang tiga tradisi pokok pembuatan alat-alat di Indonesia, yaitu
tradisi serpih-bilah, alat tulang, dan kapak genggam Sumatra. Tradisi pembuatan alat pada zaman ini
mendapat pengaruh kuat dari kebudayaan Bacson dan Hoabinh (kurang lebih pada 12.000—8000
SM) dari Vietnam utara, yang diduga merupakan daerah asal pendatang baru ras
Australomelanesoid.

Sejumlah alat batu yang di Indonesia dikenal dengan istilah “Sumatralith” atau kapak genggam
Sumatra. Mereka berasal dari Asia Tenggara dan ditemukan di Tiongkok Selatan, Vietnam, Kamboja,
Annam, Thailand, serta di Semenanjung Malaya. Melalui daerah Semenanjung Malaya, tradisi ini
menyebar ke Indonesia dan ditemukan di daerah pantai Sumatra Utara yang berhadapan dengan
semenanjung.

Bisa terlihat kehidupan manusia pada zaman Mesolitikum sudah jauh lebih baik dari zaman
sebelumnya. Sudah memiliki tempat tinggal, meski hanya di gua, dan juga sudah memiliki
kemampuan untuk menggunakan sejumlah perkakas untuk bertahan hidup. Semoga informasi ini
dapat menambah pengetahuan kamu ya!

Ciri-ciri Zaman Mesolitikum

•Ditemukannya Kjokkenmoddinger dan abris Sous roce

•Masyarakat mencari makanan denganBerburu, meramu, dan bercocok tanam

•Alat-alat yang digunakan didominasi dari Tulang dan bebatuan kasar

•Hidup semi nomaden, ditempat-tempat Seperti goa, atau tepi pantai

•sudah mengenal seni lukis

•sudah mengenal kepercayaan.

Sistem sosial

Struktur sosial masyarakat purba masih sederhana berciri keseragaman (homogenitas) yang sangat
tinggi. Keseragaman tersebut menyangkut berbagai aspek seperti aspek pola dan bentuk bentuk
tempat tinggal. Bentuk-bentuk tempat tinggal berkaitan dengan struktur masyarakat masa bercocok
tanam. Pada umumnya, bentuk-bentuk tempat tinggal (rumah) dari masa bercocok tanam berupa
rumah-rumah kecil, bundar dan atapnya melekat di tanah. Pada saat ini bentuk-bentuk rumah
peninggalan zaman prasejarah tersebut dapat dijumpai di pulau Timor dan Kalimantan Barat. Dalam
aspek kependudukan mulai terjadi gejala pertambahan penduduk dengan cepat. Hal ini disebabkan
pada masa itu mulai muncul anggapan di dalam masyarakat bahwa jumlah anggota keluarga yang
banyak akan sangat menguntungkan karena tersedianya tenaga kerja yang dimanfaatkan untuk
membantu pekerjaan pekerjaan di bidang pertanian.

Sistem Mata Pencaharian


Karena pertambahan penduduk yang menyebabkan jumlah tenaga tenaga kerja meningkat, bidang
pertanian berkembang pesat. Pada bidang pertanian masyarakat mulai menanami lahan pertanian
dengan jenis-jenis tanaman seperti umbi-umbian dan buah-buahan. Dari jenis-jenis tanaman
tanaman itu berkembang jenis-jenis tanaman lainnya seperti biji-bijian, padi-padian dan sayur-
sayuran namun selain bercocok tanam manusia purba juga beternak.

Pada waktu luang saat menunggu panen masyarakat purba juga mengisinya dengan berbagai usaha
kerajinan rumah tangga, seperti menganyam, membuat gerabah dan mengasah alat-alat pertanian.
Adanya kepandaian manusia purba dalam membuat kerajinan tangan yang mulai dirintis pada masa
bercocok tanam memunculkan spesialisasi pekerjaan di bidang pertambangan yang merupakan
prasyarat bagi lahir perundagian.

Pada masa bercocok tanam masyarakat purba juga sudah pandai membuat perahu dari pohon-
pohon besar yang dipotong-potong dan digunakan untuk menangkap ikan. Proses pembuatan
perahu dilakukan dengan melubangi potongan-potongan kayu besar dengan api dan selanjutnya
lubang tersebut diperdalam dengan beliung sehingga menyerupai bentuk lesung. Pada saat itu juga
telah ada kegiatan perdagangan perdagangan barter yaitu dengan cara tukar menukar barang
barang guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Sistem religi/agama

Manusia prasejarah pada masa mesolitik sudah mengenal suatu kepercayaan terhadap kekuatan
gaib. Mereka percaya terhadap hal-hal yang menakutkan atau serba hebat. Selain itu mereka juga
memuja roh nenek moyangnya kadangkala kalau melihat pohon yang besar tinggi dan rimbun
manusia merasa ngeri. Manusia purba menganggap bahwa kegiatan itu disebabkan pohon itu ada
yang menghuni.

Begitupun terhadap batu besar serta binatang yang besar atau menakutkan mereka juga memujanya
kekuatan alam yang besar seperti petir, topan, banjir dan gunung meletus yang di anggap
menakutkan dan mengerikan juga dipuja. Jika terjadi letusan gunung berapi mereka beranggapan
bahwa yang menguasai gunung sedang murka.

Sistem kepercayaan masyarakat pada masa bermukim dan bercocok tanam dapat dibedakan atas
dua hal

AnimismeSunting

Adalah paham kepercayaan yang meyakini bahwa roh mendiami  benda-benda tertentu. Contoh
paham animisme ini adalah upacara syukuran panen dengan memanggil roh pertanian.

DinamismeSunting

Dinamisme adalah paham kepercayaan yang meyakini bahwa ada kekuatan gaib pada benda-benda
tertentu. Misalkan saja menaruh hormat kepada pohon, batu besar, gunung, dan jimat.
Praktek religi dan kepercayaan berupa pemujaan arwah para leluhur masih dianut oleh suku-suku
pedalaman di Indonesia misalnya suku bangsa Dayak di Kalimantan yang masih mempraktekkan
ritual ritual animisme dan dinamisme.

Pada masa berburu tingkat lanjut atau Mesolitikum Akhir, corak hidup yang berasal dari periode
sebelumnya masih berpengaruh.

Corak kehidupan pada Zaman Mesolitikum Akhir adalah mengumpulkan makanan dan menetap.

Hidup dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan masih dilanjutkan, hal ini terbukti dari
bentuk alat-alat yang digunakan, yakni dari batu, tulang, dan kulit kerang.

Ciri utama kehidupan sosial manusia purba pada masa berburu dan mengumpulkan makanan adalah
berpindah-pindah.

Namun berbeda dengan masa sebelumnya, pola hidup masyarakat berburu dan meramu tingkat
lanjut mulai timbul usaha untuk menetap di gua-gua alam.

Corak kehidupan pada Zaman Mesolitikum Akhir adalah mengumpulkan makanan dan menetap.

Hidup dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan masih dilanjutkan, hal ini terbukti dari
bentuk alat-alat yang digunakan, yakni dari batu, tulang, dan kulit kerang.

Ciri utama kehidupan sosial manusia purba pada masa berburu dan mengumpulkan makanan adalah
berpindah-pindah.

Namun berbeda dengan masa sebelumnya, pola hidup masyarakat berburu dan meramu tingkat
lanjut mulai timbul usaha untuk menetap di gua-gua alam.

Akan tetapi, tempat tersebut suatu saat akan ditinggalkan apabila sekiranya tidak dapat mencukupi
kehidupan sehari-harinya lagi.

Salah satu contoh kehidupan budaya masyarakat pada masa berburu dan mengumpulkan makanan
tingkat lanjut yaitu gambar tangan pada dinding gua.

Berikut ini ciri-ciri kehidupan masa berburu dan meramu tingkat lanjut

Kehidupan sosial-ekonomi

Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut, masyarakatnya masih bergantung
pada alam sekitar.

Cara memperoleh makanan masih bersifat food gathering, yakni dengan mengumpulkan umbi-
umbian, buah-buahan, keladi, daun-daunan, siput, kerang, serta berburu binatang di dalam hutan
dan menangkap ikan.Masyarakatnya hanya bisa menanam umbi-umbian, karena belum mengenal
cara menanam biji-bijian.

Manusia purba pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut telah menunjukkan
keinginan untuk bertempat tinggal menetap di dalam gua-gua.

Mereka biasanya memilih gua yang tidak jauh dari sumber air, yakni di dekat sungai dan di pinggir

Contoh peninggalan yang khas dari masyarakat berburu dan meramu tingkat lanjut adalah abris sous
roche, yaitu gua menyerupai ceruk batu karang yang digunakan sebagai tempat tinggal.
Selain itu, bukti bahwa masyarakatnya juga hidup di pinggir pantai dan sering mengonsumsi kerang
dan siput adalah ditemukannya kjokkenmoddinger (sampah bukit kerang).

Di gua-gua tersebut, manusia purba hidup dalam kelompok kecil yang terdiri atas dua atau tiga
keluarga.

Akan tetapi, situs-situs tersebut belum ditempati secara permanen. Pasalnya, manusia purba akan
berpindah ke tempat lain apabila bahan makanan di wilayah tersebut sudah habis.

Kehidupan sosial-budaya

Corak kehidupan manusia praaksara pada periode ini setingkat lebih tinggi daripada masyarakat
berburu dan meramu tingkat awal.

Hal ini terlihat dari teknik pembuatan alat ataupun hasil kebudayaannya. Peralatan sehari-hari yang
dihasilkan berupa alat-alat batu seperti kapak genggam dan kapak pendek, kemudian peralatan dari
tulang, tanduk, dan kulit kerang.

Di samping itu, pada masa ini mungkin sekali dibuat peralatan berbahan bambu.

Diduga bambu memiliki peran penting, karena dapat dengan mudah diolah menjadi berbagai macam
peralatan sehari-hari.

Misalnya, bambu dapat dijadikan sudip untuk mencungkil atau membersihkan umbi-umbian,
dijadikan keranjang, dan bahan bakar.

Selama bertempat tinggal di gua, manusia purba tidak hanya membuat peralatan yang diperlukan,
tetapi juga melukiskan sesuatu di dinding.

Lukisan itu dibuat dengan cara menggores pada dinding gua atau menggunakan cat dari bahan alami
berwarna merah, hitam, atau putih.

Lukisan yang dibuat biasanya menggambarkan pengalaman sehari-hari, sebuah perjuangan,


harapan, atau kepercayaan.

Contoh lukisan yang dibuat adalah berupa cap-cap tangan, orang naik perahu, dan lukisan binatang
buruan.

Kehidupan spiritual

Kehidupan spiritual masyarakat berburu dan meramu tingkat lanjut tergambar pada lukisan-lukisan
yang ada di dinding gua.

Cap tangan mungkin mengandung arti kekuatan atau lambang kekuatan pelindung untuk mencegah
roh jahat.

Di samping itu, lukisan juga bertalian dengan upacara-upacara penghormatan nenek moyang,
upacara penguburan, dan keperluan meminta hujan atau kesuburan.Selain lukisan pada dinding gua,
kepercayaan masyarakat saat itu terlihat pada tradisi penguburan.Hal ini terlihat pada masyarakat si
Gua Lawa, Sampung, bukit kerang di Sumatera Utara, dan Gua Sodong, Jawa Timur, di mana
mayatnya ditaburi dengan pewarna alami oker merah.Diduga, pemberian oker merah dimaksudkan
untuk memberikan kehidupan baru di alam baka.

Anda mungkin juga menyukai