Anda di halaman 1dari 10

TUGAS SEJARAH

HASIL-HASIL KEBUDAYAAN
PADA MASA PRAAKSARA DI INDONESIA

KELOMPOK 4

DISUSUN OLEH :

1. ALYA PUTRIANI RAHMAH

2. EKAHIDO SAPATI

3. HILAL MAHDI

4. NIELSYA NANDA SHAFIRA


A. Hasil Kebudayaan Paleolithikum

1. Kebudayaan Pacitan

 Kapak genggam

Peralatan dari batu yang berbentuk menyerupai kapak, tetapi tidak bertangkai, ujungnya
meruncing, dan penggunaannya dengan cara digenggam. Kapak genggam pertama kali ditemukan
oleh Von Koenigswald pada tahun 1935 di wilayah Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Melalui
penelitiannya, ia menyimpulkan bahwa kapak genggam atau chopper berasal dari budaya trinil
yang juga disebut sebagai masa pleistosen tengah. Kapak genggam biasanya digunakan manusia
purba untuk berburu.

 Kapak perimbas (chopper)

Kapak perimbas atau chopper adalah peralatan dari batu yang menyerupai kapak genggam,
namun ukurannya lebih besar dengan tajaman pada ujungnya berbentuk cembung dan lurus. Di
Indonesia, kapak ini ditemukan pertama kali oleh Koeningswald yang merupakan peneliti budaya 
tahun 1935. Koenigswald menemukan kapak ini di Gunung Pacitan serta Kali Baksoko, yang
kemudian diketahui pernah menjadi tempat hidup manusia purba.
 Alat-alat serpih

Alat serpih merupakan serpihan-serpihan dari batu yang dibuat sebagai kapak genggam.
Berukuran kecil, kurang lebih antara 4 hingga 10 cm. Terbuat dari bahan batuan seperti batu tufa,
gamping dan endap. Bentuknya surut (serut ujung, serut cekung, serut gigir) dan lancip (lengkung
dan oval). Di Indonesia, alat ini berasal dari masa Plestosen Tengah dan Atas.

2. Kebudayaan Ngandong

 Tulang Binatang atau Tanduk Rusa

Alat ini ditemukan di Sidorejo (dekat Ngawi). Salah satu bagian sisinya dibuat berbentuk runcing.
Pada umumnya alat dari tanduk rusa ini digunakan untuk berburu, memotong, mengolah makanan
hingga dijadikan alat untuk melindungi diri dari musuh dan binatang buas.
 Flakes

Alat ini ditemukan di daerah Sangiran yang berdekatan dengan Surakarta. Flakes adalah serpihan
sisa pembuatan kapak genggam yang dibentuk menjadi tajam. Flakes berfungsi sebagai serut,
penusuk, mengupas makanan, menangkap ikan serta mengumpulkan buah-buahan dan ubi.

C. Hasil Kebudayaan Mesolithikum

 Kjokkenmoddinger

Kjokkenmoddinger berasal dari bahasa Denmark, kjokken berarti dapur dan modding yang
artinya sampah. Kjokkenmoddinger adalah tumpukan sampah dapur berupa kulit siput dan kerang
yang menggunung dan tingginya bisa mencapai 7 meter. Peninggalan ini ditemukan di sepanjang
pantai timur Sumatera, antara Langsa di Aceh hingga Medan. Diduga, Kjokkenmoddinger telah
menumpuk dari generasi ke generasi karena masyarakatnya mulai menetap di sekitar pantai.
 Abis sous roche

Abis sous roche merupakan goa-goa yang digunakan sebagai tempat tinggal oleh manusia purba.
Manusia yang mendukung abris sous roche adalah manusia purba Papua Melanosoide. Abris sous
roche pertama kali dilakukan penelitian oleh Von Stein Callenfels di Goa Lawa dekat Sampung,
Ponorogo, pada 1928-1931. Berbeda dengan Kjokkenmoddinger, abris sous roche hanalah sebuah
ceruk yang ada di dalam batu karang yang cukup memberikan mereka perlindungan. Jika
diibaratkan dengan kondisi sekarang, abris sous roche adalah rumah bagi manusia purba.

C. Kebudayaan Zaman Neolitikum

 Kebudayaan Kapak Persegi

Nama kapak persegi pertama kali disebutkan oleh von Heine Geldern. Penamaan ini dikaitkan
dengan bentuk alat yang ditemukan, yaitu berbentuk persegi. Kapak persegi berbentuk persegi
panjang dan ada pula yang berbentuk trapesium. Kapak persegi yang besar sering disebut dengan
beliung atau cangkul, bahkan sudah ada yang diberi tangkai sehingga persis seperti bentuk cangkul
zaman sekarang. Sementara yang berukuran kecil dinamakan tarah atau tatah. Penyebaran alat-alat
ini terutama di Kepulauan Indonesia bagian barat, seperti Sumatera, Jawa, dan Bali.
 Kebudayaan Kapak Lonjong

Nama kapak lonjong berasal dari bentuk penampang alat ini yang berbentuk lonjong. Bentuk
keseluruhan alat ini lonjong sepeti bulat telur, di mana pada ujungnya yang lancip ditempatkan
tangkai dan bagian ujung yang bulat diasah hingga tajam. Kapak lonjong mempunyai berbagai
macam ukuran, yang besar sering disebut walzenbeil, sedangkan yang kecil dinamakan kleinbeil.
Penyebaran jenis kapak lonjong terutama di Kepulauan Indonesia bagian timur, seperti di daerah
Papua, Seram, dan Minahasa.

 Kapak Batu Chalcedon

Chalcedon adalah batu api dengan kadar silika tinggi. Pada zaman Neolitikum, kapak yang
terbuat dari batu chalcedon dipakai sebagai piranti upacara keagamaan, jimat, hingga tanda
kebesaran. Kapak batu chalcedon dipakai orang-orang Austronesia dan Austro-Asia (Khamer-
Indocina). Majunya kebudayaan orang-orang di zaman Neolitikum juga ditandai dengan
ditemukannya barang-barang perhiasan dan gerabah. Perhiasan saat itu, contohnya, gelang dari
batu. Batu yang paling kerap dipakai sebagai peralatan yaitu batuan kersikan (silicified stones).
Batuan ini memiliki memiliki beberapa bentuk jenis seperti gamping kersikan, tufa kersikan,
kalsedon, dan jasper.
D. Hasil Kebudayaan Logam

 Nekara

Nekara adalah semacam berumbung dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya
dan sisi atasnya tertutup. Ada juga yang mengatakan bahwa nekara seperti dandang terbalik.
Nekara umumnya digunakan dalam upacara keagamaan, seperti contohnya dalam ritual
pemanggilan hujan. Nekara banyak ditemukan di Sumatera, Bali, Sumbawa, Roti, Selayar, Leti,
dan kepulauan Kei.

 Kapak perunggu

Kapak ini ditemukan pada masa perundagian dan bercocok tanam ketika manusia semakin
pandai apalagi setelah berhasil mencampur timah dan juga tembaga untuk menghasilkan
logam. Ramphius menyebutkan bahwa kapak perunggu ditemukan di Indonesia pertama kali
pada awal dari abad ke-18.
 Perhiasan

Gelang dan cincin perunggu pada umumnya tanpa hiasan, tetapi ada pula yang dihias dengan
pola geometris atau pola bintang. Pola hias yang dikenal masyarakat saat itu adalah pola
tumpal, garis, tangga, duri ikan, dan spiral.

E. Hasil Kebudayaan Megalithikum

 Menhir

Menhir adalah alat pengikat antara arwah nenek moyang dengan anak cucunya. Sehingga
melalui tugu batu ini, mereka memuja arwah nenek moyangnya. Ukuran menhir bisa sangat
bervariasai, tetapi sering kali berbentuk meruncing ke arah atas. Di Indonesia, daerah
persebaran menhir cukup luas, di antaranya banyak ditemukan di Sumatera Barat, Pasemah
(Sumatera Selatan), Pugungharjo (Lampung), dll
 Dolmen

Dolmen atau meja batu adalah peninggalan zaman megalitikum yang terdiri dari sebuah
batu besar yang ditopang oleh batu-batu berukuran lebih kecil sebagai kakinya. Di Indonesia
dolmen ditemukan di Telagamukmin, Sumberjaya, Lampung Barat. Dolmen yang mempunyai
panjang 325 cm, lebar 145 cm, tinggi 115 cm ini disangga oleh beberapa batu besar dan kecil.
Hasil penggalian tidak menunjukkan adanya sisa-sisa penguburan.

 Sarkofagus

Sarkofagus adalah kubur batu yang terdiri dari wadah dan tutup yang umumnya terdapat
tonjolan pada ujungnya. Sarkofagus berfungsi sebagai tempat menyimpan mayat. Sarkofagus
pertama ditemukan warga di lahan kebun milik Putu Sengara di Banjar Dinas Kanginan, Desa
Sawan, Kecamatan Sawan.
 Punden berundak

Punden berundak merupakan suatu bangunan yang terbuat dari batu-batu besar berbentuk
struktur yang berundak-undak. Bangunan ini berupa bangunan terbuka berstruktur tingkat
yang tidak memiliki ruang, tidak memiliki atap dan pada umumnya semakin tinggi tingkatannya
semakin ke belakang letaknya. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat upacara dalam hubungan
dengan pemujaan arwah leluhur.

Punden berundak biasanya memiliki jumlah ganjil, umumnya terdiri atas 3 tingkatan.
Tingkatan ini dianggap memilik arti filosofis yaitu:

1. Tingkat pertama melambangkan kehidupan janin saat masih berada di dalam Rahim
2. Tingkat kedua melambangkan kehidupan manusia yang dijalani di dunia saat ini
3. Tingkatan ketiga melambangkan kehidupan manusia nantinya setelah meninggalkan
dunia ini.

Anda mungkin juga menyukai