Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

MASA BERBURU DAN MENGUMPULKAN MAKANAN


TINGKAT LANJUT
BUDAYA MESOLITIKUM

Disusun Oleh :
Kelompok 2
Ketua : Iqbal Julizab
Operator : Bella Santika
Anggota : 1. Elsa Manela
2. Enjel Putri Ragiel
3. Falentina Alifvia Albah
4. Hera Cahya Nadiria
5. Fitri

KONSENTRASI KEAHLIAN X AKUNTANSI 1

PROVINSI SUMATERA SELATAN


DINAS PENDIDIKAN
SMK NEGERI 1 SEKAYU
Jln. Walid Udin No. 125 Kayuare

TAHUN AJARAN 2022-2023


i
ii
MAKALAH
MASA BERBURU DAN MENGUMPULKAN MAKANAN
TINGKAT LANJUT
BUDAYA MESOLITIKUM

Disusun Oleh :
Kelompok 2
Ketua : Iqbal Julizab
Operator : Bella Santika
Anggota : 1. Elsa Manela
2. Enjel Putri Ragiel
3. Falentina Alifvia Albah
4. Hera Cahya Nadiria
5. Fitri

KONSENTRASI KEAHLIAN X AKUNTANSI 1

PROVINSI SUMATERA SELATAN


DINAS PENDIDIKAN
SMK NEGERI 1 SEKAYU
Jln. Walid Udin No. 125 Kayuare

TAHUN AJARAN 2022-2023


iii
iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan Makalah
“Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut Budaya
Mesolitikum” ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga Makalah
ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
dalam pendidikan.

Harapan saya semoga Makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
Makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan Makalah ini.

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i

DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 1

A. Latar Belakang...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................. 1
C. Tujuan.................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................. 3

A. Keadaan Lingkungan Pada Zaman Mesolitikum (Zaman Batu Tengah).............. 3


B. Corak Hidup Zaman Mesolitikum (Zaman Batu Tengah).................................... 4
C. Tempat Tinggal Zaman Mesolitikum (Zaman Batu Tengah)............................... 5
D. Artefak................................................................................................................... 8
E. Ras Pokok pada Zaman Mesolitikum (Zaman Batu Tengah)............................... 10

BAB III PENUTUP........................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zaman prasejarah adalah zaman dimana manusia belum mengenal tulisan. Zaman ini
dimulai sejak adanya kehidupan manusia di bumi. Sehingga pada zaman prasejarah ini
sama sekali tidak ditemukan bukti-bukti tulisan pada benda-benda peninggalannya. Masa
ini berakhir ketika manusia mengenal tulisan. Di Indonesia sendiri masa prasejarah ini
berakhir pada sekitar tahun 1879 dengan ditemukannya Prasasti Yupa di Kalimantan
Timur.
Zaman mesolitikum atau zaman batu tengah/madya terjadi sekitar 10.000 tahun S.M.,
setelah masa paleolitikum berakhir. Pada zaman ini manusia purba mulai hidup berburu
dan mengumpulkan makanan (food ghatering) yang terdapat di alam dengan alat dan
teknologi yang lebih baik dari zaman paleolitik.
Di Indonesia sendiri mulai timbul usaha-usaha untuk bertempat tinggal di gua-gua
alam walaupun belum sepenuhnya menetap, karena hidupnya masih sangat bergantung
pada alam. Tidak menutup kemungkinan jika manusia pada zaman ini sudah bercocok
tanam secara sederhana. Pada zaman ini juga mulai tampak kegiatan-kegiatan yang
menghasilkan sesuatu yang belum pernah dicapai pada masa-masa sebelumnya.
Zaman mesolitikum merupakan zaman dimana berburu menjadi tidak begitu dominan
lagi, sedangkan mengumpulkan tumbuh-tumbuhan dan hasil laut menjadi semakin
penting. Perkembangan-perkembangan ini menandai berakhirnya zaman paleolitikum dan
mulainya zaman mesolitikum, atau zaman batu madya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keadaan lingkungan pada zaman mesolitikum?
2. Bagaimana corak kehidupan manusia pada zaman mesolitikum?
3. Bagaimana keadaan tempat tinggal manusia pada zaman mesolitikum?
4. Bagaimana perkembangan pembuatan artefak oleh manusia purba pada zaman
mesolitikum?
5. Bagaimana perkembangan manusia purba zaman mesolitik dan ras manusia purba apa
saja yang mendiami Indonesia?

iii
C. Tujuan
1. Mendiskripsikan keadaan lingkungan pada zaman mesolitikum.
2. Mengetahui corak kehidupan manusia pada zaman mesolitikum.
3. Menganalisis tempat tinggal manusia purba pada zaman mesolitikum.
4. Mengetahui perkembangan pembuatan artefak oleh manusia purba pada zaman
mesolitikum.
5. Menganalisis perkembangan manusia purba zaman mesolitik dan mengetahui ras
manusia purba yang mendiami Indonesia.

iv
BAB II

PEMBAHASAN

A. KeadaanLingkungan pada Zaman Mesolitikum (Zaman Batu Tengah)

Perubahan penting yang terjadi pada awal zaman mesolitikum (menjelang 10.000
SM)adalah berubahnya iklim yang mendatangkan perubahan-perubahan pada habitat
manusia. Perubahan dari musim dingin kemusim panas menyebabkan naiknya permukaan
air laut yang kemudian menenggelamkan beberapa daratan rendah ,termasuk Paparan
Sunda dan Paparan Sahul. Fenomena ini menyebabkan terputusnya hubungan antara
Kepulauan Indonesia dengan Daratan Asia Tenggara.
Perubahan iklim ini juga menghilangkan  bahkan memunahkan kawanan binatang
yang menjadi sumber makanan pada zaman sebelumnya. Dengan demikian, manusia
terpaksa harus menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru. D. G. Bates (1990:78)
menyebutkan “Variation, wheter biological or behavioral, is the key to the process of
adaptation ….  The recognition of variability draws attention to the process of selection
among choices-the process of decision making. It encourages researchers to try to predict
how individuals would behave under specific circumstances”.Keadaan tersebut
menjadikan perburuan secara kooperatif dan besar-besaran tidak lagi produktif (W. A.
Haviland, 1988:263). Di sisilain, sumber makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
menjadi lebih berlimpah dari pada sebelumnya.[R1 ] Munculnya perairan baru juga
setalitigauang menghasilkan ikan dan makanan lain di tepidanau, teluk, dan sungai. Para
manusia purba di masa ini pun merespon fenomena ini dengan mengembangkan cara-cara
baru dan cerdik untuk menangkap dan membunuh binatang. Mereka juga mulai
mengumpulkan makanan berupa tumbuh-tumbuhan liar.

v
B. Corak Hidup Zaman Mesolitikum (Zaman Batu Tengah)
Cara hidup manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
masih dipengaruhi cara hidup pada masa sebelumnya. Faktor-faktor alam masih sangat
berpengaruh dalam menentukan cara hidup mereka sehari-hari. Mereka hidup
dengan berburu binatang di dalam hutan dan mengumpulkan makanan di lingkungan
sekitarnya.
Pada teknologi alat-alat kebutuhan hidup tampak kelanjutan tradisi alat batu dan
tulang. Pembuatan alat batu ini menghasilkan kapak genggam Sumatra dan kapak pendek.
Alat serpih-bilah dan tulang menjadi alat bantu penghidupan yang makin meningkatkan
teknologi pembuatannya. Jenis-jenis alat terakhir ini menunjukan teknik pembuatannya
yang semakin rumit dan halus. Teknologi ini terutama ditemukan pada konteks alat toala
di Sulawsi Selatan. Ditempat ini banyak dihasilkan mikrolit, mata panah bersayap atau
bergerigi, serpih-bilah bergerigi, lancipan tebal satu sisi, dan lancipan munduk. Alat-alat
tersebut menunjukan adanya perburuan terhadap hewan-hewan kecil.
Pada masa ini dimungkinkan sekali pembuatan alat-alat dari bahan bambu. Diduga
bahwa bambu memegang peran penting dalam masa ini. Karena bambu dapat dijadikan
alat-atat untuk berburu. Selain itu bambu juga dimungkinkan untuk membersihkan umbi-
umbian dari sisa-sisa tanah yang masih menempel.
Pada masa ini manusia mulai menemukan api. Api digunakan untuk menghangatkan
tubuh dan membakar hewn buruan. Penemuan api dan perkembangan ilmu pertanian
merupakan proses pembaruan yang membentuk dasar kebudayaan. Penggunaan api oleh
manusia tidak hanya menandai awal kehidupan sosial namun juga menghasilkan
teknologi baru yang saling berhubungan.
Dalam bidang pertanian menusia zaman ini melakukan penanggalan karbon.
Penanggalan ini ditemukan dallam beberapa situs gua di Indonesia. Hasil penaggalan
karbon [R2] menunjukan munculnya domestikan tanaman berupa padi  yang dibuktikan di
situs Gua Ulu Leang 1 Maros (Sulawesi Selatan) . buktinya berupa bulir-bulir padi dan
skam yang berorientasi pada  sekitar tehun 2160-1700SM.Kehadiran alat-alat batu,tulang
dan gerabah memberikan bukti yang mendukung bahwa alat-alat tersebut mempunyai
kaitan yang erat dengan kegiatan pertanian awal dan sebelumnya.
Bercocok tanam [R3] dilakukan dengan cara yang sederhana dan dilakukan secara
berpindah-pindah menurut keadaan kesuburan tanah. Di sini mereka menanam umbi-

vi
umbian karena belum mengenel cara-cara penanaman biji-bijian. Setelah musim panen
selesai lahan pertanian yang mereka buat akan ditinggalkan. Kemudian mereka berpindah
ketempat tinggal yang baru. Pada suatu saat mereka akan kembali lagi ketempat yang
pernah ditinggalkannya.
Bahan makanan lain juga di kumpulkan dari daerah sekitar mereka tinggal. Mereka
makan kerang, siput dan ikan. Ini dibuktikan dengan adanyapenemuan kulit
kerang,siput, dan duri ikan dalam gua.
Kegiatan pertanian umumnya selalu dikaitkan dengan usaha-usaha penjinakan hewan.
Data ekskavasi menunjuksn bahwa usaha penjinakan hewan telah dilakukan. Di Gua
Cakondo ditemukan gigi anjing. Ini merupakan salah satu bukti tentang upaya penjinakan
hewan.

C. Tempat Tinggal Pada Zaman Mesolitikum (Zaman Batu Tengah)


Adanya alat-alat yang lebih canggih memudahkan mereka untuk memanfaatkan
tumbuh-tumbuhan danhasil laut sebagai sumber kehidupan. Oleh sebab itulah kebiasaan
berburu sudah tidak menjadi sama pentingnya seperti pada zaman sebelumnya. Mereka
mulai tinggal menetap di daerah yang dekat dengan lokasi pantai maupun vegetasi yang
ketersediaan makananannya relatif konstan. Selanjutnya mereka mulai menjinakkan
hewan dan bercocok tanam secara sederhana.William A. Haviland (1988:264)
menyebutkan bahwasanya zaman mesolitikum merupakan zaman yang lebih sedenter
(menetap) bagi manusia dibandingkan zaman sebelumnya. Tempat tinggal mereka pada
masa ini lebih kuat yang menandakan bahwasanya tempat tinggal mereka lebih permanen.
Namun, pada masa ini manusia masih belum menetap sepenuhnya. Sebab suatu saat
tempat tinggal itu akan ditinggalkan jika sekiranya tempat itu tidak lagi dapat memenuhi
kebutuhan hidup mereka (Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, 2010:141). Pada
umumnya manusia zaman mesolitikum menempati gua-gua dan tepi pantai sebagai
tempat tinggal mereka.
1. Abris sour roche

vii
Gua yang dijadikan tempat tinggal pada zaman mesolitikum ini
dinamakan abris sour roche. Gua-gua ini dipilih dengan mempertimbangkan letak
jauh dekatnya dari sumber air, dapat melindungi diri dari hewan-hewan buas serta
ketersediaan makanan.
“Penyelidikan pertama abris sour roche dilakukan oleh van Stein Callenfels di
Gua Lawa Sampung (Ponorogo, Madiun)dari tahun 1928-1931. Alat-alat yang
ditemukan di situs ini antara lain: ujung panah, flakes, dan batu penggilingan. Bagian
terbesar dari alat yang ditemukan itu merupakan alat dari tulang, sehingga muncul
istilah Sampung bone-culture”(R. Soekmono, 1973:41).
Selama bertempat tinggal di dalam gua mereka membuat alat–alat yang
mampu membantu mereka dalam kehidupan sehari-hari. Alat alat yang mereka buat
antara lain kapak genggam, pisau dari tanduk, sundip tulang dan penggaruk dari
kerang(digunakan untuk membersihkan umbi-umbian).
Di daerah Bojonegoro ada beberapa abris sour roche terutama dari kerang dan
tulang. Di pulau Timor dan Roti ditemukan juga alatberupa ujung panah, di sana juga
ditemukan flake-culture. Ujung panah itu kebanyakan dibuat dari batu indah seperti
jaspis dan chalcedon. Semua alat yang menggunakan ujung panah ini bertangkai pada
pangkalnya.
Flakes juga ditemukan di Bandung.Semua flakes di daerah ini terbuat dari batu
kecil yang dikenalsebagaimicrolith. Microlith yang dimaksudadalah batu-batu kecil
yang berbentuk geometris.Flakes Bandung dan Kerinci merupakan inti dari flake-
culture.
Selain membuat alat kebutuhan sehari-hari mereka juga melukiskan sesuatu di
dinding gua. Lukisan ini di buat dengan cara menggores pada dinding-dindingnya
atau juga menggunakan cat yang berwarna merah, hitam, atau putih. Lukisannya
berupa cap tangan dengan cara merentangkan jari-jari tangan di permukaan atau di

viii
dinding-dinding gua atau dapat pula berupa gambaran suatu pengalaman, perjuanagan
dan harapan hidup. Sumber inspirasi lukisan ini adalah kehidupan sehari-hari mereka.
Dengan demikaian lukisan-lukisan di gua itu menggambarkan kehidupan
sosial-ekonomi masyarakat kala itu. Lukisan ini menggambarkan jika pada masa itu
manusia purba sudah hidup secara berkelompok. Banyak sedikitnya kelompok dapat
diketahui dari besarnya gua.

2. Kjokkenmoddinger

Selain tinggal di gua-gua, manusia purba zaman mesolitikum juga tinggal di


tepi pantai. Hal ini dibuktikan dengan adanya kjokkenmoddinger yang menjadi corak
kebudayaan yang istimewa dari zaman mesolitikum. Kjokkenmoddinger berasal dari
bahasa Denmark yaitu kjokken yang berarti dapur dan modding yang berarti sampah,
sehingga kjokkenmoddinger dapat diartiakan sebagaisampah dapur.
Manusia yang tinggal di tepi pantai ini mengandalkan hasil laut sebagai
sumber kehidupan, terutama kerang dan siput. Soekmono (1973:39) menyebutkan
“kulit-kulit siput dan kerang yang dibuang itu selama waktu yang bertahun-tahun…
akhirnya menjelmakan bukit kerang yang beberapa meter tinggi dan lebarnya itu.
Bukit-bukitinilah yang dinakaman kjokkenmoddinger”.Dari hasil pengamatan
kebudayaan kkjokenmodinger itu dapat disimpulkan bahwasanya“kehidupan manusia
waktu itu pada taraf berburu dan mengumpulkan makanan perairan laut atau food
gathering … Dengan demikian zaman mesolitikum lebih maju dibanding dengan
zaman paleolitikum”(Anwar Sari, 1995:51).

ix
Kjokkenmoddinger banyak ditemukan di sepanjang pantai Sumatra
Utara  antara Langsa di anatara Medan dan Aceh. Bukti itu menunjukan adanya
manusia yang tinggal dalam rumah-rumah bertonggak di sepanjang pantai.
Dalam bukit-bukit kerang ini ditemukan kapak genggam yang berbeda
dari chopper pada zaman paleolitikum. Kapak genggam zaman mesolitikum antara
lain disebut pebble dan kapak Sumatra. Kapak ini dibuat dari batu kali yang dipecah.
Sisi luarnya tidak diapa-apakan sedangakan sisi dalamnya dikerjakan lebih halus,
sesuai dengan keperluannya.
Di zaman ini juga ditemukan kapak pendek (hache courte). Kapak pendek
berbentuk setengah lingkaran. Cara pembuatannya seperti pembuatan kapak
genggam yaitu dengan memecah, memukul batu namun tidak diasah. Sisi tajamnya
berada pada sisi yang lengkung. Selain itu ditemukan pula benda yang disebut
pipisan (batu penggiling beserta landasannya). Pipisan tidak hanya digunakan untuk
menggiling makanan, namun juga untuk menghaluskan bahan pembuat cat mereh.
Cat merah ini mungkin digunakan untuk melukis manusia purba di dinding gua
tempat ia tinggal atau mungkin sebagai sarana spritual.

D. Artefak
Budaya diartikan sebagai himpunan pengalaman yang dipelajari (Rogger M.
Keesing,1989:68).Begitu pula munculnya beragamperalatan, yang digunakan untuk
memudahkan manusia dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, merupakan bagian dari
himpunan pengalaman manusia yang dipelajari dari lingkungan yang ada di sekitarnya.
Pada zaman ini manusia memiliki ketergantungan yang lebih besar terhadap  inteligensi
dan buka pada besarnya tubuh. Bersamaan dengan pemikiran yang semakin modern,
maka berkembanglah pemikiran yang konseptual. Hal ini dibuktikan dengan adanya
artefak-artefak yang semakin canggih, bervariasi, dan bersifat khusus dari zaman
sebelumnya. Meighan (1966:-) menyebutkan“… he showed sophistication in that he
produced compound tools, … to utilize one material for one setof physicalqualities and
another material for a different set of properties”.Alat-alat menjadi semakin ringan dan
kecil, yang menghemat bahan baku. Artefak-artefak tersebut dikhususkan sesuai dengan
daerah dan fungsinya. Alat-alat yang kasar tidak lagi dibuat. Sebagai gantinya, dibuatlah
alat-alat yang efektif untuk mendayagunakan kondisi padang rumput, hutan dan pantai
dengan lebih baik.

x
Berdasarkan alat-alat yang ditemukan dari tempat tinggal manusia zaman
mesolitikum, maka tradisi pokok pembuatan alat-alat di Indonesia pada zaman
mesolitikum dapat digolongkan menjadi tiga golongan besar, yakni: kebudayaan
pebble (pebble culture) yang banyakditemukan di kjokkenmoddinger; dan kebudayaan
tulang (bone culture) serta kebudayaan serpih bilah (flake culture) yang banyak
ditemukan di abris sous roche.

1. Serpih-bilah

Pembuatan serpih bilah pada zaman mesolitikum lebih maju dari zaman
paleolitikum penggunaannya juga lebih kompleks. Salah satu alat khas zaman ini
adalah alat mikrolit yang berbentuk geometris. Batu yang dipakai untuk membuat alat
ini antara lain: kalsedon, andesit, dan batu gamping. Tradisi serpih bilah terutama
berlangsung dalam kehidupan digua Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur.
“Heekeren melakukan ekskafasi di Leang Karassa disebelah timur Maros Desa
Patanulang AsuE. Disini ditemukan alat-alah bilah, penggaruk, pisau, alat tusuk, dan
alat-alat batu bergerigi. Disini tidak ditemukan mata panah bersayap tetapi sejumlah
alat batu yang berkerah berbentuk sederhana. Temuan ini digolongkan sebagai salah
satu kelompok tradisi serpih bilah tertua dari rumpun toala” (Tim Nasional Penulisan
Sejarah Indonesia, 2010:156).

2.  Alat Tulang

xi
Temuan alat tulang yang paling terkenal di Jawa adalah Goa Lawa, dekat
Sampung. Di lapisan bawah gua ini banyak ditemukan alat-alat dari tulang. Alat-alat
tersebut antara lain lancipan, belatik dari tanduk, sundip tulang, dan beberapa mata
kail. Disini juga ditemukan batu pipisan yang halus pada bagian permukaanya
dimungkinkan karena akibat pemakaian yang terus menerus. Brian M. F.
(1994:291)menyebutkan inovasi-inovasi dalam pembuatan alat dari tulang tersebut
menjadikan para pemburu mulai lebih banyak berburu hewan-hewan yang lebih
buasataubahkan yang susah ditangkap.  Kerangka manusia juga ditemukan namun
keadaannya tidak lengkap karena dikubur secara in situ secara terlipat dengan dagu
menempel pada lutut.

3. Kapak Genggam Sumatra

Kebudayaan ini berasal dari Hoabinh lalu menyebar dari Asia Tenggara


menuju Indonesia. Kebudayaan masyarakat Hoabinh ditemukan dalam gua-
gua di sekitar pegunungan Leuser. Kebudayaan ini menghasilkan produk artefak litik
krakal. Alat ini dikenal sebagai Sumatralith atau batu Sumatra. Sejumlah alat batu

xii
yang di Indonesia dikenal dengan istilah Sumatralith adalah kapak genggam Sumatra.
Di Indonesia kapak Sumatra ditemukan tersebar dari timur Sumatra utara ke Aceh.

E. Ras Pokok pada Zaman Mesolitikum (Zaman Batu Tengah)


Teknologi pembuatan alat yang semakin canggih menyebabkan penduduk dunia dapat
berpindah kelingkungan-lingkungan yang lebih beranekaragam. Hal ini menjadikan fisik
manusia menjadi kurang kuat, dan sebaliknya mendorong pertumbuhan kearah muka dan
gigi yang lebih kecil, berkembangnya otak yang lebih besar dan kompleks (William A.
Haviland, 1988:264).
Sejak sekitar 10.000 tahun yang lalu ras manusia seperti yang kita kenal sudah mulai
ada di Indonesia dan sekitarnya. Terutama ada dua ras yang terdapat di Indonesia pada
zaman mesolitikum ini.
Pertama adalah ras Australomelanesid. Ras ini memiliki tinggi badan yang bervariasi
nan cenderung besar. Tengkorak relatif kecil, dengan dahi agak miring. Bagian pelipisnya
tidak membulat benar. Tengkoraknya lonjong atau sedang dan bagian kepala
tengkoraknya menonjol seakan-akan sanggul. Dinding samping tengkorak hampir tegak
lurus. Lebar mukanya sedang dengan rahang masuk kedalam. Alat pengunyah berupa gigi
besar dan kuat.
Ras kedua adalah ras Mongolid. Ras ini variasi tinggibadannya tidak selebar dan
setinggi ras Australomelanesid. Tengkoraknya bundar atau sedang dengan isi tengkorak
rata-rata lebih besar. Dahinya lebih membulat dan rongga matanya biasanya memanjang
dan berbentuk persegi. Mukanya lebar dan datar (arah mukanya dalam ke belakang)
dengan hidung sedang atau lebar.

xiii
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berakhirnya zaman es menimbulkan perubahan fisik yang drastis untuk
habitat manusia. Permukaan air laut naik, vegetasi berubah, dan kawanan binatang
menghilang dari banyak daerah. pada zaman ini mausia lebih banyak bergantung pada
hasil laut dan vegetasi, sehingga lebih banyak menetap, terutama di daerah dekat
sumber vegetasi dan air yang menyediakan sumber makanan. Hal ini dibutikan
dengan adanya penemuan-penemuan peralatan zaman mesolitikum di pada abris sour
roche dan kjokkenmoddinger, Teknologi dan kebiasaan hidup manusia mulai
mencerminkan hubungannya dengan lingkungan tertentu.Teknologi yang semakin
canggih juga mempengaruhi bentuk fisik manusia yang menjadi kurang kuat. Di
Indonesia sendiri dikenal duaras yang terdapat pada
zaman mesolitikum, yakni ras Australomelanesid dan ras Mongoloid.

B. Saran
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempruna. Oleh
sebab itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

xiv
DAFTAR PUSTAKA

Anwarsari.1995. Sejarah Nasional IndonesiaI. Malang:IKIP Malang


Bates, D. G., dkk. 1990. Third Edition Cultural Anthropology.
Fagan, B. M., 1994. In The Beginning: An Introduction To Archaeology, Eight Edition. New
York: Harper Collins College Publishers.
Haviland, W.A. 1985. Antropologi (jilid I).Terjemahan R. G. Soekardijo. 1988. Jakarta:
Erlangga.
Keesing, R. M. 1989. Antropologi Budaya Suatu Perspektif Kontemprer. Jakarta: Erlangga.
Meighan, C. W. 1966. Archaeology: an Inroduction. San Fransisco: Chandler Publishing
Company.
Soekmono. 1973. Sejarah Kebudayaan Indonesia I. Jakarta: Penerbitan Yayasan Kanesius.
Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia. 2010. Sejarah Nasional Indonesia I (R. P.
Soejono, Ed. dkk.). Jakarta: Balai Pustaka.

xv

Anda mungkin juga menyukai