Serdang, Sumatra Utara
April 25, 2009
A. Asal-usul
Sedikitnya ada dua alasan mengapa nama Tari Pulau Sari diganti Serampang
Duabelas. Pertama, nama Pulau Sari kurang tepat karena tarian ini bertempo
cepat (quick step). Menurut Tengku Mira Sinar, nama tarian yang diawali kata
“pulau” biasanya bertempo rumba,seperti Tari Pulau Kampai dan Tari Pulau Putri.
Sedangkan Tari Serampang Duabelas memiliki gerakan bertempo cepat seperti
Tari Serampang Laut. Berdasarkan hal tersebut, Tari Pulau Sari lebih tepat
disebut Tari Serampang Duabelas. Nama duabelas sendiri berarti tarian dengan
gerakan tercepat di antara lagu yang bernama serampang (Sinar, 2009:
48). Kedua, penamaan Tari Serampang Duabelas merujuk pada ragam gerak
tarinya yang berjumlah 12, yaitu: pertemuan pertama, cinta meresap,
memendam cinta, menggila mabuk kepayang, isyarat tanda cinta, balasan
isyarat, menduga, masih belum percaya, jawaban, pinang-meminang, mengantar
pengantin, dan pertemuan kasih (Sinar, 2009: 49-
52;www.wisatamelayu.com/id). Penjelasan tentang ragam gerak Tari Serampang
Duabelas akan dibahas kemudian.
Menurut Tengku Mira Sinar, tarian ini merupakan hasil perpaduan gerak antara
tarian Portugis dan Melayu Serdang. Pengaruh Portugis tersebut dapat dilihat
pada keindahan gerak tarinya dan kedinamisan irama musik pengiringnya.
Tari Serampang Duabelas berkisah tentang cinta suci dua anak manusia yang
muncul sejak pandangan pertama dan diakhiri dengan pernikahan yang direstui
oleh kedua orang tua sang dara dan teruna. Oleh karena menceritakan proses
bertemunya dua hati tersebut, maka tarian ini biasanya dimainkan secara
berpasangan, laki-laki dan perempuan. Namun demikian, pada awal
perkembangannya tarian ini hanya dibawakan oleh laki-laki karena kondisi
masyarakat pada waktu itu melarang perempuan tampil di depan umum, apalagi
memperlihatkan lenggak-lenggok tubuhnya (www.wisatamelayu.com/id).
B.POLA LANTAI
Panggung dengan penataan seadanya itu dalam sekejap berubah laksana lantai dansa. Satu per satu,
penonton beranjak dari tempat duduk ikut membaur dengan para penari dalam satu kegairahan. Mereka
tenggelam dalam gerakan ritmis, tangan melenggang gemulai dengan kaki bergerak dalam tempo cepat
dan riang seakan terbius dendang dan musik khas Melayu yang berasal dari paduan bebunyian
akordeon, biola, timpani, gambus, kendi, hingga banzi.
Menikmati Panggung Melayu Serantau, yang dipentaskan di Teater Luwes, Institut Kesenian Jakarta, 9-
10 April 2010, tidak ubahnya melakukan perjalanan dengan mesin waktu ke masa-masa awal 1960an
hingga 1970an, ketika tari Melayu kerap dipentaskan di mana-mana. Tak kurang dari enam tarian
ditampilkan, diselipi dendang, alunan musik, dan balas berbalas pantun. "Melihat pertunjukan ini, saya
bagai bernostalgia ke masa kecil dulu. Karena 40 tahun lalu tari Melayu sering muncul di layar kaca,"
kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Arie Budhiman, yang hadir dalam acara
yang digelar sebagai hasil kerja sama Fakultas Seni Pertunjukan Institut Kesenian Jakarta dan PT HM
Sampoerna itu.
Tak bisa dimungkiri, tarian Melayu mulai meredup. Tari Melayu umumnya digambarkan hanya sebagai
tari pergaulan. Ini membuat banyak koreografer enggan mengembangkan tari Melayu. Padahal salah
satu cara yang efektif untuk tetap menghidupkan tari Melayu adalah usaha eksplorasi terhadap tari
Melayu sendiri. Inilah yang mendorong Institut Kesenian Jakarta menggelar pentas itu.
Digarap oleh koreografer Ariston Tom Ibnur, Panggung Melayu Serantau seolah menepis anggapan
bahwa pertunjukan tradisional tak menarik ditonton lantaran membosankan. Sepanjang satu jam, Tom
tak membiarkan penonton diam terpaku di tempat duduknya. Selalu ada komunikasi dengan penonton,
termasuk mengajak penonton berdendang dan menari bersama.
Tom adalah satu dari sedikit koreografer yang kerap mengeksplorasi tari Melayu. Salah satu karya
lulusan Jurusan Tari Fakultas Seni Pertunjukan Institut Kesenian Jakarta ini adalah tari Sembah Makan
Sirih, yang kini menjadi tari persembahan di Riau dan Kepulauan Riau. Tarian yang menyimbolkan rasa
hormat bagi para tamu dalam sebuah perhelatan itu menjadi pembuka pertunjukan.
Sebagai sebuah pertunjukan tari Melayu, koreografer kelahiran Padang, 15 Mei 1952, itu tak lupa
menampilkan tari Serampang Dua Belas, tari tradisional Melayu yang berkembang di bawah Kesultanan
Serdang. Mengisahkan perjalanan cinta sepasang muda-mudi, mulanya tari ini bernama tari Pulau Sari,
sesuai dengan judul lagu yang mengiringinya. Nama Serampang Dua Belas merujuk pada 12 ragam
geraknya, yang menggambarkan pertemuan pertama, cinta meresap, memendam cinta, menggila
mabuk kepayang, isyarat tanda cinta, balasan isyarat, menduga, masih belum percaya, jawaban,
pinang-meminang, mengantar pengantin, dan pertemuan kasih. Diciptakan oleh Sauti pada 1940an dan
digubah ulang oleh penciptanya pada 1950-1960, Serampang Dua Belas sempat menjadi tari nasional
atas permintaan Bung Karno.
C.LIRIK TARI
Dalam tari Melayu, rentak adalah nama lain dari tariannya, antara lain rentak zapin, rentak senandung,
rentak mainang, rentak lagu dua atau joged, rentak cik minah sayang, dan rentak pulau sari. Ada latar
belakang penamaan dan sejarah singkat untuk setiap rentak.
Ini pula yang terkandung dalam Zapin Dana Bedana, yang ditarikan secara gemilang oleh Tom dan
para penarinya. Zapin berasal dari bahasa Arab, alzafn, yang berarti langkah kaki. Hal ini terlihat dari
gerakannya yang banyak bertumpu dan bervariasi pada kaki. Menurut sejarah, tarian zapin pada
mulanya merupakan tarian hiburan di kalangan raja-raja di istana setelah dibawa dari Yaman oleh para
pedagang di awal abad ke-16.
Dalam pakem lama, penari dituntut tampil lebih santun. Meski bergerak mengikuti pola lantai, gerakan
tangan dan kaki masih tetap rapat. Kaki tidak boleh mengangkang, tangan tak bisa diangkat tinggi-
tinggi. Di tangan Tom, zapin tampil segar, dengan sentuhan-sentuhan kontemporer yang memikat.
Sebuah paduan gerak dinamis yang tak hanya rentak, melainkan juga gemulai balet hingga kelincahan
cha-cha-cha. "Dulu, perempuan tidak boleh menari zapin. Saya coba perempuan menari zapin tapi
masih dalam tata krama dan sopan santun Melayu," Tom menjelaskan.
Diciptakan oleh Tom pada 1987, Zapin Dana Bedana merupakan ramuan dari berbagai zapin, diolah
menjadi paduan dalam koreografi yang harmonis. Ta-rian dibuka dengan gerakan sepasang penari laki-
laki salah satunya Tom di atas sebentang permadani. Permadani menjadi ruang batas gerakan mereka.
Kepiawaian seorang penari ditentukan oleh kemampuan mereka menari di atas permadani tanpa
membuatnya bergeser dan terlipat. Selanjutnya, dua belas penari, perempuan dan laki-laki, turut
bergabung.
Di pentas nasional, zapin jadi sumber inspirasi untuk mengembangkan seni tari dan musik yang lebih
segar. Di bidang tari, Tom sendiri sudah menjelajahi zapin tradisional di pelosok Nusantara. Dia
menciptakan tari zapin baru yang diramu dengan tari etnis lain atau modern. Selain Zapin Dana
Bedana, Tom, yang jatuh cinta pada tarian yang mengandalkan gerakan kaki dan ayunan tangan sejak
1960, juga menciptakan Zapin Neo Zapin, yang pernah ditam-pilkan pada Semarak Zapin Serantau di
Bengkalis pada 2003.
Tapi Zapin Dana Bedana bukan puncak pementasan malam itu. Tom kembali memukau penonton lewat
kreasi-nya, Ronggeng Melayu. Melalui karyanya ini, Tom ingin menepis kesan negatif tentang ronggeng
dengan lontaran pantun yang terkadang jenaka. Dendang dan musik itu penting dalam kehidupan
Melayu. "Dalam dendang, biasanya mereka memberikan pantun-pantun. Bisa tentang kasih, cinta,
ataupun sedih, gembira. Lalu berbalas pantun," katanya.
Melalui pementasan itu, Tom sekaligus juga ingin menampilkan perbendaharaan karya Melayu, bahwa
Melayu juga memiliki khazanah filosofi seperti halnya tarian-tarian Jawa.