ZAMAN PALEOLITIKUM
Flakes
Flakes yaitu alat-alat kecil yang terbuat dari batu Chalcedon, yang dapat digunakan untuk
mengupas makanan. Flakes termasuk hasil kebudayaan Ngandong sama seperti alat-alat dari
tulang binatang. Kegunaan alat-alat ini pada umumnya untuk berburu, menangkap ikan,
mengumpulkan ubi dan buah-buahan.
Kapak Genggam
Kapak genggam banyak ditemukan di daerah Pacitan. Alat ini biasanya disebut "chopper"
(alat penetak/pemotong) Alat ini dinamakan kapak genggam karena alat tersebut serupa
dengan kapak, tetapi tidak bertangkai dan cara mempergunakannya dengancara
menggenggam. Pembuatan kapak genggam dilakukan dengan cara memangkas salah satu sisi
batu sampai menajam dan sisi lainnya dibiarkan apa adanyasebagai tempat menggenggam.
Kapak genggam berfungsi menggali umbi, memotong, dan menguliti binatang.
Kapak Perimbas
Kapak perimbas berpungsi untuk merimbas kayu, memahat tulang dan sebagai senjata.
Manusia kebudayan Pacitan adalah jenis Pithecanthropus. Alat ini juga ditemukan di
Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), lahat, (Sumatra selatan), dan Goa
Choukoutieen (Beijing). Alat ini paling banyak ditemukan di daerah Pacitan, Jawa Tengah
sehingga oleh Ralp Von Koenigswald disebut kebudayan pacitan
Salah satu alat peninggalan zaman paleolithikum yaitu alat dari tulang binatang. Alat-alat dari
tulang ini termasuk hasil kebudayaan Ngandong. Kebanyakan alat dari tulang ini berupa alat
penusuk (belati) dan ujung tombak bergerigi. Fungsi dari alat ini adalah untuk mengorek ubi
dan keladi dari dalam tanah. Selain itu alat ini juga biasa digunakan sebagai alat untuk
menangkap ikan
ZAMAN MESOLITIKUM
Tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan
hasilnya menemukan kapak genggam. Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit
kerang tersebut dinamakan dengan pebble/kapak genggam Sumatra (Sumatralith) sesuai
dengan lokasi penemuannya yaitu dipulau Sumatra. Bahan-bahan untuk membuat kapak
tersebut berasal batu kali yang dipecah-pecah.
Pipisan
Selain kapak-kapak yang ditemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan pipisan (batu-batu
penggiling beserta landasannya). Batu pipisan selain dipergunakan untuk menggiling
makanan juga dipergunakan untuk menghaluskan cat merah. Bahan cat merah berasal dari
tanah merah. Cat merah diperkirakan digunakan untuk keperluan religius dan untuk ilmu
sihir.
ZAMAN MEGALITIKUM
Menhir
Menhir adalah bangunan yang berupa tugu batu yang didirikan untuk upacara menghormati
roh nenek moyang, sehingga bentuk menhir ada yang berdiri tunggal dan ada yang
berkelompok serta ada pula yang dibuat bersama bangunan lain yaitu seperti punden
berundak-undak. Lokasi tempat ditemukannya menhir di Indonesia adalah Pasemah
(Sumatera Selatan), Sulawesi Tengah dan Kalimantan.
Dolmen
Dolmen merupakan meja dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian
untuk pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat
tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai
mayat tertutup rapat oleh batu.
Dengan demikian dolmen yang berfungsi sebagai tempat menyimpan mayat disebut dengan
kuburan batu. Lokasi penemuan dolmen antara lain Cupari Kuningan / Jawa Barat,
Bondowoso / Jawa Timur, Merawan, Jember / Jatim, Pasemah / Sumatera, dan NTT.
Waruga
Waruga adalah peti kubur peninggalan budaya Minahasa pada zaman megalitikum. Didalam
peti pubur batu ini akan ditemukan berbagai macam jenis benda antara lain berupa tulang-
tulang manusia, gigi manuisa, periuk tanah liat, benda- benda logam, pedang, tombak, manik-
manik, gelang perunggu, piring dan lain- lain. Dari jumlah gigi yang pernah ditemukan
didalam waruga, diduga peti kubur ini adalah merupakan wadah kubur untuk beberapa
individu juga atau waruga bisa juga dijadikan kubur keluarga (common tombs) atau kubur
komunal. Benda- benda periuk, perunggu, piring, manik- manik serta benda lain sengaja
disertakan sebagai bekal kubur bagi orang yang akan meninggal.
Peti kubur adalah peti mayat yang terbuat dari batu-batu besar. Kubur batu dibuat dari
lempengan/papan batu yang disusun persegi empat berbentuk peti mayat yang dilengkapi
dengan alas dan bidang atasnya juga berasal dari papan batu.
Daerah penemuan peti kubur adalah Cepari Kuningan, Cirebon (Jawa Barat), Wonosari
(Yogyakarta) dan Cepu (Jawa Timur). Di dalam kubur batu tersebut juga ditemukan rangka
manusia yang sudah rusak, alat-alat perunggu dan besi serta manik-manik. Dari penjelasan
tentang peti kubur, tentu Anda dapat mengetahui persamaan antara peti kubur dengan
sarkofagus, dimana keduanya merupakan tempat menyimpan mayat yang disertai bekal
kuburnya
Punden Berundak-undak
Punden berundak-undak adalah bangunan dari batu yang bertingkat-tingkat dan fungsinya
sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal.
Bangunan tersebut dianggap sebagai bangunan yang suci, dan lokasi tempat penemuannya
adalah Lebak Sibedug/Banten Selatan dan Lereng Bukit Hyang di Jawa Timur.
ZAMAN NEOLITIKUM
Daerah asal kebudayaan pahat segi panjang ini meliputi Tiongkok Tengah dan Selatan,
daerah Hindia Belakang sampai ke daerah sungai gangga di India, selanjutnya sebagian besar
dari Indonesia, kepulauan Philipina, Formosa, kepulauan Kuril dan Jepang.
Kapak Persegi
Asal-usul penyebaran kapak persegi melalui suatu migrasi bangsa Asia ke Indonesia. Nama
kapak persegi diberikan oleh Van Heine Heldern atas dasar penampang lintangnya yang
berbentuk persegi panjang atau trapesium. Penampang kapak persegi tersedia dalam berbagai
ukuran, ada yang besar dan kecil. Yang ukuran besar lazim disebut dengan beliung dan
fungsinya sebagai cangkul/pacul. Sedangkan yang ukuran kecil disebut dengan Tarah/Tatah
dan fungsinya sebagai alat pahat/alat untuk mengerjakan kayu sebagaimana lazimnya pahat.
Kapak Lonjong
Sebagian besar kapak lonjong dibuat dari batu kali, dan warnanya kehitam-hitaman. Bentuk
keseluruhan dari kapak tersebut adalah bulat telur dengan ujungnya yang lancip menjadi
tempat tangkainya, sedangkan ujung lainnya diasah hingga tajam. Untuk itu bentuk
keseluruhan permukaan kapak lonjong sudah diasah halus.
Ukuran yang dimiliki kapak lonjong yang besar lazim disebut dengan Walzenbeil dan yang
kecil disebut dengan Kleinbeil, sedangkan fungsi kapak lonjong sama dengan kapak persegi.
Daerah penyebaran kapak lonjong adalah Minahasa, Gerong, Seram, Leti, Tanimbar dan
Irian. Dari Irian kapak lonjong tersebar meluas sampai di Kepulauan Melanesia, sehingga
para arkeolog menyebutkan istilah lain dari kapak lonjong dengan sebutan Neolithikum
Papua.
Kapak Bahu
Kapak jenis ini hampir sama seperti kapak persegi, hanya saja di bagian yang diikatkan pada
tangkainya diberi leher. Sehingga menyerupai bentuk botol yang persegi. Daerah kebudayaan
kapak bahu ini meluas dari Jepang, Formosa, Filipina terus ke barat sampai sungai Gangga.
Tetapi anehnya batas selatannya adalah bagian tengah Malaysia Barat. Dengan kata lain di
sebelah Selatan batas ini tidak ditemukan kapak bahu, jadi neolithikum Indonesia tidak
mengenalnya, meskipun juga ada beberapa buah ditemukan yaitu di Minahasa.
Bekas-bekas yang pertama ditemukan tentang adanya barang-barang tembikar atau periuk
belanga terdapat di lapisan teratas dari bukit-bukit kerang di Sumatra, tetapi yang ditemukan
hanya berupa pecahan-pecahan yang sangat kecil. Walaupun bentuknya hanya berupa
pecahan-pecahan kecil tetapi sudah dihiasi gambar-gambar. Di Melolo, Sumba banyak
ditemukan periuk belanga yang ternyata berisi tulang belulang manusia
Hasil-hasil Kebudayaan Zaman Batu dan Logam
A. ZAMAN BATU
Kapak Genggam : berfungsi untuk menggali umbi, memotong dan menguliti binatang
Kapak Perimbas : berfungsi untuk merimbas kayu, memecahkan tulang, dan sebagai senjata yang banyak
ditemukan di Pacitan.
Maka Ralph Von Koeningswald menyebutkan kebudayaan Pacitan. Dan pendukung kebudayaan Pacitan adalah
jenis Phitecantropus.
Alat-alat dari tulang dan tanduk binatang : berfungsi sebagai alat penusuk, pengorek dan tombak. Banyak
ditemukan di ngandong. Pendukung kebudayaan ini adalah Homo Wajakensis, dan Homo Soloensis.
Alat Serpih (flakes) – terbuat dari batu bentuknya kecil, ada juga yang terbuat dari batu induk (kalsedon) :
berfungsi untuk mengiris daging atau memotong umbi-umbian dan buah-buahan. Pendukung kebudayaan ini
adalah Homo soloensis dan Homo wajakensis.
Kapak Persegi
Adalah kapak yang penampang lintangnya berbentuk persegi panjang atau trapesium. Ditemukan di Sumatera,
Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Sebutan kapak persegi diberikan oleh Von
Heine Geldern.
Kapak Lonjong
Adalah kapak yang penampangnya berbentuk lonjong memanjang. Ditemukan di Irian, seram, Gorong,
Tanimbar, Leti, Minahasa, dan Serawak.
Kapak Bahu
Adalah kapak persegi namun pada tangkai diberi leher sehingga menyerupai botol persegi. Kapak bahu hanya
ditemukan di Minahasa, Sulawesi Utara.
1. Menhir : tugu batu yang didirikan sebagai pemujaan roh nenek moyang memperingati arwah nenek
moyang.
2. Dolmen : meja batu, merupakan tempat sesaji dan pemujaan kepada roh nenek moyang. Ada pula yang
digunakan untuk kuburan.
3. Sarchopagus atau keranda : bentuknya seperti lesung yang mempunyai tutup atau ada juga seperti telur
dibelah dua.
4. Kubur Batu : peti mati yang terbuat dari batu besar yang masing-masing papan batunya lepas satu sama lain
5. Punden Berundak : bangunan tempat pemujaan yang tersusun bertingkat-tingkat seperti tangga.
6. Waruga : peti kubur peninggalan budaya Minahasa pada zaman megalitikum. Didalam peti pubur batu ini
akan ditemukan berbagai macam jenis benda antara lain berupa tulang- tulang manusia, gigi manuisa, periuk
tanah liat, benda- benda logam, pedang, tombak, manik- manik, gelang perunggu, piring.
Disebut kebudayaan Ngandong sebab hasil kebudayaannya ditemukan di Ngandong, Ngawi Jawa
Timur. Di sini juga ditemukan kapak seperti di Pacitan dan juga kapak genggam, sedangkan di
Sangiran ditemukan batu flakes dan batu chalcedon yang indah.
Di Ngandong ditemukan juga alat dari tulang maka disebut bone culture. Pendukung kebudayaan
Ngandong adalah Homo soloensis dan Homo wajakensis. Penghidupan mereka masih
mengumpulkan makanan (food gathering). Mereka mencari makanan dari jenis ubi-ubian dan
berburu binatang.
Zaman Batu
Masa Praaksara merupakan suatu masa di mana manusia dalam hal ini ialah manusia
purba sebagai masyarakat yang menetap di suatu wilayah yang ada di Indonesia, masih
belum mengenal tulisan sama sekali.
Akan tetapi, mereka masih mampu bertahan hidup dengan cara melakukan sejumlah
aktivitas, seperti contohnya bercocok tanam, berburu, dan membuat peralatan yang bisa
digunakan sebagai kehidupan sehari-hari mereka.
Peninggalan kebudayaan di masa praaksara terutama Indonesia ini sangatlah banyak,
terutama di zaman batu. Sementara itu, kebudayaan zaman batu terbagi lagi menjadi :
1. Zaman Paleolitikum (Zaman Batu Tua)
2. Zaman Mesolitikum (Zaman Batu Madya)
3. Zaman Neolitikum (Zaman Batu Baru/Batu Muda)
4. Zaman Megalitikum (Zaman Batu Besar)
b) Kebudayaan Ngandong
Kebudayaan Ngandong berkembang di daerah Ngandong dan juga Sidorejo, dekat
Ngawi. Di daerah ini banyak ditemukan alat-alat dari batu dan juga alat-alat dari tulang.
Alat-alat dari tulang ini berasal dari tulang binatang dan tanduk rusa yang diperkirakan
digunakan sebagai penusuk atau belati. Selain itu, ditemukan juga alat-alat seperti
tombak yang bergerigi. Di Sangiran juga ditemukan alat-alat dari batu, bentuknya indah
seperti kalsedon. Alatalat ini sering disebut dengan flake.
Sebaran artefak dan peralatan paleolitik cukup luas sejak dari daerah-daerah di
Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara
Timur (NTT), dan Halmahera.
Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). 2012.
Sumber: Harry Widianto dan Truman Simanjuntak. 2011.
Indonesia Dalam Arus Sejarah. jilid I. Jakarta: PT Sangiran Menjawab
Ichtiar Baru van Hoeve. Jakarta.
Artefak dari tulang Dunia (Edisi Khusus). Jawa Tengah: Balai
Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran.
Artefak jenis flake
Kapak Persegi
b) Kapak Lonjong
Kapak lonjong terbuat dari batu yang berbentuk lonjong serta sudah diasah secara
halus dan diberi tangkai. Fungsi dari alat ini diperkirakan sebagai kegiatan dalam
menebang pohon. Daerah persebaran dari kapak lonjong ini umunya di daerah
Indonesia yang terletak di bagian timur, misalnya di daerah Irian, Seram, Tanimbar,
dan Minahasa.
Di zaman Neolitikum, di samping ada berbagai macam kapak, juga ditemukan
berbagai alat perhiasan. Misalnya, di Jawa ditemukan gelang-gelang yang terbuat dari
batu indah serta alat-alat tembikar atau gerabah. Di zaman itu, sudah dikenal dengan
adanya pakaian. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya alat pemukul kulit kayu
yang dijadikan sebagai bahan pakaian.
Kapak Lonjong
b). Dolmen
Dolmen merupakan bangunan yang berbentuk seperti meja batu, berkaki menhir
(menhir yang agak pendek). Bangunan ini digunakan sebagai tempat sesaji dan
pemujaan terhadap nenek moyang. Adapula dolmen yang di bawahnya berfungsi
sebagai kuburan. Bangunan semacam ini dinamakan dengan pandusha.
Dolmen
c). Sarkofagus
Sarkofagus merupakan peti kubur batu yang bentuknya seperti lesung dan memiliki
tutup. Sarkofagus banyak ditemukan di daerah Bali. Bersama dengan Sarkofagus, juga
ditemukan tulang-tulang manusia berserta dengan bekal kubur, seperti perhiasan,
periuk, dan beliung. Peti kubur merupakan peti mayat yang terbuat dari batu-batu besar.
Kubur batu dibuat dari lempengan atau papan batu yang disusun persegi empat,
sehingga berbentuk peti mayat yang dilengkapi dengan alas dan bidang atasnya juga
berasal dari papan batu.
Sarkofagus
d). Kubur Batu
Kubur batu ini hampir sama dengan sarkofagus, begitu pula dengan fungsinya.
Bedanya terletak jika kubur batu ini terbuat dari lempengan/lembaran batu yang lepas-
lepas dan dipasang pada keempat sisinya, bagian alas serta bagian atasnya. Kubur peti
batu ini banyak ditemukan di daerah Kuningan, Jawa Barat.
Kubur Batu
Punden Berundak
f). Arca
Arca merupakan patung yang dibuat dengan menyerupai dari bentuk manusia serta
binatang. Binatang yang digambarkan, diantaranya seperti gajah, kerbau, kera, dan
harimau. Arca ini banyak ditemukan, antara lain seperti di Sumatera Selatan, Lampung,
Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Bentuk arca manusia bersifat dinamis yang berarti
wujud manusia dengan penampilan dinamis seperti arca batu gajah.
Arca batu gajah