Sarinah (2288160029)
Sarinahrinah@gmail.com
PENDAHULUAN
Serangkaian penelitian arkeologi dan sejarah yang telah di lakukan oleh
para ahli asing maupun peneliti Indonesia tentang sumber – sumber atau bukti
peninggalan prasejarah Banten sangatlah sedikit. Sehingga upaya untuk
mengungkap masa prasejarah di Banten menjadi sulit di tambah lagi oleh
peningglan – peninggalan berupa situs prasejarah yang di duga telah banyak yang
musnah. Sebagimana di ketahui bahwa di daerah Banten sampai saat ini belum
pernah di temukan fosil manusia purba, tetapi indikasi keberadaan manusia awal
hampir dapat di pastikan telah hadir pasca zaman Plestosen atau permulaan awal
Holosen yang di perkirakan berlangsung ribuan sampai ratusan tahun sebelum
masehi atau bisa di sebut masa bercocok tanam dimana ini merupakan puncak
masa prasejarah di Indonesia. Karena pada masa itu muncul tradisi Megalitik yang
di tandai hadirnya berbagai bangunan atau pun tempat – tempat pemujaan
permanen untuk persembahan terhadap nenek moyang. (Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Provinsi Banten. 2008)
Di buktikan dengan penemuan-penemuan yang di dapatkan oleh arkeologi
di Banten seperti situs Odel, Kuburan Tempayan di Ayer, Munjul, Menhir Baros,
Banten Girang, dan Situs Patapan di Cikande dan situs yang lainnya yang
menunjukan akan adanya masa pra sejarah di Banten. Dimana situs-situs tersebut
masih sangat belum terawat dan di perhatikan sehingga mahasiswa yang berperan
sebagai agent of change harus melestarikan warisan budaya yang khususnya ada
di Banten. Dan dalam tulisan ini saya akan menangkat salah satu situs yang ada di
Banten yaitu situs Patapan Cikande dengan rumusan masalah yang saya angkat
yaitu bagaimanakah Geohistoris situs Patapan, bagaimanakah sejarah situs
Patapan, dan bagaimanakah situs Patapan dalam kajian arkeologi dan dalam
pelestariannya. Dengan tujuan dari penulisan ini yaitu untuk mengetahui
Geohistoris situs Patapan, untuk mengetahui bagaimana sejarah situs Patapan, dan
untuk mengetahui situs patapan dalam kajian arkeologi dan bagaimana dalam
pelestariannya.
PEMBAHASAN
Geohistoris Situs Patapan Cikande
Menurut Anwar Falah, 1998. Situs ini merupakan situs temuan baru paska
kemerdekaan yang pada mulanya kurang di perhatikan. Dalam cerita rakyat Situs
Pertapaan ini di buat dan di manfaatkan pada awal masa islamisasi wilayah
Indonesia wilayah Banten, di gunakan sebagai tempat pertemuan ulama dan santri
dalam rangka menyusun strategi islamisasi wilayah Banten. Sumber lain
mengatakan bahwa situs ini sebagai tempat “pangrereban” Sultan Hasanuddin.
Sesuai dengan namanya situs ini di jadikan sebagai tempat bertapa. (Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Serang, 2004)
Akan tetapi pada awalnya situs Patapan diduga sebagai tinggalan tradisi
megalitik, karena dari bentuk bangunannya menyerupai punden berundak yang
lazim di jumpai pada bangunan peninggalan tradisi megalitik. Bangunan di situs
ini di duga pula digunakan pada masa – masa berikutnya atau setelah di
tinggalkan masyarakat pendukung tradisi megalitik. Ketika pengaruh kebudayaan
Hindu datang, bangunan di situs Patapan digunakan sebagai bangunan sakral dan
ketika kebudayaan Islam datang kemudian, bangunan ini di pergunakan sebagai
tempat pengasingan diri (Tirakat). Dengan struktur bangunan terbuka di buat pada
bagian atas atau puncak sebuah bukit, menyerupai bangunan punden. Pemilihan
lahan bukit sebagai sarana spiritual di ketahui berakar pada budaya pra sejarah
(megalitik) yang terpadu dengan konsep Meru (gunung suci) dalam Hindu dan
Budha, yang selanjutnya di manfaatkan oleh penyebar agama Islam (para Wali)
yaitu “paham mistik Jawa-Hindhu itu oleh mereka di selaraskan dan di perbaharui
dengan unsur-unsur mistik Islam yang terkandung dalam ajaran Tasawuf”.
Penyelarasan itu dapat terjadi karena kedua faham mempunyai hakekat tujuan
yang sama yaitu persatuan diri dengan Tuhan. (Dinas Budaya dan Pariwisata
Provinsi Banten. 2008). Menurut Nina Lubis, situs patapan (tempat bertapa),
dapat di kategorikan sebagai tradisi berlanjut karena pemakaiannya dari masa
megalitik hingga Islamisasi di Banten.(Nina Lubis. 2004 : 7)
Situs Patapaan berupa punden, pada bagian halaman terbuka terdapat atau
bagian atas bangunan terdapat lantai terbuat dari bahan yang sama. Pada lantai
terdapat 10 buah umpak berebntuk bulat dengan ukuran garis tengah antara 56-70
cm. Umpak semacam ini biasanya berada di tepi banguanan dan di perkirakan
berfungsi sebagai penyangga tiang kayu yang cukup besar. Dan pada bagian
tengah bangunan situs Patapan terdapat tinggalan batu yang di tafsirkan sebagai
altar berbentuk persegi dan berprofil Yoni. Kini altar tersebut berada di bawah
pohon dalam kondisi terbalik, tidak jauh dari titik pusat bangunan. Dilihat dari
bentuknya, altar situs Patapan mirip yoni, namun tidak memiliki lubang tempat
lingga dan cerat seperti halnya yoni. Namun fungsinya di duga tidak jauh dari
aktivitas ritual agama Hindu. Bila melihat bagian atasnya yang datar,
kemungkinan perah digunakan untuk meletakan sesuatu yang berhubungan
dengan upacara keagamaan, sebagaimana altar yang biasa di pakai dalam upacara
Agama Hindu. (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Serang, 2004)
1. Kajian Arekologi
Situs Patapan Dengan struktur bangunan terbuka di buat pada bagian atas
atau puncak sebuah bukit, menyerupai bangunan punden. Pemilihan lahan bukit
sebagai sarana spiritual di ketahui berakar pada budaya pra sejarah (megalitik)
yang terpadu dengan konsep Meru (gunung suci) dalam Hindu dan Budha, pada
bagian halaman terbuka terdapat lantai terbuat dari bahan yang sama. Pada lantai
terdapat 10 buah umpak berebntuk bulat dengan ukuran garis tengah antara 56 –
70 cm. Umpak semacam ini biasanya berada di tepi banguanan dan di perkirakan
berfungsi sebagai penyangga tiang kayu yang cukup besar. Dan pada bagian
tengah bangunan situs Patapan terdapat tinggalan batu yang di tafsirkan sebagai
altar berbentuk persegi dan berprofil Yoni. Kini altar tersebut berada di bawah
pohon dalam kondisi terbalik dan miring karena terangkat oleh akar-akar pohon,
tidak jauh dari titik pusat bangunan. Dilihat dari bentuknya, altar situs Patapan
mirip yoni, namun tidak memiliki lubang tempat lingga dan cerat seperti halnya
yoni. Namun fungsinya di duga tidak jauh dari aktivitas ritual agama Hindu. Bila
melihat bagian atasnya yang datar, kemungkinan perah digunakan untuk
meletakan sesuatu yang berhubungan dengan upacara keagamaan, sebagaimana
altar yang biasa di pakai dalam upacara Agama Hindu. (Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Serang, 2004) seperti gambar yang saya ambil berikut :
Dengan data sumber yang saya peroleh setelah melakukan observasi dan
wawancara, diantaranya :
1) Altar Batu
Dengan keadaan sekitar situs yang memang masih terawat oleh keturunan
dari penjaga situs ini yaitu Bapak Hasan yang secara turun temuran
keluarganyalah yang menjaga situs ini dan beliau mengatakan bahwasannya
dahulu pada saat awal di temukannya situs ini berbentuk seperti candi yaitu
berundak-undak akan tetapi karena dari perawatan sangatlah kurang dari pihak
pemerintah sendiri sehingga situs ini terkena hujan dan panas sehingga berubahlah
susunan situs ini menjadi semakin hancur dan bentuknya yang sudah sedikit rata
tidak seperti bentuk candi lagi. Dengan bongkahan batu yang berserakan. Karena
terdapat satu pohon yang umurnya sekitar 100 yang tumbang sehingga merubah
struktur situs ini. (Bapak Hasan Penjaga Situs Patapan)
Dalam buku yang di susun oleh NJ. Krom tahun 1914, di wilayah
Kabupaten Serang tidak ada situs bernama Patapan. Pada tahun 1991/1992 dan
1992/1993 Suaka Peninggalan dan Purbakala Serang melakukan upaya
perlindungan dengan cara pemagaran situs Patapan, baru pada tahun 1996, Balai
Arkeologi Bandung melakukan peninjauan dan pemotretan ulang di tindak lanjuti
dengan penelitian pada tahun 1997-1998. Padda tahun 2003 Balai Pelestarian
Peninggalan Purbakala Serang melakukan Studi Teknis di Situs Patapan ini.
(Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Serang, 2004)
Cara yang lebih mudah pada masa saat ini dengan perkembangan
teknologi yang sangat tinggi kita mampu memperkenalkan situs- situs yang ada
khusunya di Banten tersendiri dengan menyebarkan informasi dengan kita berfoto
di situs-situs tersebut dan mengunggah nya di situs media sosial yang kita miliki
seperti Instagram, Facebook, WA. BBM. Dan media lainnya dengan berfoto
semenarik mungkin sehingga masyarakat tertarik untuk berkunjungan ke situs-
situs yang telah kita perknalkan.
Dan marilah kita menjaga situs karena situs adalah ideolagi bangsa dan
karakter bangsa maka jaga dan lindungilah situs.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA