Zaman prasejarah adalah zaman pada saat manusia belum mengenal tulisan
(Disebut juga zaman belum ada tulisan). Dimulai sejak adanya manusia sampai
manusia mengenal tulisan. Sumber yang digunakan untuk mengetahui kehidupan
prasejarah antara lain fosil dan artefak. Fosil adalah sisa mahluk yang telah
membatu (menjadi batu). Fosil yang dapat memberi petunjuk disebut fosil pandu
( Keifosil); Artefak adalah alat-alat yang digunakan manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya (terbuat dari batu, tulang maupun logam).
Cara mempelajari peninggalan sejarah zaman purba ada dua cara :
Cara stratigrafi adalah cara mempelajari peninggalan purba berdasarkan
letaknya di dalam lapisan tanah (sesuai lapisan tanah)
Cara Tipologi adalah cara mempelajari peninggalan purba dengan
mengelompokkan benda-benda purbakala ke dalam kelompok yang
sejenis.
Zaman Batu
Zaman Batu. Yaitu zaman dimana semua peralatan dibuat dari batu. Dibedakan
menjadi empat yaitu :
Zaman Batu Tua (Palaeolithicum) Memiliki ciri-ciri : Peralatan terbuat dari
batu; Jenis alat yang digunakan (Kapak genggam, kapak perimbas dan alat
serpih); Manusia hidup mencari makan dengan meramu dan berburu;
Bertempat tinggal berpindah-pindah (nomaden); Belum mengenal seni.
Zaman Batu Madya (mesolithicum). Memiliki ciri-ciri : Peralatan terbuat
dari batu; Jenis alat yang digunakan (Kapak genggam, kapak perimbas dan
alat serpih); Manusia hidup mencari makan dengan meramu dan berburu;
Bertempat tinggal berpindah-pindah (nomaden); Ditemukannya
Kjokkenmoddinger (bukit-bukit karang hasil sampah dapur);
ditemukannya Abris Sous Roche (gua-gua sebagai tempat tinggal); Sudah
mengenal seni (lukisan pada dinding gua berbentuk cap tangan dan babi
hutan; Alat yang digunakan disebut peble/Kapak Sumatra.
Zaman Batu Muda (neolithicum). Zaman ini merupakan revolusi pada
zaman prasejarah (terjadi perubahan yang mendasar). Dan telah
mengenal hasil-hasil kebudayaan sebagai berikut : Peralatan sudah
dihaluskan, diberi tangkai. Jenis alat yang digunakan kapak persegi dan
lonjong; Pakaiannya dari kulit kayu, perhiasannya dari batu dan manik;
Telah bertempat tinggal menetap (sedenter); Telah menganut
kepercayaan animisme dan dinamisme .
Zaman Batu Besar (megalithicum). Hasil kebudayaannya umumnya
terbuat dari batu dalam ukuran besar. Hasil benda-bendanya sebagai
berikut : Menhir yaitu tugu yang terbuat dari batu besar (untuk tempat
memuja arwah leluhur); Dolmen yaitu meja batu yang digunakan untuk
meletakkan sesaji; Kubur batu yaitu tempat menyimpan mayat.; Waruga
yaitu kubur batu yang berbentuk kubus; Sarkofagus yaitu kubur batu yang
berbentuk lesung; Punden berundak yaitu batu yang disusun berundak-
undak (bertingkat) .
Zaman Logam
Zaman logam. Yaitu zaman dimana manusia sudah menggunakan peralatan yang
dibuat dari logam. Zaman ini dibedakan menjadi tiga yaitu:
Zaman perunggu. Yaitu zaman dimana peralatan yang digunakan di buat
dari perunggu, diantaranya : Nekara Yaitu genderang besar terbuat dari
perunggu yang digunakan untuk upacara mengundang hujan. Nekara
terbesar ditemukan di Bali yang disimpan di Pura Besakih yang disebut
The Moon Of Pejeng; Moko yaitu genderang kecil terbuat dari perunggu
yang digunakan untuk upacara keagamaan atau mas kawin; Kapak corong
– kapak sepatu; Arca perunggu berbentuk orang atau binatang; Bejana
perunggu berbentuk gitar spanyol tanpa tangkai; Perhiasan perunggu
berupa gelang, cincin, dan kalung.
Zaman Tembaga. Indonesia tidak mengalami zaman tembaga, setelah
zaman perunggu Indonesia memasuki zaman besi.
Zaman Besi. Menghasilkan benda peralatan hidup dan senjata, antara lain
tombak, mata panah, cangkul, sabit dan mata bajak.
Bangsa Indonesia termasuk keturunan periode proto Melayu adalah suku Toraja
dan Suku Dayak. Keturunan Deutro Melayu adalah suku Jawa dan Bugis. Bangsa
Indonesai telah mengenal animisme (yaitu kepercayaan yang meyakini bahwa
setiap mahluk/benda memiliki roh/jiwa/nyawa) dan dinamisme (yaitu
kepercayaan yang meyakini bahwa setiap mahluk/benda memiliki kekuatan gaib).
Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Sebelum dan Sesudah Mengenal
Tulisan
Akibat dari tiadanya informasi dalam bentuk tulisan ini maka para peneliti sangat
sukar untuk mengetahui kehidupan masa prasejarah ini. Manusia-manusia
prasejarah hanya meninggalkan benda dan artefak kebudayaan mereka. Dengan
demikian, para peneliti hanya mampu menafsirkan tentang kehidupan manusia
masa prasejarah berdasarkan peninggalan-peninggalan yang ditemukan.
Seorang tetua Timor dari suku Nabuasa, Nusa Tenggara, tinggal menceritakan
kembali asal-usul sukunya (Tradisi lisan).
Pada masyarakat yang belum mengenal tulisan kisah sejarah disebarluaskan dan
diwariskan secara lisan sehingga menjadi bagian dari tradisi lisan mereka. Sebuah
tradisi lisan seringkali mengisahkan pengalaman masa lampau jauh ke belakang,
sejak adanya manusia pertama bahkan sebelum adanya manusia sampai
terciptanya suatu kolektif yang dikenal sebagai masyarakat atau pun suku bangsa.
Sebagai sebuah karya sejarah tradisional maka tradisi lisan tidak menggunakan
prosedur penulisan sejarah ilmiah. Karya-karya yang disebarkan melalui tradisi
lisan seringkali memuat sesuatu yang bersifat supra-natural di luar jangkauan
pemikiran manusia. Dalam karya-karya tersebut antara fakta dan imajinasi serta
fantasi bercampur baur.
Karya-karya dalam tradisi lisan biasanya dikenal sebagai bagian dari folklor. Tradisi
lisan ini antara lain berupa mitos, legenda, dan dongeng. Tradisi lisan itu
kemudian disebarkan dan diwariskan. Dalam pandangan sejarah modern
tentunya cerita rakyat semacam itu tidaklah mengandung nilai sejarah. Akan
tetapi, bagi masyarakat tradisional hal itu dianggap sebagai sesuatu yang benar-
benar terjadi. Cerita itu kemudian dijadikan sebagian dari simbol identitas
bersama mereka dan sebagai alat legitimasi tentang keberadaan mereka.
Penyebaran dan pewarisan tradisi lisan memiliki banyak versi tentang satu cerita
yang sama. Hal ini menunjukkan dalam penyebaran dan pewarisan tradisi lisan
telah terjadi pembiasan dari kisah aslinya, walaupun seringkali tokoh yang
menjadi figur dalam cerita itu adalah tokoh sejarah. Hal ini disebabkan ingatan
manusia yang terbatas dan adanya keinginan untuk memberikan variasi-variasi
baru pada cerita-cerita itu. Oleh karena itu, kisah sejarah yang disalurkan lewat
tradisi lisan itu akan terus mengalami perubahan. Perubahan yang diakibatkan
oleh imajinasi dan fantasi dari pencerita. Akibatnya, fakta sejarah itu makin kabur
atau tenggelam sama sekali karena adanya penambahan atau pengurangan dari
masing-masing nara sumber.
Contoh lainnya, yaitu epos tentang Hang Tuah, pahlawan Melayu yang
merupakan tokoh sejarah. Karena dijalin oleh berbagai tambahan dan penafsiran
yang subjektif maka tokoh Hang Tuah mengalami proses metamorfosis menjadi
tokoh dongeng. Hang Tuah digambarkan tidak pernah mati. Ia selalu hidup terus
dan sesekali muncul menolong bangsa Melayu. Tradisi lisan Hang Tuah ini
akhirnya dinaskahkan. Akan tetapi, karena penulisannya tidak berazaskan ilmiah,
kisah Hang Tuah menyimpang dari fakta sejarah sesungguhnya dan menjadi
dongeng atau cerita dalam rangka kesusastraan lama. Di Jawa tokoh-tokoh
penyebar Islam pada masa awal penyebaran Islam yang dikenal sebagai para wali,
kemudian juga dikenal sebagai tokoh legenda yang memiliki kemampuan supra-
natural dan makamnya dianggap keramat dan ditafsirkan oleh masyarakat yang
belum mengenal tulisan. Dalam pewarisan dari mulut ke mulut, dari generasi ke
generasi, terdapat banyak keberpihakan dalam penafsiran dan penjelasan suatu
peristiwa masa lalu, walaupun demikian, tradisi lisan memiliki fungsi yang
penting bagi masyarakatnya. Tradisi lisan dalam bentuk mitos, legenda maupun
dongeng melukiskan kondisi fakta mental dari masyarakat pendukungnya. Tradisi
lisan juga merupakan simbol identitas bersama masyarakatnya sehingga tradisi
lisan juga merupakan simbol solidaritas dari masyarakatnya. Tradisi lisan juga
menjadi alat legitimasi bagi keberadaan suatu kolektif, baik sebuah marga,
masyarakat maupun suku bangsa.
Sehubungan dengan hal itu, tradisi lisan tidaklah melukiskan kenyataan atau fakta
yang sesungguhnya. Walaupun tokoh-tokoh dan waktu terjadinya peristiwa itu
memang benar-benar ada, tetapi keseluruhan kisahnya banyak mengalami
perubahan. Hal-hal yang pada awalnya merupakan fakta atau kenyataan,
akhirnya menjadi bentuk mitos dan legenda karena adanya penambahan-
penambahan atau pengurangan fakta sejarah. Dalam bentuk mitos dan legenda
sulit sekali memisahkan antara fakta dengan kepercayaan yang ditafsirkan oleh
masyarakat yang belum mengenal tulisan.
Dalam pewarisan dari mulut ke mulut, dari generasi ke generasi, terdapat banyak
keberpihakan dalam penafsiran dan penjelasan suatu peristiwa masa lalu,
walaupun demikian, tradisi lisan memiliki fungsi yang penting bagi
masyarakatnya. Tradisi lisan dalam bentuk mitos, legenda, maupun dongeng
melukiskan kondisi fakta mental (mentifact) dari masyarakat pendukungnya.
Tradisi lisan juga bisa merupakan simbol identitas bersama masyarakatnya
sehingga tradisi lisan juga bisa menjadi simbol solidaritas dari masyarakatnya.
Tradisi lisan ini juga menjadi alat legitimasi bagi keberadaan suatu komunitas
yang manyangkut suku bangsa.