Nama Anggota:
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat
serta karunia-Nya yang masih bisa kami rasakan hingga saat ini, sehingga kami
dimudahkan dalam setiap langkah terutama dalam penyusunan makalah ini.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Pak selaku pembina yang
membimbing kami dalam mengerjakan makalah ini. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada teman-teman kami yang sedia membantu kami secara langsung maupun
tidak lagsung dalam pembuatan makalah ini.
Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan,
atau pun adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami
mohon maaf. Kami menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa
membuat karya makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya. Akhir kata
kami mengharapkan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
COVER i
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Tema yang digunakan 3
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Sang Hyang Dedari merupakan sebuah tari tradisional Bali yang dimaknai sebagai tari
upacara untuk memohon keselamatan bagi masyarakat setempat. Sebagai sebuah tari upacara,
Tari Sang Hyang Dedari memiliki konsep pertunjukan tersendiri yang sifatnya sakral. Hal itu
dapat dilihat dari bentuk pertunjukan, konteks, lokasi, waktu, pelaku, proses pertunjukan, dan
lain sebagainya yang keseluruhannya itu dimaknai sebagai sebuah tari upacara. Tari Sang
Hyang Dedari yang ditarikan oleh dua orang penari anak-anak ini diiringi oleh nyanyian-
nyanyian kidung dan olah vokal cak. Sebelum menari kedua penari diusung memasuki area
pura kemudian disucikan di hadapan pelinggih, bangunan pura dengan upacara ritual khusus
antara lain melakukan persembahyangan dilanjutkan dengan penyucian diri penari melalui
proses pedudusan, asap bara api diiringi oleh nyanyian-nyanyian kidung dan olah vokal cak.
Setelah penari mengakhiri tariannya, para penari tari Sang Hyang Dedari yang
diyakini raganya tengah dirasuki Dewa tersebut berujar kepada warga masyarakat yang
melaksanakan upacara tersebut tentang kesan-kesan pelaksanaan upacara dan sesaji yang
telah dipersembahkan kepada para Dewa penguasa jagat raya yang berstana di pura tersebut.
Pantja (1994: 28) menyatakan bahwa pertunjukan Tari Sang Hyang Dedari dalam konteks
upacara dilaksanakan setahun sekali di Pura Kahyangan Tiga di Desa Celuk Gianyar.
Namun seiring berjalannya waktu, belakangan ini tampak Tari Sang Hyang Dedari sering
disajikan dalam konteks pariwisata di Puri Saren Agung Ubud. Hal ini tentu menimbulkan
berbagai pertanyaan. Sebagai sebuah tari upacara, Tari Sang Hyang Dedari semestinya hanya
disajikan di pura dalam konteks upacara saja. Namun kenyataannya kini di Puri Saren Agung
Ubud tampak berbeda. Tari Sang Hyang Dedari disajikan secara regular sebagai sebuah
komuditas pariwisata.
1
1.2 Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
2
2.1 Tema yang Digunakan
Masyarakat Bali mayoritas penduduknya memeluk agama Hindu. Mereka sangat percaya
dengan adanya roh jahat dan roh halus serta alam yang memiliki kekuatan berbau magis.
Untuk menetralkan dan mengimbangi keadaan ini, masyarakat Bali pun melakukan upacara
yang diiringi dengan tarian-tarian yang religius, salah satunya adalah Tari Sanghyang. Tari
ini biasanya ditarikan dalam upacara-upacara sakral dan berfungsi sebagai pelengkap upacara
yang digunakan untuk mengusir wabah penyakit di daerah tertentu.
Bali punya tradisi yang diwariskan secara turun temurun sejak dahulu. Salah satu seni tari
yang berusia sangat tua dan masih dilestarikan sampai sekarang adalah tari Sanghyang
Dedari.
Berdasarkan sejarah awalnya, tarian tersebut dimainkan dua orang gadis yang dianggap
masih suci. Tidak ada alat music yang mengiringinya, tapi menggunakan beberapa orang
yang menyanyikan lagu persembahan kepada dewa.
Tari Sanghyang Dedari bukanlah pertunjukan yang bisa disaksikan sembarang waktu, tapi
diadakan setahun sekali dengan proses ritual yang sangat Panjang. Tidak semua orang bisa
menyaksikan tarian khas Bali tersebut. Dipentaskannya Ketika dewa-dewa turun sementara
ke alam manusia, dan menyatakan diri melalui penari yang kesurupan. Tari Sanghyang
Dedari berasal dari kata sanghyang yang bermakna dewata dan dedari yang berarti bidadari.
Tarian ini dipentaskan pada malam hari, dan dalam pertunjukannya enam hingga tujuh
orang penari akan tampil. Kemudian saat menari, mereka juga akan dalam keadaan dirasuki
roh Sanghyang Dedari.
3
1. Nusdus
Nusdus merupakan bagian awal dalam rangkaian setiap penyajian tari Sanghyang
termasuk tari Sanghyang Dedari yang ada di Desa Adat Lembongan-Ceningan. Istilah nusdus
ada juga yang menyebut dengan ngukup (Wiratini, 1993: 24). Bagian ini pada prinsipnya
merupakan pensucian bagi penari Sanghyang Dedani. Pada tahap nusdus penari mulai hilang
tingkat kesadarannya atau yang disebut dengan istilah kerawuhan, kesurupan (trance),
Jalannya proses nusdus ini dimulai setelah penari menggunakan kain serta baju berwarna
putih dan dilengkapi dengan atribut atau kelengkapan busana tari sejenis Legong Keraton,
kemudian penari dibawa ke suatu tempat suci untuk diupacarai. Di Desa Adat Lembongan-
Ceningan penari Sanghyang Dedari diupacarai ditempat suci yang disebut sanggah. Yaitu
tempat persembahyangan milik suatu keluarga. Posisi penari Sanghyang Dedari pada saat
upacara nusdus diawali .dengan cara penari duduk bersimpuh (cara duduk, kedua lutut
menumpu) menghadap ke sebuah tungku asap bahasa Bali disebut pasepan, yaitu tungku
kecil yang diberi kayu dan kemenyan kemudian dibakar sehingga mengeluarkan asap yang
mengepul.
Proses selanjutnya, penari masih pada posisi duduk bersimpuh, kepala agak
menunduk, kedua tangan mendekat asap tungku, kemudian kedua telinga penari ditutup
dengan telapak tangan oleh salah seorang dari pengemong (pendamping) kelompok
pertunjukan sanghyang tersebut. Juru kidung yang terdiri atas koor wanita anggota kelompok
tersebut melagukan nyanyian-nyanyian suci, sementara salah seorang pengemong
menghaturkan sesaji dan mantra-mantra untuk mengundang roh para bidadari atau roh suci
lainnya untuk turun dan masuk ke dalam penari Sanghyang Dan Syair nyanyian pada saat
ngukup mengalunkan tujuh bait yang sajikan oleh penyanyi putri.
2. Masolah
Masolah, sebagai tahap kedua merupakan bagian inti dari pertunjukan tari Sanghyang
Dedari. Pada bagian ini penari yang sudah kerawuhan atau kesurupan menari-nari di dalam
arena yang telah ditentukan, biasanya di bagian tengah pura (jabe tengah). Dalam keadaan
kesurupan penari bergerak di sekeliling arena. Untuk pementasan yang berkaitan dengan
4
pengusiran wabah penyakit atau menghalau marabahaya yang datang di suatu desa tertentu,
penari diarak keliling desa untuk mengusir roh-roh jahat. Pada waktu diarak keliling desa,
penari ditandu oleh satu atau dua orang pria. Di atas tandu ini penari bergerak dan menari-
nari sambil memegang sebuah kipas. Setelah kembali dari keliling desa dan sebelum
mengakhiri tariannya para penari memercikan air suci dan membagikan bunga kepada warga
masyarakat yang ada di sekitar arena pementasan. Bunga dan air suci tersebut bagi
masyarakat dipercayai mempunyai kekuatan magis yang dapat melindungi warga dari
berbagai marabahaya. Bagi warga setempat ini merupakan saat yang ditunggu-tunggu untuk
mendapatkan berkah dari penari Sanghyang Dedari.
3. Ngaluhur
Ngaluhur, tahap ketiga atau terakhir adalah bagian dimana para petani dikembalikan
kesadarannya dan roh-roh suci yang selama ini bersemayam pada penari dikembalikan ke
asalnya. Proses ini dilakukan dengan melagukan nyanyian koor wanita, dengan syair lagu
sebagai berikut. Ngayap kuskus, Kenragane medewa ayap, Ayap kukus, Kenragane medewa
ayap. Mantuk-mantuk ayu Dedari mantuk, Mantuk Ida kedewatan, Sampun emar adi sampun
toya, Sumbu mepamit usan, Sampun emar adi sampun toya, Sumbune mepamit usan. Setelah
penari sadar dilanjutkan melepaskan atribut yang digunakan penari, dengan demikian penari
hanya menggunakan pakaian semula yang terdiri atas kain dan kebaya berwarna putih.
2. Sebagai penolak bala. Sanghyang Dedari diyakini bisa menghalau segala penyakit dan
malapetaka yang melanda masyarakat. Hal ini berkaitan dengan kemunculan
Sanghyang Dedari itu sendiri di mana ketika suatu desa terserang wabah baik yang
menyerang manusia, hewan maupun tumbuhan maka penduduk setempat akan
5
melaksanakan upacara caru untuk mengusir wabah tersebut dari desa. Mengadopsi
dari bentuk upacara tersebut maka muncullah Sanghyang Dedari yang selanjutnya
dipentaskan untuk nyomia bhutakala.
3. Sebagai sarana penyeimbang manusia dengan alam khususnya yang berkaitan dengan
pertanian di mana tarian ini biasanya dipentaskan menjelang padi berbuah atau ketika
padi masa/padi tahun ditanam di sawah.
Sang Hyang Dedari merupakan sebuah tari tradisional Bali yang dimaknai sebagai tari
upacara untuk memohon keselamatan bagi masyarakat setempat. Sebagai sebuah tari upacara,
Tari Sang Hyang Dedari memiliki konsep pertunjukan tersendiri yang sifatnya sakral. Hal itu
dapat dilihat dari bentuk pertunjukan, konteks, lokasi, waktu, pelaku, proses pertunjukan, dan
lain sebagainya yang keseluruhannya itu dimaknai sebagai sebuah tari upacara. Tari Sang
Hyang Dedari yang ditarikan oleh dua orang penari anak-anak ini diiringi oleh nyanyian-
nyanyian kidung dan olah vokal cak. Sebelum menari kedua penari diusung memasuki area
pura kemudian disucikan di hadapan pelinggih, bangunan pura dengan upacara ritual khusus
antara lain melakukan persembahyangan dilanjutkan dengan penyucian diri penari melalui
proses pedudusan, asap bara api diiringi oleh nyanyian-nyanyian kidung dan olah vokal cak.
Berdasarkan fungsi ritual dan sosialnya, seni pertunjukan di Bali sesuai keputusan
seminar seni sakral dan profan bidang tari tahun 1971 dikelompokkan menjadi seni wali,
babali (keduanya termasuk seni untuk upacara) dan seni balih-balihan atau seni
hiburan/tontonan. Seni upacara yang meliputi seni wali dan babalihan pada umumnya
memiliki nilai-nilai religius, untuk itu jenis seni ini sangat disakralkan (disucikan,
dikeramatkan). termasuk pementasannyapun tidak dilakukan sembarangan melainkan harus
pada waktu dan tempat yang sudah ditentukan dan berkaitan dengan pelaksanaan upacara.
1. Pengamatan, Objek Karya Seni; pendapat Verbeek tentang hal ini bahwa pengamatan
bukan hanya menggunakan satu indra saja, tetapi juga mengikuti sertakan pemberdayaan
seluruh pribadi. Sehingga ketajaman pengamatan individu tergantung oleh pengetahuan,
perasaan, keinginan,pengalaman dan anggapan seseorang.
5. Aktivitas penghargaan, timbul karena avaluasi terhadap objek evaluasi bisa terdiri dari
saran dan kritikan.
BAB III
KESIMPULAN
7
Tari Sang Hyang Dedari merupakan tarian sakral yang memiliki makna untuk
melindungi desa dari wabah penyakit. Dimana tarian ini hanya diadakan 1 tahun sekali , dan
ditarikan oleh enam sampai tujuh anak gadis yang masih suci dan ditarikan dalam keadaan
dirasuki roh Sang Hyang Dedari.
Nilai Budaya Sanghyang sebagai tarian khas orang Bali, jika dicermati, tidak hanya
mengandung nilai estetika (keindahan) sebagaimana yang tercermin dalam gerakan-gerakan
tubuh para penarinya. Akan tetapi, juga nilai ketakwaan kepada Sang Penciptanya. Hal itu
tercermin dari asal-usulnya yang bertujuan untuk mengusir wabah penyakit yang menurut
kepercayaan mereka disebabkan oleh ganggungan roh jahat.
8
DAFTAR PUSTAKA
Sulistiani.2022.https://historia.id/kultur/articles/sanghyang-dedari-pertunjukan-penolak-
marabahaya-dari-bali-vQznB. Diunduh 18 Februari 2023
Anonim.2022.https://www.kompas.tv/article/277094/tarian-sakral-sanghyang-dedari.
Diunduh 18 Februari 2023.