Anda di halaman 1dari 16

MAKNA HARI RAYA SARASWATI

Oleh :
I Made Ade Chandra (1415644004)
Ni Luh Ketut Mega Windari (1415644006)
Luh Putri Eka Trisnayanti (1415611008)
M. Mia Purwaniwati (1415644012)
Ni Putu Reni Arisanthi (1415644019)
Ni Wayan Trisna Kusumayanti (1415644022)
Pande Alit Mahardika (1415644029)
Putu Eka Suprapta Wibhawa (1415644048)
Luh Putu Tustyanti Dewi (1415644050)
A.A.Istri Yunita D.D.A.S (1415644051)
Ni Kadek Sri Wangiariasih (1415644105)
Kadek Ari Widiasih (1415644107)

D4 AKUNTANSI MANAJERIAL
JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI BALI
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa /
Tuhan Yang Maha Esa atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya yang dilimpahkan
kepada penulis dalam penyusunan laporan ini , sehingga makalah yang berjudul
"Makna Hari Raya Saraswati" ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam penulisan tugas akhir ini penulis menyadari, bahwa masih banyak
kekurangan-kekurangan yang dijumpai dalam laporan ini, maka dari itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Jimbaran, 28 Oktober 2014

Penulis

DAFTAR ISI

ii
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
D. Manfaat.........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Sejarah Hari Raya Saraswati.........................................................................3
B. Penggambaran Dewi Saraswati.....................................................................5
C. Makna Hari Raya Saraswati..........................................................................9
BAB III PENUTUP...............................................................................................12
A. Kesimpulan.................................................................................................12
B. Saran............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upacara dewa yadnya adalah upacara pemujaan dan persembahan sebagai
wujud bakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi dan segala manifestasi-Nya, yang
diwujudkan dalam bermacam-macam bentuk upacara. Upacara ini bertujuan untuk
pengucapan terima kasih kepada Ida Sang Hyang Widhi atas kasih, rahmat dan
karunia-Nya sehingga kehidupan dapat berjalan damai.
Upacara dewa yadnya umumnya dilaksanakan di sanggah-sanggah,
pamerajan, pura, kayangan dan tempat suci lainnya yang setingkat dengan itu.
Upacara dewa yadnya ada yang dilakukan setiap hari dan ada juga yang dilakukan
secara periodik atau berkala. Contoh dari upacara dewa yadnya yang dilakukan
setiap hari adalah puja tri sandya dan yadnya sesa. Sedangkan upacara dewa
yadnya yang dilakukan pada hari-hari tertentu seperti: Galungan, Kuningan,
Saraswati, Siwaratri, Purnama, Tilem, dan podalan lainnya.
Hari Raya Saraswati juga merupakan hari raya yang berdasarkan dewa
yadnya. Hari raya Saraswati atau hari raya Pawedalan Sang Hyang Aji Saraswati
adalah hari yang penting bagi umat Hindu, khususnya bagi siswa sekolah dan
penggelut dunia pendidikan karena umat Hindu mempercayai hari Saraswati
adalah turunnya ilmu pengetahuan yang suci kepada umat manusia untuk
kemakmuran, kemajuan, perdamaian, dan meningkatkan keberadaban umat
manusia. Hari Saraswati diperingati setiap hari Sabtu (Saniscara) Umanis (Legi)
Watugunung yang menurut perhitungan sistem kalender pawukon Bali. Datangnya
perayaan ini secara periodik setiap 210 hari sekali.
Sebagai dewinya ilmu pengetahuan Dewi Saraswati di gambarkan sebagai
wanita yang berparas cantik dengan kulit yang putih bersinar. Selain itu Dewi
Sarawati juga di gambarkan memiliki empat tangan yang masing-masing

1
menggenggam empat benda. Keempat benda tersebut memiliki makna masing-
masing yang menggambarkan bagaimana ilmu pengetahuan itu.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana sejarah lahirnya Hari Raya Saraswati ?
2. Bagaimana penggambaran Dewi Saraswati ?
3. Bagaimana makna Hari Raya Saraswati dalam kehidupan sehari-hari ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah lahirnya Hari Raya Saraswati.
2. Untuk mengetahui penggambaran Dewi Saraswati.
3. Untuk mengetahui makna Hari Raya Saraswati dalam kehidupan sehari-hari.

D. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi Mahasiswa
Untuk menambah wawasan keagamaan mahasiswa Politeknik Negeri Bali
khususnya tentang makna-makna yang terkandung di dalam Hari Raya Saraswati.
2. Bagi Dosen
Sebagai tambahan bahan ajar serta sebagai objek penilaian terhadap
mahasiswa Politeknik Negeri Bali.
3. Bagi Politeknik Negeri Bali
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
referensi bacaan di perpustakaan sebagai pedoman atau bahan pertimbangan oleh
pihak lain dalam membahas hal yang sejenis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Hari Raya Saraswati


Hari Raya Saraswati jatuh pada Redite Umanis Watugunung. Terdapat
banyak sekali pertanyaan, mengapa Hari Raya Saraswati jatuh pada wuku
watugunung? Dan banyak sekali mitos-mitos yang berkembang berkaitan dengan
hal ini.
Mitos Watugunung sendiri mengisahkan tentang cinta terlarang antara
seorang putra, Sang Watugunung, dengan ibunya, Sinta. Setelah campur tangan
Dewata, hubungan aib ini diputus dengan diciptakannya kalender (wuku). Dengan
Saraswati sebagai pemisah antara wuku terakhir (Watugunung) dengan wuku awal
(Sinta).
Prabu Watugunung adalah raja negara Giling Wesi. Menurut riwayatnya, ia
putra raja Prabu Palindriya, tetapi sewaktu ia masih di dalam kandungan ibunya
Dewi Sinta meninggalkan istana karena dimadu dengan saudaranya sendiri.
Selama perjalanan, Dewi Sinta melahirkan di tengah rimba seorang putra yang
diberi nama Raden Wudug.
Ketika masih kanak-kanak, Raden Wudug adalah seorang anak yang nakal.
Karena bandel, suatu hari kepala Raden Wudug kecil terluka oleh amarah ibunya.
Ia lalu pergi menghilang dan bertapa hingga pada akhirnya mendapat kesaktian.
Akibat hal tersebut, ia pun mulai membenci raja-raja dan wanita. Setelah pergi
meninggalkan ibunya, Raden Wudug merubah namanya menjadi Redite. Karena
kesaktiannya, ia berhasil menjadi raja di Gilingwesi dan bergelar Prabu
Watugunung. Setelah keberhasilannya itu, ia pun mempersunting seorang wanita
cantik yang sangat dicintainya, tetapi permaisuri itu sebenarnya ialah ibunya
sendiri dan ini telah terjadi di luar pengetahuan mereka masing masing.
Ibunya sendiri yaitu Dewi Sinta tidak tahu bahwa itu adalah anaknya sendiri
yaitu Watugunung, hingga pada suatu ketika Dewi Sinta mencari kutu di kepala

3
suaminya itu. Ia melihat parut luka itu dan teringat akan anaknya, yaitu Raden
Wudug.
Menyadari kesalahan yang telah diperbuatnya yaitu telah bersenggama
dengan anaknya, ia ingin berpisah dan mengakhiri semua ini dengan mengakali
Watugunung supaya ia melamar istri Bhatara Wisnu. Bhatara Wisnu murka dan
menganggap itu sebagai sebuah kelancangan. Meletuslah perang dahsyat antara
Watugunung dan Batara Wisnu. Pada saat itu Watugunung kalah oleh Batara
Wisnu yang bertriwikrama (menguasai tiga dunia).
Pada saat peperangan itu Watugunung dicampakkan ke tanah tepat pada hari
Minggu yaitu, Redite Kliwon, sehingga pada hari itu disebut Watugunung Runtuh.
Dan ia dibunuh pada hari Senin Soma Umanis disebut Sandang Watang, yaitu hari
pembuangan layon. Lalu, ia diseret di tanah pada hari Selasa Anggara Paing,
disebut Paid-paidan (seret). Kemudian, pada hari Rabu Buda Pon disebut Buda
Urip (Rabu Hidup), dia dihidupkan kembali pada hari Kamis Wrespati Wage
(Patetegan) oleh Batara Wraspati. Setelah itu dia dibunuh sekali lagi oleh Bhatara
Wisnu, sebelum akhirnya Batara Siwa menghidupkannya pada hari Sukra Kliwon
(Pangradanan).
Melihat Bhatara Wisnu akan membunuh watugunung lagi, Bhatara Siwa pun
bersabda, Oh, Bhatara Wisnu, jangan bunuh lagi sang Watugunung, bila kau
membunuhnya, hilanglah ajaran bagi generasi mendatang, alangkah lebih baik
jika dia diberikan kehidupan yang kekal.
Bhatara Wisnu menjawab, Ingin saya bunuh Watugunung oleh karena
dosanya yang mahabesar. Dia telah mencoba mengawini wanita yang sudah
bersuami, dia juga telah bersanggama dengan ibunya, kesalahan ini terlalu besar
bagi dunia manusia. Bhatara Siwa bersabda lagi, Mulai sekarang ini, pantanglah
manusia mengawini wanita yang sudah bersuami, apalagi ibunya. Lalu dia
menambahkan, Tanpa membunuhnya, kita dapat menghukumnya dengan cara
lain, oleh karena dosanya memang besar.
Lalu Bhatara Wisnu berujar, Hai, Watugunung, setiap enam bulan kau akan
mengalami masa leteh atau kotor. Kemudian menyahutlah Watugunung,
Hukuman ini hamba terima, Oh, Bhatara. Bhatara Siwa lalu menghidupkan

4
kembali raja-raja Wuku serta para Panca Resi serta korban peperangan. Pada hari
Saniscara Umanis turunlah para dewata untuk membersihkan dunia. Itulah hari
ketika sesajen dihaturkan kepada lontar-lontar (Hari Raya Sarawati).
Satu di antara hari terpenting Pawukon adalah Saraswati. Ini merupakan hari
penutup siklus Pawukon. Pada hari tersebut, masyarakat Hindu menghaturkan
banten pada lontar dan buku, serta menghaturkan sembah bhakti kepada Dewi
Saraswati, Dewi Ilmu Pengetahuan. Keesokannya, pada hari Banyu Pinaruh, yaitu
hari pertama siklus Pawukon berikutnya, mereka melakukan penyucian ritual di
sungai atau laut. Rentetan upacara ini diyakini sebagai pergantian siklus, dari
suatu Pawukon ke Pawukon berikutnya.
Makna hari raya Saraswati adalah untuk memperingati turunnya Ilmu
pengetahuan, seperti kita ketahui ilmu pengetahuan sangatlah penting. Sebab jika
pengetahuan atau kebijaksanaan tidak ada, mungkinkah akan ada kemakmuran
dan kebahagian dalam bidang material dan spiritual?
Tanpa kebijaksanaan, manusia tidak akan bisa bahagia, dan tanpa
kebahagiaan, manusia akan menjadi lemah dalam kehidupan yang penuh dengan
perjuangan ini. Digambarkan Dewi Saraswati adalah sebagai wanita Ayu yang
cantik jelita, bertangan empat yang masing masing membawa Wina (gitar)
Keropak, genitri, dan yang satunya bersikap mendamaikan, serta mengendarai
burung merak, atau berdiri diatas bunga teratai. Begitulah sejarah timbulnya hari
raya saraswati.

B. Penggambaran Dewi Saraswati


1. Kisah Dewi Saraswati
Saraswati adalah Dewi pelindung atau pelimpah pengetahuan, kesadaran
(widya), dan sastra. Berkat anugerah Dewi Saraswati, kita menjadi manusia yang
beradab dan berkebudayaan.
Dewi Saraswati diyakini sebagai manifestasi Tuhan Yang Maha Esa dalam
fungsi-Nya sebagai dewi ilmu pengetahuan. Dalam berbagai lontar di Bali
disebutkan "Hyang Hyangning Pangewruh".

5
Dalam Epos Ramayana pada bagian Uttara Kanda terdapat cerita menarik
mengenai Dewi Saraswati, dalam cerita dikisahkan Dewi Saraswati bersemayam
secara gaib di lidah Kumbakarna sehingga dunia terhindar dari kekacauan.
Alkisah Resi Waisrawa beristri Dewi Kaikaisi. Pasangan Resi ini berputra
empat orang, tiga orang laki dan seorang perempuan. Putra sang resi yang pertama
bernama Dasa Muka (Rahwana), kedua Kumbakarna, ketiga bernama Dewi
Surpanaka dan yang terkecil bernama Gunawan Wibhisana. Sang Resi
menugaskan putra laki-lakinya supaya bertapa di gunung Gokarna. Ketiga putra
Resi Waisrawa itu kemudian membangun tempat pertapaan yang terpisah-pisah di
gunung Gokarna. Bertahun-tahun mereka bertapa dengan teguh dan tekunnya.
Karena ketekunannya itu, lalu Dewa Brahma berkenan memberikan anugrah.
Pertama-tama Dewa Brahma mendatangi Rahwana. Dewa Brahma
menanyakan tentang apa yang diharapkan dalam tapanya ini. Rahwama
mengajukan permohonan dapat kiranya Dewa Brahma menganugrahkan
kekuasaan di seluruh dunia. Semua dewa, gandarwa, manusia dan seluruh
makhluk di dunia ini tunduk padanya. Permohonan Rahwana ini dikabulkan.
Selanjutnya Dewa Brahma menuju pertapaan Gunawan Wibhisana dan
menyatakan pula akan memberikan anugrah atas tapanya. Gunawan Wibhisana
menyampaikan permohonannya dapat kiranya Dewa Brahma memberikan
anugrah berupa kesehatan dan ketenangan rohani, memiliki sifat-sifat utama dan
taat melakukan pemujaan kepada Tuhan. Dewa Brahma mengabulkan
permohonan Wibhisana. Begitu Dewa Brahma akan beranjak menuju pertapaan
Kumbakarna para dewa berdatang sembah kepada Dewa Brahma. Para dewa
memohon agar Dewa Brahma tidak menganugrahkan permohonan Kumbakarna.
Pasalnya, Kumbakarna berbadan raksasa yang maha hebat. Kalau ia punya
kesaktian, sungguh sangat membahayakan keselamatan manusia di dunia.
Meskipun ada permohonan para dewa itu, Dewa Brahma bertekad memberikan
anugrah. Sebab, jika tidak, Brahma merasa berlaku tidak adil kepada ketiga putra
Resi Waisrawa. Apalagi Kumbakarna juga melakukan tapa yang tekun sehingga
layak mendapat anugrah. Namun untuk memenuhi permohonan para dewa itu,
Dewa Brahma punya akal. Istri atau saktinya yaitu Dewi Saraswati diutus supaya
berstana di lidah Kumbakarna dan bertugas untuk membuat lidahnya salah ucap.

6
Setelah itu Dewa Brahma datang memberikan anugrah pada Kumbakarna.
Kumbakarna memohon anugrah yakni agar selama hidupnya selalu senang.
Karena itu ia semestinya mengucapkan "suka sada". Namun akibat Saraswati
membelokkan lidah Kumbakarna, ucapan yang terlontar dari mulut raksasa tinggi
besar itu adalah "supta sada" yang artinya selalu tidur. Suka artinya senang dan
supta artinya tidur. Andai kata Kumbakarna mendapatkan anugrah hidup
bersenang-senang, maka besar kemungkinannya ia selalu menghumbar hawa
nafsu. Raksasa yang menghumbar hawa nafsu tentu akan dapat mengacaukan
kehidupan di dunia. Demikianlah peranan Dewi Saraswati, dengan kata-kata yang
tersaring dalam lidah dapat menyelamatkan dunia dari kekacauan.

2. Makna lambang
Dewi Saraswati merupakan Dewi Ilmu Pengetahuan, beliau sering
digambarkan sebagai dewi berparas cantik dengan kulit putih dan bersinar seperti
bulan, bertangan empat dan membawa wina (alat musik), kropak (pustaka), ganitri
(japa mala) dan bunga teratai. Dewi Saraswati dilukiskan berada di atas angsa dan
di sebelahnya ada burung merak. Dia terkadang digambarkan memiliki delapan
lengan, dengan masing-masing tangan memegang trisula, keong, alu, busur, anak
panah, cakram, bel, dan bajak. Saraswati memiliki tunggangan merak atau angsa
putih dengan terkadang juga ditampilkan duduk di atas teratai putih. Dia sering
dianggap sebagai ibu dari Weda, teks-teks suci Hindu.
Berikut ini adalah makna dari lambang-lambang tersebut secara umum :
a. Genitri
Genitri adalah lambang bahwa ilmu pengetahuan itu tiada habis-habisnya
dan kekal abadi. Genitri juga lambang atau alat untuk melakukan japa.
Berjapa yaitu aktivitas spiritual untuk menyebut nama Tuhan berulang-
ulang. Ini pula berarti, menuntut ilmu pengetahuan merupakan upaya
manusia untuk mendekatkan diri pada Tuhan.
b. Wina
Wina melambangkan ilmu pengetahuan itu mengandung keindahan atau
estetika yang amat tinggi. Wina adalah alat musik yang suaranya amat
merdu dan melankolis.

7
c. Pustaka Suci
Pustaka Suci melambangkan sumber ilmu pengetahuan yang suci.
d. Bunga Padma
Bunga padma adalah lambang Bhuana Agung stana Tuhan Yang Maha Esa.
Ini berarti ilmu pengetahuan yang suci itu memiliki Bhuana Alit dan Bhuana
Agung. Teratai juga merupakan lambang kesucian Hyang Widhi sebagai
hakikat ilmu pengetahuan.
e. Angsa
Angsa adalah simbol kebijaksanaan. Angsa adalah jenis binatang unggas
yang memiliki sifat-sifat yang baik yaitu tidak suka berkelahi dan suka
hidup harmonis. Angsa juga memiliki kemampuan memilih makanan.
Meskipun makanan itu bercampur dengan air kotor tetapi yang masuk ke
perutnya adalah hanya makanan yang baik saja, sedangkan air yang kotor
keluar dengan sendirinya. Demikianlah, orang yang telah dapat menguasai
ilmu pengetahuan, kebijaksanaan mereka memiliki kemampuan wiweka.
Wiweka artinya suatu kemampuan untuk membeda-bedakan yang baik
dengan yang jelek dan yang benar dengan yang salah.
f. Burung Merak
Burung merak adalah lambang kewibawaan. Orang yang mampu menguasai
ilmu pengetahuan adalah orang yang akan mendapatkan kewibawaan.
Sehubungan dengan ini, Swami Sakuntala Jagatnatha dalam buku
Introduction of Hinduisme menjelaskan bahwa ilmu yang dapat dimiliki
oleh seseorang akan menyebabkan orang-orang itu menjadi egois atau
sombong. Karena itu ilmu itu harus diserahkan pada Dewi Saraswati
sehingga pemiliknya menjadi penuh wibawa karena egoisme atau
kesombongan itu telah disingkirkan oleh kesucian dari Dewi Saraswati.
g. Wanita Cantik dan Ayu
Wanita Cantik dan Ayu merupakan simbol keindahan karena ilmu
pengetahuan memang indah dan luhur.

8
C. Makna Hari Raya Saraswati
Hari raya Saraswati adalah hari yang penting bagi umat hindu, khususnya
bagi siswa sekolah dan penggelut dunia pendidikan, karena Umat Hindu
mempercayai hari Saraswati adalah turunnya ilmu pengetahuan yang suci kepada
umat manusia untuk kemakmuran, kemajuan, perdamaian, dan meningkatkan
keberadaban umat manusia. Hari raya Saraswati diperingati setiap enam bulan
sekali, tepatnya pada hari Saniscara Umanis wuku Watugunung.
Perayaan hari Saraswati di lakukan sebagai media untuk mengingatkan dan
menyadarkan umat manusia betapa pentingnya arti ilmu pengetahuan dalam
kehidupan. Pengetahuan merupakan alat penopang di dalam kita mengarungi
kehidupan, serta untuk meningkatkan kualitas kehidupan material dan spiritual
menuju kehidupan yang lebih baik.
Ada lima aspek yang perlu kita cermati dalam perayaan Hari Raya
Saraswati sebagai hari Ilmu pengetahuan, Yaitu
1. Faktor Edukatif dan Inspiratif
a. Sebagai Faktor Edukatif yaitu secara sadar mendorong seseorang untuk
melakukan proses pembelajaran diri, introspeksi diri dan keberanian
untuk mengevaluasi diri, untuk dapat mewujudkan peningkatan kualitas
diri, demi kesejahteraan bersama dalam kehidupan di masyarakat.
b. Sebagai faktor inspiratif yaitu dapat mengilhami seseorang untuk selalu
berusaha agar ilmu pengetahuan yang dimilikinya dapat bermanfaat bagi
orang banyak.
2. Faktor Transformatif
Sebagai faktor Transpormatif ilmu pengetahuan hendaknya mampu
mengubah sikap mental dan prilaku seseorang, kearah yang lebih baik, dan untuk
mewujudkan kebersamaan dan kesetaraan diantara sesama umat manusia.

3. Faktor Integratif
Sebagai faktor Integratif hendaknya ilmu pengetahuan dapat mendorong
tumbuhnya suatu keyakinan yang utuh, yang tercermin dalam pengamalan berupa
tingkah laku yang baik dan benar di masyarakat. Bila ilmu pengetahuan yang

9
dimiliki tidak didayagunakan sebagai faktor Integratif, tidaklah ada gunanya ilmu
pengetahuan yang dimilikinya.
4. Faktor Kreatif
Sebagai Faktor Kreatif ilmu pengetahuan dapat mendorong seseorang untuk
selalu berkreasi dan mengadakan pembaharuan pada diri dan lingkungannya,
menuju kualitas hidup dan masa depan yang lebih baik, damai dan sejahtera lahir
bhatin.
5. Faktor Motivatif
Sebagai Faktor Motivatif ilmu pengetahuan mendorong umat manusia untuk
menentukan sikap memilih yang baik dan benar, dan dapat memotivasi untuk
meningkatkan SDM, melalui pembelajaran diri terus menerus.
Selain makna-makna yang telah disebutkan di atas, juga terdapat makna
perayaan Hari Raya Saraswati sesuai dengan petunjuk lontar Purwadhi Gama
Sesana dimana lontar ini menyatakan bahwa perayaan hari raya saraswati
bertujuan untuk meningkatkan intelektualitas kita sebagai umat manusia, agar
tercapai keseimbangan jiwa yang bermoral tinggi, untuk mewujudkan kehidupan
yang lebih baik dengan menjunjung nilai-nilai kebersamaan dan kesetaraan dalam
kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, hari raya Saraswati hendaknya
dijadikan momentum untuk meningkatkan pembelajaran diri dengan
menumbuhkan perilaku atau perbuatan-perbuatan yang baik dan benar
berlandaskan Dharma.
Sedangkan, makna pemujaan Dewi Saraswati adalah memuja dan bersyukur
kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan memfokuskan pada aspek Dewi Saraswati
atas karunia ilmu pengetahuan yang di karuniakan kepada kita semua, sehingga
akan terbebas dan avidyam atau kebodohan agar dibimbing menuju ke kedamaian
yang abadi dan pencerahan sempurna. Dari perayaan ini kita dapat mengambil
hikmahnya, antara lain:
1. Kita harus bersyukur kepada Hyang Widhi atas kemurahan-Nya yang telah
menganugrahkan vidya (ilmu pengetahuan) dan kecerdasan kepada kita
semua.
2. Dengan vidya kita harus terbebas dari avidya (kebodohan) dan menuju ke
pencerahan, kebenaran sejati dan kebahagiaan abadi.

10
3. Selama ini secara spiritual kita masih tertidur lelap dan diselimuti oleh sang
maya (ketidak-benaran) dan avidyam (kebodohan). Dengan vidya ini mari
kita berusaha untuk melek/eling/bangun dari tidur kita, hilangkan selimut
maya, sadarilah bahwa kita adalah atma, dan akhirnya tercapailah nirwana.
4. Kita belajar dari angsa untuk menjadi orang yang lebih bijaksana. Angsa
bisa menyaring air, memisahkan makanan dan kotoran walaupun di air yang
keruh/kotor atau lumpur. Juga jadilah orang baik, seperti buruk merak yang
berbulu cantik, indah dan cemerlang walaupun hidupnya di hutan.
5. Kita masih memerlukan atau mempelajari ilmu pengetahuan dan sains yang
sekuler, tetapi harus diimbangi dengan ilmu spiritual dengan penghayatan
dan bakti yang tulus.
6. Laksanakan Puja atau sembahyang sesuai dengan kepercayaannya masing-
masing secara sederhana dengan bakti yang tulus ikhlas, bisa dirumah, kuil,
atau pura dan lain-lain.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mitos Watugunung sendiri mengisahkan tentang cinta terlarang antara
seorang putra, Sang Watugunung, dengan ibunya, Sinta. Setelah campur tangan

11
Dewata, hubungan aib ini diputus dengan diciptakannya kalender (wuku). Dengan
Saraswati sebagai pemisah antara wuku terakhir (Watugunung) dengan wuku awal
(Sinta).
Dewi Saraswati merupakan Dewi Ilmu Pengetahuan, beliau sering
digambarkan sebagai dewi berparas cantik dengan kulit putih dan bersinar seperti
bulan, bertangan empat dan membawa wina (alat musik), kropak (pustaka), ganitri
(japa mala) dan bunga teratai. Dewi Saraswati dilukiskan berada di atas angsa dan
di sebelahnya ada burung merak. Dia terkadang digambarkan memiliki delapan
lengan, dengan masing-masing tangan memegang trisula, keong, alu, busur, anak
panah, cakram, bel, dan bajak. Saraswati memiliki tunggangan merak atau angsa
putih dengan terkadang juga ditampilkan duduk di atas teratai putih. Dia sering
dianggap sebagai ibu dari Weda, teks-teks suci Hindu.
Perayaan hari Saraswati di lakukan sebagai media untuk mengingatkan dan
menyadarkan umat manusia betapa pentingnya arti ilmu pengetahuan dalam
kehidupan. Pengetahuan merupakan alat penopang di dalam kita mengarungi
kehidupan, serta untuk meningkatkan kualitas kehidupan material dan spiritual
menuju kehidupan yang lebih baik. Serta perayaan hari raya saraswati bertujuan
untuk meningkatkan intelektualitas kita sebagai umat manusia, agar tercapai
keseimbangan jiwa yang bermoral tinggi, untuk mewujudkan kehidupan yang
lebih baik dengan menjunjung nilai-nilai kebersamaan dan kesetaraan dalam
kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, hari raya Saraswati hendaknya
dijadikan momentum untuk meningkatkan pembelajaran diri dengan
menumbuhkan perilaku atau perbuatan-perbuatan yang baik dan benar
berlandaskan Dharma. Sedangkan, makna pemujaan Dewi Saraswati adalah
memuja dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan memfokuskan pada
aspek Dewi Saraswati atas karunia ilmu pengetahuan yang di karuniakan kepada
kita semua, sehingga akan terbebas dan avidyam atau kebodohan agar dibimbing
menuju ke kedamaian yang abadi dan pencerahan sempurna.

B. Saran

12
DAFTAR PUSTAKA

13

Anda mungkin juga menyukai