Anda di halaman 1dari 7

Ciri Ciri zaman Batu

Zaman Batu Tua (Palaeolitikum)


Zaman batu tua berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu. Pada zaman batu tua ini alat alat banyak dibuat dari
batu kasar yang tidak diasah dan dihaluskan. Alat alat dari batu kasar pada zaman batu tua ini antara
lain chopper atau kapak genggam. Disebut kapak genggam karena cara penggunaan kapak itu adalah dengan
digenggam langsung tanpa benda lain sebagai pegangannya.
Kehidupan masyarakat pada zaman batu tua masih sederhana. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,
mereka sangat bergantung kepada alam. Oleh karena itu, tempat tinggal mereka berpindah-pindah dari satu temapt
ke tempat lainnya. Tempat yang ditinggali adalah daerah yang subur dan banyak menyediakan bahan makanan,
seperti daun dan umbi-umbian. Setelah bahan makanan di tempat tersebut habis, mereka akan pindah mencari
tempat lain yang subur dan memiliki persediaan bahan makanan.

CIRI-CIRI ZAMAN PALEOLITHIKUM


1. Jenis Manusia
Berdasarkan penemuan fosil manusia purba, jenis manusia purba hidup pada zaman Paleolitikum adalah
Pithecanthropus Erectus, Homo Wajakensis, Meganthropus paleojavanicus, dan Homo Soliensis. Fosil ini
ditemukan di aliran sungai Bengawan Solo.
2. Kebudayaan
Berdasarkan daerah penemuannya maka alat-alat kebudayaan Paleolithikum tersebut dapat dikelompokan menjadi
kebudayaan pacitan dan kebudayaan ngandong.

a. Kebudayaan Pacitan
Pada tahun 1935, von Koenigswald menemukan alat batu dan kapak genggam di daerah Pacitan. Kapak genggam itu
berbentuk kapak tetapi tidak bertangkai. Kapak ini masih dikerjakan dengan sangat kasar dan belum dihaluskan.
Para ahli menyebutkan bahwa kapak itu adalah kapak penetak. Selain di Pacitan alat-alat banyak ditemukan di Progo
dan Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), dan Lahat (Sumatera Utara)
b. Kebudayaan Ngandong
Para ahli berhasil menemukan alat-alat dari tulang, flakes, alat penusuk dari tanduk rusa dan ujung tombak bergigi di
daerah Ngandong dan Sidoarjo. Selain itu di dekat Sangiran ditemukan alat sangat kecil dari betuan yang amat
indah. Alat ini dinamakan Serbih Pilah, dan banyak ditemukan di Cabbenge (Sulawesi Selatan) yang terbuat dari
batu-batu indah seperti kalsedon. Kebudayaan Ngandong juga didukung oleh penemuan lukisan pada dinding goa
seperti lukisan tapak tangan berwarna merah dan babi hutan ditemukan di Goa Leang Pattae (Sulawesi Selatan)
Zaman Paleolithikum ditandai dengan kebudayan manusia yang masih sangat sederhana. Ciri-ciri kehidupan
manusia pada zaman Paleolithikum, yakni:

1. Hidup berpindah-pindah (Nomaden)


2. Berburu (Food Gathering)
3. Menangkap ikan

B. ALAT-ALAT ZAMAN PALEOLITHIKUM


Pada zaman ini alat-alat terbuat dari batu yang masih kasar dan belum dihaluskan. Contoh alat-alat tersebut adalah:
1. Kapak Genggam
Kapak genggam banyak ditemukan di daerah Pacitan. Alat ini biasanya disebut "chopper" (alat penetak/pemotong)
Alat ini dinamakan kapak genggam karena alat tersebut serupa dengan kapak, tetapi tidak bertangkai dan cara
mempergunakannya dengancara menggenggam. Pembuatan kapak genggam dilakukan dengan cara memangkas
salah satu sisi batu sampai menajam dan sisi lainnya dibiarkan apa adanyasebagai tempat menggenggam. Kapak
genggam berfungsi menggali umbi, memotong, dan menguliti binatang.

2. Kapak Perimbas
Kapak perimbas berpungsi untuk merimbas kayu, memahat tulang dan sebagai senjata. Manusia kebudayan Pacitan
adalah jenis Pithecanthropus. Alat ini juga ditemukan di Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), lahat,
(Sumatra selatan), dan Goa Choukoutieen (Beijing). Alat ini paling banyak ditemukan di daerah Pacitan, Jawa
Tengah sehingga oleh Ralp Von Koenigswald disebut kebudayan pacitan

3. Alat-alat dari tulang binatang atau tanduk rusa


Salah satu alat peninggalan zaman paleolithikum yaitu alat dari tulang binatang. Alat-alat dari tulang ini termasuk
hasil kebudayaan Ngandong. Kebanyakan alat dari tulang ini berupa alat penusuk (belati) dan ujung tombak
bergerigi. Fungsi dari alat ini adalah untuk mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah. Selain itu alat ini juga biasa
digunakan sebagai alat untuk menangkap ikan

4. Flakes
Flakes yaitu alat-alat kecil yang terbuat dari batu Chalcedon, yang dapat digunakan untuk mengupas makanan.
Flakes termasuk hasil kebudayaan Ngandong sama seperti alat-alat dari tulang binatang. Kegunaan alat-alat ini pada
umumnya untuk berburu, menangkap ikan, mengumpulkan ubi dan buah-buahan.

Zaman Batu Tengah (Mesoitikum)


Pada zaman batu tengah ini, bentuk benda benda atau alat alat masih sama dengan zaman batu tua, yaitu berbentuk
kasar, tidak diasah dan tidak dihaluskan. Alat alat yang dihasilkan pada zaman ini, antara lain peble (kapak
genggam) sejenis chopper pada masaPalaeotikum dan hacle courte (kapak pendek). Pebble dibuat dari batu kali
yang dipecah dan dibelah sisi luarnya. Adapun kapak pendek berbentuk setengah lingkaran
Pada zaman batu tengah ini, tempat tinggal masyarakat sudah mulai menetap atau tidak berpindah-pindah. Mereka
tinggal di gua-gua, bahkan ada juga masyarakat yang sudah mampu membuat rumah meskipun masih sederhana
dengan atap dan dinding saja. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, mereka sudah mulai bercocok
tanam, seperti umbi-umbian.

Ciri-Ciri Zaman Mesoitikum


Kebudayaan Pebble (Pebble Culture)
a. Kjokkenmoddinger (Sampah Dapur)

Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya dapur dan modding
artinya sampah jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah sampah dapur. Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger
adalah timbunan atau tumpukan kulit kerang dan siput yang mencapai ketinggian 7 meter dan sudah membatu atau
menjadi fosil. Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur Sumatera yakni antara Langsa dan Medan.
Dari bekas-bekas penemuan tersebut menunjukkan bahwa manusia purba yang hidup pada zaman ini sudah
menetap. Tahun 1925 Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya
banyak menemukan kapak genggam yang ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam Palaeolithikum).

b. Pebble (kapak genggam Sumatera = Sumateralith)

Tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya menemukan
kapak genggam. Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble/kapak
genggam Sumatra (Sumatralith) sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu dipulau Sumatra. Bahan-bahan untuk
membuat kapak tersebut berasal batu kali yang dipecah-pecah.

c. Hachecourt (kapak pendek)


Selain pebble yang diketemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan sejenis kapak tetapi bentuknya pendek
(setengah lingkaran) yang disebut dengan hachecourt/kapak pendek.

d. Pipisan

Selain kapak-kapak yang ditemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan pipisan (batu-batu penggiling beserta
landasannya). Batu pipisan selain dipergunakan untuk menggiling makanan juga dipergunakan untuk menghaluskan
cat merah. Bahan cat merah berasal dari tanah merah. Cat merah diperkirakan digunakan untuk keperluan religius
dan untuk ilmu sihir.

Zaman Batu Muda (Neolitikum)


Pada zaman batu muda ini alat alat dibuat dari batu yang sudah diasah atau dihaluskan. Selain itu, pembuatan alat
alat ini sudah mulai memperhatikan nilai seninya. Alat alat dari batu pada zaman batu muda ini, antara lain kapak
persegi dan kapak lonjong. Sesuai dengan namanya bantuk kapak persegi adalah persegi panjang atau berbentuk
trapesium. Bentuk sisinya agak melengkung sedikit. Pada bagian ujungnya diberi tangkai untuk memegang dan
menggunakannya. Tangkai itu dikaitkan dengan rotan pada bagian yang melengkung itu. Bentuk kapak lonjong
adalah bulat telur. Ujung yang satu agak lancip dan ujung yang lainnya tajam.
Masyarakat pada zaman batu muda ini sudah hidup menetap dengan membuat dan menempati rumah-rumah.
Rumah-rumah itu dibuat dari kayu, bambu atau daun-daunan. Mereka sudah hidup berkelompok membentuk suatu
masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, mereka bercocok tanam dengan menggunakan kapak
persegi dan kapak lonjong. Kapak persegi dan kapak lonjong ini selain berfungsi untuk memotong atau memukul,
juga dapat digunakan sebagai cangkul dalam bercocok tanam.

Ciri-Ciri Zaman Neolithikum


Orang-orang Indonesia zaman neolithikum membentuk masyarakat-masyarakat dengan pondok-pondok mereka
berbentuk persegi siku-siku dan didirikan atas tiang-tiang kayu, dinding-dindingnya diberi hiasan dekoratif yang
indah-indah, Walaupun alat-alat mereka masih dibuat daripada batu, tetapi alat-alat itu dibuat dengan halus, bahkan
juga sudah dipoles pada kedua belah mukanya.

B. ALAT-ALAT ZAMAN NEOLITHIKUM


Pada zaman neolithikum ini alat-alat terbuat dari batu yang sudah dihaluskan.

1. Pahat Segi Panjang


Daerah asal kebudayaan pahat segi panjang ini meliputi Tiongkok Tengah dan Selatan, daerah Hindia Belakang
sampai ke daerah sungai gangga di India, selanjutnya sebagian besar dari Indonesia, kepulauan Philipina, Formosa,
kepulauan Kuril dan Jepang.

2. Kapak Persegi

Asal-usul penyebaran kapak persegi melalui suatu migrasi bangsa Asia ke Indonesia. Nama kapak persegi diberikan
oleh Van Heine Heldern atas dasar penampang lintangnya yang berbentuk persegi panjang atau trapesium.
Penampang kapak persegi tersedia dalam berbagai ukuran, ada yang besar dan kecil. Yang ukuran besar lazim
disebut dengan beliung dan fungsinya sebagai cangkul/pacul. Sedangkan yang ukuran kecil disebut dengan
Tarah/Tatah dan fungsinya sebagai alat pahat/alat untuk mengerjakan kayu sebagaimana lazimnya pahat.

Bahan untuk membuat kapak tersebut selain dari batu biasa, juga dibuat dari batu api/chalcedon. Kemungkinan
besar kapak yang terbuat dari calsedon hanya dipergunakan sebagai alat upacara keagamaan, azimat atau tanda
kebesaran. Kapak jenis ini ditemukan di daerahi Sumatera, Jawa, bali, Nusatenggara, Maluku, Sulawesi dan
Kalimantan.

3. Kapak Lonjong

Sebagian besar kapak lonjong dibuat dari batu kali, dan warnanya kehitam-hitaman. Bentuk keseluruhan dari kapak
tersebut adalah bulat telur dengan ujungnya yang lancip menjadi tempat tangkainya, sedangkan ujung lainnya diasah
hingga tajam. Untuk itu bentuk keseluruhan permukaan kapak lonjong sudah diasah halus.

Ukuran yang dimiliki kapak lonjong yang besar lazim disebut dengan Walzenbeil dan yang kecil disebut dengan
Kleinbeil, sedangkan fungsi kapak lonjong sama dengan kapak persegi. Daerah penyebaran kapak lonjong adalah
Minahasa, Gerong, Seram, Leti, Tanimbar dan Irian. Dari Irian kapak lonjong tersebar meluas sampai di Kepulauan
Melanesia, sehingga para arkeolog menyebutkan istilah lain dari kapak lonjong dengan sebutan Neolithikum Papua.

4. Kapak Bahu
Kapak jenis ini hampir sama seperti kapak persegi, hanya saja di bagian yang diikatkan pada tangkainya diberi leher.
Sehingga menyerupai bentuk botol yang persegi. Daerah kebudayaan kapak bahu ini meluas dari Jepang, Formosa,
Filipina terus ke barat sampai sungai Gangga. Tetapi anehnya batas selatannya adalah bagian tengah Malaysia Barat.
Dengan kata lain di sebelah Selatan batas ini tidak ditemukan kapak bahu, jadi neolithikum Indonesia tidak
mengenalnya, meskipun juga ada beberapa buah ditemukan yaitu di Minahasa.

5. Perhiasan (gelang dan kalung dari batu indah)


Jenis perhiasan ini banyak di temukan di wilayah jawa terutama gelang-gelang dari batu indah dalam jumlah besar
walaupun banyak juga yang belum selesai pembuatannya. Bahan utama untuk membuat benda ini di bor dengan
gurdi kayu dan sebagai alat abrasi (pengikis) menggunakan pasir. Selain gelang ditemukan juga alat-alat perhisasan
lainnya seperti kalung yang dibuat dari batu indah pula. Untuk kalung ini dipergunakan juga batu-batu yang dicat
atau batu-batu akik.

6. Pakaian dari kulit kayu


Pada zaman ini mereka telah dapat membuat pakaiannya dari kulit kayu yang sederhana yang telah di perhalus.
Pekerjaan membuat pakaian ini merupakan pekerjaan kaum perempuan. Pekerjaan tersebut disertai pula berbagai
larangan atau pantangan yang harus di taati. Sebagai contoh di Kalimantan dan Sulawesi Selatan dan beberapa
tempat lainnya ditemukan alat pemukul kulit kayu. Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang zaman neolithikum
sudah berpakaian.

7. Tembikar (Periuk belanga)

Bekas-bekas yang pertama ditemukan tentang adanya barang-barang tembikar atau periuk belanga terdapat di
lapisan teratas dari bukit-bukit kerang di Sumatra, tetapi yang ditemukan hanya berupa pecahan-pecahan yang
sangat kecil. Walaupun bentuknya hanya berupa pecahan-pecahan kecil tetapi sudah dihiasi gambar-gambar. Di
Melolo, Sumba banyak ditemukan periuk belanga yang ternyata berisi tulang belulang manusia

Zaman Batu Besar (Megalitikum)


Pada zaman batu besar, banyak dibuat bangunan dari batu batu yang besar. Batu batu besar ini masih kasar. Untuk
membuat bangunan, batu batu yang besar itu hanya diratakan saja secara kasar sampai terbentuk bangunan yang
dikehendakinya.
Bangunan bangunan pada zaman batu besar ini, antara lain menhir, dolmen, punden berundak-undak, peti kubur
(sarcopagus), kubur batu dan arca-arca.
(a) Menhir, yaitu bangunan berupa tugu. Menhir ini sering dipuja oleh masyarakat saat itu karena dipercayai
melambangkan arwah nenek moyangnya. Dengan memuja pada menhir, masyarakat waktu itu percaya bahwa
kehidupannya akan aman, damai dan tenteram. Selain itu, mereka akan hidup berkecukupan.
(b) Dolmen, yaitu bangunan yang berbentuk meja dari batu. Dolmen ini fungsinya sebagai tempat menyimpan sesaji
pada saat sedang melakukan pemujaan kepada arwah nenek moyangnya.
(c) Punden berundak-undak, yaitu bangunan dari batu besar yang tersusun bertingkat-tingkat. Fungsinya sebagai
tempat pemujaan kepada arwah nenek moyangnya.
(d) Sarkofagus, yaitu peti kubur yang terbuat dari batu.
(e) Arca-arca atau patung yaitu bangunan yang umumnya dianggap melambangkan nenek moyangnya. Area-area
ini dipuja oleh masyarakat masa itu.

Ciri-Ciri Zaman Megalitikum


KEBUDAYAAN MEGALITIKUM
Peninggalan kebudayaan megalithikum ternyata masih dapat Anda lihat sampai sekarang, karena pada beberapa
suku-suku bangsa di Indonesia masih memanfaatkan kebudayaan megalithikum tersebut. Contohnya seperti suku
Nias.

Adapun beberapa hasil-hasil kebudayaan pada zaman megalitikum adalah sebagai berikut:
Punden berundak : terbuat dari batu untuk meletakan sesaji
dolmen : meja batu yang digunakan untuk meletakan sesaji
waruga : kubur batu yang berbentuk kubus
kubur batu : tempat menyimpan mayat
Sarkofagus : kubur batu yang berbentuk lesung

1. Menhir
Menhir adalah bangunan yang berupa tugu batu yang didirikan untuk upacara menghormati roh nenek moyang,
sehingga bentuk menhir ada yang berdiri tunggal dan ada yang berkelompok serta ada pula yang dibuat bersama
bangunan lain yaitu seperti punden berundak-undak. Lokasi tempat ditemukannya menhir di Indonesia adalah
Pasemah (Sumatera Selatan), Sulawesi Tengah dan Kalimantan. Untuk mengetahui bentuk-bentuk menhir,
Bangunan menhir yang dibuat oleh masyarakat prasejarah tidak berpedoman kepada satu bentuk saja karena
bangunan menhir ditujukan untuk penghormatan terhadap roh nenek moyang. Lokasi tempat ditemukannya menhir
di Indonesia adalah Pasemah (Sumatera Selatan), Sulawesi Tengah dan Kalimantan. Untuk mengetahui bentuk-
bentuk menhir, maka simaklah gambar-gambar berikut ini.

Bangunan menhir yang dibuat oleh masyarakat prasejarah tidak berpedoman kepada satu bentuk saja karena
bangunan menhir ditujukan untuk penghormatan terhadap roh nenek moyang. Selain menhir terdapat bangunan yang
lain bentuknya, tetapi fungsinya sama yaitu sebagai punden berundak-undak

2. Punden Berundak-undak

Punden berundak-undak adalah bangunan dari batu yang bertingkat-tingkat dan fungsinya sebagai tempat pemujaan
terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal.
Bangunan tersebut dianggap sebagai bangunan yang suci, dan lokasi tempat penemuannya adalah Lebak
Sibedug/Banten Selatan dan Lereng Bukit Hyang di Jawa Timur.

3.Dolmen

Dolmen merupakan meja dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk pemujaan.
Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh
binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh batu.
Dengan demikian dolmen yang berfungsi sebagai tempat menyimpan mayat disebut dengan kuburan batu. Lokasi
penemuan dolmen antara lain Cupari Kuningan / Jawa Barat, Bondowoso / Jawa Timur, Merawan, Jember / Jatim,
Pasemah / Sumatera, dan NTT.

7.Waruga

Waruga adalah peti kubur peninggalan budaya Minahasa pada zaman megalitikum. Didalam peti pubur batu ini akan
ditemukan berbagai macam jenis benda antara lain berupa tulang- tulang manusia, gigi manuisa, periuk tanah liat,
benda- benda logam, pedang, tombak, manik- manik, gelang perunggu, piring dan lain- lain. Dari jumlah gigi yang
pernah ditemukan didalam waruga, diduga peti kubur ini adalah merupakan wadah kubur untuk beberapa individu
juga atau waruga bisa juga dijadikan kubur keluarga (common tombs) atau kubur komunal. Benda- benda periuk,
perunggu, piring, manik- manik serta benda lain sengaja disertakan sebagai bekal kubur bagi orang yang akan
meninggal.

5.Peti kubur

Peti kubur adalah peti mayat yang terbuat dari batu-batu besar. Kubur batu dibuat dari lempengan/papan batu yang
disusun persegi empat berbentuk peti mayat yang dilengkapi dengan alas dan bidang atasnya juga berasal dari papan
batu.

Daerah penemuan peti kubur adalah Cepari Kuningan, Cirebon (Jawa Barat), Wonosari (Yogyakarta) dan Cepu
(Jawa Timur). Di dalam kubur batu tersebut juga ditemukan rangka manusia yang sudah rusak, alat-alat perunggu
dan besi serta manik-manik. Dari penjelasan tentang peti kubur, tentu Anda dapat mengetahui persamaan antara peti
kubur dengan sarkofagus, dimana keduanya merupakan tempat menyimpan mayat yang disertai bekal kuburnya

Anda mungkin juga menyukai