Anda di halaman 1dari 22

HASIL BUDAYA DAN FUNGSINYA ZAMAN

PALEOLITIKUM, MESOLITIKUM, NEOLITIKUM,


MEGALITIKUM DAN GAMBARNYA

ZAMAN PALEOLITIKUM

Flakes

     
Flakes yaitu alat-alat kecil yang terbuat dari batu Chalcedon, yang dapat digunakan untuk
mengupas makanan. Flakes termasuk hasil kebudayaan Ngandong sama seperti alat-alat dari
tulang binatang. Kegunaan alat-alat ini pada umumnya untuk berburu, menangkap ikan,
mengumpulkan ubi dan buah-buahan.

Kapak Genggam

Kapak genggam banyak ditemukan di daerah Pacitan. Alat ini biasanya disebut "chopper"
(alat penetak/pemotong) Alat ini dinamakan kapak genggam karena alat tersebut serupa
dengan kapak, tetapi tidak bertangkai dan cara mempergunakannya dengancara
menggenggam. Pembuatan kapak genggam dilakukan dengan cara memangkas salah satu sisi
batu sampai menajam dan sisi lainnya dibiarkan apa adanyasebagai tempat menggenggam.
Kapak genggam berfungsi menggali umbi, memotong, dan menguliti binatang.

Kapak Perimbas
Kapak perimbas berpungsi untuk merimbas kayu, memahat tulang dan sebagai senjata.
Manusia kebudayan Pacitan adalah jenis Pithecanthropus. Alat ini juga ditemukan di
Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), lahat, (Sumatra selatan), dan Goa
Choukoutieen (Beijing). Alat ini paling banyak ditemukan di daerah Pacitan, Jawa Tengah
sehingga oleh Ralp Von Koenigswald disebut kebudayan pacitan

Alat-alat dari tulang binatang atau tanduk rusa

Salah satu alat peninggalan zaman paleolithikum yaitu alat dari tulang binatang. Alat-alat dari
tulang ini termasuk hasil kebudayaan Ngandong. Kebanyakan alat dari tulang ini berupa alat
penusuk (belati) dan ujung tombak bergerigi. Fungsi dari alat ini adalah untuk mengorek ubi
dan keladi dari dalam tanah. Selain itu alat ini juga biasa digunakan sebagai alat untuk
menangkap ikan

ZAMAN MESOLITIKUM

Kjokkenmoddinger (Sampah Dapur)


Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya
dapur dan modding artinya sampah jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah sampah
dapur. Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau tumpukan kulit kerang dan
siput yang mencapai ketinggian ± 7 meter dan sudah membatu atau menjadi fosil.
Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur Sumatera yakni antara Langsa dan
Medan. Dari bekas-bekas penemuan tersebut menunjukkan bahwa manusia purba yang hidup
pada zaman ini sudah menetap. Tahun 1925 Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan
penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya banyak menemukan kapak genggam yang
ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam Palaeolithikum).

Pebble (kapak genggam Sumatera = Sumateralith)

Tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan
hasilnya menemukan kapak genggam. Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit
kerang tersebut dinamakan dengan pebble/kapak genggam Sumatra (Sumatralith) sesuai
dengan lokasi penemuannya yaitu dipulau Sumatra. Bahan-bahan untuk membuat kapak
tersebut berasal batu kali yang dipecah-pecah.

Hachecourt (kapak pendek)


Selain pebble yang diketemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan sejenis kapak tetapi
bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut dengan hachecourt/kapak pendek.

Pipisan

Selain kapak-kapak yang ditemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan pipisan (batu-batu
penggiling beserta landasannya). Batu pipisan selain dipergunakan untuk menggiling
makanan juga dipergunakan untuk menghaluskan cat merah. Bahan cat merah berasal dari
tanah merah. Cat merah diperkirakan digunakan untuk keperluan religius dan untuk ilmu
sihir.

ZAMAN MEGALITIKUM
Menhir

Menhir adalah bangunan yang berupa tugu batu yang didirikan untuk upacara menghormati
roh nenek moyang, sehingga bentuk menhir ada yang berdiri tunggal dan ada yang
berkelompok serta ada pula yang dibuat bersama bangunan lain yaitu seperti punden
berundak-undak. Lokasi tempat ditemukannya menhir di Indonesia adalah Pasemah
(Sumatera Selatan), Sulawesi Tengah dan Kalimantan.
Dolmen

Dolmen merupakan meja dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian
untuk pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat
tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai
mayat tertutup rapat oleh batu.
Dengan demikian dolmen yang berfungsi sebagai tempat menyimpan mayat disebut dengan
kuburan batu. Lokasi penemuan dolmen antara lain Cupari Kuningan / Jawa Barat,
Bondowoso / Jawa Timur, Merawan, Jember / Jatim, Pasemah / Sumatera, dan NTT.

Waruga

Waruga adalah peti kubur peninggalan budaya Minahasa pada zaman megalitikum. Didalam
peti pubur batu ini akan ditemukan berbagai macam jenis benda antara lain berupa tulang-
tulang manusia, gigi manuisa, periuk tanah liat, benda- benda logam, pedang, tombak, manik-
manik, gelang perunggu, piring dan lain- lain. Dari jumlah gigi yang pernah ditemukan
didalam waruga, diduga peti kubur ini adalah merupakan wadah kubur untuk beberapa
individu juga atau waruga bisa juga dijadikan kubur keluarga (common tombs) atau kubur
komunal. Benda- benda periuk, perunggu, piring, manik- manik serta benda lain sengaja
disertakan sebagai bekal kubur bagi orang yang akan meninggal.

Peti kubur (Sarkofagus)

Peti kubur adalah peti mayat yang terbuat dari batu-batu besar. Kubur batu dibuat dari
lempengan/papan batu yang disusun persegi empat berbentuk peti mayat yang dilengkapi
dengan alas dan bidang atasnya juga berasal dari papan batu.
Daerah penemuan peti kubur adalah Cepari Kuningan, Cirebon (Jawa Barat), Wonosari
(Yogyakarta) dan Cepu (Jawa Timur). Di dalam kubur batu tersebut juga ditemukan rangka
manusia yang sudah rusak, alat-alat perunggu dan besi serta manik-manik. Dari penjelasan
tentang peti kubur, tentu Anda dapat mengetahui persamaan antara peti kubur dengan
sarkofagus, dimana keduanya merupakan tempat menyimpan mayat yang disertai bekal
kuburnya

Punden Berundak-undak

Punden berundak-undak adalah bangunan dari batu yang bertingkat-tingkat dan fungsinya
sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal.
Bangunan tersebut dianggap sebagai bangunan yang suci, dan lokasi tempat penemuannya
adalah Lebak Sibedug/Banten Selatan dan Lereng Bukit Hyang di Jawa Timur.
  
ZAMAN NEOLITIKUM

Pahat Segi Panjang

Daerah asal kebudayaan pahat segi panjang ini meliputi Tiongkok Tengah dan Selatan,
daerah Hindia Belakang sampai ke daerah sungai gangga di India, selanjutnya sebagian besar
dari Indonesia, kepulauan Philipina, Formosa, kepulauan Kuril dan Jepang.

Kapak Persegi

Asal-usul penyebaran kapak persegi melalui suatu migrasi bangsa Asia ke Indonesia. Nama
kapak persegi diberikan oleh Van Heine Heldern atas dasar penampang lintangnya yang
berbentuk persegi panjang atau trapesium. Penampang kapak persegi tersedia dalam berbagai
ukuran, ada yang besar dan kecil. Yang ukuran besar lazim disebut dengan beliung dan
fungsinya sebagai cangkul/pacul. Sedangkan yang ukuran kecil disebut dengan Tarah/Tatah
dan fungsinya sebagai alat pahat/alat untuk mengerjakan kayu sebagaimana lazimnya pahat.

Kapak Lonjong
Sebagian besar kapak lonjong dibuat dari batu kali, dan warnanya kehitam-hitaman. Bentuk
keseluruhan dari kapak tersebut adalah bulat telur dengan ujungnya yang lancip menjadi
tempat tangkainya, sedangkan ujung lainnya diasah hingga tajam. Untuk itu bentuk
keseluruhan permukaan kapak lonjong sudah diasah halus.
Ukuran yang dimiliki kapak lonjong yang besar lazim disebut dengan Walzenbeil dan yang
kecil disebut dengan Kleinbeil, sedangkan fungsi kapak lonjong sama dengan kapak persegi.
Daerah penyebaran kapak lonjong adalah Minahasa, Gerong, Seram, Leti, Tanimbar dan
Irian. Dari Irian kapak lonjong tersebar meluas sampai di Kepulauan Melanesia, sehingga
para arkeolog menyebutkan istilah lain dari kapak lonjong dengan sebutan Neolithikum
Papua.

Kapak Bahu

Kapak jenis ini hampir sama seperti kapak persegi, hanya saja di bagian yang diikatkan pada
tangkainya diberi leher. Sehingga menyerupai bentuk botol yang persegi. Daerah kebudayaan
kapak bahu ini meluas dari Jepang, Formosa, Filipina terus ke barat sampai sungai Gangga.
Tetapi anehnya batas selatannya adalah bagian tengah Malaysia Barat. Dengan kata lain di
sebelah Selatan batas ini tidak ditemukan kapak bahu, jadi neolithikum Indonesia tidak
mengenalnya, meskipun juga ada beberapa buah ditemukan yaitu di Minahasa.

Perhiasan (gelang dan kalung dari batu indah)


  
Jenis perhiasan ini banyak di temukan di wilayah jawa terutama gelang-gelang dari batu
indah dalam jumlah besar walaupun banyak juga yang belum selesai pembuatannya. Bahan
utama untuk membuat benda ini di bor dengan gurdi kayu dan sebagai alat abrasi (pengikis)
menggunakan pasir. Selain gelang ditemukan juga alat-alat perhisasan lainnya seperti kalung
yang dibuat dari batu indah pula. Untuk kalung ini dipergunakan juga batu-batu yang dicat
atau batu-batu akik.
Tembikar (Periuk belanga)

Bekas-bekas yang pertama ditemukan tentang adanya barang-barang tembikar atau periuk
belanga terdapat di lapisan teratas dari bukit-bukit kerang di Sumatra, tetapi yang ditemukan
hanya berupa pecahan-pecahan yang sangat kecil. Walaupun bentuknya hanya berupa
pecahan-pecahan kecil tetapi sudah dihiasi gambar-gambar. Di Melolo, Sumba banyak
ditemukan periuk belanga yang ternyata berisi tulang belulang manusia
Hasil-hasil Kebudayaan Zaman Batu dan Logam
A.     ZAMAN BATU

1.      Zaman Batu Tua (Paleolithikum)

  Kapak Genggam : berfungsi untuk menggali umbi, memotong dan menguliti binatang

  Kapak Perimbas : berfungsi untuk merimbas kayu, memecahkan tulang, dan sebagai senjata yang banyak
ditemukan di Pacitan.
Maka Ralph Von Koeningswald menyebutkan kebudayaan Pacitan. Dan pendukung kebudayaan Pacitan adalah
jenis Phitecantropus.

  Alat-alat dari tulang dan tanduk binatang : berfungsi sebagai alat penusuk, pengorek dan tombak. Banyak
ditemukan di ngandong. Pendukung kebudayaan ini adalah Homo Wajakensis, dan  Homo Soloensis.

  Alat Serpih (flakes) – terbuat dari batu bentuknya kecil, ada juga yang terbuat dari batu induk (kalsedon) :
berfungsi untuk mengiris daging atau memotong umbi-umbian dan buah-buahan. Pendukung kebudayaan ini
adalah Homo soloensis dan Homo wajakensis.

2.      Zaman Batu Madya (Mesolithikum)


Pada zaman ini alat-alat dari batu sudah mulai digosok, tetapi masih belum halus. Manusia pendukung  ini
adalah homo sapiens, khususnya Papua Melanesoide.

  Kapak Sumatra (Pebble)


Sejenis kapak genggam yang sudah digosok, tetapi belum sampai halus. Terbuat dari batu kali yang dipecah
atau dibelah.
  Kjokenmoddinger
Dari bahasa denmark yang artinya sampah dapur.

  Abris Sous Roche


Adalah tempat tinggal yang berwujud goa-goa dan ceruk-ceruk di dalam batu karang untuk berlindung.
  Batu Pipisan
Terdiri dari batu penggiling dan landasannya. Berfungsi untuk menggiling makanan, menghaluskan bahan
makanan.
3.      Zaman Batu Baru (Neolithikum)
Peralatan batu pada zaman ini sudah halus karena manusia pendukung sudah mengenal teknik mengasah dan
mengupam.

  Kapak Persegi
Adalah kapak yang penampang lintangnya berbentuk persegi panjang atau trapesium. Ditemukan di Sumatera,
Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Sebutan kapak persegi diberikan oleh Von
Heine Geldern.

  Kapak Lonjong
Adalah kapak yang penampangnya berbentuk lonjong memanjang. Ditemukan di Irian, seram, Gorong,
Tanimbar, Leti, Minahasa, dan Serawak.
  Kapak Bahu
Adalah kapak persegi namun pada tangkai diberi leher sehingga menyerupai botol persegi. Kapak bahu hanya
ditemukan di Minahasa, Sulawesi Utara.

4.      Zaman Batu Besar (Megalithikum)

1.      Menhir : tugu batu yang didirikan sebagai pemujaan roh nenek moyang memperingati arwah nenek
moyang.

2.      Dolmen :  meja batu, merupakan tempat sesaji dan pemujaan kepada roh nenek moyang. Ada pula yang
digunakan untuk kuburan.

3.   Sarchopagus atau keranda : bentuknya seperti lesung yang mempunyai tutup atau ada juga seperti telur
dibelah dua.

4.      Kubur Batu : peti mati yang terbuat dari batu besar yang masing-masing papan batunya lepas satu sama lain

5.      Punden Berundak : bangunan tempat pemujaan yang tersusun bertingkat-tingkat seperti tangga.

6.    Waruga : peti kubur peninggalan budaya Minahasa pada zaman megalitikum. Didalam peti pubur batu ini
akan ditemukan berbagai macam jenis benda antara lain berupa tulang- tulang manusia, gigi manuisa, periuk
tanah liat, benda- benda logam, pedang, tombak, manik- manik, gelang perunggu, piring.

KEBUDAYAAN ZAMAN BATU


KEBUDAYAAN ZAMAN BATU
Kebudayaan Zaman Batu di Indonesia (Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum dan
Megalitikum) – Disebut kebudayaan batu karena alatnya terbuat dari batu, yang terdiri dari zaman
Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum, dan Megalitikum.
a. Kebudayaan Batu Tua (Paleolitikum)
Disebut kebudayaan Batu Tua sebab alat peninggalannya dari batu yang masih kasar atau belum
dihaluskan. Pendukung kebudayaan ini adalah manusia purba. Berdasarkan daerah penemuannya,
kebudayaan Batu Tua dibedakan menjadi kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong.
1) Kebudayaan Pacitan
Disebut kebudayaan Pacitan sebab hasil budayanya terdapat di daerah Pacitan (Pegunungan
Sewu, Pantai Selatan Jawa). Alat yang ditemukan berupa chopper (kapak penetak) atau disebut
kapak genggam. Pendukung kebudayaannya adalah Pithecanthropus erectus dan budaya batu ini
disebut stone culture. Selain tempat di atas, alat Paleolitikum ini juga ditemukan di Parigi
(Sulawesi), Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), dan Lahat (Sumatra Selatan).
2) Kebudayaan Ngandong

Disebut kebudayaan Ngandong sebab hasil kebudayaannya ditemukan di Ngandong, Ngawi Jawa
Timur. Di sini juga ditemukan kapak seperti di Pacitan dan juga kapak genggam, sedangkan di
Sangiran ditemukan batu flakes dan batu chalcedon yang indah.
Di Ngandong ditemukan juga alat dari tulang maka disebut bone culture. Pendukung kebudayaan
Ngandong adalah Homo soloensis dan Homo wajakensis. Penghidupan mereka masih
mengumpulkan makanan (food gathering). Mereka mencari makanan dari jenis ubi-ubian dan
berburu binatang.

b. Kebudayaan Batu Tengah (Mesolitikum)


Zaman Mesolitikum terjadi pada masa Holosen setelah zaman es berakhir. Pendukung
kebudayaannya adalah Homo sapiens yang merupakan manusia cerdas. Penemuannya berupa
fosil manusia purba, banyak ditemukan di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Flores.
Manusia zaman Mesolitikum hidup di gua-gua, tepi pantai, atau sungai, disebut dalam bahasa
Denmark, kjokkenmoddinger (bukit sampah = bukit kerang), yang banyak ditemukan di pantai
timur Sumatra. Penemuan alatnya adalah pebble disebut juga kapak Sumatra), kapak pendek
(hache courte), dan pipisan (batu penggiling). Selain tempat-tempat di atas, juga terdapat abris
sous roche (gua sampah) di Gua Sampung, (Ponorogo, Jawa Timur), Pulau Timor, Pulau Roti,
dan Bojonegoro (tempat ditemukannya alat dari tulang).
c. Kebudayaan Batu Muda (Neolitikum)
Disebut kebudayaan Batu Muda (Neolitikum) sebab semua alatnya sudah dihaluskan. Mereka
sudah meninggalkan hidup berburu dan mulai menetap serta mulai menghasilkan makanan (food
producing). Mereka menciptakan alat-alat kehidupan mulai dari alat kerajinan menenun, periuk,
membuat rumah, dan mengatur masyarakat.
Alat yang dipergunakan pada masa ini adalah kapak persegi dan kapak lonjong. Daerah
penemuan kapak persegi di Indonesia bagian barat adalah di Lahat (Sumatra), Bogor, Sukabumi,
Karawang, Tasikmalaya, Pacitan, dan Lereng Gunung Ijen. Adapun kapak lonjong banyak
ditemukan di Indonesia bagian timur, seperti di Papua, Tanimbar, Seram, Serawak, Kalimantan
Utara, dan Minahasa.
d. Kebudayaan Batu Besar (Megalitikum)
Disebut kebudayaan Megalitikum sebab semua alat yang dihasilkan berupa batu besar.
Kebudayaan ini kelanjutan dari Neolitikum karena dibawa oleh bangsa Deutero Melayu yang
datang di Nusantara. Kebudayaan ini berkembang bersama dengan kebudayaan logam di
Indonesia, yakni kebudayaan Dongson. Ada beberapa alat dan bangunan yang dihasilkan pada
zaman kebudayaan Megalitikum.
1) Menhir
Menhir adalah tiang tugu batu besar yang berfungsi sebagai tanda peringatan suatu peristiwa atau
sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang. Daerah penemuannya di Sumatra Selatan dan
Kalimantan.
2) Dolmen
Dolmen adalah meja batu besar yang biasanya terletak di bawah menhir tempat meletakkan
sesaji. Daerah temuannya di Sumba, Sumatra Selatan, dan Bondowoso (Jawa Timur).
3) Keranda (sarkofagus)
Keranda adalah peti mati yang dibuat dari batu. Bentuknya seperti lesung dan diberi tutup dari
batu. Daerah temuannya di Bali.
4) Peti kubur batu
Peti kubur batu merupakan kuburan dalam tanah yang sisi-sisi, alas, dan tutupnya diberi papan
dari lempeng batu. Peti kubur batu ini banyak ditemukan di Kuningan, Jawa Barat.
5) Punden berundak
Punden berundak merupakan bangunan dari batu yang disusun bertingkat-tingkat (berundak-
undak). Fungsinya sebagai bangunan pemujaan roh nenek moyang yang kemudian menjadi
bentuk awal bangunan candi. Bangunan punden berundak adalah bangunan asli Indonesia.
6) Waruga
Waruga adalah kubur batu yang berbentuk kubus atau bulat. Waruga biasanya dibuat dari batu
utuh. Daerah temuannya di Sulawesi Tengah dan Utara.
7) Arca
Arca-arca megalit merupakan bangunan batu besar berbentuk binatang atau manusia yang banyak
ditemukan di dataran tinggi Pasemah, Sumatra Selatan yang menggambarkan sifat dinamis.
Contohnya Batu Gajah, sebuah patung batu besar dengan gambaran seorang yang sedang
menunggang binatang dan sedang berburu.
Pada zaman Batu Besar dikenal kebiasaan-kebiasaan berikut.
1) Pemujaan matahari
Di Indonesia, matahari dipuja sebagai matahari, bukan sebagai dewa matahari seperti di Jepang.
2) Pemujaan dewi kesuburan
Dapat kita lihat di candi Sukuh dan candi Ceto sebagai lambang kesuburan. Di Jawa, pada
umumnya Dewi Sri dipuja sebagai dewi kesuburan dan pelindung padi.
3) Adanya keyakinan alat penolak bala (tumbal)
Biasanya dengan menanam kepala kerbau di tengah bangunan atau tempat tertentu, maka akan
terlindungi dan terbebas dari marabahaya.
4) Adanya upacara ruwatan
Upacara ruwatan adalah upacara untuk mengembalikan orang atau masyarakat kepada kedudukan
yang suci seperti semula, misalnya, anak tunggal, anak kembar, pandawa lima, dan bersih desa.
SUMBER:http://www.cpuik.com/2013/10/kebudayaan-zaman-batu-di-indonesia.html

Hasil-hasil Kebudayaan Masyarakat pada Masa Praaksara Indonesia

 Zaman Batu
Masa Praaksara merupakan suatu masa di mana manusia dalam hal ini ialah manusia
purba sebagai masyarakat yang menetap di suatu wilayah yang ada di Indonesia, masih
belum mengenal tulisan sama sekali.
Akan tetapi, mereka masih mampu bertahan hidup dengan cara melakukan sejumlah
aktivitas, seperti contohnya bercocok tanam, berburu, dan membuat peralatan yang bisa
digunakan sebagai kehidupan sehari-hari mereka.
Peninggalan kebudayaan di masa praaksara terutama Indonesia ini sangatlah banyak,
terutama di zaman batu. Sementara itu, kebudayaan zaman batu terbagi lagi menjadi :
1. Zaman Paleolitikum (Zaman Batu Tua)
2. Zaman Mesolitikum (Zaman Batu Madya)
3. Zaman Neolitikum (Zaman Batu Baru/Batu Muda)
4. Zaman Megalitikum (Zaman Batu Besar)

1) Zaman Paleolitikum (Zaman Batu Tua)


Zaman Paleolitikum ini disebut dengan nama Zaman Batu Tua karena peralatan
yang digunakan oleh manusia purba terbuat dari batu dan pengerjaannya juga masih
begitu sederhana dan kasar. Hasil dari kebudayaan pada Zaman Paleolithikum yang
cukup terkenal adalah Kebudayaan Pacitan dan Kebudayaan Ngandong. Zaman ini
bermula kira-kira antara 50.000 hingga 100.000 tahun yang lalu. Periode zaman ini ialah
antara tahun 50.000 SM - 10.000 SM.
Pada zaman ini, manusia hidup secara nomaden atau secara berpindah-pindah
dalam kumpulan kecil untuk mencari makanan. Mereka mencari biji-bijian, umbi, serta
dedaunan sebagai makanan. Mereka tidak bercocok tanam. Mereka bermodalkan
menggunakan batu, kayu, dan tulang binatang untuk membuat peralatan sehari-hari. Alat
inilah yang juga digunakan untuk mempertahankan diri dari musuh.
a) Kebudayaan Pacitan
Kebudayaan ini berkembang di daerah Pacitan, Jawa Timur. Beberapa alat dari
batu ditemukan di daerah ini. Seorang ahli, von Koeningwald dalam penelitiannya pada
tahun 1935 telah menemukan beberapa hasil teknologi bebatuan atau alat-alat dari batu
di Sungai Baksoka dekat Punung. Alat batu itu masih kasar, dan bentuk ujungnya agak
runcing, tergantung kegunaannya. Alat batu ini sering disebut dengan kapak genggam
atau kapak perimbas. Kapak ini digunakan untuk menusuk binatang atau menggali tanah
saat mencari umbi umbian. Di samping kapak perimbas, di Pacitan juga ditemukan alat
batu yang disebut dengan chopper sebagai alat penetak. Di Pacitan juga ditemukan alat-
alat serpih Alat-alat itu oleh Koeningswald digolongkan sebagai alatalat “paleolitik”,
yang bercorak “Chellean”, yakni suatu tradisi yang berkembang pada tingkat awal
paleolitik di Eropa. Pendapat Koeningswald ini kemudian dianggap kurang tepat setelah
Movius berhasil menyatakan temuan di Punung itu sebagai salah satu corak
perkembangan kapak perimbas di Asia Timur. Tradisi kapak perimbas yang ditemukan
di Punung itu kemudian dikenal dengan nama “Budaya Pacitan”. Budaya itu dikenal
sebagai tingkat perkembangan budaya batu awal di Indonesia.
Kapak perimbas itu tersebar di wilayah Sumatera Selatan, Kalimantan Timur,
Sulawesi Selatan, Bali, Flores, dan Timor. Daerah Punung merupakan daerah yang
terkaya akan kapak perimbas dan hingga saat ini merupakan tempat penemuan terpenting
di Indonesia. Pendapat para ahli condong kepada jenis manusia Pithecanthropus atau
keturunan-keturunannya sebagai pencipta budaya Pacitan. Pendapat ini sesuai dengan
pendapat tentang umur budaya Pacitan yang diduga dari tingkat akhir Plestosin Tengah
atau awal permulaan Plestosin Akhir.
Sumber: Direktorat Geografi Sejarah. 2009. Atlas Prasejarah
Sumber: Direktorat Geografi Sejarah. 2009. Atlas Indonesia. Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Prasejarah Indonesia. Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata.
Pahat genggam (hand adze): Alat
Kapak perimbas (chopper): Alat batu inti atau serpih
batu inti yang dicirikan oleh bentuk alat yang
yang dicirikan oleh tajaman monofasial yang persegi atau bujur sangkar dengan tajaman yang
membulat, lonjong, atau lurus, dihasilkan melalui
tegak lurus pada sumbu alat. Selain itu dikenal pula
pangkasan pada satu bidang dari sisi ujung (distal) Kapak genggam awal (proto-hand axe), Kapak
ke arah pangkal (proksimal). Ciri yang membedakan
genggam (hand axe).
kapak perimbas dengan serut adalah ukuran dimana
serut yang kasar dan massif digolongkan sebagai
kapak perimbas, sementara yang halus dan kecil
digolongkan serut.

b) Kebudayaan Ngandong
Kebudayaan Ngandong berkembang di daerah Ngandong dan juga Sidorejo, dekat
Ngawi. Di daerah ini banyak ditemukan alat-alat dari batu dan juga alat-alat dari tulang.
Alat-alat dari tulang ini berasal dari tulang binatang dan tanduk rusa yang diperkirakan
digunakan sebagai penusuk atau belati. Selain itu, ditemukan juga alat-alat seperti
tombak yang bergerigi. Di Sangiran juga ditemukan alat-alat dari batu, bentuknya indah
seperti kalsedon. Alatalat ini sering disebut dengan flake.
Sebaran artefak dan peralatan paleolitik cukup luas sejak dari daerah-daerah di
Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara
Timur (NTT), dan Halmahera.
Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). 2012.
Sumber: Harry Widianto dan Truman Simanjuntak. 2011.
Indonesia Dalam Arus Sejarah. jilid I. Jakarta: PT Sangiran Menjawab
Ichtiar Baru van Hoeve. Jakarta.
Artefak dari tulang Dunia (Edisi Khusus). Jawa Tengah: Balai
Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran.
Artefak jenis flake

Sumber: Direktorat Geografi Sejarah. 2009. Atlas Prasejarah Indonesia. Jakarta:


Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Artefak yang ditemukan di situs Ngebung

2) Zaman Mesolitikum (Zaman Batu Madya)


Zaman batu terus berkembang memasuki zaman batu madya atau batu tengah yang
dikenal zaman Mesolitikum. Hasil kebudayaan batu madya ini sudah lebih maju apabila
dibandingkan hasil kebudayaan zaman Paleolitikum (batu tua). Sekalipun demikian,
bentuk dan hasil-hasil kebudayaan zaman Paleoliti kumtidak serta merta punah tetapi
mengalami penyempurnaan. Bentuk flake dan alat-alat dari tulang terus mengalami
perkembangan. Secara garis besar kebudayaan Mesolitikum ini terbagi menjadi dua
kelompok besar yang ditandai lingkungan tempat tinggal, yakni di pantai dan di gua.

a). Kebudayaan Kjokkenmoddinger


Kebudayaan Kjokkenmoddinger istilah dari bahasa Denmark, kjokken berarti
dapur dan modding dapat diartikan sampah (kjokkenmoddinger = sampah dapur). Dalam
kaitannya dengan budaya manusia, kjokkenmoddinger merupakan tumpukan timbunan
kulit siput dan kerang yang menggunung di sepanjang pantai Sumatra Timur antara
Langsa di Aceh sampai Medan. Dengan kjokkenmoddinger ini dapat memberi informasi
bahwa manusia purba zaman Mesolitikum umumnya bertempat tinggal di tepi pantai.
Pada tahun 1925 Von Stein Callenfals melakukan penelitian di bukit kerang itu dan
menemukan jenis kapak genggam (chopper) yang berbeda dari chopper yang ada di
zaman Paleolitikum. Kapak genggam yang ditemukan di bukit kerang di pantai Sumatra
Timur ini diberi nama pebble atau lebih dikenal dengan Kapak Sumatra. Kapak jenis
pebble ini terbuat dari batu kali yang pecah, sisi luarnya dibiarkan begitu saja dan sisi
bagian dalam dikerjakan sesuai dengan keperluannya. Di samping kapak jenis pebble
juga ditemukan jenis kapak pendek dan jenis batu pipisan (batu-batu alat penggiling). Di
Jawa batu pipisan ini umumnya untuk menumbuk dan menghaluskan jamu.

Sumber: Taufik Abdullah dan A.B Lapian


Sumber: Direktorat Geografi Sejarah. 2009. Sumber: Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed).
(ed). 2012. Indonesia Dalam Arus
Atlas Prasejarah Indonesia. Jakarta: 2012.
Sejarah. jilid I. Jakarta. PT Ichtiar Baru
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Indonesia Dalam Arus Sejarah. van Hoeve.
jilid I. Jakarta: PT Ichtiar Baru
Kjokkenmoddinger yang terdapat di van Hoeve. Jakarta.. Kapak Genggam
Pulau Bintan, Kep. Riau
Batu Pipisan

b). Kebudayaan Abris Sous Roche


Kebudayaan abris sous roche merupakan hasil kebudayaan yang ditemukan di gua-
gua. Hal ini mengindikasikan bahwa manusia purba pendukung kebudayaan ini
tinggal di gua-gua. Kebudayaan ini pertama kali dilakukan penelitian oleh Von Stein
Callenfels di Gua Lawa dekat Sampung, Ponorogo. Penelitian dilakukan tahun 1928
sampai 1931. Beberapa hasil teknologi bebatuan yang ditemukan misalnya ujung
panah, flakke, batu penggilingan. Juga ditemukan alat-alat dari tulang dan tanduk rusa.
Kebudayaan abris sous roche ini banyak ditemukan misalnya di Besuki, Bojonegoro,
juga di daerah Sulawesi Selatan seperti di Lamoncong.

3) Zaman Neolitikum (Zaman Batu Baru/Batu Muda)


Zaman Neolitikum merupakan perkembangan zaman dari kebudayaan batu madya. Alat-
alat yang terbuat dari batu yang telah mereka hasilkan lebih sempurna dan lebih halus
disesuaikan dengan fungsinya. Hasil kebudayaan yang terkenal di Zaman Neolitikum
adalah jenis kapak persegi dan kapak lonjong.
Fase atau tingkat kebudayaan pada zaman prasejarah yang memiliki ciri-ciri berupa
unsur-unsur kebudayaan, seperti peralatan yang berasal dari batu yang sudah diasah,
pertanian menetap, peternakan, serta pembuatan tembikar, juga merupakan salah satu
pengertian dari Zaman Neolitikum.
a). Kapak Persegi
Kapak persegi berbentuk persegi panjang atau berbentuk juga trapesium. Kapak
persegi yang besar sering disebut dengan nama beliung atau pacul (dalam bahasa
Indonesia dinamakan dengan : cangkul).
Sementara itu, yang berukuran kecil disebut dengan trah (tatah) yang digunakan
untuk mengerjakan kayu. Alat-alat tersebut, terutama beliung, sudah diberi dengan
tangkai. Daerah persebaran dari kapak persegi ini merupakan daerah Indonesia yang
berada di bagian barat, misalnya di daerah Sumatera, Jawa, dan Bali.

Kapak Persegi

b) Kapak Lonjong
Kapak lonjong terbuat dari batu yang berbentuk lonjong serta sudah diasah secara
halus dan diberi tangkai. Fungsi dari alat ini diperkirakan sebagai kegiatan dalam
menebang pohon. Daerah persebaran dari kapak lonjong ini umunya di daerah
Indonesia yang terletak di bagian timur, misalnya di daerah Irian, Seram, Tanimbar,
dan Minahasa.
Di zaman Neolitikum, di samping ada berbagai macam kapak, juga ditemukan
berbagai alat perhiasan. Misalnya, di Jawa ditemukan gelang-gelang yang terbuat dari
batu indah serta alat-alat tembikar atau gerabah. Di zaman itu, sudah dikenal dengan
adanya pakaian. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya alat pemukul kulit kayu
yang dijadikan sebagai bahan pakaian.

Kapak Lonjong

4) Zaman Megalitikum (Zaman Batu Besar)


Peninggalan dari kebudayaan Megalitikum ini terbuat dari batu yang memiliki
ukuran besar. Kebudayaan megalitikum tak hanya untuk keperluan dalam memenuhi
kebutuhan hidup manusia secara fisik saja.
Mereka juga telah membuat berbagai macam bangunan batu sebagai kepentingan
dalam berbagai upacara keagamaan, diantaranya digunakan dalam persembahyangan
maupun untuk mengubur jenazah.
Pada zaman ini, manusia sudah mengenal adanya kepercayaan. Walau kepercayaan
mereka masih di dalam tingkat yang awal, yakni kepercayaan terhadap roh nenek
moyang. Kepercayaan ini muncul karena pengetahuan dari dalam manusia sudah mulai
meningkat.

Hasil-hasil dari kebudayaan megalitikum, antara lain sebagai berikut :


a). Menhir
Menhir merupakan tiang atau tugu batu yang didirikan sebagai sarana dalam
memuja arwah nenek moyang. Menhir banyak ditemukan di Sumatera Selatan,
Kalimantan, dan Sulawesi Tengah. Istilah Menhir ini diambil dari bahasa Keltik, yang
berasal dari kata men yang berarti "batu" dan hir yang berarti "panjang". Batu-batu ini
juga dinamakan dengan Megalith (batu besar) karena ukurannya yang besar pula.
Menhir

b). Dolmen
Dolmen merupakan bangunan yang berbentuk seperti meja batu, berkaki menhir
(menhir yang agak pendek). Bangunan ini digunakan sebagai tempat sesaji dan
pemujaan terhadap nenek moyang. Adapula dolmen yang di bawahnya berfungsi
sebagai kuburan. Bangunan semacam ini dinamakan dengan pandusha.

Dolmen

c). Sarkofagus
Sarkofagus merupakan peti kubur batu yang bentuknya seperti lesung dan memiliki
tutup. Sarkofagus banyak ditemukan di daerah Bali. Bersama dengan Sarkofagus, juga
ditemukan tulang-tulang manusia berserta dengan bekal kubur, seperti perhiasan,
periuk, dan beliung. Peti kubur merupakan peti mayat yang terbuat dari batu-batu besar.
Kubur batu dibuat dari lempengan atau papan batu yang disusun persegi empat,
sehingga berbentuk peti mayat yang dilengkapi dengan alas dan bidang atasnya juga
berasal dari papan batu.

Sarkofagus
d). Kubur Batu
Kubur batu ini hampir sama dengan sarkofagus, begitu pula dengan fungsinya.
Bedanya terletak jika kubur batu ini terbuat dari lempengan/lembaran batu yang lepas-
lepas dan dipasang pada keempat sisinya, bagian alas serta bagian atasnya. Kubur peti
batu ini banyak ditemukan di daerah Kuningan, Jawa Barat.

Kubur Batu

e). Punden Berundak


Punden berundak merupakan bangunan dari batu yang disusun secara bertingkat.
Fungsi dari bangunan ini ialah sebagai pemujaan. Punden berundak ditemukan di
daerah Lebak Sibedug, Banten Selatan.

Punden Berundak

f). Arca
Arca merupakan patung yang dibuat dengan menyerupai dari bentuk manusia serta
binatang. Binatang yang digambarkan, diantaranya seperti gajah, kerbau, kera, dan
harimau. Arca ini banyak ditemukan, antara lain seperti di Sumatera Selatan, Lampung,
Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Bentuk arca manusia bersifat dinamis yang berarti
wujud manusia dengan penampilan dinamis seperti arca batu gajah.
Arca batu gajah

Anda mungkin juga menyukai