Anda di halaman 1dari 26

CORAK HIDUP MASYARAKAT PRA AKSARA

Pada awalnya corak hidup manusia zaman praaksara dengan cara nomaden  (berpindah-
pindah). Kemudian mereka mengalami perubahan dari nomaden ke semi nomaden. Akhirnya
mereka hidup secara menetap di suatu tempat dengan tempat tinggal yang pasti. Untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya masyarakat praaksara menggunakan beberapa jenis peralatan
mulai dari yang terbuat dari batu hingga logam.

Oleh karena itu, masyarakat praaksara telah menghasilkan alat untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Berdasarkan perkembangan kehidupannya, masyarakat praaksara
terbagi menjadi tiga yaitu pola hunian, dari berburu sampai bercocok tanam, sistem
kepercayaan.

1. Pola Hunian

Sejarah kehidupan manusia purba pada zaman praaksara sudah memiliki jenis pola hunian.
Masyarakat manusia purba pada masa awal menerapkan hunian dengan pola berpindah-
pindah atau nomaden. Ada dua jenis pola hunian manusia purba pada zaman praaksara, yakni
tempat yang berdekatan dengan sumber air dan hidup di alam terbuka. Di sekitar sumber air
tersebut terdapat banyak makanan, seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan. Ketika sumber
makanan habis, mereka akan berpindah mencari tempat lain.

Taufik Abdullah melalui buku Indonesia dalam Arus Sejarah: Prasejarah Jilid 1 (2012)
menjelaskan, pola hunian manusia purba di masa praaksara tersebut dapat dilihat dari letak
geografis situs-situs serta kondisi lingkungannya. Di Indonesia, beberapa contoh yang
menunjukkan pola hunian seperti itu adalah situs-situs purba di sepanjang aliran Bengawan
Solo seperti situs Sangiran, Sambungmacan, Trinil, Ngawi, Ngandong, dan lainnya.

- Jenis Pola Hunian Manusia Purba


Dikutip dari buku Sejarah Indonesia (2014) yang disusun Mestika Zed dan kawan-kawan,
diterangkan bahwa pola khas hunian manusia purba dibagi menjadi dua karakter khas, yakni
sebagai berikut:
1. Kedekatan dengan sumber air Ketersediaan air bersifat pokok dalam kebutuhan makhluk
hidup. Maka, di daerah yang dekat sumber air, akan ada banyak bahan makanan untuk
manusia purba, seperti berbagai jenis hewan dan tumbuh-tumbuhan.
2. Kehidupan di Alam Terbuka Manusia purba cenderung hidup di dekat aliran sungai. Pola
ini menunjukkan bahwa manusia purba hidup pada alam terbuka dan menerapkan pola
nomaden atau berpindah-pindah. Manusia purba juga memanfaatkan gua-gua sebagai tempat
tinggal sementara alias tidak menetap dalam waktu yang lama. Ketika sumber makanan di
sekitar mereka habis, maka akan mencari tempat tinggal yang baru, begitu seterusnya..
Veni Rosfenti dalam Modul Sejarah Indonesia Kelas X (2012) mengungkapkan, perkakas
yang digunakan oleh manusia purba pada masa berburu dan meramu tingkat awal adalah batu
utuh sederhana yang digunakan untuk memotong daging hasil buruan. Sedangkan pada masa
food-producing atau masa bercocok-tanam, mereka mulai hidup menetap. Kehidupan mulai
terorganisir dan berkelompok di suatu tempat. Manusia purba mulai memproduksi makanan
bahkan mulai mengenal norma dan adat yang bersumber pada kebiasaan-kebiasaan

- Bukti-bukti Peninggalan

Seorang arkeolog bernama Von Stein Callenfels pada 1928-1931 melakukan penelitian di
Gua Lawat, Ponorogo, Jawa Timur. Di situs itu, ditemukan abris sous roche yakni gua yang
berbentuk ceruk pada karang yang dipakai sebagai rumah atau tempat tinggal sementara oleh
manusia purba. Kebudayaan abris sous roche ditemukan pula di beberapa daerah di Jawa
Timur lainnya seperti Besuki dan Bojonegoro, juga di Sulawesi Selatan seperti di Lamocong.
Selain itu, ditemukan juuga sampah dapur atau kjokkenmoddinger. Ini merupakan
tumpukan kulit kerang, siput, atau tulang ikan. Sampah dapur banyak ditemukan di pesisir
pantai Sumatera. Peninggalan beberapa hasil teknologi bebatuan juga ditemukan, seperti
ujung panah, flake (alat-alat kecil dari batu), batu penggiling dan beberapa peralatan
sederhana dari tanduk rusa
abris sous roche

kjokkenmoddinger.
ujung panah, flake

2. Dari Berburu-Meramu sampai Bercocok Tanam

Kehidupan manusia pada masa berburu dan meramu termasuk bagian dari zaman pra-
sejarah. Di masa itu, manusia belum mengenal tulisan. Mereka yang berada di zaman pra-
aksara itu dikenal sebagai manusia purba. Satu-satunya cara menengok kehidupan di masa itu
adalah dengan melihat peninggalan mereka berupa fosil, alat-alat kehidupan, fosil tumbuhan
maupun hewan, dan lainnya, seperti dikutip dari buku Rekam Jejak Peradaban Indonesia
(2017) yang diterbitkan Kemendikbud.

Sistem sosial, budaya, dan ekonomi manusia pada masa berburu dan meramu amat
sederhana, serta sesuai dengan kebutuhan mereka di masa itu yang belum kompleks. Pada
masa berburu dan meramu, manusia menggunakan tradisi lisan yang menjadi fondasi untuk
kehidupan zaman sekarang. Keterampilan dan alat-alat yang digunakan pada masa itu juga
masih dalam proses perkembangan dan penyempurnaan. Sebagai misal, awalnya mereka
membuat kapak genggam, yang di masa berikutnya berkembang menjadi kapak lonjong yang
lebih fleksibel dan efektif digunakan.
- Ciri – ciri Kehidupan Masyarakat Berburu dan Meramu
A. Ciri Kepercayaan
Ciri utama kepercayaan manusia masa berburu dan meramu adalah masih meyakini
kemampuan mistis dari benda-benda dan alam yang dianggap memiliki kekuatan
supranatural. Kepercayaan yang dianut masyarakat berburu meramu terdiri dari keyakinan
animisme, dinamisme, dan totemisme

1. Animisme Kepercayaan adalah keyakinan bahwa benda-benda memiliki roh atau jiwa,
seperti pohon, batu, gunung, dan lain sebagainya.

2. Dinamisme Kepercayaan meyakini bahwa segala sesuatu memiliki kekuatan yang


mempengaruhi berhasil atau gagalnya usaha manusia. Orang-orang di masa berburu dan
meramu percaya bahwa kekuatan itu dapat menolong dan membantu mereka. Kekuatan itu
bersemayam pada benda-benda magis seperti keris, jimat, pohon besar, dan lain sebagainya.
Untuk meraih kekuatan dan pertolongan dari benda-benda itu, lumrahnya, mereka
menghaturkan sesaji atau ritus tertentu pada benda-benda tersebut.

3. Totemisme Orang yang berpaham totemisme meyakini bahwa ada hewan tertentu yang
dianggap sakral dan berkekuatan magis. Hewan yang dianggap suci itu misalnya adalah sapi,
ular, dan lain sebagainya.

B. Ciri Sosial

Ciri utama kehidupan sosial masyarakat masa berburu dan meramu adalah dengan
berkelompok dalam lingkup kecil sekitar 10-15 orang. Setiap kelompok kecil itu memiliki
pemimpin yang ditaati oleh anggotanya. Hidup mereka masih nomaden, berpindah-pindah
dari satu lokasi ke lokasi lain untuk memperoleh sumber daya, guna memenuhi kebutuhan
akan makanan dan tempat tinggal. Adapu sejumlah ciri sosial lainnya dari masyarakat
berburu meramu adalah sebagai berikut.

1. Tidak bisa bercocok tanam Manusia di masa berburu dan meramu belum bisa bercocok
tanam, mereka hanya mengandalkan keterampilan berburu dan mengumpulkan makanan.

2. Hidup dengan cara nomaden dalam kelompok kecil Dengan cara nomaden, mereka
mengumpulkan makanan dari sumber alam langsung, seperti buah-buah liar, ikan, kerang,
dan sebagainya. Bila sumber makanan habis, mereka akan berpindah ke tempat baru yang
menawarkan sumber alam lainnya.
3. Tidak ada pembagian kerja dan stratifikasi sosial Sistem sosial pada masa berburu dan
meramu masih sangat sederhana. Tidak ada batasan antara pemimpin dan pekerja. Cara
bersosialisasinya amat fleksibel, cair, dan tidak bersekat. Berbeda halnya ketika manusia
sudah menetap, mereka hidup di pemukiman tertentu dan ada stratifikasi sosial antara
kalangan atas dan kalangan bawah, kelompok pekerja, ahli tertentu, masyarakat awam, dan
sebagainya.

4. Alat kerja sehari-hari adalah batu besar dan kasar Alat yang digunakan adalah batu besar
dan kasar, seperti yang ditemukan dalam peninggalan manusia masa berburu dan meramu,
yaitu kapak batu, kapak penetak, dan sebagainya. Salah satu alat di masa berburu dan
meramu adalah kapak genggam. Bentuknya kasar dan primitif, serta cocok di tangan.
Berbeda halnya dengan kapak lonjong dari zaman cocok tanam di masa Neolithikum yang
lebih maju. Bentuk kapak lonjong lebih halus dan dapat diikat di batang kayu sehingga lebih
efektif digunakan.

C. Ciri Budaya

Ciri budaya masyarakat berburu dan meramu bisa dilihat dari cara mereka memenuhi
kebutuhan pokoknya untuk bertahan hidup dan menjalani kehidupan berkelompok. Berikut
ciri-ciri budaya di masyarakat berburu dan meramu

1. Peralatan sangat sederhana, Peralatan yang digunakan manusia di masa berburu dan
meramu sangat sederhana. Awalnya mereka membuat rakit, namun lambat-laun mereka
membuat perahu.

2. Belum mengenal ragam teknik memasak Manusia di masa berburu dan meramu belum
mengenal ragam teknik memasak. Masyarakat pada masa berburu dan meramu biasa
mengonsumsi makanan secara mentah atau dibakar saja.

3. Perhiasan sangat primitive, Manusia di masa berburu dan meramu sudah mengenal
perhiasan, kendati sangat primitif, yaitu merangkai kulit-kulit kerang sebagai kalung.

4. Alat-alat langsung dari alam, Untuk membantu penghidupan, mereka membuat alat-alat
dari alam, seperti batu, tulang, kayu, dan sebagainya. Sebagai misal, peninggalan alat-alat
dari masa berburu dan meramu ialah kapak perimbas, kapak penetak, kapak genggam, pahat
genggam, alat serpih, dan alat-alat dari tulang.

5. Tinggal di gua-gua, Masyarakat berburu dan meramu lebih memilih tinggal di gua-gua
untuk berlindung dari hempasan alam. Mereka belum bisa membuat rumah. Selain itu,
mereka sering kali tinggal berpidah-pindah dari satu wilayah ke wilayah lainnya.

D. Ciri Ekonomi

Manusia di masa berburu dan meramu menggunakan sistem ekonomi yang amat sederhana,
yaitu dengan cara barter. Artinya, mereka melakukan tukar-menukar barang untuk
memperoleh barang yang berbeda. Untuk memperoleh sumber daya tertentu, mereka akan
saling bekerja sama memenuhi kebutuhan hidup dengan bergantung dari alam. Jika sumber
daya di suatu wilayah habis, mereka pindah ke lokasi lain untuk memenuhi kebutuhan
mereka.

E. Ciri Teknologi

Ciri teknologi manusia di masa berburu dan meramu sangatlah sederhana. Peninggalannya
adalah batu-batu yang diruncingkan sebagai senjata berburu. Selain itu, sebagian besar waktu
mereka digunakan untuk mengembangkan teknologi baru dengan memakai teknik yang
sangat rendah, seperti teknik tangan, teknik pukulan, teknik goresan, roda berputar, serta
tekni

3. Sistem Kepercayaan

Manusia-manusia pada zaman praaksara ini percaya bahwa para penghuni itu seringkali
berdiam di tempat-tempat yang tinggi, dan mereka percaya kalau para roh itu akan turun,
maka dari itu mereka kemudian menyediakan tempat untuk berkumpulnya para roh tersebut.
Kemudian didirikanlah bangunan-bangunan megalitik, seperti salah satunya menhir.
Di bawah ini ada beberapa tahap-tahap sistem kepercayaan manusia purba atau zaman pra-
aksara yang perlu kalian ketahui, di antaranya:

1. Roh Nenek Myang

Kepercayaan terhadap nenek moyang ini diduga muncul pada saat masyarakat zaman pra-
aksara masih mengandalkan kehidupan berburu, mengumpulkan, serta meramu
makanan. Kepercayaan ini muncul ketika fenomena mimpi saat manusia tidur. Pada saat itu,
manusia melihat dirinya berada di tempat yang berbeda dari tubuh jasmaninya. Mereka
percaya bahwa tubuh yang berada di tempat lain itu adalah jiwa. Kemudian kepercayaan ini
berkembang bahwa jiwa benar-benar telah terlepas dari jasmaninya. Nah, jiwa yang terlepas
itu dianggap dapat berbuat sesuai kehendaknya. Berdasarkan hal tersebut, setiap ada
pemimpin yang mati, roh atau jiwanya akan sangat dihormati dan dipuja-puja.

2. Animisme

Animisme adalah tahap kelanjutan dari kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Mereka


mulai memahami sebab-sebab gejala alam yang terjadi. Setelah mengetahui fenomena sebab
gejala alam yang terjadi, mereka kemudian mencari pemecahan masalah atas fenomena
tersebut. Nah, atas dasar perkembangan berfikirnya itu, manusia purba menganggap
penyebab terjadinya fenomena-fenomena tersebut adalah roh, sebagai penentu dan pengatur
alam semesta. Agar manusia purba itu dapat beraktifitas dengan tenang dan aman, mereka
melakukan ritual pembacaan doa, pemberian sesaji, bahkan korban.

3. Dinamisme

Dinamisme adalah kepercayaan bahwa segala sesuatu mempunyai tenaga atau


kekuatan yang dapat memengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia dalam
mempertahankan hidup. Mereka percaya terhadap kekuatan gaib dan kekuatan itu dapat
menolong mereka. Kekuatan gaib itu terdapat di dalam benda-benda seperti keris, patung,
gunung, pohon besar, dll. Untuk mendapatkan pertolongan kekuatan gaib tersebut, mereka
melakukan upacara pemberian sesaji, atau ritual lainnya.

4. Totemisme

Totemisme adalah kepercayaan bahwa hewan tertentu dianggap suci dan dipuja karena


memiliki kekuatan supranatural. Hewan yang dianggap suci antara lain sapi, ular, dan
harimau.

5. Monoisme

Monoisme atau monoteisme adalah tingkat akhir dalam evolusi kepercayaan manusia.
Monoisme merupakan sebuah kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pada tingkat ini,
manusia mulai berpikir atas apa yang selama ini dialaminya. Mulai dari pertanyaan siapa
yang menghidupkan dan mematikan manusia, siapa yang menghidupkan tumbuhan, siapa
yang menciptakan binatang, juga bulan dan matahari. Berdasarkan pertanyaan itu, manusia
membuat kesimpulan bahwa ada kekuatan yang maha besar dan tidak tertandingi oleh
kekuatan manusia.

Menhir sistem kepercayaan pada masa praaksara

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI
Manusia purba diketahui telah mengembangkan teknologi, meskipun belum mengenal
tulisan ataupun bahasa. Teknologi yang dikembangkan tentunya masih sangat sederhana,
yaitu bermula dari bebatuan. Oleh manusia purba, bebatuan yang ditemukan di alam sekitar
digunakan untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Teknologi bebatuan ini
berkembang dalam kurun waktu yang sangat panjang. Hal inilah yang kemudian menjadi
dasar para ahli membagi kebudayaan zaman batu ke dalam tiga zaman, yaitu Paleolitikum
(batu tua), Mesolitikum (batu madya), dan Neolitikum (batu tengah).

1) Antara Batu Dan Tulang

Peralatan yang pada awalnya digunakan manusia purba adalah alat-alat dari batu yang
seadanya dan juga dari tulang. Peralatan ini berkembang pada zaman paleolitikum atau
zaman batu tua. Zaman batu tua ini bertepatan dengan zaman Neozoikum terutama pada akhir
zaman tersier dan awal zaman quartair.

Zaman ini berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu. Zaman yang sangat penting karena
terkait dengan munculnya jenis manusia purba. Zaman ini dikatakan zaman batu tua karena
hasil kebudayaan tersebut terbuat dari batu yang relatif masih sederhana dan kasar.
Kebudayaan zaman paleolitikum ini secara umum terbagi menjadi kebudayaan Pacitan dan
kebudayaan Ngandong.

a. Kebudayaan Pacitan

Kebudayaan ini berkembang di daerah Pacitan-Jawa Timur. Beberapa alat yang terbuat dari
batu ditemukan di daerah ini. Von Koenigswald dalam penelitiannya tahun 1935 menemukan
beberapa hasil teknologi bebatuan atau alat-alat dari batu di sungai Baksoka dekat Punung.

Alat batu itu masih kasar dan bentuk ujungnya masih runcing tergantung kegunaannya. Alat
batu ini sering disebut dengan sebutan kapak genggam atau kapak perimbas. Kapak ini
digunakan untuk menusuk binatang atau menggali tanah saat mencari jenis umbi-umbian. Di
samping kapak perimbas, di Pacitan juga ditemukan alat yang disebut dengan chopper 
sebagai alat penetak, dan juga ditemukan alat-alat serpih.

Kapak genggam merupakan sejenis kapak yang terbuat dari batu namun tidak bertangkai,
digunakan untuk memukul bahan makanan atau melempar hewan buruan, atau bisa juga
untuk mengorek tanah untuk mencari umbi-umbian.

Alat serpih merupakan alat yang terbuat dari batu pipih yang diasah dan berukuran lebih
kecil dari kapak genggam berfungsi sebagai alat untuk penusuk atau pisau. Alat-alat yang
terbuat dari tulang dan kayu digunakan untuk berburu atau bisa juga untuk menangkap ikan.

Alat-alat tersebut oleh Koeningswald digolongkan sebagai alat “paleolitik” yang bercorak
chellean yaitu suatu tradisi yang berkembang pada tingkat awal paleolitik di Eropa. Pendapat
Koenigswald ini kemudian dianggap kurang tepat setelah Movius berhasil menyatakan
temuan di Punung itu sebagai salah satu corak perkembangan kapak perimbas di Asia Timur.

Tradisi Kapak perimbas  yang ditemukan di Punung itu kemudian dikenal dengan sebutan
Budaya Pacitan. Budaya ini dikenal sebagai tingkat perkembangan budaya batu awal di
Indonesia.
Kapak perimbas itu tersebar di wilayah Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi
Selatan, Bali, Flores dan Timor. Daerah Punung adalah daerah yang paling banyak
ditemukan  kapak perimbas dan hingga saat ini merupakan tempat penemuan terpenting di
Indonesia.

Pendapat ahli condong kepada jenis manusia pithecanthropus atau keturunan-keturunannya


sebagai pencipta budaya Pacitan.  Pendapat ini sesuai dengan pendapat tentang umur budaya
Pacitan yang diperkirakan dari tingkat akhir Pleistosen tengah atau awal permulaan
Pleistosen akhir.

b. Kebudayaan Ngandong

Kebudayaan Ngandong berkembang di daerah Ngandong. Di daerah ini banyak ditemukan


alat-alat dari batu dan juga alat-alat dari tulang. Alat-alat dari tulang ini berasal dari tulang
binatang dan tanduk rusa yang diperkirakan digunakan sebagai belati. Ditemukan juga alat-
alat bergerigi. Di Sangiran ditemukan alat-alat dari batu yang bentuknya seperti kalsedon.

Sebaran artefak dan peralatan paleolitik cukup luas sejak dari daerah-daerah di Sumatra,
Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Halmahera.

2) Antara Pantai Dan Gua


Zaman batu terus berkembang memasuki zaman batu tengah atau yang dikenal dengan
sebutan zaman mesolitikum. Hasil kebudayaan batu tengah ini sudah lebih maju
dibandingkan dengan hasil kebudayaan zaman paleolitikum (batu tua). Walaupun demikian,
bentuk dan hasil kebudayaan paleolitikum tidak serta merta punah dan tertap mengalami
penyempurnaan. Secara garis besar kebudayaan mesolitikum ini terbagi menjadi dua yang
ditandai denangan lingkungan tempat tinggal yaitu di pantai dan gua.

a. Kebudayaan Kjokkenmoddinger

Kjokkenmoddinger merupakan istilah yang berasal dari bahasa Denmark. Kjokken berarti
dapur dan modding artinya sampah sehingga kjokkenmoddinger berarti sampah dapur. Dalam
hubungannya dengan budaya manusia, kjokkenmoddinger merupakan tumpukan timbunan
kulit siput dan kerang yang menggunung di sepanjang pantai Sumatra.

Adanya kjokkenmoddinger ini  tentu memberi informasi bahwa manusia purba zaman
mesolitikum umumnya bertempat tinggal di tepi pantai. Von Stein C pada tahun 1925
melakukan penelitian di bukit kerang dan menemukan jenis kapak genggam.

Yang berbeda dengan kapak genggam zaman paleolitikum. Kapka genggam yang
ditemukan di bukit kerang pantai Sumatra timur ini diberi nama Kapak Sumatra.

Kapak Sumatra tersebut dibuat dari batu kali yang pecah, sisi luarnya dibiarkan begitu saja
dan sisi bagian dalam dikerjakan sesuai dengan keperluannya. Selain kapak Sumatera juga
ditemukan jenis kapak pendek dan jenis batu pipisan. Di daerah Jawa batu pipisan biasanya
digunakan untuk menumbuk atau menghaluskan jamu.
b. Kebudayaan Abris Sous Roche

Kebudayaan Abris Sous Roche adalah hasil kebudayaan yang ditemukan di gua-gua. Hal
ini mengindikasikan bahwa manusia purba pendukung kebudayaan ini tinggal di gua-gua.
Kebudayaan ini pertama kali dilakukan penelitian oleh Von Stein C (1928-1931) di Gua
Lawa-Ponorogo.

Beberapa teknologi bebatuan yang ditemukan antara lain, ujung panah, flake, batu
penggilingan, dan juga  ditemukan alat-alat dari tulang dan tanduk rusa. Kebudayaan Abris
Sous Roche ini banyak ditemukan di Besuki, Bojonegoro, juga di daerah Sulawesi Selatan
seperti di Lamoncong.

3) Mengenal Api

Bagi kehidupan manusia, api menjadi faktor penting dalam kehidupan. Sebelum ditemukan
teknologi listrik, aktivitas manusia sehari-hari hamper dapat dipastikan tidak dapat terlepas
dari api untuk memasak.

Bagi manusia purba, proses penemuan api merupakan bentuk inovasi yang penting.
Berdasarkan data arkeologi, penemuan api terjadi pada 400.000 tahun yang lalu. Penemuan
pada periode manusia homo erectus. Api digunakan untuk menghangatkan badan dari cuaca
dingin. 

Teknologi api dapat dimanfaatkan manusia untuk berbagai hal. Di samping itu, penemuan
api juga memperkenalkan manusia pada teknologi memasak makanan yaitu memasak dengan
cara membakar dan menggunakan bumbu dengan ramuan tertentu. Manusia juga
menggunakan api sebagai senjata.

Api digunakan untuk menghalau binatang buas yang menyerang. Api juga digunakan
sebagai sumber penerangan. Melalui api, manusia juga bisa membuka lahan dengan cara
membakar hutan.

Pada mulanya pembuatan api dilakukan dengan cara membenturkan dan menggosokkan
benda halus yang mudah terbakar dengan benda padat lain. Sebuah batu yang keras, misalnya
batu api jika dibenturkan ke batu yang keras lainnya akan menghasilkan percikan api.

Pembuatan api juga dapat dilakukan dengan menggosok suatu benda terhadap benda yang
lain baik secara berputar, berulang, atau bolak-balik. Sepotong kayu keras misalnya jika
digosokkan pada kayu lainnya akan menghasilkan panas karena gesekan tersebut kemudian
memunculkan api.

Beberapa penelitian arkeologi di Indonesia sampai saat ini belum menemukan sisa
pembakaran dari periode tersebut. Namun bukan berarti manusia purba belum mengenal api.
Sisa api yang tertua ditemukan di Tanzania sekitar 1,4 juta tahun yang lalu yaitu berupa tanah
liat kemerahan bersama dengan sisa tulang binatang.

Akan tetapi belum dapat dipastikan apakah manusia purba membuat api atau
mengambilnya dari sumber api alam. Hal yang sama juga ditemukan di China dimana sisa api
berusia sekitar 1 juta tahun yang lalu. Tapi juga belum bisa dipastikan apakah itu api alam
atau buatan manusia.

4) Sebuah Revolusi

Perkembangan zaman batu yang bisa disebut penting dalam kehidupan manusia adalah
neolitikum atau zaman batu baru. Pada masa neolitikum juga dapat dikatakan sebagai zaman
batu muda karena pada zaman ini telah terjadi revolusi kebudayaan di mana terjadi perubahan
pola hidup manusia.

Pola hidup food gathering berubah menjadi pola hidup food producing. Perubahan ini
seiring dengan berubahnya jenis pendukung kebudayaannya. Pada zaman ini telah hidup jenis
homo sapiens sebagai pendukung kebudayaan zaman batu baru.

Mereka mulai mengenal bercocok tanam dan beternak. Sebagai proses untuk menghasilkan
atau memproduksi makanan. Hidup bermasyarakat dengan bergotong royong mulai
dikembangkan. Hasil kebudayaan yang terkenal di zaman neolitikum ini secara garis besar
terbagi menjadi dua tahap perkembangan.

a. Kebudayaan Kapak Persegi

Nama
kapak
persegi
berasal dari penyebutan oleh Von Heine Geldern yang dikaitkan dengan bentuk alat tersebut.
Kapak persegi in memiliki bentuk persegi panjang da nada yang berbentuk trapezium.

Ukuran alat ini juga bermacam-macam. Kapak persegi yang besar sering disebut dengan
beliung atau pacul, bahkan sudah ada yang diberi tangkai sehingga persis seperti cangkul
zaman sekarang. Sementara yang berukuran kecil dinamakan tatah. Penyebaran alat-alat ini
terutama di kepulauan Indonesia bagian barat seperti Sumatra, Jawa dan Bali.

Diperkirakan sentra-sentra teknologi kapak persegi ini ada di Palembang, Bogor,


Sukabumi, Tasikmalaya, Pacitan, Madiun, dan di lereng Gunung Ijen (Jawa Timur). Di desa
Pasir Kuda dekat Bogor juga ditemukan batu asahan, kapak persegi cocok digunakan sebagai
alat pertanian.

b. Kebudayaan Kapak Lonjong

Nama kapak lonjong disesuaikan dengan bentuk penampang alat ini yang berbentuk
lonjong. Bentuk keseluruhan alat ini lonjong seperti bulat telur. Pada ujung yang runcing
ditempatkan tangkai dan pada ujung yang lain diasah sehingga tajam.

Kapak yang memiliki ukuran besar disebut walzenbeil dan yang kecil disebut kleinbeil.
Penyebaran jenis kapak lonjong ini terutama di kepulauan Indonesia bagian timur seperti di
daerah Papua, Minahasa, dan Seram.

Pada masa neolitikum, ditemukan juga barang-barang perhiasan seperti gelang dari batu,
dan alat-alat gerabah atau tembikar. Manusia purba masa ini sudah memiliki pengetahuan
tentang kualitas bebatuan untuk peralatan.

Penemuan dari berbagai situs menunjukkan bahan yang paling sering digunakan adalah
jenis batuan kersikan seperti gamping kersikan, kalsedon, jasper, dan tufa kersikan. Jenis-
jenis batuan tersebut selain keras juga sifatnya yang retas dengan pecahan yang cenderung
tajam dan tipis sehingga memudahkan dalam pengerjaan.

Beberapa situs yang mengandung fosil kayu seperti di Kali Baksoka-Jawa Timur dan Kali
Ogan – Sumatera Selatan. Tampak upaya  pemanfaatan fosil untuk bahan peralatan. Pada saat
lingkungan tidak menyediakan bahan yang baik, ada kecenderungan untuk memanfaatkan
batuan yang tersedia di sekitar hunian walaupun kualitasnya kurang baik.
Contoh semacam ini dapat ditemui di situs Kedung Gamping di sebelah timur Pacitan,
Cibaganjing di Cilacap, dan Kali Kering di Sumba yang pada umumnya menggunakan bahan
andesit untuk peralatan.

c. Perkembangan Zaman Logam

Mengakhiri masa neolitikum (zaman batu), maka dimulailah zaman logam. Sebagai bentuk
masa perundagian. Zaman logam di kepulauan Indonesia ini agak berbeda apabila
dibandingkan dengan yang ada di Eropa. Di Eropa, zaman logam ini mengalami tiga fase
yaitu zaman tembaga, perunggu, dan besi.

Di kepulauan Indonesia hanya mengalami zaman perunggu dan besi. Zaman perunggu
adalah fase yang sangat penting dalam sejarah. Beberapa contoh benda-benda kebudayaan
perunggu antara lain, kapak corong, moko, nekara, dan berbagai macam perhiasan. Beberapa
benda hasil kebudayaan zaman logam ini juga terkait dengan praktik keagamaan seperti
nekara.

5) Konsep Ruang Pada Hunian ( Arsitektur )


Menurut Spiro Kostof dalam buku The Architect: Chapters in The History of the
Profession, arsitektur telah ada pada saat manusia memiliki kemampuan dalam mengolah
lingkungan hidupnya.

Pemberian tanda di alam ditujukan untuk membedakan wilayah yang satu dengan wilayah
lainnya. Tindakan pada suatu wilayah tersebut dikatakan sebagai awal mula arsitektur. Dalam
kondisi itu, manusia purba sudah bisa merancang tempat tinggal mereka sendiri.

Hal tersebut berkaitan erat dengan pola mata pencaharian manusia purba yang telah
mengenal sistem berburu dan pertanian sederhana dengan ladang berpindah.

Pada dinding-dinding gua sebagai tempat tinggal mereka, ditemukan cap tangan dan
lukisan yang memiliki makna tertentu. Misalnya, menggambarkan kehidupan sehari-hari
maupun kehidupan spiritual.

Pola gambar yang menunjukkan kehidupan sehari-hari berupa jenis binatang yang diburu
atau digunakan untuk membantu perburuan. Di zaman itu, anjing berfungsi sebagai binatang
pemburu oleh manusia purba.

Sementara gambar yang bersifat kegiatan spiritual memiliki makna penghormatan dan
pemujaan terhadap nenek moyang, kesuburan, serta proses inisiasi. Cap tangan atau lukisan
pada dinding gua banyak ditemukan di wilayah Papua, Maluku, dan Sulawesi Selatan.

Pada zaman praaksara, pola hunian menggunakan penadah angin yang menunjukkan pola
permukiman menetap. Penggunaan penadah angin menjadi salah satu konsep tata ruangan
sekaligus menjadi batas antarruang.

Pola permukiman ini ditemui pada masyarakat Suku Punan di Kalimantan. Bentuk hunian
tersebut menjadi bagian bentuk awal arsitektur di luar gua sebagai hunian manusia.
Pada masyarakat berburu dan meramu, konsep ruang dalam hunian belum berbentuk
geometris. Hal ini karena mereka masih mengikuti bentuk geografis di sekitar tempat tinggal.

Dengan demikian, konsep ruang dan tata ruang pada hunian telah ditemukan pada zaman
praaksara. Dalam perkembangannya, ini bisa diterapkan dalam bidang arsitektur. Konsep ini
juga terus mengalami kemajuan sesuai kebutuhan manusia yang dinamis.

ZAMAN BATU DAN ZAMAN LOGAM


Zaman Batu adalah zaman ketika manusia membuat alat-alat kebudayaan dari batu di
samping kayu dan tulang. Zaman Batu terjadi sebelum manusia mengenal logam.

Pada Zaman Logam, manusianya tidak hanya menggunakan peralatan sehari-hari dari batu,
tetapi juga mampu membuat alat-alat dari logam. Manusia yang hidup pada Zaman Logam
dikatakan telah mengembangkan teknologi yang cukup tinggi. Sebab, logam tidak dapat
dipecah dan dipahat dengan mudah sebagaimana halnya batu. Pada periode ini, bahan-bahan
dari logam diolah dan dibentuk menjadi beraneka ragam peralatan. Hal itu membuktikan
bahwa manusia purba telah mengenal teknik peleburan logam. Zaman Logam juga disebut
Masa Perundagian, sebab di dalam masyarakatnya muncul golongan undagi yang terampil di
bidangnya masing-masing.

I. Zaman Batu Tua

Zaman Paleolitikum atau Zaman Batu Tua adalah periode prasejarah yang diperkirakan
berlangsung pada 600.000 tahun lalu. Pada periode ini, alat-alat yang digunakan manusia
purba terbuat dari batu kasar yang belum dihaluskan, seperti kapak genggam atau chopper
yang berfungsi untuk memotong kayu atau membunuh binatang buruan. Kehidupan
masyarakat pada Zaman Paleolitikum masih sangat sederhana. Untuk memenuhi kebutuhan
hidup, manusia purba sepenuhnya bergantung pada keadaan alam. Mereka memenuhi
kebutuhan sehari-hari dengan berburu dan mengumpulkan bahan makanan dari alam untuk
dikonsumsi saat itu, atau disebut food gathering. Oleh karena itu, tempat tinggal mereka
berpindah-pindah atau nomaden, tergantung pada daerah yang masih subur dan banyak
menyediakan bahan makanan seperti binatang buruan. Setelah bahan makanan di tempat
tersebut habis, mereka akan berpindah mencari tempat lain yang masih subur, begitu
seterusnya.

- Ciri-ciri-zaman-paleolitikum

Alat-alat yang digunakan terbuat dari batu yang masih kasar


Pola hidup manusianya masih mengembara atau nomaden
Manusianya hidup dengan cara berburu dan meramu
Manusianya hidup dalam kelompok kecil
Ditemukannya Kebudayaan Ngandong dan Kebudayaan Pacitan Peninggalan

- Peninggalan dan hasil kebudayaan Zaman Paleolitikum


Hasil kebudayaan Zaman Paleolitikum Hasil kebudayaan Zaman Paleolitikum secara umum
dibagi menjadi Kebudayaan Pacitan dan Kebudayaan Ngandong, karena peninggalannya
banyak ditemukan di dua wilayah tersebut.

1. Kebudayaan Pacitan Kebudayaan Pacitan pertama kali ditemukan oleh G.H.R. von
Koenigswald pada 1935 di dekat Punung, Kabupaten Pacitan. Alat-alat peninggalan dari
zaman ini terbuat dari batu yang masih sangat kasar. Berikut ini beberapa hasil Kebudayaan
pacitan yang ditemukan von Koenigswald. Kapak genggam Kapak perimbas Alat-alat serpih
(flakes)

2. Kebudayaan Ngandong Kebudayaan Ngandong adalah hasil kebudayaan manusia


praaksara yang berkembang di daerah Ngandong, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Di daerah
ini banyak ditemukan peralatan manusia purba yang terbuat dari batu, tulang hewan dan
tanduk rusa. Berikut ini beberapa contoh peninggalan Kebudayaan Ngandong. Kapak
genggam Alat-alat dari tulang hewan yang dibentuk menjadi semacam belati Ujung tombak
dengan gigi-giri pada sisinya Alat-alat serpih (flakes)

- Manusia pendukung Zaman Paleolitikum

Zaman Paleolitikum diperkirakan didukung oleh jenis manusia purba yang ditemukan di
Pulau Jawa pada akhir abad ke-19 dan sepanjang abad ke-20.
Berikut beberapa manusia pendukung yang hidup pada Zaman Paleolitikum.

Meganthropus Paleojavanicus
Pithecanthropus Robustus
Pithecanthropus Mojokertensis
Pithecanthropus Erectus
Homo Soloensis
Homo Wajakensis

II. Zaman Batu Tengah


Zaman Mesolitikum dikenal juga sebagai Zaman Batu Tengah atau Batu Madya. Periode
Mesolitikum memiliki rentang waktu yang berbeda di berbagai belahan dunia. Begitu pula
dengan hasil kebudayaan, yang dapat bervariasi di berbagai wilayah. Di Indonesia,
peninggalan dari Zaman Mesolitikum dapat ditemukan di Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, dan Flores.
Salah satu ciri Zaman Mesolitikum adalah ditemukan kjokkenmoddinger di pesisir pantai
timur pulau Sumatera yang diteliti oleh Dr. P. V. van Stein Callenfels. Dari peninggalan itu,
dapat diketahui tentang kepercayaan, kebiasaan sehari-hari, dan cara manusia purba bertahan
hidup.

- Ciri-ciri Zaman Mesolitikum

Ditemukannya Kjokkenmoddinger dan abris sous roche


Masyarakatnya mencari makan dengan berburu, meramu, dan bercocok tanam
Hidup semi nomaden, di tempat-tempat seperti goa atau tepi pantai
Alat-alat yang digunakan didominasi dari tulang dan bebatuan kasar
Sudah mengenal seni melukis
Sudah mengenal kepercayaan.

- Peninggalan Zaman Mesolitikum


1. Kjokkenmoddinger
Hasil kebudayaan paling terkenal dari Zaman Mesolitikum adalah Kjokkenmoddinger.
Kjokkenmoddinger berasal dari bahasa Denmark, kjokken berarti dapur dan modding yang
artinya sampah. Kjokkenmoddinger adalah tumpukan sampah dapur berupa kulit siput dan
kerang yang menggunung dan tingginya bisa mencapai 7 meter. Peninggalan ini ditemukan di
sepanjang pantai timur Sumatera, antara Langsa di Aceh hingga Medan. Diduga,
Kjokkenmoddinger telah menumpuk dari generasi ke generasi karena masyarakatnya mulai
menetap di sekitar pantai. Baca juga: Zaman Megalitikum: Peninggalan, Sejarah, Ciri, dan
Kepercayaan

2. Abris sous roche


Zaman Mesolitikum juga dikenal karena kebudayaan abris sous roche, atau hasil
kebudayaan yang ditemukan di goa-goa. Penemuan ini mengindikasikan bahwa manusia
purba yang mendukung kebudayaan ini tinggal di goa-goa. Abris sous roche pertama kali
dilakukan penelitian oleh Von Stein Callenfels di Goa Lawa dekat Sampung, Ponorogo, pada
1928-1931. Kebudayaan abris sous roche juga ditemukan di Besuki (Bojonegoro) dan di
daerah Sulawesi Selatan seperti Lamoncong.

3. Kapak genggam
Pada 1925, Von Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang yang berada di
sepanjang pantai timur Sumatera. Dari lokasi tersebut, ditemukan kapak genggam yang
berbeda dari chopper di periode Paleolitikum. Kapak genggam tersebut kemudian diberi
nama pebble, atau dikenal sebagai kapak Sumatera. Pebble terbuat dari batu kali yang pecah
dan sisi luarnya dibiarkan kasar, sementara bagian dalamnya dikerjakan sesuai kebutuhan
pemakainya.

4. Kapak pendek (hachecourt)


Kapak pendek juga ditemukan oleh Von Stein Callenfels ketika sedang meneliti
Kjokkenmoddinger. Bentuknya lebih pendek di banding kapak Sumatera, sehingga dinamai
kapak pendek.

5. Batu pipisan
Batu pipisan yang ditemukan di Jawa menjadi tanda bahwa manusia Zaman Mesolitikum
telah menumbuk makanan mereka. Peninggalan ini berupa sejenis alat penggiling yang
memiliki landasan. Selain itu, batu pipisan juga dipakai untuk menghaluskan cat-cat merah
yang berasal dari tanah.

6. Lukisan Peninggalan
Dari Zaman Mesolitikum yang dianggap sebagai hasil kebudayaan tertinggi mereka adalah
berupa lukisan gambar berwarna dari seekor babi hutan yang sedang berlari. Sementara di
beberapa goa lainnya, ditemukan gambar-gambar cap tangan berwarna merah. Hasil
kebudayaan ini ditemukan di Goa Leang-Leang di Sulawesi Selatan.
III. Zaman Batu Muda

Zaman Neolitikum atau Zaman Batu Muda adalah periode pada masa prasejarah ketika
manusianya menggunakan alat-alat dari batu yang telah dihaluskan. Pada zaman ini dikatakan
terjadi revolusi kebudayaan yang sangat besar dalam peradaban manusia. Sebab, pada Zaman
Neolitikum terjadi perubahan yang cukup mendasar dari meramu atau food gathering menjadi
food producing alias membuat makanan sendiri.

Masyarakatnya diduga telah mengenal tradisi pertukaran barang atau dagang, beternak, dan
mengembangkan kebudayaan agraris walaupun dalam tingkatan yang masih sangat
sederhana. Selain itu, manusia purba yang hidup pada zaman ini telah membangun tempat
tinggal permanen seperti rumah sederhana, membuat kerajinan. Sementara kehidupan sosial
Zaman Neolitikum ditandai dengan masyarakatnya yang telah mengembangkan gotong-
royong, membuat aturan hidup bersama, dan memiliki kepercayaan terhadap arwah.

- Ciri – ciri Zaman Neolitikum

Alat-alat batu sudah diasah dan dihias


Tempat tinggal manusianya sudah menetap
Perubahan dari food gathering ke food producing
Masyarakatnya mengenal bercocok tanam dan beternak
Ditemukannya kebudayaan kapak lonjong dan kapak persegiMasyarakatnya telah mengenal
kepercayaan

- Hasil kebudayaan Zaman Neolitikum

Hasil kebudayaan yang terkenal pada Zaman Neolitikum secara garis besar dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu.

1. Kebudayaan Kapak Persegi

Nama kapak persegi pertama kali disebutkan oleh von Heine Geldern. Penamaan ini
dikaitkan dengan bentuk alat yang ditemukan, yaitu berbentuk persegi. Kapak persegi
berbentuk persegi panjang dan ada pula yang berbentuk trapesium. Kapak persegi yang besar
sering disebut dengan beliung atau cangkul, bahkan sudah ada yang diberi tangkai sehingga
persis seperti bentuk cangkul zaman sekarang. Sementara yang berukuran kecil dinamakan
tarah atau tatah. Penyebaran alat-alat ini terutama di Kepulauan Indonesia bagian barat,
seperti Sumatera, Jawa, dan Bali. Ada juga peninggalan Zaman Neolitikum semacam kapak
persegi yang disebut sebagai kapak bahu. Bentuk kapak bahu terbilang sama, hanya di bagian
yang diikatkan pada tangkainya diberi leher sehingga menyerupai bentuk botol persegi. Di
Indonesia, kapak bahu hanya ditemukan di Minahasa. Baca juga: Zaman Batu: Pembagian,
Peninggalan, dan Kehidupan Manusia

2. Kebudayaan Kapak Lonjong


Nama kapak lonjong berasal dari bentuk penampang alat ini yang berbentuk lonjong.
Bentuk keseluruhan alat ini lonjong sepeti bulat telur, di mana pada ujungnya yang lancip
ditempatkan tangkai dan bagian ujung yang bulat diasah hingga tajam. Kapak lonjong
mempunyai berbagai macam ukuran, yang besar sering disebut walzenbeil, sedangkan yang
kecil dinamakan kleinbeil. Penyebaran jenis kapak lonjong terutama di Kepulauan Indonesia
bagian timur, seperti di daerah Papua, Seram, dan Minahasa. a

- Peninggalan Zaman Neolitikum yang tidak terbuat dari batu. Berikut ini beberapa
contohnya.

1. Perhiasan
Perhiasan berupa gelang dan kalung dari batu indah banyak ditemukan di Jawa.
2. Pakaian
Di Kalimantan, Sulawesi Selatan, dan beberapa tempat lainnya ditemukan alat pemukul
kulit kayu yang biasanya dipakai untuk membuat pakaian. Dapat diambil kesimpulan bahwa
manusia dari Zaman Neolitikum sudah berpakaian.
3. Tembikar
Peninggalan berupa barang-barang tembikar atau periuk belanga terdapat di lapisan teratas
dari bukit-bukit kerang di Sumatra. Walaupun hanya berupa pecahan-pecahan kecil, tetapi
dapat dilihat bahwa tembikar tersebut sudah dihiasi gambar-gambar yang didapat dengan cara
menekankan suatu benda ke tanah yang belum kering. Di bukit-bukit pasir di pantai selatan
Jawa antara Yogyakarta dan Pacitan juga ditemukan banyak pecahan periuk belanga.

IV. Zaman Batu Besar

Zaman megalitikum
biasa disebut dengan
zaman batu besar, di
mana masyarakatnya
menggunakan
peralatan dari batu
yang berukuran besar.
Pada periode ini, setiap bangunan yang didirikan oleh masyarakat sudah mempunyai fungi
yang jelas. Budaya megalitikum sendiri lebih mengarah pada sebuah pemujaan terhadap roh
leluhur.

Peninggalan zaman megalitikum Peninggalan-peninggalan dari zaman megalitikum


mempunyai bentuk beraneka ragam. Begitu pula dengan ukurannya, ada yang pendek dan ada
pula yang tingginya mencapai delapan meter. Di Indonesia, peninggalan zaman megalitikum
dapat dijumpai di berbagai daerah, dari ujung Sumatera hingga Timor-Timur.

1. Kubur Batu
Kubur batu adalah wadah penguburan mayat yang terbuat dari batu.
2. Menhir
Biasa disebut sebagai batu tegak, menhir adalah batu alam yang telah dibentuk manusia
untuk keperluan pemujaan atau untuk tanda penguburan.
3. Dolmen
Dolmen atau meja batu adalah peninggalan zaman megalitikum yang terdiri dari sebuah
batu besar yang ditopang oleh batu-batu berukuran lebih kecil sebagai kakinya.
4. Sarkofagus
Sarkofagus adalah kubur batu yang terdiri dari wadah dan tutup yang umumnya terdapat
tonjolan pada ujungnya.
5. Waruga
Waruga adalah kubur batu yang bentuknya seperti rumah dan biasanya ditemukan di daerah
Minahasa.
6. Punden berundak
Benda peninggalam zaman megalithikum yang berbentuk anak tangga, berfungsi sebagai
pemujaan arwah nenek moyang dan dianggap suci, dinamakan punden berundak.
7. Arca batu
Arca batu adalah pahatan berbentuk manusia atau binatang yang dipercaya sebagai wujud
dari nenek moyang.
- Sejarah zaman megalitikum
Ada yang mengatakan bahwa tradisi megalitik berasal dari daerah Laut Tengah, sebagian
lainnya percaya berasal dari Mesir. Teori yang diakui adalah teori Von Heine Geldern, yang
mengatakan bahwa tradisi megalitik berasal dari daerah Tiongkok Selatan dan disebarkan
oleh bangsa Austronesia. Berdasarkan bentuk peninggalannya, budaya megalitikum terbagi
menjadi dua, yaitu:
Megalith Tua, menyebar ke Indonesia pada zaman Neolithikum (2500-1500 SM) dan
dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu). Contoh bangunannya
adalah menhir, punden berundak-undak, arca-arca statis.
Megalith Muda, menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1000-100 SM) dibawa oleh
pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunannya adalah peti kubur
batu, dolmen, waruga, sarkofagus dan arca-arca dinamis.
Sedangkan berdasarkan masanya, tradisi megalitik dibedakan menjadi dua, yaitu:
Tradisi megalitikum yang berasal dari masa prasejarah dan umumnya berupa monumen
yang tidak dipakai lagi.
Tradisi megalitikum yang masih berlanjut dan umumnya ditemukan di daerah Nias, Toraja,
Sumba, Sabu, Flores, dan Timor.

- Ciri-ciri zaman megalitikum


Masyarakatnya menggunakan dan meninggalkan kebudayaan yang terbuat dari batu besar
Berkembang dari zaman neolitikum hingga zaman perunggu
Masyarakatnya mengenal kepercayaan animism
Masyarakatnya mengenal teknik bercocok tanam dan beternak
Masyarakatnya menerapkan tradisi gotong royong

V. Zaman Perunggu
Pada Zaman Perunggu, manusia purba mampu mencampurkan tembaga dan timah dengan
perbandingan 3:10 untuk menghasilkan logam yang lebih kuat dan keras. Salah satu daerah
pertama yang membuat perunggu adalah Sumeria di Mesopotamia.
Ciri umum periode ini adalah masyarakatnya menggunakan perkakas dari perunggu,
meskipun tempat dan waktu pengenalannya tidaklah bersamaan.

- Hasil-hasil kebudayaan Zaman Perunggu diantaranya:


1. Nekara

Nekara adalah semacam berumbung dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya
dan sisi atasnya tertutup. Ada juga yang mengatakan bahwa nekara seperti dandang terbalik.
Nekara umumnya digunakan dalam upacara keagamaan, seperti contohnya dalam ritual
pemanggilan hujan. Nekara banyak ditemukan di Sumatera, Bali, Sumbawa, Roti, Selayar,
Leti, dan kepulauan Kei. Di Alor, juga terdapat nekara yang disebut Moko karena ukurannya
lebih kecil daripada di tempat lain. Sementara di Bali pernah ditemukan nekara dalam ukuran
yang sangat besar.

2. Kapak Corong
Kapak corong juga dikenal sebagai kapak perunggu atau kapak sepatu, yang banyak
ditemukan di Sumatera Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah dan Selatan, dan di Pulau
Selayar. Bentuknya bermacam-macam, ada yang besar dan diberi hiasan, pendek dan lebar,
bulat, dan ada pula yang berukuran kecil. Sedangkan kapak corong yang panjang di salah satu
sisinya disebut sebagai candrasa. Kapak corong dan candrasa umumnya digunakan dalam
upacara keagamaan serta perkakas rumah tangga.

3. Arca Perunggu
Arca perunggu ada yang berbentuk manusia, ada pula yang berbentuk binatang. Umumnya
berukuran kecil dan terdapat cincin di bagian atasnya. Di Indonesia, peninggalan arca
perunggu ditemukan di Bangkinang (Riau), Lumajang (Jawa Timur), Palembang (Sumatera
Selatan), Limbangan (Bogor).
4. Bejana Perunggu
Bejana perunggu berbentuk seperti periuk, tetapi lebih langsing dan gepeng. Benda dari
Zaman Logam ini ditemukan di tepi Danau Kerinci (Sumatera) dan Madura.

- Manusia pendukung zaman perunggu

Manusia Pendukung Zaman Perunggu: Eropa

Bukti-bukti manusia pendukung zaman perunggu juga ditemukan di Eropa. Ada empat
belas artefek yang perunggu yang ditemukan di Serbia dan Bulgaria. Semua artefak dibuat
dari perunggu dan sebelum 4000 sebelum masehi. Bukti ini menunjukkan bahwa pembuatan
perunggu di Eropa lebih tua daripada perunggu paduan di Timur Dekat. Di Eropa Tengah
ditemukan budaya penguburan yang dipenuhi pernak-pernik khas jaman perunggu. Zaman
perunggu di Inggris di bawah oleh para manusia yang bermigrasi dari Swiss.

Di dekat Whittlesey juga ditemukan roda khas zaman perunggu yang desainnya hampir
sempurna. Produk zaman perunggu yang terkenal yaitu Stonehenge. Mereka juga sudah
mampu membuat ladang di dataran rendah untuk membangun ekonomi. Sedangkan di Eropa
Utara, perkembangan zaman perunggunya cenderung lambat dan datang melalui perdagangan
dari Eropa Tengah. Di sini juga ditemukan ukuran batu tapi tidak ditemukan penulisan.
Beberapa wilayah Atlantik (seperti Portugal, Galia, Kepulauan Inggris dan Portugal) masuk
zaman perunggu 1300 hingga 700 sebelum masehi. Bukti zaman perunggunya yaitu banyak
wilayah-wilayah  yang menjadi pusat produksi logam. Selain itu juga sudah memulai
perdagangan dengan alat perunggu.

Manusia Pendukung Zaman Perunggu: Asia

Secara umum, manusia pendukung zaman perunggu sudah bisa menggunakan teknologi
yang sudah baik di berbagai aspek. Untuk transportasi, mereka sudah mampu menciptakan
roda pertama. Roda ini digunakan untuk kereta perang, gerobak dan alat untuk memproduksi
tembikar. Penggunaan roda di kereta perang ini sudah cukup populer hingga menjadi
lambang Kota Uruk. Penggunaan kuda juga lebih sering dipakai di zaman perunggu daripada
zaman tembaga. Untuk produksi pangan, bangsa Sumeria sudah bisa menggali kanal untuk
mengairi kanal. Manusia Sumeria cukup ahli padahal wilayah Mesopotamia cenderung
kering.

Untuk aspek sosial, sudah ada  perbudakan, sistem stratifikasi sosial dan mulai mengenal
perang yang terkoordinasi. Untuk aspek pendidikan, di zaman perunggu ini sudah dikenalkan
dasar matematika dan ilmu astronomi. Aspek arsitektur pun sudah bisa memproduksi batu
bata dari jerami dan lumpur. Setelah proses cetak selesai, batu bata dijemur di bawah panas.
Perkembangan manusia di zaman perunggu cenderung berbeda di tiap kebudayaan. Mereka
punya ciri khas tersendiri. Contohnya di perkembangan awal sistem penulisan. Mesir yang
sudah menggunakan hieroglif dan bangsa Mesopotamia yang sudah menggunakan cuneiform.
Dua sistem penulisan ini masih bertahan hingga saat ini.

Manusia Pendukung Zaman Perunggu: Afrika

Peradaban paling maju di afrika pada zaman perunggu adalah Mesir. Ditemukan tungku
untuk peleburan perunggu di Kerma yang berumur 2300 sampai 1900 sebelum masehi.
Teknologi perunggu yang dikenalkan oleh Mesir ke Nubia menandakan dimulainya zaman
perunggu di Nubia. Mesir memang salah satu peradaban tertua di dunia dan peradaban sungai
nil yang maju. Di Afrika Barat juga ditemukan tungku peleburan perunggu di Agadez. Tidak
hanya teknologi perunggu, bangsa Mesir juga sudah memulai perdagangan bersamaan
dengan bangsa Mesopotamia.

Manusia Pendukung Zaman Perunggu: Amerika

Umumnya, bukti zaman perunggu di Amerika ditemukan di Amerika Selatan. Peradaban


Moche di Amerika Selatan sudah menemukan dan mengembangkan tungku peleburan.
Sementara it, peradaban Inca juga bisa menciptakan ukiran dan benda-benda bermanfaat.
Mesoamerica bisa mengolah perunggu karena penemuan terpisah dengan peradaban Andean
atau menemukan secara terpisah. Masyarakat Calchaqui di barat laut Argentina juga sudah
memiliki teknologi perunggu.
Lampiran

https://www.gramedia.com/literasi/corak-hidup-manusia-zaman-praaksara/
https://tirto.id/jenis-pola-hunian-sejarah-kehidupan-manusia-purba-masa-praaksara-
gbga
https://www.google.com/search?
q=indonesia+dalam+arus+sejarah+jilid+1+pdf&client=firefox-b-
d&sxsrf=AOaemvJY775i_vAfg5PRo9xfLmVAQHeftA:1637073340884&source=ln
ms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwia_9C3jZ30AhWSc30KHQ1jCHUQ_AUoAX
oECAEQAw&biw=1920&bih=851&dpr=1
https://www.google.com/search?q=pola+hunian&client=firefox-b-
d&sxsrf=AOaemvJj0dsk9KDrfvpYMDlx4AaY-
h_26g:1637073593456&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwiB3Iiwjp30
AhUJ7XMBHRCXDBAQ_AUoAXoECAEQAw&biw=1920&bih=851&dpr=1
https://www.google.com/search?q=abris+sous+roche&client=firefox-b-
d&sxsrf=AOaemvLPw-
DVC01j_U2CFT4m7ZEvaCTEXA:1637073784557&source=lnms&tbm=isch&sa=X
&ved=2ahUKEwjR0ZiLj530AhUVbn0KHad4CEwQ_AUoAXoECAEQAw&biw=19
20&bih=851&dpr=1#imgrc=CY-U5qdv1C3vKM
https://www.google.com/search?q=kjokkenmoddinger.&client=firefox-b-
d&sxsrf=AOaemvK9-kovXAw6U8MoxLh96Dx-
B8ZAsw:1637073875339&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwin2b22j5
30AhVOcCsKHRzZD7QQ_AUoAXoECAEQAw&biw=1920&bih=851&dpr=1#img
rc=y6teQPN6CXZu5M
https://www.google.com/search?q=seperti+ujung+panah,+flake&client=firefox-b-
d&sxsrf=AOaemvJhP2p257c0AqZra2wO2mTdj9ywzA:1637074218662&source=ln
ms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwiCkJjakJ30AhX73jgGHXmIDcAQ_AUoAXo
ECAEQAw&biw=1920&bih=851&dpr=1
https://tirto.id/ciri-ciri-kehidupan-masyarakat-praaksara-masa-berburu-dan-meramu-
ghov
https://www.google.com/search?q=2.+Dari+Berburu-
Meramu+sampai+Bercocok+Tanam&client=firefox-b-d&sxsrf=AOaemvLUaBIJLl7I-
jGWBINKc6fj_CmIjA:1637074835349&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahU
KEwiY8Z-
Ak530AhWISH0KHSsfD3kQ_AUoAXoECAEQAw&biw=1920&bih=851&dpr=1#i
mgrc=PKFFx7NP0psZsM
https://www.google.com/search?
q=sistem+kepercayaan+pada+masa+praaksara&client=firefox-b-
d&sxsrf=AOaemvJWRtmQXkIS0weOE5qfFLMGap2wng:1637075257870&source=l
nms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwjaxNzJlJ30AhWLT30KHakeDlQQ_AUoAXo
ECAEQAw&biw=1920&bih=851&dpr=1#imgrc=CY8jKcVKAujsBM
https://www.google.com/search?q=menhir+pada+masa+pra+aksara&client=firefox-b-
d&sxsrf=AOaemvJ85QKoFKWLdUCnaVhoft_ir3swog:1637076403387&source=ln
ms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwiIp_nrmJ30AhXjQ3wKHbp0DdsQ_AUoAXo
ECAEQAw&biw=1920&bih=851&dpr=1
https://www.kompas.com/stori/read/2021/09/06/130000879/perkembangan-teknologi-
manusia-purba-?page=all
https://www.gramedia.com/literasi/perkembangan-teknologi-manusia-purba/
https://sejarahlengkap.com/pra-sejarah/manusia-pendukung-zaman-logam

Anda mungkin juga menyukai