Anda di halaman 1dari 8

ZAMAN PALEOLITIKUM,

Pengertian, Ciri-Ciri Zaman Paleolitikum, Hasil Kebudayaan, dan Manusia Pendukung


– Sebelum manusia menjadi modern seperti saat ini, manusia mengalami zaman
prasejarah yang disebut dengan zaman batu. Zaman batu adalah zaman di mana manusia
masih menggunakan sebagian besar batu sebagai alat penunjang kehidupan mereka,
seperti perabotan rumah tangga, alat berburu, dan lain – lain. Zaman batu sendiri terbagi
menjadi tiga periode yaitu zaman paleotikum, mesolitikum, dan magalitikum. Nah,
artikel kali ini akan membahas mengenai zaman paleotikum secara jelas. Marilah kita
mulai pembahasannya!

Pengertian Zaman Paleotikum


Zaman paleotikum atau disebut juga dengan zaman batu tua. Hal ini dikarenakan pada
masa itu, para manusia purba menggunakan batu yang masih alami, dengan kata lain
masih kasar, belum diasah atau dipoles. Zaman paleotikum diperkirakan terjadi pada
masa pleistosen (diluvium) dan berlangsung kira – kira 600. 000 tahun yang lalu.
Jika dilihat dari alat – alat pendukung kehidupan mereka, diperkirakan pada masa itu
manusia memenuhi kebutuhan hidup dengan cara berburu secara berkelompok dan
meracik makanan dengan sederhana.
Bukti dari keberadaan zaman ini adalah dengan ditemukannya fosil – fosil manusia
purba yang diperkirakan berusia lebih dari 1 juta tahun yang lalu, seperti Homo
Wajakensis, Meganthropus paleojavanicus, Homo Erectus dan Homo Soliensis. Selain
itu, ditemukan pula kapak genggam yang terbuat dari batu.
Zaman paleolitikum sendiri terbagi menjadi tiga periode, yaitu:

1. Zaman paleolitikum tua


Periode ini merupakan periode pertama kali manusia berkembang ke arah yang lebih
berbudaya. Pada masa ini muncul peralatan dari batu yang dibuat dengan sistem
benturan, yaitu dengan membenturkannya pada batu lain yang lebih keras. Tradisi
pembuatan alat – alat ini disebut dengan tradisi peralatan Oldowan.

2. Zaman paleolitikum madya


Pada periode ini manusi purba diperkirakan telah memiliki kepercayaan. Hal ini
dibuktikan dengan ditemukannnya artefak – artefak di Situs Mousterian yang
mengungkapkan adanya pemujaan pada binatang pada waktu itu.

3. Zaman paleolitikum muda


Pada periode ini manusi purba sedikit lebih berkembang. Merek mulai menemukan
peralatan – peralatan berburu seperti panah, tombak, dan pisau batu yang
menyempurnakan teknik berburu mereka. Pada masa ini, banyak sekali kebudayaan
yang muncul karena penyebaran manusia yang telah luas hingga ke pelosok bumi.
Ciri – Ciri Zaman Paleolitikum
1. Jenis Manusia
Manusia purba yang tinggal pada masa paleolitikum adalah manusia jenis
Pithecanthropus Erectus, manusia yang berjalan tegak. Mereka hidup secara
berkelompok dan menggunkan alat – alat yang terbuat dari batu kasar. Untuk memenuhi
kebutuhah hidupnya mereka mencari makanan dengan cara berburu dan mengolah
makanan yang masih sangat sederhana.
Berdasarkan penemuan fosil manusia purba, jenis manusia purba yang hidup pada
zaman ini adalah Pithecanthropus Erectus, Meganthropus paleojavanicus, Homo
Wajakensis, dan Homo Soliensis. Fosil – fosil ini ditemukan di aliran sungai Bengawan
Solo.
Pada masa itu, manusia purba belum menetap di suatu tempat. Mereka berpindah –
pindah tempat dari satu tempat ke tempat lainnya (nomaden).

2. Peralatan
Peralatan yang digunakan pada masa itu terbuat dari batu yang masih sangat kasar.
Perlatan itu dibuat dengan cara memukulkannya pada batu lain yang lebih keras,
sehingga dihasilkan serpihan batu yang lebih kecil. Benda – benda yang ditemukan pada
zaman ini adalah kapak genggam, anak panah, tombak, pisau batu, flakes, alat – alat
dari tulang, dan tanduk rusa.

Kebudayaan Zaman Paleolitikum


Berdasarkan penemuan – penemuan oleh para ahli, zaman paleolitikum menghasilkan
dua macam kebudayaan di Indonesia, yaitu kebudayaan kebudayaan pacitan dan
kebudayaan ngandong.

1. Kebudayaan Pacitan
Kebudayaan pacitan ditandai dengan penemuan alat batu dan kapak genggam di daerah
Pacitan pada tahun 1935 oleh Von Koenigswald. Kapak – kapak tersebut merupakan
kapak – kapak yang dikerjakan dengan cara kasar yang disebut dengan kapak penetak.
Selain di Pacitan, di Gombang dan Progo (Jawa Tengah), Suka Bumi, dan Lahat juga
banyak ditemukan alat-alat seperti itu.

2. Kebudayaan Ngandong
Kebudayaan Ngandong ditandai dengan ditemukannya alat-alat dari tulang, alat
penusuk dari tanduk rusa, flakes dan ujung tombak bergigi di daerah Ngandong dan
Sidoarjo.
Selain itu, ditemukan pula alat yang sangat kecil dari batu – batuan yang sangat indah di
dekat Sangiran. Benda ini disebut dengan Serbih Pilah. Keberadaan kebudayaan
Ngandong ini didukung juga oleh penemuan yang berupa lukisan pada dinding –
dinding goa yang berupa lukisan tapak tangan berwarna merah dan juga lukisan babi
hutan yang ditemukan di Goa Leang Pattae (Sulawesi Selatan).
ZAMAN MESOLITIKUM

Pengertian, Ciri-Ciri Zaman Mesolitikum, Manusia Pendukung, Serta Hasil


Kebudayaan – Zaman mesolitikum adalah salah satu periode zaman prasejarah, yaitu
zaman batu di mana manusia masih menggunakan batu sebagai alat dalam kegiatan
sehari – harinya. Zaman mesolitikum sendiri disebut dengan zaman batu tengah dan
terjadi pada masa holsen sekitar 10. 000 tahun yang lalu.
Apabila dibandingkan dengan zaman batu sebelumnya, pada zaman ini manusia mulai
mengalami perkembangan budaya yang lebih cepat. Perkembangan budaya yang cepat
ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah keadaan alam yang lebih stabil.
Akibatnya, manusia pada zaman ini hidup dengan lebih tenang, sehingga mereka bisa
mengembangkan kebudayaannya.
Pada zaman kehidupan manusia purba tidak terlalu berbeda dengan kehidupan manusia
purba pada masa-masa sebelumnya. Mereka memenuhi kebutuhan sehari – hari dengan
berburu dan mengumpulkan beberapa makanan. Namun, pada masa ini manusia lebih
cerdas dibandingkan dengan para pendahulunya. Mereka mulai menetap dan
membangun tempat – tempat tinggal yang semi permanen di tepi – tepi pantai, dan di
dalam goa goa, sehingga tidak heran di tempat tersebut banyak ditemukan peninggalan
– peninggalan pra sejarah. Manusia purba yang hidup pada zaman mesolitikum sudah
mempunyai kemampuan membuat kerajinan gerabah dari tanah liat.
Selain itu, mereka juga sudah mulai bercocok tanam meskipun dengan cara yang masih
sederhana. Manusia purba pada masa ini masih menggunakan alat – alat yang diambil
dari tulang dan tanduk hewan untuk digunakan dalam kehidupan sehari – hari seperti
pada masa mengumpulkan makanan tingkat awal atau paleolitikum.
Alat – alat tersebut banyak ditemukan di pulau sumatra, pulau jawa, pulau bali, dan
nusa tenggara bagian timur. Barang-barang hasil budaya mesolitikum yang di temukan,
diantaranya adalah kapak genggam Sumatra (Sumatralith pebble culture), flake (flakes
culture) di daerah Toala, alat dari bahan tulang (bone culture) di Sampung.

Ciri – Ciri Zaman Mesolitikum


Berdasarkan penjelasan di atas, dapat kita ketahui bahwa zaman mezolitikum memiliki
ciri – ciri sebagai berikut ini:
1. Manusia di zaman ini sudah tidak lagi nomaden atau menetap di gua, maupun di
pantai.
2. Manusia zaman ini sudah mengumpulkan makanan dan bercocok tanam.
3. Manusia zaman ini sudah bisa membuat kerajinan dari gerabah.

Manusia Purba pada Zaman Mesolitikum


Manusia purba pada zaman mezolitikum memiliki kecerdasan yang lebih dibandingkan
dengan manusia purba pada zaman sebelumnya. Mereka sudah memiliki kebudayaan
yang cukup maju dan tatanan sosial yang lebih tertata rapih. Salah satu jenis manusia
purba yang hidup pada masa ini adalah Abris sous roche, yaitu manusia purba mendiami
gua-gua di tebing pantai. Ini dibuktikan dengan ditemukannya fosil mereka bersama
dengan banyaknya tumpukan sampah dapur yang menggunung tinggi hingga mencapai
7 meter. Tumpukan fosil ini di sebut juga dengan kjokkenmoddinger.
Hasil Kebudayaan Zaman Mesolitikum
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa Zaman Mesolitikum menghasilkan
beberapa kebudayaan, di antaranya adalah:
1. Kjokkenmoddinger (Sampah Dapur)
Istilah Kjokkenmoddinger diambil dari bahasa Denmark, yaitu kjokken yang berarti
dapur dan modding yang berarti sampah. Jadi, Kjokkenmoddinger adalah sampah dapur.
Dalam pengertian yang sebenarnya Kjokkenmoddinger adalah fosil yang berupa
timbunan atau tumpukan kulit kerang dan siput sehingga mencapai ketinggian ± 7
meter. Fosil ini ditemukan di sepanjang pantai timur Sumatera, yakni antara daerah
Langsa hingga Medan. Penemuan tersebut menunjukkan bahwa manusia purba pada
zaman ini sudah mulai menetap.

Pada tahun 1925 Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian pada
Kjokkenmoddinger. Kemudian, dia menemukan kapak genggam yang berbeda dengan
kapak genggam pada zaman phaleotikum (chopper).

2. Kapak genggam Sumatera (Sumateralith)


Pada tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di fosil bukit
kerang dan menemukan kapak genggam. Temuan tersebut dinamakan sesuai dengan
lokasi penemuannya yaitu pebble/kapak genggam Sumatra (Sumatralith). Kapak ini
dibuat dari batu kali yang dipecah – pecah hingga menjadi tajam ujungnya.

3. Hachecourt (kapak pendek)


Selain pebble, Dr. P.V. Van Stein juga menemukan kapak pendek (Hachecourt) di dalam
bukit kerang. Kapak ini memiliki bentuk yang lebih pendek (setengah lingkaran)
sehingga disebut juga dengan hachecourt/kapak pendek.

4. Pipisan
Di dalam bukit kerang tersebut ternyata ditemukan pipisan, yaitu batu – batu penggiling
beserta dengan landasannya. Batu pipisan ini digunakan untuk menggiling makanan dan
juga dipergunakan sebagai penghalus cat merah yang berasal dari tanah merah. Cat
merah ini diperkirakan sebagai alat untuk keperluan keagamaan dan juga untuk ilmu
sihir.
ZAMAN NEOLITIKUM

Setiap pembabakan zaman prasejarah tentunya memiliki ciri kehidupan dan


peninggalan-peninggalan yang berbeda sesuai dengan zamannya masing-masing. Hal
tersebut diketahui setelah banyaknya ditemukan fosil-fosil manusia purba dan benda-
benda peninggalannya. Diantara beberapa pembabakan zaman yang ada, pada
kesempatan ini akan dipaparkan benda-benda peninggalan, cara hidup serta ciri pada
zaman Neolitikum. Semoga bermanfaat !!

Peninggalan Zaman Neolitikum


1. Kapak Persegi
Misalnya :
Beliung, Pacul dan Torah untuk mengerjakan kayu. Ditemukan di Sumatera, Jawa, bali,
Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi dan Kalimantan.
Fungsi:
 sebagai cangkul/pacul.
 sebagai alat pahat/alat untuk mengerjakan kayu sebagaimana lazimnya pahat.
Bahan untuk membuat kapak disamping dibuat dari batu api/chalcedon yang hanya
dipergunakan sebagai alat upacara keagamaan, azimat atau tanda kebesaran.
2. Kapak Bahu
Kapak Bahu, sama seperti kapak persegi, hanya di bagian yang diikatkan pada
tangkainya diberi leher. Hanya di temukan di Minahasa.
3. Kapak Lonjong
Kapak Lonjong banyak ditemukan di Irian, Seram, Gorong, Tanimbar, Leti, Minahasa
dan Serawak.
Fungsi : sebagai cangkul/pacul.
Cara Hidup pada zaman Neolitikum
Cara hidup zaman neolithikum membawa perubahan-perubahan besar, karena pada
zaman itu manusia mulai hidup berkelompok kemudian menetap dan tinggal bersama
dalam kampung. Berarti pembentukan suatu masyarakat yang memerlukan segala
peraturan kerja sama. Pembagian kerja memungkinkan perkembangan berbagai macam
dan cara penghidupan di dalam ikatan kerjasama itu.
Dapat dikatakan pada zaman neolithikum itu terdapat dasar-dasar pertama untuk
penghidupan manusia sebagai manusia, sebagaimana kita dapatkan sekarang.
Kira-kira 2000 tahun SM, telah datang bangsa-bangsa baru yang memiliki kebudayaan
lebih maju dan tinggi derajatnya. Mereka dikenal sebagai bangsa Indonesia Purba.
Ciri-Ciri Zaman Neolitikum
 Peralatan sudah dihaluskan dan diberi tangkai.
 Alat yang digunakan antara lain kapak persegi dan lonjong.
 Pakaian terbuat dari kulit kayu dan kulit binatang.
 Perhiasan terbuat dari kulit kerang, terrakota dan batu.
 Tempat tinggal menetap (sedenter).
 Memiliki kemampuan bercocok tanam.
 Menganut kepercayaan Animisme dan Dinamisme
ZAMAN MEGALITIKUM

Zaman Megalitikum (mega berarti besar dan lithikum atau lithos berarti batu) disebut
juga zaman batu besar. Hasil budayanya berupa bangunan-bangunan besar yang
berfungsi sebagai sarana pemujaan kepada roh nenek moyang.
Kebudayaan ini berlangsung hingga zaman logam, bahkan sampai saat ini kita masih
dapat menjumpai di berbagai daerah di indonesia sebagai sisa-sisa tradisi budaya
Megalitikum. Adapun hasil budaya Megalitikum ini meliputi: menhir, batu berundak,
dolmen, kubur batu, sarkofagus, waruga, serta berbagai jenis arca berukuran besar.

1. Menhir
Menhir adalah tugu atau batu yang tegak, yang sengaja di tempatkan di suatu tempat
untuk memperingati orang yang sudah meninggal. Batu tegak ini berupa media
penghormatan dan sekaligus lambang bagi orang-orang yang sudah meninggal tersebut.
Menhir adalah batu yang serupa dengan dolmen dan cromlech, merupakan batuan dari
periode Neolitikum yang umum ditemukan di Perancis, Inggris, Irlandia, Spanyol dan
Italia. Batu-batu ini dinamakan juga megalith (batu besar) dikarenakan ukurannya.
Mega dalam bahasa Yunani artinya besar dan lith berarti batu. Para arkeolog
mempercayai bahwa situs ini digunakan untuk tujuan religius dan memiliki makna
simbolis sebagai sarana penyembahan arwah nenek moyang.

2. Punden berundak
Punden berundak merupakan bangunan yang di susun secara bertingkat-tingkat yang di
maksudkan untuk melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang, bangunan ini
kemudian menjadi konsep dasar bangunan candi pada masa hindu-buddha.
Struktur dasar punden berundak ditemukan pada situs-situs purbakala dari periode
kebudayaan Megalit-Neolitikum pra-Hindu-Buddha masyarakat Austronesia, meskipun
ternyata juga dipakai pada bangunan-bangunan dari periode selanjutnya, bahkan sampai
periode Islam masuk di Nusantara. Persebarannya tercatat di kawasan Nusantara sampai
Polinesia, meskipun di kawasan Polinesia tidak selalu berupa undakan, dalam struktur
yang dikenal sebagai marae oleh orang Maori. Masuknya agama-agama dari luar sempat
melunturkan praktik pembuatan punden berundak pada beberapa tempat di Nusantara,
tetapi terdapat petunjuk adanya adopsi unsur asli ini pada bangunan-bangunan dari
periode sejarah berikutnya, seperti terlihat pada Candi Borobudur, Candi Ceto, dan
Kompleks Pemakaman Raja-raja Mataram di Imogiri.

3. Kubur batu
Bentuknya mirip seperti bangunan kuburan seperti yang dapat kita lihat saat ini,
umumnya tersusun dari batu yang terdiri dari dua sisi panjang dan dua sisi lebar.
Sebagian besar kubur batu yang di temukan terletak membujur dari arah timur ke barat.
Pada masa prasejarah ketika kebudayaan Megalitikum berkembang bahwa kubur batu
merupakan salah satu dari jenis peninggalan batu-batu besar (megalit). Sedangkan
sesuai dengan namanya fungsi dari kubur batu sendiri sebagai tempat penguburan
(stonecists) bagi orang-orang yang dihormati di lingkungan masyarakat yang hidup
pada masa megalit. Kubur batu ini sudah dilakukan pengamanan dengan cara diberi
pagar keliling yang terbuat dari kayu dengan ukuran panjang 5,50 meter dan lebar 5
meter. Sedang bagian atas di beri cungkup seng dengan tiang penyangga dari kayu dan
pondasi semen.
4. Sarkofagus
Sejenis kubur batu tetapi memiliki tutup di atasnya, biasanya antara wadah dan tutup
berukuran sama. Pada dinding muka sarkofagus biasanya diberi ukiran manusia atau
binatang yang dianggap memiliki kekuatan magis.
Sarkofagus sering disimpan di atas tanah oleh karena itu sarkofagus seringkali diukir,
dihias dan dibuat dengan teliti. Beberapa dibuat untuk dapat berdiri sendiri, sebagai
bagian dari sebuah makam atau beberapa makam sementara beberapa yang lain
dimaksudkan untuk disimpan di ruang bawah tanah. Di Mesir kuno, sarkofagus
merupakan lapisan perlindungan bagi mumi keluarga kerajaan dan kadang-kadang
dipahat dengan alabaster

5. Dolmen
Dolmen merupakan bangunan megalithik yang memiliki banyak bentuk dan fungsi,
sebagai pelinggih roh atau tempat sesaji pada saat upacara. Dolmen biasanya di letakan
di tempat-tempat yang dianggap keramat, atau di tempat pelaksanaan upacara yang ada
hubungannya dengan pemujaan kepada roh leluhur.
Dolmen adalah sebuah meja yang terbuat dari batu yang berfungsi sebagai tempat
meletakkan saji-sajian untuk pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk
meletakkan mayat, agar mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka
kaki mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh batu. Hal ini menunjukan
kalau masyarakat pada masa itu meyakini akan adanya sebuah hubungan antara yang
sudah meninggal dengan yang masih hidup, mereka percaya bahwa apabila terjadi
hubungan yang baik akan menghasilkan keharmonisan dan keselarasan bagi kedua
belah pihak.

6. Arca batu
Arca batu banyak di temukan di beberapa tempat di wilayah indonesia, diantaranya
pasemah, Sumatra Selatan dan Sulawesi Tenggara. Bentuknya dapat menyerupai
binatang atau manusia dengan ciri Negrito. Di Pasemah ditemukan arca yang
dinamakan Batu Gajah, yaitu sebongkah batu besar berbentuk bulat diatasnya terdapat
pahatan wajah manusia yang mungkin merupakan perwujudan dari nenek moyang yang
menjadi objek pemujaan.
Dalam agama Hindu, arca adalah sama dengan Murti (Dewanagari: मरम रर), atau murthi,
yang merujuk kepada citra yang menggambarkan Roh atau Jiwa Ketuhanan (murta).
Berarti “penubuhan”, murti adalah perwujudan aspek ketuhanan (dewa-dewi), biasanya
terbuat dari batu, kayu, atau logam, yang berfungsi sebagai sarana dan sasaran
konsentrasi kepada Tuhan dalam pemujaan. Menurut kepercayaan Hindu, murti pantas
dipuja sebagai fokus pemujaan kepada Tuhan setelah roh suci dipanggil dan
bersemayam didalamnya dengan tujuan memberikan persembahan atau sesaji.
Perwujudan dewa atau dewi, baik sikap tubuh, atribut, atau proporsinya harus mengacu
kepada tradisi keagamaan yang bersangkutan.

7. Waruga
Waruga adalah kubur batu yang tidak memiliki tutup, waruga banyak ditemukan di situs
Gilimanuk, Bali.
Waruga adalah kubur atau makam leluhur orang Minahasa yang terbuat dari batu dan
terdiri dari dua bagian. Bagian atas berbentuk segitiga seperti bubungan rumah dan
bagian bawah berbentuk kotak yang bagian tengahnya ada ruang.

Anda mungkin juga menyukai