Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS JURNAL KEPERAWATAN GERONTIK

Deep Breathing Exercise Lebih Efektif daripada Diaphragmatic Breathing


Exercise dalam Meningkatkan Kapasitas Vital Paru pada Lansia di Banjar
Kedaton, Desa Tonja, Kecamatan Denpasar Timur

Dosen Pengampu: Puji Lestari, S. Kep. Ns., M. Kes

Disusun Oleh :

Azizah Nur Farida

010114a014

PSIK-A

FAKULTAS S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

UNGARAN

2017
Analisis Jurnal Keperawatan Gerontik

1. Judul Jurnal : Deep Breathing Exercise Lebih Efektif daripada Diaphragmatic


Breathing Exercise dalam Meningkatkan Kapasitas Vital Paru pada Lansia di Banjar
Kedaton, Desa Tonja, Kecamatan Denpasar Timur
2. Kata Kunci : Kapasitas vital paru, Deep Breathing Exercise, Diaphragmatic Breathing
Exercise, Lansia.
3. Penulis Jurnal : I Dewa Ayu Juniastari Putri, Ari Wibawa, I Dewa Ayu Inten Dwi
Primayanti, Ida Ayu Dewi Wiryantini.
4. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mengalami
peningkatan penduduk terutama untuk penduduk lanjut usia atau lansia (Sugiarto,
2005). Pengertian lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah minimal
berusia 60 tahun. Pada lanjut usia fungsi jaringan mengalami kemunduran dan
penurunan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga rentan infeksi
(Constantinides, 1994). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang
mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya
daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. (Hermansyah dkk, 2015)
Populasi lansia telah diprediksi akan terus mengalami peningkatan baik secara
global maupun nasional. Peningkatan jumlah lansia dengan penurunan dalam berbagai
aspek akan menambah kebutuhan perawatan bagi lansia yang ditujukan agar lansia
dapat memenuhi kebutuhan secara mandiri dengan bantuan yang minimal. (Pangestuti
dkk, 2015)
Proses penuaan menyebabkan beberapa perubahan struktural dan fungsi pada
thoraks dan paru-paru. Pada lansia ditemukan alveoli menjadi kurang elastik dan lebih
berserabut serta berisi kapiler-kapiler yang kurang berfungsi, sehingga kapasitas
penggunaan menurun karena kapasitas difusi paru-paru untuk oksigen tidak dapat
memenuhi permintaan tubuh (Hegner, 2003). Perubahan yang signifikan pada anatomi
adalah perubahan sistem respiratory. Indikasi perubahan diantaranya paru-paru
mengecil dan kendur, berkurangnya recoil elastic, pembesaran alveoli, penurunan
kapasitas vital, penurunan PaO2 dan residu, pengerasan bronkus, dan peningkatan
resistensi, klasifikasi kartilagi, kekuatan tulang iga pada kondisi pengembangan,
hilangnya tonus otot toraks dan kelemahan kenaikan dasar paru. (Hermansyah dkk,
2015)
Penelitian yang dilakukan oleh Enright et al dan Kertjens et al, menyatakan
bahwa penurunan pada fungsi pernafasan yang ditinjau dari nilai forced expiratory
volume in one second (FEV1) memiliki hubungan signifikan dengan tingkat usia,
jumlah penurunan rata-rataFEV1 adalah 25-30 ml tahun dimulai sejak usia diantara
35-40 tahun yang dapat meningkat menjadi 60 ml/tahun pada usia 70 tahun. Menurut
Susenas tahun 2012, jenis keluhan yang menunjukkan adanya gangguan sistem
pulmonal pada lansia meliputi keluhan batuk sebanyak 17,81% dan keluhan
asma/sesak nafas/nafas cepat sebanyak 4,84%. (Pangestuti dkk, 2015)
Menurut El-Batanoun, melatih otot pernafasan selama enam minggu
berdampak pada peningkatan kekuatan otot pernafasan sehingga menjaga kondisi
organ paru tetap baik, salah satu latihan pernafasan yang efektif untuk meningkatkan
kapasitas vital paru lansia adalah diaphragmatic breathing exercise dan deep breathing
exercise.
Deep breathing exercise merupakan latihan pernafasan dengan teknik bernafas
dengan perlahan dan dalam, menggunakan otot diafragma, sehingga memungkinkan
abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh (Smeltzer dkk, 2008).
Tujuannya adalah untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta
untuk meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan inflasi alveolar
maksimal, meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola
aktivitas otot-otot pernafasan yang tidak berguna, tidak terkoordinasi serta
mengurangi kerja bernafas (Brunner&Suddarth, 2002). Diaphragmatic breathing
exercise bertujuan mengembangkan pernafasan abdominal, mengkonstraksikan otot-
otot pernafasan utama yaitu otot diafragma, sehingga otot-otot bantu pernafasan tidak
terlihat pada pernafasan ini (Nurbasuki, 2008).
5. Tujuan Penelitian :
Untuk mengetahui keefektifan Deep Breathing Exercise daripada Diaphragmatic
Breathing Exercise dalam meningkatkan kapasitas vital paru pada lansia di Banjar
Kedaton, Desa Tonja, Kecamatan Denpasar Timur.
6. Metode Penelitian :
Penelitian ini bersifat eksperimental dengan rancangan randomized pre test and post
test control group design, terdapat 2 kelompok (kelompok 1 diberikan Deep Breathing
Exercise, dan kelompok 2 diberikan Diaphragmatic Breathing Exercise dengan
jumlah keseluruhan 24 orang yang dipilih secara acak. Penelitian dilakukan di Banjar
Kedaton, Desa Tonja, Kecamatan Denpasar Timur pada bulan maret-april 2016.
Penelitian ini dilakukan 3 kali seminggu selama 6 minggu. Populasi penelitian lansia
berumur 60-75 tahun di Banjar Kedaton, Desa Tonja, Kecamatan Denpasar Timur.
Instrumen yang digunakan adalah spirometer. Uji Hipotesis dengan Paired Sample T-
test dan Independent Sample T-test.
7. Hasil dan analisis
Potter &Perry (2005) lansia dimulai anatara usia 65 tahun dan 75 tahun.
Sedangkan menurut burnside menyebutan bahwa usia 60-69 tahun adalah young old,
dan usia 70-79 tahun adalah middle age old. Stanley & Bear (2007) menyatakan
bahwa pada lansia terjadi atrofi otot pernafasan, penurunan elastisitas recoil paru,
peningkatan ukuran, kekuatan trakea dan jalan nafas pusat, complien paru serta
pembesaran duktus alveolar yang mengakibatkan semakin besar gradien tekanan
transmural yang harus dibentuk selama inspirasi untuk menghasilkan pengembangan
paru yang normalagar tidak terjadi pertukaran gas yang lambat yang mengganggu
proses pengiriman oksigen ke jaringan paru.
Pertambahan usia seseorang mempengaruhi jaringan pada tubuhnya. Salah
satunya yaitu menurunnya kelenturan jaringan paru, yang menimbulkan kelemahan
otot pernafasan sehingga udara yang dikonsumsi menjadi berkurang. Penurunan ini
cenderung terjadi setelah usia 25 tahun (Maryam, 2008).

Deep Breathing Exercise


Hasil analisis data kelompok 1 menggunakan uji paired sample t-test
didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05). Latihan pernafasan dengan teknik deep breathing
membantu meningkatkan compliace paru untuk melatih kembali otot pernafasan
sehingga berfungsi dengan baik serta mencegah distres pernafasan. Deep breathing
exercise terbukti melatih kekuatan otot pernafasan seperti otot inspirasi, sehingga
terjadi peningkatan pengembangan dari paru dan mencegah alveoli menciut, sehingga
proses keluar masuknya udara tidak terhambat yang akan menunjang oksigenasi
seluruh jaringan dan meningkatkan udara yang dapat dikonsumsi oleh paru.
Hasil dari penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nurhayati dkk (2013) yang berarti ada perbedaan yang bermakna kapasitas inspirasi
sebelum dan sesudah intervensi deep breathing. Hal tersebut menunjukkan bahwa
intervensi pada kelompok perlakuan 1 (deep breathing) memberikan peningkatan
yang bermakna terhadap kapasitas inspirasi. Pengaruh ini karena pemberian deep
breathing dapat meningkatkan kemampuan pengembangan paru dan mempengaruhi
fungsi paru dan difusi sehingga suplai oksigen ke jaringan adekuat.
Dalam penelitian yang diadakan El Batanouny, et al (2009) meyatakan bahwa
latihan pernafasan dapat meningkatkan penampilan fisik seseorang yang terbebas dari
kondisi kelemahan dan kelelahan (El Batanouny, et al., 2009)
Dalam penelitian Westerdahl, et al (2005) latihan deep breathing merupakan
latihan pernafasan yang terbukti dapat meningkatkan kemampuan otot inspirator.
Kekuatan otot inspirator yang terlatih akan meningkatkan compliance paru dan
mencegah alveoli kolaps (atelektasis). Dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa
latihan deep breathing dapat meningkatkan fungsi ventilasi dengan perbaikan
karakteristik frekuensi dan keteraturan pernafasan (Westerdahl, et al, 2005).
Terlatihnya otot inspirator akan meningkatkan kemampuan paru untuk menampung
volume udara (Padula&Yeaw, 2006).
Latihan deep breathing dapat meningkatkan kemampuan otot respirator.
Kekuatan otot inspirator yang terlatih akan meningkatkan kemampuan pengembangan
paru sehingga meningkatkan fungsi ventilasi dengan perbaikan keteraturan pernafasan
yang akan meningkatkan penampilan fisik seorang yang terbebas dari kondisi
kelemahan.

Diaphragma Breathing Exercise


Hasil analisis data kelompok II menggunakan uji paired sample t-test
didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nurhayati dkk (2013) yang menunjukkan bahwa intervensi pada kelompok perlakuan
II (diaphragma breathing) memberikan peningkatan yang bermakna terhadap
kapasitas inspirasi. Pengaruh ini terjadi karena latihan diaphragma breathing bertujuan
mengembangkan pernafasan abdominal, mengkonstruksikan otot-otot pernafasan
utama yaitu otot diafragma, sehingga otot-otot bantu pernafasan tidak terlibat pada
pernafasan ini yang akan berakibat penurunan kerja pernafasan.
Menurut Vijai, pernafasan diafragma melatih kembali penderita untuk
menggunakan difragma dengan baik dan merelaksasikan otot-otot asesoris (otot bantu
nafas), dan bertujuan meningkatkan volume alur nafas, menurunkan frekuensi
respirasi dan residu fungsional, memperbaiki ventilasi dan memobilisasi sekresi
mukus pada saat drainase postural (Vijai, 2008).
Menurut Weiner (1992) dalam zega et al (2011) menyatakan pernafasan
diafragma merupakan pernafasan yang dilakukan dengan inspirasi maksimal melalui
hidung, mengutamakan gerakan abdomen, membatasi gerakan dada dan melakukan
ekspirasi melalui mulut, dimana hal tersebut dapat meningkatkan kerja otot-otot
abdomen yang berperan pada proses ekspirasi. Secara teori, pernafasan diafragma
yang dilakukan berulang kali dengan rutin dapat membantu seseorang menggunakan
diafragmanya dengan benar ketika dia bernafas. Teknik ini berguna untuk menguatkan
diafragma, menurunkan kerja pernafasan, menggunakan sedikit usaha dan energi
untuk bernafas, dengan pernafasan diafragma akan terjadi peningkatan volume tidal,
penurunan kapasitas residu fungsional dan peningkatan pengambilan oksigen yang
optimal (Smith, 2004).

Deep Breathing Exercise lebih efektif daripada Diaphragma Breathing Exercise

Pada uji selisih dalam penelitian ini untuk kelompok I (Deep Breathing
Exercise) dan II (Diaphragma Breathing Exercise) menggunakan uji independent test
ample t-test menunjukkan nilai p=0,000 (p<0,05). Penelitian Westerdahl, dkk tentang
deep breathing exercise dapat menurunkan atelektasis dan terjadi peningkatan fungsi
ventilasi sehingga dapat meningkatkan fungsi paru. Secara fisiologis, deep breathing
akan menyebabkan abdomen dan rongga dada teragkat perlahan dan terisi penuh yang
mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intratoraks diparu. Inspirasi dalam
akan efektif untuk membuka pori-pori kecil antara sel epitel alveolus (kohn) dan
menimbulkan ventilasi kolateral kedalam alveolus disebelahnya yang mengalami
penyumbatan. Dengan demikian kolaps akibat absorpsi gas kedalam alveolus yang
tersumbat dapat dicegah. Sejalan dengan penelitia yang dilakukan oleh Nurhayati dkk
(2013) menunjukkan latihan deep breathing meningkatkan kapasitas inspirasi 70%
sedangkan latihan diaphragm breathing meningkatkan kapasitas inspirasi 30%. Itu
menunjukkan bahwa deep breathing exercise lebih efektif meningkatkan kapasitas
inspirasi daripada diaphragm breathing exercise.
Menurut Padula & Yeaw (2006) bahwa melatih otot inspirator akan membantu
meningkatkan kapasitas vital paru. Hasil penelitian ini memperkuat penelitian Nury
(2008) bahwa latihan pernapasan dapat meningkatkan kapasitas paru. Latihan deep
breathing dilakukan untuk menghasilkan tekanan lebih rendah pada intrathorak,
sehingga udara akan mengalir dari tekanan atmosfir yang lebih tinggi masuk ke dalam
paru yang memiliki tekanan yang lebih rendah sebagai proses pertukaran gas atau
ventilasi paru (Padula &Yeaw, 2006).

Hasil penelitian Priyanto (2010) menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil


pasien dapat mencapai kapasitas vital dua kali volume yang biasanya mereka hirup
dalam kondisi sehat. Sebagian kecil pasien dapat mecapai kapasitas paru lebih dari
75%. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar subjek dapat
mencapai kapasitas paru lebih dari 70%.

Pada Diaphragm Breathing mengalami peningkatan Kapasitas Inspirasi


karena pada tekhnik ini mengkontraksikan otot-otot pernapasan utama yaitu otot
diafragma, sehingga otot-otot bantu pernapasan tidak terlibat pada pernapasan ini.
Sehingga latihan ini dapat meningkatkan volume alur napas, menurunkan frekuensi
respirasi dan residu fungsional, memperbaiki ventilasi dan memobilisasi (Nurbasuki,
2008).

Latihan deep breathing yang dilakukan secara rutin dapat meningkatkan


kemampuan organ pernapasan. Terlatihnya otot inspirator akan meningkatkan
kemampuan paru untuk menampung volume udara sehingga pada saat responden
melakukan pekerjaan dan kegiatan sehari-hari tanpa adanya gangguan,

Anda mungkin juga menyukai