Anda di halaman 1dari 10

Makalah ZAMAN MESOLITIKUM

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zaman prasejarah adalah zaman dimana manusia belum mengenal tulisan. Zaman ini
dimulai sejak adanya kehidupan manusia di bumi. Sehingga pada zaman prasejarah ini sama
sekali tidak ditemukan bukti-bukti tulisan pada benda-benda peninggalannya. Masa ini berakhir
ketika manusia mengenal tulisan. Di Indonesia sendiri masa prasejarah ini berakhir pada sekitar
tahun 1879 dengan ditemukannya Prasasti Yupa di Kalimantan Timur.
Zaman mesolitikum atau zaman batu tengah/madya terjadi sekitar 10.000 tahun S.M.,
setelah masa paleolitikum berakhir. Pada zaman ini manusia purba mulai hidup berburu dan
mengumpulkan makanan (food ghatering) yang terdapat di alam dengan alat dan teknologi yang
lebih baik dari zaman paleolitik. Di Indonesia sendiri mulai timbul usaha-usaha untuk bertempat
tinggal di gua-gua alam walaupun belum sepenuhnya menetap, karena hidupnya masih sangat
bergantung pada alam. Tidak menutup kemungkinan jika manusia pada zaman ini sudah
bercocok tanam secara sederhana. Pada zaman ini juga mulai tampak kegiatan-kegiatan yang
menghasilkan sesuatu yang belum pernah dicapai pada masa-masa sebelumnya. Zaman
mesolitikum merupakan zaman dimana berburu menjadi tidak begitu dominan lagi, sedangkan
mengumpulkan tumbuh-tumbuhan dan hasil laut menjadi semakin penting. Perkembanganperkembangan ini menandai berakhirnya zaman paleolitikum dan mulainya zaman
mesolitikum,
atau zaman batu madya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keadaan lingkungan pada zaman mesolitikum?
2. Bagaimana corak kehidupan manusia pada zaman mesolitikum?
3. Bagaimana keadaan tempat tinggal manusia pada zaman mesolitikum?

4. Bagaimana perkembangan pembuatan artefak oleh manusia purba pada zaman mesolitikum?
5. Bagaimana perkembangan manusia purba zaman mesolitik dan ras
manusia purba apa saja yang mendiami Indonesia?
C. Tujuan
1. Mendiskripsikan keadaan lingkungan pada zaman mesolitikum.
2. Mengetahui corak kehidupan manusia pada zaman mesolitikum.
3. Menganalisis tempat tinggal manusia purba pada zaman mesolitikum.
4. Mengetahui perkembangan pembuatan artefak oleh manusia purba pada zaman mesolitikum.
5. Menganalisis perkembangan manusia purba zaman mesolitik dan mengetahui ras manusia purba
yang

mendiami

Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
A. KeadaanLingkungan
Perubahan penting yang terjadi pada awal zaman mesolitikum (menjelang 10.000
SM)adalah berubahnya iklim yang mendatangkan perubahan-perubahan pada habitat manusia.
Perubahan dari musim dingin kemusim panas menyebabkan naiknya permukaan air laut yang
kemudian menenggelamkan beberapa daratan rendah ,termasuk Paparan Sunda dan Paparan
Sahul. Fenomena ini menyebabkan terputusnya hubungan antara Kepulauan Indonesia dengan
Daratan Asia Tenggara.
Perubahan iklim ini juga menghilangkan bahkan memunahkan kawanan binatang yang
menjadi sumber makanan pada zaman sebelumnya. Dengan demikian, manusia terpaksa harus
menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru. D. G. Bates (1990:78) menyebutkan Variation,
wheter biological or behavioral, is the key to the process of adaptation . The recognition of
variability draws attention to the process of selection among choices-the process of decision
making. It encourages researchers to try to predict how individuals would behave under specific
circumstances.Keadaan tersebut menjadikan perburuan secara kooperatif dan besar-besaran
tidak lagi produktif (W. A. Haviland, 1988:263). Di sisilain, sumber makanan yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan menjadi lebih berlimpah dari pada sebelumnya. [R1 ]Munculnya perairan baru
juga setalitigauang menghasilkan ikan dan makanan lain di tepidanau, teluk, dan sungai. Para
manusia purba di masa ini pun merespon fenomena ini dengan mengembangkan cara-cara baru
dan cerdik untuk menangkap dan membunuh binatang. Mereka juga mulai mengumpulkan
makanan berupa tumbuh-tumbuhan liar.

B. Corak Hidup
Cara hidup manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut masih
dipengaruhi cara hidup pada masa sebelumnya. Faktor-faktor alam masih sangat berpengaruh
dalam menentukan cara hidup mereka sehari-hari. Mereka hidup dengan berburu binatang di
dalam hutan dan mengumpulkan makanan di lingkungan sekitarnya.
Pada teknologi alat-alat kebutuhan hidup tampak kelanjutan tradisi alat batu dan tulang.
Pembuatan alat batu ini menghasilkan kapak genggam Sumatra dan kapak pendek. Alat serpihbilah dan tulang menjadi alat bantu penghidupan yang makin meningkatkan teknologi
pembuatannya. Jenis-jenis alat terakhir ini menunjukan teknik pembuatannya yang semakin
rumit dan halus. Teknologi ini terutama ditemukan pada konteks alat toala di Sulawsi Selatan.
Ditempat ini banyak dihasilkan mikrolit, mata panah bersayap atau bergerigi, serpih-bilah
bergerigi, lancipan tebal satu sisi, dan lancipan munduk. Alat-alat tersebut menunjukan adanya
perburuan terhadap hewan-hewan kecil.
Pada masa ini dimungkinkan sekali pembuatan alat-alat dari bahan bambu. Diduga bahwa
bambu memegang peran penting dalam masa ini. Karena bambu dapat dijadikan alat-atat untuk
berburu. Selain itu bambu juga dimungkinkan untuk membersihkan umbi-umbian dari sisa-sisa
tanah yang masih menempel.
Pada masa ini manusia mulai menemukan api. Api digunakan untuk menghangatkan
tubuh dan membakar hewn buruan. Penemuan api dan perkembangan ilmu pertanian merupakan
proses pembaruan yang membentuk dasar kebudayaan. Penggunaan api oleh manusia tidak
hanya menandai awal kehidupan sosial namun juga menghasilkan teknologi baru yang saling
berhubungan.
Dalam bidang pertanian menusia zaman ini melakukan penanggalan karbon. Penanggalan
ini ditemukan dallam beberapa situs gua di Indonesia. Hasil penaggalan karbon

[R2]menunjukan

munculnya domestikan tanaman berupa padi yang dibuktikan di situs Gua Ulu Leang 1 Maros
(Sulawesi Selatan) . buktinya berupa bulir-bulir padi dan skam yang berorientasi pada sekitar
tehun 2160-1700SM.Kehadiran alat-alat batu,tulang dan gerabah memberikan bukti yang
mendukung bahwa alat-alat tersebut mempunyai kaitan yang erat dengan kegiatan pertanian awal
dan sebelumnya.
Bercocok tanam

[R3]dilakukan

dengan cara yang sederhana dan dilakukan secara

berpindah-pindah menurut keadaan kesuburan tanah. Di sini mereka menanam umbi-umbian


karena belum mengenel cara-cara penanaman biji-bijian. Setelah musim panen selesai lahan

pertanian yang mereka buat akan ditinggalkan. Kemudian mereka berpindah ketempat tinggal
yang baru. Pada suatu saat mereka akan kembali lagi ketempat yang pernah ditinggalkannya.
Bahan makanan lain juga di kumpulkan dari daerah sekitar mereka tinggal. Mereka
makan kerang, siput dan ikan. Ini dibuktikan dengan adanyapenemuan kulit kerang,siput, dan
duri ikan dalam gua.
Kegiatan pertanian umumnya selalu dikaitkan dengan usaha-usaha penjinakan hewan.
Data ekskavasi menunjuksn bahwa usaha penjinakan hewan telah dilakukan. Di Gua Cakondo
ditemukan gigi anjing. Ini merupakan salah satu
bukti tentang upaya penjinakan hewan.
C. Tempat Tinggal
Adanya alat-alat yang lebih canggih memudahkan mereka untuk memanfaatkan tumbuhtumbuhan danhasil laut sebagai sumber kehidupan. Oleh sebab itulah kebiasaan berburu sudah
tidak menjadi sama pentingnya seperti pada zaman sebelumnya. Mereka mulai tinggal menetap
di daerah yang dekat dengan lokasi pantai maupun vegetasi yang ketersediaan makananannya
relatif konstan. Selanjutnya mereka mulai menjinakkan hewan dan bercocok tanam secara
sederhana.William A. Haviland (1988:264) menyebutkan bahwasanya zaman mesolitikum
merupakan zaman yang lebih sedenter (menetap) bagi manusia dibandingkan zaman
sebelumnya. Tempat tinggal mereka pada masa ini lebih kuat yang menandakan bahwasanya
tempat tinggal mereka lebih permanen. Namun, pada masa ini manusia masih belum menetap
sepenuhnya. Sebab suatu saat tempat tinggal itu akan ditinggalkan jika sekiranya tempat itu tidak
lagi dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka (Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia,
2010:141). Pada umumnya manusia zaman mesolitikum menempati gua-gua dan tepi pantai
sebagai tempat tinggal mereka.
1. Abris sour roche
Gua yang dijadikan tempat tinggal pada zaman mesolitikum ini dinamakan abris sour
roche. Gua-gua ini dipilih dengan mempertimbangkan letak jauh dekatnya dari sumber air, dapat
melindungi diri dari hewan-hewan buas serta ketersediaan makanan.
Penyelidikan pertama abris sour roche dilakukan oleh van Stein Callenfels di Gua Lawa
Sampung (Ponorogo, Madiun)dari tahun 1928-1931. Alat-alat yang ditemukan di situs ini antara
lain: ujung panah, flakes, dan batu penggilingan. Bagian terbesar dari alat yang ditemukan itu
merupakan alat dari tulang, sehingga muncul istilah Sampung bone-culture(R. Soekmono,
1973:41).

Selama bertempat tinggal di dalam gua mereka membuat alatalat yang mampu
membantu mereka dalam kehidupan sehari-hari. Alat alat yang mereka buat antara lain kapak
genggam, pisau dari tanduk, sundip tulang dan penggaruk dari kerang(digunakan untuk
membersihkan umbi-umbian).
Di daerah Bojonegoro ada beberapa abris sour roche terutama dari kerang dan tulang. Di
pulau Timor dan Roti ditemukan juga alatberupa ujung panah, di sana juga ditemukan flakeculture. Ujung panah itu kebanyakan dibuat dari batu indah seperti jaspis dan chalcedon. Semua
alat yang menggunakan ujung panah ini bertangkai pada pangkalnya.
Flakes juga ditemukan di Bandung.Semua flakes di daerah ini terbuat dari batu kecil yang
dikenalsebagaimicrolith. Microlith yang dimaksudadalah batu-batu kecil yang berbentuk
geometris.Flakes Bandung dan Kerinci merupakan inti dari flake-culture.
Selain membuat alat kebutuhan sehari-hari mereka juga melukiskan sesuatu di dinding
gua. Lukisan ini di buat dengan cara menggores pada dinding-dindingnya atau juga
menggunakan cat yang berwarna merah, hitam, atau putih. Lukisannya berupa cap tangan
dengan cara merentangkan jari-jari tangan di permukaan atau di dinding-dinding gua atau dapat
pula berupa gambaran suatu pengalaman, perjuanagan dan harapan hidup. Sumber inspirasi
lukisan ini adalah kehidupan sehari-hari mereka.
Dengan demikaian lukisan-lukisan di gua itu menggambarkan kehidupan sosial-ekonomi
masyarakat kala itu. Lukisan ini menggambarkan jika pada masa itu manusia purba sudah hidup
secara berkelompok. Banyak sedikitnya kelompok dapat diketahui dari besarnya gua.
2. Kjokkenmoddinger
Selaintinggal di gua-gua, manusia purba zaman mesolitikum juga tinggal di tepi pantai.
Hal ini dibuktikan dengan adanya kjokkenmoddinger yang menjadi corak kebudayaan yang
istimewa dari zaman mesolitikum. Kjokkenmoddinger berasal dari bahasa Denmark yaitu
kjokken yang berarti dapur dan modding yang berarti sampah, sehingga kjokkenmoddinger dapat
diartiakan sebagaisampah dapur.
Manusia yang tinggal di tepi pantai ini mengandalkan hasil laut sebagai sumber
kehidupan, terutama kerang dan siput. Soekmono (1973:39) menyebutkan kulit-kulit siput dan
kerang yang dibuang itu selama waktu yang bertahun-tahunakhirnya menjelmakan bukit
kerang yang beberapa meter tinggi dan lebarnya itu. Bukit-bukitinilah yang dinakaman
kjokkenmoddinger.Dari hasil pengamatan kebudayaan kkjokenmodinger itu dapat disimpulkan
bahwasanyakehidupan manusia waktu itu pada taraf berburu dan mengumpulkan makanan

perairan laut atau food gathering Dengan demikian zaman mesolitikum lebih maju dibanding
dengan zaman paleolitikum(Anwar Sari, 1995:51).
Kjokkenmoddinger banyak ditemukan di sepanjang pantai Sumatra Utara antara Langsa
di anatara Medan dan Aceh. Bukti itu menunjukan adanya manusia yang tinggal dalam rumahrumah bertonggak di sepanjang pantai.
Dalam bukit-bukit kerang ini ditemukan kapak genggam yang berbeda dari chopper pada
zaman paleolitikum. Kapak genggam zaman mesolitikum antara lain disebut pebble dan kapak
Sumatra. Kapak ini dibuat dari batu kali yang dipecah. Sisi luarnya tidak diapa-apakan
sedangakan sisi dalamnya dikerjakan lebih halus, sesuai dengan keperluannya.
Di zaman ini juga ditemukan kapak pendek (hache courte). Kapak pendek berbentuk
setengah lingkaran. Cara pembuatannya seperti pembuatan kapak genggam yaitu dengan
memecah, memukul batu namun tidak diasah. Sisi tajamnya berada pada sisi yang lengkung.
Selain itu ditemukan pula benda yang disebut pipisan (batu penggiling beserta landasannya).
Pipisan tidak hanya digunakan untuk menggiling makanan, namun juga untuk menghaluskan
bahan pembuat cat mereh. Cat merah ini mungkin digunakan untuk melukis manusia purba di
dinding gua tempat ia
tinggal atau mungkin sebagai sarana spritual.
D. Artefak
Budaya diartikan sebagai himpunan
Keesing,1989:68).Begitu

pula

munculnya

pengalaman

yang

beragamperalatan,

dipelajari(Rogger

yang

digunakan

M.

untuk

memudahkan manusia dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, merupakan bagian dari


himpunan pengalaman manusia yang dipelajari dari lingkungan yang ada di sekitarnya. Pada
zaman ini manusia memiliki ketergantungan yang lebih besar terhadap inteligensi dan buka pada
besarnya tubuh. Bersamaan dengan pemikiran yang semakin modern, maka berkembanglah
pemikiran yang konseptual. Hal ini dibuktikan dengan adanya artefak-artefak yang semakin
canggih, bervariasi, dan bersifat khusus dari zaman sebelumnya. Meighan (1966:-)
menyebutkan he showed sophistication in that he produced compound tools, to utilize one
material for one setof physicalqualities and another material for a different set of
properties.Alat-alat menjadi semakin ringan dan kecil, yang menghemat bahan baku. Artefakartefak tersebut dikhususkan sesuai dengan daerah dan fungsinya. Alat-alat yang kasar tidak lagi
dibuat. Sebagai gantinya, dibuatlah alat-alat yang efektif untuk mendayagunakan kondisi padang
rumput, hutan dan pantai dengan lebih baik.

Berdasarkan alat-alat yang ditemukan dari tempat tinggal manusia zaman mesolitikum,
maka tradisi pokok pembuatan alat-alat di Indonesia pada zaman mesolitikum dapat digolongkan
menjadi tiga golongan besar, yakni: kebudayaan pebble (pebble culture) yang banyakditemukan
di kjokkenmoddinger; dan kebudayaan tulang (bone culture) serta kebudayaan serpih bilah (flake
culture) yang banyak ditemukan di abris sous roche.
1. Serpih-bilah
Pembuatan serpih bilah pada zaman mesolitikum lebih maju dari zaman paleolitikum
penggunaannya juga lebih kompleks. Salah satu alat khas zaman ini adalah alat mikrolit yang
berbentuk geometris. Batu yang dipakai untuk membuat alat ini antara lain: kalsedon, andesit,
dan batu gamping. Tradisi serpih bilah terutama berlangsung dalam kehidupan digua Sulawesi
Selatan dan Nusa Tenggara Timur.
Heekeren melakukan ekskafasi di Leang Karassa disebelah timur Maros Desa
Patanulang AsuE. Disini ditemukan alat-alah bilah, penggaruk, pisau, alat tusuk, dan alat-alat
batu bergerigi. Disini tidak ditemukan mata panah bersayap tetapi sejumlah alat batu yang
berkerah berbentuk sederhana. Temuan ini digolongkan sebagai salah satu kelompok tradisi
serpih bilah tertua dari rumpun toala (Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, 2010:156).
2. Alat Tulang
Temuan alat tulang yang paling terkenal di Jawa adalah Goa Lawa, dekat Sampung. Di
lapisan bawah gua ini banyak ditemukan alat-alat dari tulang. Alat-alat tersebut antara lain
lancipan, belatik dari tanduk, sundip tulang, dan beberapa mata kail. Disini juga ditemukan batu
pipisan yang halus pada bagian permukaanya dimungkinkan karena akibat pemakaian yang terus
menerus. Brian M. F. (1994:291)menyebutkan inovasi-inovasi dalam pembuatan alat dari tulang
tersebut menjadikan para pemburu mulai lebih banyak berburu hewan-hewan yang lebih
buasataubahkan yang susah ditangkap. Kerangka manusia juga ditemukan namun keadaannya
tidak lengkap karena dikubur secara in situ secara terlipat dengan dagu menempel pada lutut.
3. Kapak Genggam Sumatra
Kebudayaan ini berasal dari Hoabinh lalu menyebar dari Asia Tenggara menuju
Indonesia. Kebudayaan masyarakat Hoabinh ditemukan dalam gua-gua di sekitar pegunungan
Leuser. Kebudayaan ini menghasilkan produk artefak litik krakal. Alat ini dikenal sebagai
Sumatralith atau batu Sumatra. Sejumlah alat batu yang di Indonesia dikenal dengan istilah
Sumatralith adalah kapak genggam Sumatra. Di Indonesia kapak Sumatra ditemukan tersebar
dari timur Sumatra utara ke
Aceh.
E. Ras Pokok

Teknologi pembuatan alat yang semakin canggih menyebabkan penduduk dunia dapat
berpindah kelingkungan-lingkungan yang lebih beranekaragam. Hal ini menjadikan fisik
manusia menjadi kurang kuat, dan sebaliknya mendorong pertumbuhan kearah muka dan gigi
yang lebih kecil, berkembangnya otak yang lebih besar dan kompleks (William A. Haviland,
1988:264).
Sejak sekitar 10.000 tahun yang lalu ras manusia seperti yang kita kenal sudah mulai ada
di Indonesia dan sekitarnya. Terutama ada dua ras yang terdapat di Indonesia pada zaman
mesolitikum ini.
Pertama adalah ras Australomelanesid. Ras ini memiliki tinggi badan yang bervariasi nan
cenderung besar. Tengkorak relatif kecil, dengan dahi agak miring. Bagian pelipisnya tidak
membulat benar. Tengkoraknya lonjong atau sedang dan bagian kepala tengkoraknya menonjol
seakan-akan sanggul. Dinding samping tengkorak hampir tegak lurus. Lebar mukanya sedang
dengan rahang masuk kedalam. Alat pengunyah berupa gigi besar dan kuat.
Ras kedua adalah ras Mongolid. Ras ini variasi tinggibadannya tidak selebar dan setinggi
ras Australomelanesid. Tengkoraknya bundar atau sedang dengan isi tengkorak rata-rata lebih
besar. Dahinya lebih membulat dan rongga matanya biasanya memanjang dan berbentuk persegi.
Mukanya lebar dan datar (arah mukanya dalam ke belakang) dengan hidung sedang atau lebar.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berakhirnya zaman es menimbulkan perubahan fisik yang drastis untuk habitat manusia.
Permukaan air laut naik, vegetasi berubah, dan kawanan binatang menghilang dari banyak
daerah. pada zaman ini mausia lebih banyak bergantung pada hasil laut dan vegetasi, sehingga
lebih banyak menetap, terutama di daerah dekat sumber vegetasi dan air yang menyediakan
sumber makanan. Hal ini dibutikan dengan adanya penemuan-penemuan peralatan zaman
mesolitikum di pada abris sour roche dan kjokkenmoddinger, Teknologi dan kebiasaan hidup
manusia mulai mencerminkan hubungannya dengan lingkungan tertentu.Teknologi yang semakin
canggih juga mempengaruhi bentuk fisik manusia yang menjadi kurang kuat. Di Indonesia
sendiri dikenal duaras yang terdapat pada
zaman mesolitikum, yakni ras Australomelanesid dan ras Mongoloid.
B. Saran
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempruna. Oleh sebab itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR RUJUKAN
Anwarsari.1995. Sejarah Nasional IndonesiaI. Malang:IKIP Malang
Bates, D. G., dkk. 1990. Third Edition Cultural Anthropology.
Fagan, B. M., 1994. In The Beginning: An Introduction To Archaeology, Eight Edition. New York:
Harper Collins College Publishers.
Haviland, W.A. 1985. Antropologi (jilid I).Terjemahan R. G. Soekardijo. 1988. Jakarta: Erlangga.
Keesing, R. M. 1989. Antropologi Budaya Suatu Perspektif Kontemprer. Jakarta: Erlangga.
Meighan, C. W. 1966. Archaeology: an Inroduction. San Fransisco: Chandler Publishing Company.
Soekmono. 1973. Sejarah Kebudayaan Indonesia I. Jakarta: Penerbitan Yayasan Kanesius.
Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia. 2010. Sejarah Nasional Indonesia I (R. P. Soejono, Ed.
dkk.). Jakarta: Balai Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai