Anda di halaman 1dari 5

Pengertian Zaman Neolitikum

Zaman neolitikum merupakan salah satu zaman pada masa prasejarah yang juga
dikenal sebagai zaman batu muda. Pada zaman ini kehidupan manusia sudah mulai maju
dengan adanya campur tangan dari Homo sapiens, peralatan yang digunakan umumnya
terbuat dari batu, dan hidup nomaden perlahan ditinggalkan.

Ciri-ciri zaman neolitikum


1. Pola Kehidupan
Pada zaman ini, wilayah Indonesia sudah mengalami pembauran dengan
beberapa ras migran. Salah satunya adalah ras Malayan Mongoloid yang dikenal
sebagai Melayu Austronesia dan berasal dari Yunan, China Selatan.
Ras ini datang dengan membawa pengetahuan berupa ilmu bercocok tanam
di ladang. Sementara itu kehidupan manusia purba yang tidak lagi nomaden juga
menjadi pemicu untuk melakukan kegiatan bercocok tanam.
Meskipun begitu, cara bercocok tanam yang diterapkan sangatlah sederhana.
Kegiatan berburu pun masih biasa dilakukan. Pada masa ini manusia sudah mampu
menghasilkan makanan sendiri yang disebut food producing.
2. Peralatan yang Digunakan
Sesuai dengan namanya, pada masa ini jenis peralatan yang digunakan
terbuat dari batu. Kemampuan manusia sudah cukup mumpuni untuk menghasilkan
peralatan yang memiliki nilai seni yang tinggi, salah satunya dengan mengasah
permukaan alat sampai benar-benar halus.
Beberapa jenis peralatan yang ditemukan pada zaman neolitikum yaitu kapak
lonjong dan kapang persegi serta mata panah dan mata tombak untuk keperluan
berburu.
Terkhusus kapak lonjong umumnya ditemukan di Indonesia bagian timur
terhitung dari Pulau Sulawesi hingga Papua, sedangkan kapak persegi kebanyakan
berada di Indonesia bagian barat.

Kebudayaan Zaman Neolitikum


1. Bercocok Tanam di Ladang
Kedatangan bangsa Melayu Austronesia mengajarkan ilmu baru. Mereka
membawa dengan membawa ilmu bercocok tanam di ladang ke nusantara. Pada
saat itu, mereka bercocok tanam beberapa jenis tanaman. Layaknya keladi, labu air,
sukun, ubi rambat, padi gaga, pisang, dan kelapa.
Pada saat itu, mereka juga sudah mengenal cara bertani dan berternak.
Kehidupan dengan solidaritas tinggi untuk mengatur kehidupan juga sudah
dipraktekkan. Misalnya dalam menebang hutan, menabur atau menanam benih,
membakar semak, mendirikan rumah, memetik hasil ladang, serta
menyelenggarakan upacara.
2. Ada pemimpin
Demi menjalani kehidupan yang teratur, pada kebudayaan neolitikum telah
mengenal pimpinan. Mereka mengangkat seseorang untuk mengatur kehidupan
bersama. Pemimpin (primus interpares atau disebut pula yang utama dari
sesamanya), itu semacam Ketua Suku/Ratu/Datuk.
3. Berhasil membuat aneka kerajinan
Berbagai kerajinan juga telah berhasil dibuat pada masa kebudayaan
neolitikum. Misalnya saja Gerabah, Anyam-anyaman, Pakaian dan Teknik Membuat
Perahu.

Corak Kehidupan Zaman Neolitikum


Sebagaimana telah disebutkan bahwa kehidupan manusia purba pada zaman
neolitikum mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat pada
beberapa aspek kehidupan seperti ekonomi, dan sosial.
1. Ekonomi
Perekonomian manusia purba pada zaman neolitikum secara umum
meningkat pesat. Manusia sudah mulai mengenal adanya sistem perdagangan yaitu
sistem tukar menukar barang atau yang kemudian dikenal sebagai barter.
2. Sosial
Manusia purba pada zaman neolitikum mulai mengenal pola-pola kehidupan
sosial yang ditandai dengan adanya peraturan hidup bersama yang dibuat dalam
suatu kelompok hidup.
Hal ini juga tidak lepas dari kehidupan yang tidak lagi nomaden. Selain itu
manusia juga sudah paham cara bercocok tanam, berburu dengan mata panah, serta
beternak.

Manusia Pendukung Zaman Neolitikum


Manusia pendukung pada zaman neolitikum diketahui hidup di bagian Indonesia
timur. Ada dua ras pendukung yang dibagi berdasarkan peralatannya yaitu kapak persegi
dan kapak lonjong. Kebudayaan kapak lonjong didukung oleh manusia yang berasal dari ras
Papua Melanesoide.
Adapun manusia pendukung kapak persegi berasal dari ras Proto-Melayu atau
Melayu Tua. Ras ini migrasi ke Indonesia pada sekitar tahun 2000 Sebelum Masehi dengan
menggunakan perahu bercadik. Adapun suku yang merupakan bagian dari ras ini adalah
Batak, Sasak, Toraja, dan Dayak.

Peninggalan Zaman Neolitikum


Ada cukup banyak peninggalan dari zaman neolitikum dan umumnya terbuat dari
batu. Contoh peralatan pada zaman neolitikum adalah kapak persegi, kapak lonjong,
perhiasan, pakaian yang terbuat dari kulit kayu, dan juga tembikar.
1. Kapak Persegi
Diketahui istilah kapak persegi mulanya digunakan oleh Van Heine Helderm.
Penamaan tersebut didasarkan pada penampang lintang yang bentuknya
menyerupai persegi panjang serta trapesium.
Penampang ini mempunyai ukuran bervariasi, untuk yang besar (beliung)
dipakai mencangkul, sedangkan yang kecil (tarah) dipakai memahat kayu.
Kapak ini terbuat dari batu biasa dan sebagian dari batu api. Banyak yang
meyakini bahwa kapak persegi yang terbuat dari batu api hanya digunakan untuk
keperluan upacara keagamaan dan juga sebagai tanda kebesaran.
Kapak ini banyak dijumpai di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara,
Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.
2. Kapak Lonjong
Kapak lonjong terbuat dari batu kali dengan warna kehitaman. Bentuknya
menyerupai bulat telur dengan ujung lancip yang berfungsi sebagai tempat tangkai,
sedangkan ujung yang lain dibuat setajam mungkin. Fungsi dari kapak lonjong sendiri
sama dengan kapak persegi.
Ukuran kapak lonjong bervariatif, untuk yang berukuran besar disebut
sebagai walzenbeil dan yang berukuran kecil disebut kleinbeil. Wilayah penemuan
kapak lonjong paling besar di Indonesai adalah dari Irian.
3. Pakaian Kulit Kayu
Pada zaman neolitikum manusia sudah bisa membuat pakaian sendiri dengan
bahan dasar kulit kayu. Hal ini ditandai dengan ditemukannya alat pemukul kulit
kayu di beberapa wilayah. Biasanya yang bertugas melakukan ini adalah kaum
wanita.
4. Perhiasan
Perhiasan juga sudah mulai dikenal manusia zaman neolitikum. Hal ini
terbukti dengan adanya penemuan berbagai jenis gelang yang terbuat dari batu
indah di wilayah Jawa dalam jumlah yang cukup besar. Selain itu ada pula kalung
yang terbuat dari bebatuan yang dicat atau dari batu akik.
5. Tembikar
Tembikar atau periuk belanga pertama kali ditemukan di puncak bukit kerang
di wilayah Sumatera. Saat ini tembikar hanya berupa serpihan kecil yang berserakan,
tetapi pada serpihan tersebut sudah ada gambar-gambar.
6. Dolmen
Dolmen adalah meja batu yang dijadikan sebagai tempat meletakkan sesaji
dan juga pemujaan terhadap arwah nenek moyang dan leluhur. Dolmen biasanya
diletakkan di atas sarkofagus dan berfungsi sebagai penutup peti tersebut.Wilayah
yang menjadi tempat penemuan dolmen adalah Besuki, Jawa Timur.
7. Kubur Batu
Kubur batu adalah peti yang terbuat dari batu dan berfungsi sebagai tempat
penyimpanan jenazah. Wilayah penemuan kubur batu antara lain adalah Pasemah
(Sumatera Selatan), Winosari (Yogyakarta), Cepu (Jawa Tengah), dan Cirebon (Jawa
Barat).
8. Sarkofagus
Sarkofagus juga merupakan peti penyimpanan jenazah yang berbentuk
menyerupai lesung atau palung. Peti ini terbuat dari batu utuh dan mempunyai
penutup yaitu dolmen. Kebanyakan sarkofagus ditemukan di Bali dan Bondowoso
(Jawa Timur).
9. Waruga
Waruga adalah kubur batu yang bentuknya bisa bulat ataupun kubus. Kubur
ini terbuat dari batu berukuran besar yang utuh. Wilayah penemuan waruga adalah
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara.

10. Menhir
Menhir adalah batu tunggal berukuran besar yang bentuknya menyerupai
tiang atau tugu. Batu ini berfungsi sebagai tanda peringatan akan arwah nenek
moyang dan leluhur. Wilayah penemuan menhir adalah Pasemah (Sumatera
Selatan), Lahat (Sumatera Selatan), Rembang (Jawa Tengah), dan Ngada (Flores).
11. Arca
Arca atau juga disebut patung adalah batu yang berbentuk manusia atau
binatang. Batu ini menjadi lambang terhadap nenek moyang yang menjadi tokoh
pujaan. Umumnya arca ditemukan di wilayah Pasemah (Sumatera Selatan) dan
Lembah Bada Lahat (Sumatera Selatan).
12. Punden Berundak
Punden berundah adalah begunan berteras yang menjadi tempat untuk
melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang. Punden berundak kemudian
dikenal sebagai cikal bakal candi di Indonesia.
Adapun lokasi penemuannya adalah Lebak Sibedug (Banten Selatan) serta
Kuningan dan Garut (Jawa Barat).

Kepercayaan Pada Zaman Neolitikum


Manusia pada zaman neolitikum juga mulai mengenal adanya dewa untuk disembah.
Tahap awal yang menunjukkan bahwa manusia memiliki kepercayaan yaitu mereka telah
mengetahui tata cara menguburkan mayat serta upacara pemujaan terhadap para leluhur
dan arwah nenek moyang.
Pada masa ini manusia percaya bahwa jiwa orang yang sudah meninggal akan hidup
di suatu alam yang disebut sebagai alam roh. Roh setiap orang pada alam tersebut
mempunyai tempat yang berbeda.
Hal tersebut tergantung pada amal perbuatan mereka ketika masih hidup dan
seberapa besar upacara penguburan yang dilaksanakan.
Adapun leluhur yang meninggal pada zaman neolitikum dibuatkan upacara
penguburan sesuai dengan kepercayaan mereka. Ada dua cara penguburan yang diterapkan
manusia pada zaman tersebut yaitu penguburan langsung dan penguburan tidak langsung.
1. Penguburan Langsung
Cara penguburan langsung yaitu mayat dikuburkan satu kali saja. Dalam hal
ini mayat langsung dikubur di dalam tanah atau juga bisa dengan menggunakan peti
atau wadah, lalu dikuburkan dalam tanah dengan diiringi upacara tertentu.
Peletakan mayat di dalam tanah mempunyai teknik tersendiri. Ada dua cara
yang bisa dilakukan yaitu mayat diletakkan secara membujur dan diletakkan secara
meringkuk atau terlipat. Arah mayat dibaringkan yaitu menghadap ke tempat arwah
nenek moyang dan roh bersemayam biasanya puncak gunung.
Manusia yang sudah meninggal tersebut juga diberi bekal berupa seekor
anjing, seekor unggas, dan juga manik-manik yang akan menemani menuju dunia
roh. Sistem penguburan langsung umumnya dilakukan di wilayah Anyer (Jawa Barat)
dan Plawangan (Jawa Tengah).
2. Penguburan tidak langsung
Berbeda dengan cara penguburan sebelumnya, teknik penguburan tidak
langsung harus melalui beberapa tahap. Pertama, mayat dikuburkan seperti cara
penguburan langsung yaitu dimakamkan di dalam tanah tanpa melalui suatu upacara
tertentu. Setelah itu akan dilanjutkan kembali ketika mayat tinggal kerangka saja.
Makan tersebut digali kembali untuk mengambil kerangka sisa mayat, lalu
kerangka tersebut dicuci, kemudian diberikan hematit pada bagian sendi-sendi
tulang. Selanjutnya kerangka tersebut diletakkan pada tempayan yang dikenal
dengan sebutan sarkofagus.
Puncak dari kegiatan upacara penguburan adalah pendirian bagunan batu
berukuran besar yang disebut sebagai megalith. Metode penguburan tidak langsung
umumnya diterapkan di wilayah Lesung Batu (Sumatera Selatan), Gilimanuk (Bali),
Melolo (Sumba), dan juga Lomblen Flores (Nusa Tenggara Timur).

Revolusi kebudayaan zaman neolitikum


Revolusi kebudayaan yang paling tampak dari zaman neolitikum adalah pola hidup
manusia yang awalnya berburu dan meramu (food gathering) berubah menjadi bercocok
tanam (food producing).
Kehidupan manusia yang sebelumnya nomaden juga berubah dengan menetap pada
suatu wilayah.

Persamaan Zaman Neolitikum dan Megalitikum


Beberapa persamaan antara zaman neolitikum dan zaman megalitikum dapat dilihat
dari kehidupan dan peralatan yang digunakan manusia pada masa itu.
Pola hidup manusia tidak berubah yaitu menetap dalam suatu wilayah tertentu dan
menerapkan teknik bercocok tanam (food producing). Adapun untuk jenis peralatan yang
digunakan dalam hal ini adalah bahan bakunya yaitu masih berasal dari batu yang
dihaluskan.
Dengan begitu alat yang dihasilkan terasa lebih halus dan banyak yang memiliki nilai
seni yang tinggi. Hal ini tidak lepas karena manusia sudah mulai mengenal tentang kesenian.

Anda mungkin juga menyukai