Anda di halaman 1dari 19

1.

Kehidupan Pada Masa Pra Aksara di Indonesia

Mempelajari bagaiman kehidupan dimasalalu merupakan kegiatan yang amat menarik.


Kahidupan manusia dari jaman kezaman senantiasa mengalami perkembangan. Kehidupan
manusia pada jaman pra aksara atau jaman pra sejarah dapat di pelajari melalui berbagai
temuan fosil dan artefak sisa kehidupan dimasa lalu. Kehidupan manusia purba adalah
kehidupan yang amat sederhana. Manusia purba hidup dan memenuhi kebutuhanya dengan
cara berburu dan meramu, berpindah pindah dari satu empat ketempat lain (nomaden). Pada
masa pra sejarah manusia belum mengenal tulisan sehingga masa ini di sebut dengan masa pra
aksara. Sejak pertama kali bumi diciptakan hingga saat ini, bumi telah banyak sekali mengalami
perubahan dan perkebangan. Diperkirakan bumi saat ini telah berusia kurang lebih 2.500 juta
tahun. Para ahli geologi membagi masa perkembangan bumi mejadi beberapa zaman yaitu
arkeozoikum, paleozoikum, mesozoikum, neozoikum.
1. Zaman Arkeozoikum. Merupakan zaman tertua, berlangsung kira-kira 2.500 juta tahun yang
lalu. Pada masa itu bumi dalam proses pembentukan, permukaan bumi masih sangat panas
sehingga belum terdapat makluk hidup yang tinggal di bumi.

Pada Zaman Arkeozoikum. Gambar : agus-generatio.blogspot.nl


2. Zaman Paleozoikum Disebut juga sebagai zaman primer, berlangsung kira-kira 340 juta tahun
yang lalu. Zaman ini ditandai dengan terjadinya penurunan suhu yang amat derastis di bumi,
bumi mendingin. Pada masa ini lah makluk hidup pertamakali diperkirakan muncul, yaitu makluk
bersel satu dan tidak bertulang belakang seperti bakteri, serta sejenis amfibi.
3. Zaman Mesozoikum Disebut juga sebagai zaman sekunder, berlangsung kira-kira 140 juta
tahun yang lalu. Zaman ini ditandai dengan munculnya hewan-hewan reptile besar (dinosaurus)
olah karena itu jaman ini disebut juga zaman reptile.
4. Zaman Neozoikum Zaman Neozoikum berlangsung kira-kira 60 juta tahun yang lalu. Kahidupan
di zaman ini mulai stabil, berkembang dan beragam. Zaman ini di bagi menjadi beberapa: a.
Zaman Tersier, ditandai dengan mulai berkurangnya hewan-hewan besar. Telah memeiliki
berbagai jenis binatang menyusui, diantaranya kera dan monyet. b. Zaman Sekunder, ditandai
dengan munculnya tenda-tanda kehidupan manusia purba. Zaman ini dibagi kembali menjadi 2
jaman yaitu: 1) Zaman Pleistosen/dilivium (zaman es/glasial), masa ini ditandai mulai
mencairnya es di kutub utara karena perubahan iklim. Berlangsung sekitar 600.000 tahun yang
lalu. Pada masa inilah kehidupan manusia mulai ada. Berlangsung sekitar 600.000 tahun yang
lalu. 2) Zaman Holosen/alluvium, masa ini ditandai dengan munculnya hamo sapiens,
merupakan nenek moyang manusia modern saat ini. Masa ini berlangsung sekitar 20.000 tahun
yang lalu.
A. Pengertian Praaksara atau Prasejarah.
Praaksara atau prasejarah merupakan kurun waktu (zaman) pada saat manusia belum
menganal tulisan atau huruf. Praaksara disebut juga zaman nirleka, yaitu zaman tidak ada
tulisan. Setelah manusia mengenal tulisan maka disebut zaman sejarah. Berakhirnya zaman
prasejarah setiap bangsa berbedabeda berdasarkan perkembangan setiap bangsa tersebut
serta informasi yang masuk ke bangsa itu.
Misalnya bangsa Mesir Kuno meninggalkan zaman praaksara sekitar 4000 SM, bangsa Sumeria
dan Dravida meninggalkan zaman praaksara sekitar 3000 SM, sedangkan bangsa Indonesia
meninggalkan zaman praaksara 400 M.

B. Jenis-jenis Manusia Purba di Indonesia.


Dari hasil penelitian dan penemuan fosil, oleh para ahli purbakala manusia purba banyak di
temukan di Indonesia terutama di Pulau Jawa. Manusia purba pada masa lampu telah tinggal di
beberapa daerah di Pulau Jawa diantaranya di Lembah Bengawan Solo (Jawa Tengah) dan di
Lembah Sungai Brantas (Jawa Timur). Dia daerah daerah tersebut di atas banyak di temukan
fosil manusia purba. Di Indonesia terdapat beberapa jenis manusia purba diantaranya
Meganthropus paleojavanicus, Pithacanthropus erectus, dan Homo (manusia purba modern).

Fosil adalah bagian makhluk hidup yang telah membatu. Gambar : ronalys.blogspot.com

1. Meganthropus paleojavanicus. Meganthropus paleojavanicus artinya manusia purba yang


besar dan tertua di Jawa. Manusia purba ini memiliki ciri tubuh yang kekar, diperkirakan sebagai
manusia purba yang paling tua diantara manusia purba yang lain. Fosil manusia purba
meganthropus paleojavanicus ditemukan dan diteliti oleh Dr. G.H.R. von Koenigswald pada
tahun 1936 dan 1941. Pertama kali fosil makhluk ini ditemukan di Sangiran, daerah lembah
Bengawan Solo, dekat Surakarta. Dari yang dapat dilihat ukuran fosil itu, meganthropus
paleojavanicus berbadan besar dengan rahang besar, kening menonjol, dan tulang tebal. Dari
keadaan itu, maka makhluk Sangiran tersebut dinamakan Meganthropus Paleojavanicus (mega
= besar, anthropos = manusia, paleo = purba, javanicus = manusia jawa). Meganthropus hidup
sekitar 2 juta tahun sebelum masehi dan hidup dengan makan tumbuh-tumbuhan. Makhluk
tersebut termasuk jenis Homo Hobilis.
2. Pithacanthropus erectus. Pithacanthropus erectus artinya manusia kera yang berjalan tegak.
Manusia purba ini memiliki ciri-ciri berbadan tegak, dan memiliki tinggi banadan antara 165-180
cm. Pithacanthropus erectus merupakan manusia purba yang paling banyak di temukan di
Indonesia diantaranya di Mojokerto, Kedungtrubus, Trinil, Sangiran, Sambungmacan, dan
Ngandong. Pertama kali di temukan oleh Eugene Dubois di Trinil dekat Sungai Bengawan Solo,
Surakarta, tahun 1891.
3. Homo. Homo berarti manusia. Manusia purba jenis ini memiliki ciri yang lebih sempurna di
bandingkan dengan Meganthropus paleojavanicus dan Pithecantropus erectus. Beberapa jenis
homo yang di temukan di Indonesia antara lain.
 Homo Soloensis, artinya manusia dari Solo. Ditemukan pada tahun 1931-1934, olah Ter Haar dan Ir.
Oppenorth di Ngandong, Lembah Sungai Bengawan Solo. Ciri-ciri Homo Soloensi yaitu berjalan tegak
dengan tinggi badan 180 cm, tengkoraknya lebih besar dari Pithacantropus erectus.
 Homo Wajakensis, artinya manusia dari Wajak. Ditemukan pada tahun 1889, olah Van Reitschoten
di Wajak, Tulungagung, Jawa Timur. Ciri-ciri Homo Soloensi yaitu berjalan tegak dengan tinggi badan
130-210 cm, tengkoraknya lebih bulat muka tidak terlalu menjorok ke depan, dan telah memiliki
kemampuan membuat peralatan dari batu, tulang dan kayu.
 Homo Sapiens, artinya manusia cerdas. Merupakan generasi terakhir dari manusia purba. Homo
sapiens hidup di Zaman Holosen sekitar 4000 tahun yang lalu. Memiliki ciri-ciri fisik yang sudah
hampir sama dengan manusia modern saat ini.

C. Perkembangan Kehidupan Manusia Purba di Indonesia.


Kehidupan manusia purba pada masa praaksara senantiasa mengalami perubahan dan
perkembangan. Perubahan dan perkembangan itu dapat di jelaskan sebagai berikut.

1. Masa Berburu dan Meramu Kehidupan.


Manusia purba masa berburu dan meramu senantiasa berpindah-pindah (nomaden).
Kehidupan pada masa berburu dan meramu disebut food gathering artinya mengumpulkan
makanan yang di sediakan oleh alam tanpa mengolah atau menanam terlebih dahulu. Alat-alat
yang digunakan pada masa itu antara lain kapak perimbas untuk marimbas kayu, menguliti
binatang, dan memecah tulang; kapak genggam untuk menggali umbi dan memotong hewan
buruan; dan alat serpih digunkaan sebagai pisau.

2. Masa Bercocok Tanam Pada.


Masa ini manusia purba sudah mengenal bercocok tanam (food producing). Namun demikian
kehidupan berburu dan merapu tidak sepenuhnya ditinggalkan. Masa ini pula manusia purba
mulai tinggal menetap (sedenter) di suatu kampung dengan rumah panggung. Alat-alat yang di
gunakan pada masa bercocok tanam berasal dari batu yang telah di haluskan, antara lain mata
panah untuk berburu; barang pecah belah dari tanah liat (gerabah); beliung persegi untuk
menebang kayu dan mencangkul; kapak lonjong untuk mengolah tanah.

3. Masa Perundagian (Pertukangan)


Pada masa ini manusia sudah mengenal teknologi sederhana dan pembagian kerja. Saat itu
manusia menganal pertukangan dan pengecoran logam seperti perunggu, tembaga dan besi
sebagai barangbarang kebutuhan rumah tangga.

a. Nekara dan Moko, berbentuk seperti tambur atau dandang terbalik. Digunkaan pada upacara
adapt sebagai benda pusaka.
Nekara. Sumber : zulkhanbrambang.blogspot.com

b. Kapak perunggu/kapak corong, berbentuk menyerupai corong terbuat dari perunggu.

Kapak Perunggu. Sumber : museumnasional.wordpress.com

c. Benda-benda lain, seperti bejana perunggu, manik-manik, gerabah dan mata tombak.

Mata Tombak. Sumber : en.wikipedia.org


D. Sistem Kepercayaan Manusia Purba.
Pada Masa Praaksara Seiring dengan perkembangan kemampuan berfikir, manusia purba mulai
mengenal kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan lain di luar dirinya. Untuk menjalankan
kepercayaan yang diyakininya manusia purba malakukan berbagai upacara dan ritual. Sistem
akepercayaan yang di anut manusia pada masa prakasara atau masa prasejarah antara lain
animisme, dinamisme, totemisme, dan shamanisme.
a. Animisme, adalah percaya pada roh nenek moyang maupun roh-roh lain yang mempengaruhi
kehidupan mereka. Upaya yang dilakukan agar roh-roh tersebut tidak mengganggu adalah
dengan memberikan sesaji.

b. Dinamisme, adalah percaya pada kekuatan alam dan benda-benda yang memiliki gaib.
Manusia purba melakukanya dengan menyembah batu atau pohon besar, gunung, laut, gua,
keris, azimat, dan patung.

c. Totemisme, adalah percaya pada binatang yang dinganggap suci dan memiliki kekuatan.
Dalam melakukan upacara ritual pemujaan manusia purba membutuhkan sarana, dengan
membangun bangunan dari batu yang dipahat dengan ukuran yang besar. Masa ini di sebut
sebagai kebudayaan Megalitikum (kebudayaan batu besar).

Bangunan yang di buat pada masa megalitikum diantaranya.


a. Menhir, adalah tiang atau tugu batu yang berfungsi sebagai prasasti dan melambangkan
kehormatan arwah nenek moyang.

Menhir. Sumber : www.jiroolcott.com


Menhir. Besar perbandingan

b. Dolmen, adalah meja batu untuk meletakkan sesaji.

Dolmen. Sumber : europebyfootball.wordpress.com

c. Peti Kubur Batu, adalah lempeng batu besar berbentuk kotak persegi panjang berfungsi
sebagai peti jenazah.

Peti Kubur Batu. Sumber : belajarbarengsilvie.blogspot.com

d. Sarkofagus, adalah batu besar yang di pahat berbentuk mangkuk terdiri dari dua keeping
yang ditangkupkan menjadi satu. Berfungsi sebagai peti jenazah.
Sarkofagus. Sumber : bilisitungkir.wordpress.com

e. Punden Berundak, adalah bangunan berupa batu susunan batu berundak seperti candi.
Digunakan untuk upacara pemujaan.

Punden Berundak. Sumber : wa-iki.blogspot.com

f. Waruga, adalah peti kubur batu berukuran kecil, berbentuk kubus dan memiliki tutup
lempengan batu yang lebar.

Waruga. Sumber : marlinasimin.blogspot.com

2. Berakhirnya Masa Praaksara di Indonesia

Berakhirnya masa praaksara tiap-tiap bangsa tidak bersamaan. Mengapa demikian? Hal ini berkaitan erat
dengan tingkat peradaban dari bangsa-bangsa yang bersangkutan. Bangsa Sumeria misalnya, telah mengenal
tulisan sejak 4000 SM. Bangsa Sumeria menggunakansimbol-simbol sebagai huruf yang disebut piktograf.
Sedangkan, Bangsa Mesir Kuno mengenal tulisan sejak 3000 SM. Tulisan Bangsa Mesir Kuno hampir sama
dengan tulisan Bangsa Sumeria. Hanya perbedaannya, huruf Bangsa Mesir Kuno menggunakan simbol-simbol
seperti perkakas, hewan, atau alat transportasi tertentu. Huruf ini disebut hieroglif.

Hieroglif. Sumber : depositphotos.com

Indonesia mengakhiri masa praaksara pada awal abad ke-5 Masehi. Para pedagang India datang pada saat itu
dan membawa kebudayaan dari India berupa seni arsitektur bangunan, sistem pemerintahan, seni sastra dan
tulisan. Tulisan tertua di Indonesia terdapat di Batu Yupa, Kutai, Kalimantan Timur. Tulisan tersebut
menggunakan huruf Pallawa. Sejak berakhirnya masa praaksara, muncullah masa aksara (masa sejarah). Di
Indonesia, sudah mengalami kemajuan. Sistem pemerintahan kerajaan mulai berkembang, agama Hindu-
Buddha mulai berkembang. Kegiatan perdagangan dan pelayaran pun semakin maju.

Huruf Pallawa. Sumber : id.wikipedia.org

4. MASA PERUNDAGIAN
a) Kehidupan Sosial

1. Jumlah penduduk semakin bertambah. Kepadatan penduduk bertambah, pertanian dan


peternakan semakin maju, mereka memiliki pengalaman dalam bertani dan berternak mereka
mengenal cara bercocok tanam yang sederhana;

2. Mereka memiliki pengetahuan tentang gejala alam dan musim, mereka mulai dapat
memperkirakan peristiwa alam dan memperhitungkan musim tanam dan musim panen;

3. Dengan diterapkan sistem persawahan maka pembagian waktu dan kerja semakin diketatkan;
4. Dalam masyarakat muncul golongan undagi, mereka merupakan golongan yang terampil untuk
melakukan perkerjaan seperti pembuatan rumah kayu, gerobak, maupun benda logam. Pertanian
tetap menjadi usaha utama masyarakat;

5. Dari segi sosial, kehidupan masyarakat zaman ini semakin teratur. Contohnya : ada pembagian
kerja yang baik berdasarkan kemampuan yang dimiliki masing-masing individu;

6. Pembagian kerja semakin komplek dimana perempuan tidak hanya bekerja di rumah tetapi juga
berdagang di pasar.

b) Kehidupan Budaya

1. Masyarakat zaman ini telah menunjukkan tingkat budaya yang tinggi terlihat dari berbagai bentuk
benda seni dan upacara yang ditemukan menunjukkan keterampilan masyarakat perundagian yang
tinggi;

2. Zaman ini ditandai dengan pesatnya kemampuan membuat alat-alat akibat perkembangan
teknologi. Mereka menemukan teknologi peleburan biji logam. Oleh karena itu, semakin banyak
manusia yang menggunakan logam untuk memenuhi perkakas hidupnya;

3. Pada zaman perunggu, orang dapat memperoleh jenis logam yang lebih keras daripada tembaga,
sebab perunggu merupakan logam campuran dari tembaga dan timah. Sehingga dapat dikatakan
bahwa kebudayaan manusia pada zaman ini jauh lebih tinggi. Terbukti masyarakatnya sudah
mengenal teknologi peleburan dan pencampuran logam.;

4. Pada zaman besi, manusia telah menemukan logam yang jauh lebih keras lagi dimana harus
dileburkan pada titik lebur yang cukup tinggi. Sehingga alat-alat pada zaman ini telah lebih sempurna
daripada sebelumnya. Kemampuan membuat benda-benada jauh lebih tinggi tingkatannya
dibandingkan dengan masa sebelumnya. Teknologi peleburan logam yang digunakan adalah dengan
sistem pemanasan, pencetakan logam, pencampuran logam dan penempaan logam;

5. Pada zaman Perundagian peralatan gerabah masih ditemukan dengan teknologi yang semakin
maju. Hal ini menunjukkan bahwa peranan alat-alat dari gerabah tersebut tidak dapat digantikan
dengan mudah oleh alat-alat dari dari logam.

c) Teknologi

1. Teknologi dapat dilihat dari pembuatan alat-alat pada masa itu. Terlebih lagi teknologi tersebut
terlihat pada masa penggunaan alat-alat dari logam. Hal ini disebabkan karena teknik yang
digunakan untuk membuat alat-alat dari logam tersebut diadopsi dari teknik membuat logam di
daratan Cina;

2. Logam digunakan sebab penggunaan alat bercocok tanam dari logam lebih efisien selain itu
memiliki nilai artistik yang lebih tinggi jika dibandingkan alat-alat dari batu;
3. Zaman logam disebut juga zaman perundagian dimana masyarakat telah mampu membuat
peralatan dengan teknologi sederhana dengan bahan baku logam;

4. Teknik yang digunakan pada masa itu adalah teknik a cire perdue. Caranya sebagai berikut :
1. Benda yang hendak dibuat, terlebih dulu dibuat dari lilin lengkap dengan segala bagiannya;

2. Model lilin tersebut kemudian ditutup dengan tanah;

3. Dengan cara dipanaskan maka tanah tersebut akan menjadi keras, sedangkan lilinnya akan cair
dan mengalir keluar dari lubang yang ada dalam selubung;

4. Jika lilin telah habis maka logam cair dapat dituang ke tempat lilin tadi;

5. Setelah dingin, selubung tanah dipecah dan jadilah benda yang kita kehendakai yang terbuat
dari logam.

Budaya Masa Pra-Sejarah Indonesia


Berbicara perkara kehidupan manusia, khususnya dalam arena prasejarah, tentu tidak akan terlepas
dari perkara yang lain yaitu lingkungan alam dan budaya. Aspek lingkungan ini merupakan salah satu
unsur penting pembentuk suatu budaya masyarakat. Manusia masa prasejarah masih sangat
menggantungkan hidupnya pada alarn, oleh karena itu hubungan yang begitu dekat antara manusia
dengan lingkungan membawa konsekuensi bahwa manusia hams senantiasa beradaptasi dengan
lingkungan yang ditempati, salah satunya tercermin dari hasil budaya. Untuk mendapatkan
penjelasan tentang kehidupan manusia masa prasejarah maka perlu mengintegrasikan antara
tinggalan manusia, tinggalan budaya, dan lingkungan alamnya. Dengan demikian studi tentang
hubungan antara manusia, budaya, dan lingkungan alam masa prasejarah merupakan topik yang
tetap aktual menarik, dan perlu dikembangkan dalam disiplin ilmu arkeologi. Nilai-nilai budaya masa
prasejarah artinya, konsep-konsep umum tentang masalah-masalah dasar yang sangat penting dan
bernilai bagi kehidupan masyarakat prasejarah di Indonesia. Konsep-konsep umum dan penting itu
hingga kini masih tersebar luas di kalangan masyarakat Indonesia. Nilai-nilai budaya masa
prasejarah Indonesia itu masih terlihat dalam bentuk kegiatan-kegiatan berikut:
1. Mengenal Astronomi

Pengetahuan tentang astronomi sangat penting dalam kehidupan mereka terutama pada saat
berlayar waktu malam hari. Astronomi juga, penting artinya dalam menentukan musim untuk
keperluan pertanian.

2. Mengatur Masyarakat

Dalam kehidupan kelompok masyarakat yang sudah menetap diperlukan adanya aturan-aturan
dalam masyarakat. Pada masyarakat dari desa-desa kuno di Indonesia telah memiliki aturan
kehidupan yang demokratis. Hal ini dapat ditunjukkan dalam musyawarah dan mufakat memilih
seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang dipilih itu diharapkan dapat melindungi masyarakat dari
gangguan masyarakat luar maupun roh jahat dan dapat mengatur masyarakat dengan baik. Bila
seorang pemimpin meninggal, makamnya dipuja oleh penduduk daerah itu.
3. Sistem Macapat

Sistem macapat ini merupakan salah satu butir dari 10 butir penelitian J.L.A. Brandes tentang
keadaan Indonesia menjelang berakhirnya zaman prasejarah. Sistem macapat merupakan suatu
tatacara yang didasarkan pada jumlah empat dan pusat pemerintah terletak di tengah-tengah wilayah
yang dikuasainya. Pada pusat pemerintahan terdapat tanah lapang (alun-alun) dan di empat penjuru
terdapat bangunan-bangunan yang penting seperti keraton, tempat pemujaan, pasar, penjara.
Susunan seperti itu masih banyak ditemukan pada kota-kota lama.

4. Kesenian Wayang

Munculnya kesenian wayang berpangkal pada pemujaan roh nenek moyang. Jenis wayang yang
dipertunjukkan adalah wayang kulit, wayang orang dan wayang golek (boneka). Cerita dalam
pertunjukkan wayang mengambil tema tentang kehidupan pada masa itu dan setelah mendapat
pengaruh bangsa Hindu muncul cerita Mahabarata dan Ramayana.

5. Seni Gamelan

Seni gamelan digunakan untuk mengiringi pertunjukkan wayang dan dapat mengiringi pelaksanaan
upacara.

6. Seni Membatik

Seni membatik merupakan kerajinan untuk menghiasi kain dengan menggunakan alat yang disebut
canting. Hiasan gambar yang diambil sebagian besar berasal dari alam lingkungan tempat tinggalnya.
Di samping itu ada seni menenun dengan beraneka ragam corak.

7. Seni Logam

Seni membuat barang-barang dari logam menggunakan teknik a Cire Perdue. Teknik a Cire
Perdueadalah cara membuat barangbarang dari logam dengan terlebih dulu membentuk tempat untuk
mencetak logam sesuai dengan benda yang dibutuhkan. Tempat untuk mencetak logam sesuai
dengan benda yang dibutuhkan. Tempat untuk mencetak logam itu ada yang terbuat dari batu, tanah
liat, dan sebagainya. Pada tempat cetakan itu dituang logam yang sudah dicairkan dan setelah dingin
cetakan itu dipecahkan, sehingga terbentuk benda yang dibutuhkannya. Barang-barang logam yang
ditemukan sebagian besar terbuat dari perunggu.
Peninggalan masa prasejarah
Peninggalan masa prasejarah Nusantara diketahui dari berbagai temuan-temuan coretan/lukisan di
dinding gua atau ceruk di tebing-tebing serta dari penggalian-penggalian pada situs-situs purbakala.

Beberapa lokasi penemuan sisa-sisa prasejarah Nusantara:

 Situs Gua Putri, Baturaja, Sumatera Selatan;


 Lembah Sangiran, sekarang menjadi Taman Purbakala Sangiran;
 Situs Purbakala Wajak, Tulungagung;
 Liang Bua, Pulau Flores;
 Gua Leang-leang, Sulawesi;
 Situs Gua Perbukitan Sangkulirang, Kutai Timur;
 Situs Pasemah di Lampung;
 Situs Cipari, Kuningan, Jawa Barat;
 Situs Goa Pawon, Bandung, Jawa Barat;
 Situs Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat;
 Situs Gilimanuk, Jembrana, Bali;
 Situs Gua-gua Biak, Papua (40.000-30.000 SM);
 Situs Lukisan tepi pantai di Raja Ampat, Papua Barat;
 Situs Tutari, Kabupaten Jayapura, (periode Megalitikum);
 Gua Babi di Gunung Batu Buli, desa Randu, Muara Uya, Tabalon.
 Kepercayaan pada masa perundagian merupakan kelanjutan kepercayaan pada masa
bercocok tanam. Pada masa perundagian, terdapat kepercayaan bahwa arwah nenek moyang
mempunyai pengaruh besar terhadap perjalanan hidup manusia dan masyarakatnya. Karena
itu, arwah nenek moyang harus selalu diperhatikan dan dipuaskan melalui upaara-upacara.
Benda upacara terbuat dari perunggu.

 Upacara-upacara dilakukan sesuai dengan tempat tinggalnya dan intinya sama, yaitu
penghormatan atau pemujaan pada leluhur. Orang memuja ruh nenek moyang untuk meminta
perlindungan. Upacara-upacara tersebut sangat erat hubungannya dengan kehidupan
masyarakat. Banyaknya peninggalan bangunan untuk pemujaan masa perundagian
menunjukkan bahwa kedudukan kepercayaan masa itu sangat penting.

 Pada masa perundagian, manusia purba untuk dapat berhadapan langsung dengan ruh nenek
moyang dibuatkan patung-patung nenek moyang. Pada patung-patung itulah ruh nenek
moyang diam. Cara lain untuk berhadapan dengan ruh nenek moyang ialah dengan jalan
memanggilnya. Orang yang dapat memanggil ruh adalah pada dukun (saman). Praktek itu
disebut samanisme. Ruh nenek moyang disebut juga hyang (eyang). Hyang-hyang itu
bersemayam di tempat-tempat tinggi yang bergunung-gunung.
Masa perundagian Zaman perundagian adalah zaman di mana manusia sudah mengenal pengolahan logam.
Hasil-hasil kebudayaan yang dihasilkan terbuat dari bahan logam. Adanya penggunaan logam, tidaklah berarti
hilangnya penggunaan barang-barang dari batu. Pada masa perundagian, manusia masih juga menggunakan
barang-barang yang berasal dari batu.
Penggunaan bahan dari logam tidak begitu tersebar luas sebagaimana halnya bahan dari batu. Persediaan logam
sangat terbatas. Hanya orangorang tertentu yang memiliki barang-barang dari logam. Kemungkinan hanya
orang-orang yang mampu membeli bahan-bahan tersebut. Keterbatasan persediaan tersebut memungkinkan
barang-barang dari logam diperjualbelikan. Adanya perdagangan tersebut dapat diperkirakan bahwa manusia
pada zaman perundagian telah mengadakan hubungan dengan luar.
Sistem sosial-ekonomi
Masyarakat pada masa perundagian diperkirakan sudah mengenal pembagian kerja. Hal ini dapat dilihat dari
pengerjaan barang-barang dari logam. Pengerjaan barang-barang dari logam membutuhkan suatu keahlian, tidak
semua orang dapat mengerjakan pekerjaan ini. Selain itu, ada orang-orang tertentu yang memiliki benda-benda
dari logam. Dengan demikian pada masa perundagian sudah terjadi pelapisan sosial.Bahkan bukan hanya
pembuat dan pemilik, tetapi adanya pedagang yang memperjualbelikan logam. Pada masa perundagian
kehidupan sosialnya sudah mengenal system kemasyarakatan yang sudah teratur. Masyarakat hidup diikat oleh
normanorma dan nilai. Norma-norma dan nilai-nilai ini diciptakan oleh mereka sendiri, disepakati dan dijadikan
pegangan dalam menjalan kehidupannya. Sebagaimana layaknya dalam suatu sistem kemasyarakatan, pada
masa ini sudah ada pemimpin dan ada masyarakat yang dipimpin. Struktur ini dikatakan ada kalau dilihat dari
penemuan alat-alat untuk penguburan. Kuburan-kuburan yang ada terdapat kuburan yang diiringi dengan
berbagai bekal bagi mayat. Model kuburan ini diperkirakan hanya untuk para pemimpin. Sistem mata
pencaharian pada masa perundagian sudah mengalami kemajuan. Keterikatan terhadap bahan-bahan makanan
yang disediakan oleh alam mulai berkurang. Mereka mampu mengolah sumber-sumber daya yang ada di alam
untuk dijadikan bahan makanan. Cara bertani berhuma sudah mulai berubah menjadi bertani dengan bersawah.
Ada perbedaan dalam cara bertani berhuma dengan bersawah. Dalam bertani berhuma ada kebiasaan
meninggalkan tempat olahannya, apabila tanahnya sudah tidak subur, jadi hidup mereka pun tidak menetap
secara permanen. Sedangkan dalam bertani bersawah tidak lagi berpindah, mereka tinggal secara permanen. Hal
ini dikarenakan pengolahan tanah pertanian sudah menggunakan pupuk yang membantu kesuburan tanah.
Dengan demikian masyarakat tidak akan meninggalkan lahan garapannya. Bukti adanya kehidupan bersawah
yaitu dengan ditemukannya alat-alat pertanian dari logam, seperti bajak, pisau, dan alat-alat yang lainnya.
Benda-benda yang dihasilkan
Benda-benda yang dihasilkan pada zaman perundagian mengalami kemajuan dalam hal teknik pembuatan.
Teknik pembuatan barang dari logam yang utama adalah melebur, yang kemudian dicetak sesuai dengan bentuk
yang diinginkan. Ada dua teknik pencetakan logam yaitu bivolve dan a cire perdue. Teknik bivolve dilakukan
dengan cara menggunakan cetakan-cetakan batu yang dapat dipergunakan berulang kali. Cetakan terdiri dari dua
bagian (kadang-kadang lebih, khususnya untuk benda-benda besar) diikat. Ke dalam rongga cetakan itu
dituangkan perunggu cair. Kemudian cetakan itu dibuka setelah logamnya mengering. Teknik a cire perdue
dikenal pula dengan istilah cetak lilin. Cara yang dilakukan yaitu dengan membuat cetakan model benda dari
lilin. Cetakan tersebut kemudian dibungkus dengan tanah liat. Setelah itu tanah liat yang berisi lilin itu dibakar.
Lilin akan mencair dan keluar dari lubang yang telah dibuat. Maka terjadilah benda tanah liat bakar yang
berongga. Bentuk rongga itu sama dengan bentuk lilin yang telah cair. Setelah cairan logam dingin, cetakan
tanah liat dipecah dan terlihatlah cairan logam yang telah membeku membentuk suatu barang sesuai dengan
rongga yang ada dalam tanah liat.
Pada masa perundagian dihasilkan benda-benda yang terbuat dari perunggu, yaitu sebagai berikut.
1. Bejana. Bentuk bejana perunggu seperti gitar Spanyol tetapi tanpa tangkainya. Pola hiasan
benda ini berupa pola hias anyaman dan huruf L.Bejana ditemukan di daerah Madura dan Sumatera.
2. Nekara. Nekara ialah semacam berumbung dari perunggu yang berpinggang di bagian
tengahnya dan sisi atapnya tertutup. Pada nekara terdapat pola hias yang beraneka ragam. Pola hias
yang dibuat yaitu pola binatang, geometrik, gambar burung, gambar gajah, gambar ikan laut, gambar
kijang, gambar harimau, dan gambar manusia. Dengan hiasan yang demikian beragam, maka nekara
memiliki nilai seni yang cukup tinggi. Beberapa tempat ditemukannya nekara yaitu Bali, Sumatra,
Sumbawa, Roti, Leti, Selayar, Alor, dan Kepulauan Kei. Di Bali ditemukan nekara yang bentuknya
besar dan masyarakat di sana mempercayai bahwa benda itu jatuh dari langit.Nekara tersebut disimpan
di sebuah pura (kuil) di desa Intaran daerah Pejeng. Puranya diberi nama Pura Panataran Sasih (bulan).
Di Alor banyak ditemukan nekara dengan bentuk kecil tapi memanjang. Nekara ini disebut moko.
Hiasan-hiasan yang ada pada nekara di Alor ini bergambar, bentuk hiasannya ada yang merupakan
hiasan jaman Majapahit. Hubungan antarwilayah di Indonesia diperkirakan sudah terjadi pada masa
perundagian dengan ditemukannya nekara. Hal ini dapat dilihat dari Nekara yang berasal dari Selayar
dan Kepulauan Kei dihiasi gambar-gambar gajah, merak, dan harimau. Sedangkan binatang yang
tercantum pada nekara tersebut tidak ada di di daerah itu. Hal ini menunjukkan bahwa nekara berasal
dari daerah Indonesia bagian barat atau dari benua Asia. Hal yang menarik lagi ditemukannya nekara di
Sangean. Nekara yang ditemukan di daerah ini bergambar orang menunggang kuda beserta
pengiringnya yang memakai pakaian orang Tartar. Dengan adanya gambar tersebut menunjukkan
terjadi hubungan bangsa Indonesia pada saat itu dengan Cina. Jadi, hubungan antara Indonesia dengan
Cina sudah ada sejak zaman perunggu. .
3. Kapak corong. Kapak ini disebut kapak corong karena bagian atasnya berbentuk corong yang
sembirnya belah. Benda ini terbuat dari logam. Ke dalam corong itu dimasukkan tangkai kayunya yang
menyiku pada bidang kapak. Kapak tersebut disebut juga kapak sepatu, karena hampir mirip dengan
sepatu bentuknya. Ukuran kapak kecil itu beragam, ada yang kecil dan sangat sederhana, besar
memakai hiasan, pendek besar, bulat, dan panjang sisinya. Ada kapak corong yang satu sisinya disebut
candrasa. Tempat ditemukannya kapak tersebut yaitu di Sumatra Selatan, Bali, Sulawesi Tengah dan
Selatan, pulau Selayar, dan Irian dekat danau Sentani. Kapak yang beragam bentuknya tersebut, tidak
semua digunakan sebagaimana layaknya kegunaan kapak sebagai alat bantu yang fungsional. Selain
itu, kapak juga digunakan sebagai barang seni dan alat upacara, seperti candrasa. Di Yogyakarta,
ditemukan candrasa yang dekat tangkainya terdapat hiasan gambar seekor burung terbang sambil
memegang candrasa.
4. Perhiasan. Manusia pada perundagian sudah memiliki apresiasi yang cukup terhadap seni. Hal
ini dibuktikan ditemukannya berbagai hiasan. Hiasan yang ditemukan berupa gelang tangan, gelang
kaki, cincin, kalung, dan bandul kalung. Bendabenda tersebut ada yang diberi pola hias dan ada yang
tidak. Benda yang diberi pola hias seperti cincin atau gelang yang diberi pola hias geometrik.
Ditemukan pula cicin yang berfungsi bukan untuk perhiasan, tetapi sebagai alat tukar. Cincin yang
seperti ini ukurannya sangat kecil bahkan tidak bisa dimasukkan ke dalam jari anak. Tempat-tempat
ditemukannya benda-benda tersebut antara lain Bogor, Malang, dan Bali. Perhiasan-perhiasan lainnya
yang ditemukan pada masa perundagian yaitu manik-manik. Pada masa prasejarah manik-manik
banyak digunakan untuk upacara, bekal orang yang meninggal (disimpan dalam kuburan), dan alat
tukar. Pada masa perundagian, bentuk manik-manik mengalami perkembangan. Pada zaman prasejarah
lebih banyak terbuat dari batu, sedangkan pada masa ini sudah dibuat dari kulit kerang, batu akik, kaca,
dan tanah-tanah yang dibakar. Manik-manik memiliki bentuk yang beragam, ada yang berbentuk
silindris, bulat, segi enam, oval, dan sebagainya. Di Indonesia beberapa daerah yang merupakan tempat
ditemukannya manik-manik antara lain Bogor, Sangiran, Pasemah, Gilimanuk, dan Besuki.
5. Perunggu. Pada masa perundagian dihasilkan pula arca-arca yang terbuat dari logam
perunggu. Dalam pembuatan arca ini dilakukan pula dengan menuangkan cairan logam. Patung yang
dibuat berbentuk beragam, ada yang berbentuk manusia dan binatang. Posisi manusia dalam bentuk
arca itu ada yang sedang menari, berdiri, naik kuda dan sedang memegang panah. Arca binatang itu ada
yang berupa arca kerbau yang sedang berbaring, kuda sedang berdiri, dan kuda dengan pelana. Tempat
ditemukan arca-arca tersebut yaitu di Bangkinang (Provinsi Riau), Lumajang, Palembang, dan Bogor.
Sistem kepercayaan
Pada masa perundagian memiliki sistem kepercayaan yang tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya.
Praktek kepercayaan yang mereka lakukan masih berupa pemujaan terhadap leluhur. Hal yang membedakannya
adalah alat yang digunakan untuk praktek kepercayaan. Pada masa perundagian, benda-benda yang digunakan
untuk praktek kepercayaan biasanya terbuat dari bahan perunggu. Sistem kepercayaan yang dilakukan oleh
manusia pada zaman perundagian masih memelihara hubungan dengan orang yang meninggal. Pada masa ini,
praktek penguburan menunjukkan stratifikasi sosial antara orang yang terpandang dengan rakyat biasa. Kuburan
orang-orang terpandang selalu dibekali dengan barang-barang yang mewah dan upacara yang dilakukan dengan
cara diarak oleh orang banyak. Sebaliknya, apabila yang meninggal orang biasa, upacaranya sederhana dan
kuburan mereka tanpa dibekali dengan barang-barang mewah. Upacara sebagai bentuk ritual kepercayaan
mengalami perkembangan. Mereka melakukan upacara tidak hanya berkaitan dengan leluhur, akan tetapi
berkaitan dengan mata pencaharian hidup yang mereka lakukan. Misalnya ada upacara khusus yang dilakukan
oleh masyarakat pantai khususnya para nelayan. Upacara yang dilakukan oleh masyarakat pantai ini, yaitu
penyembahan kekuatan yang dianggap sebagai penguasa pantai. Penguasa inilah yang mereka anggap
memberikan kemakmuran kehidupannya. Sedang di daerah pedalaman atau pertanian ada upacara persembahan
kepada kekuatan yang dianggap sebagai pemberi berkah terhadap hasil pertanian.

Kehidupan Manusia Purba Masa perundagian- Zaman perundagian adalah zaman di mana manusia sudah mengenal
pengolahan logam. Hasil-hasil kebudayaan yang dihasilkan terbuat dari bahan logam. Adanya penggunaan logam,
tidaklah berarti hilangnya penggunaan barang-barang dari batu. Pada masa perundagian, manusia masih juga
menggunakan barang-barang yang berasal dari batu. Penggunaan bahan dari logam tidak begitu tersebar luas
sebagaimana halnya bahan dari batu. Persediaan logam sangat terbatas. Hanya orang-orang tertentu yang memiliki
barang-barang dari logam. Kemungkinan hanya orang-orang yang mampu membeli bahan-bahan tersebut.
Keterbatasan persediaan tersebut memungkinkan barang-barang dari logam diperjualbelikan. Adanya perdagangan
tersebut dapat diperkirakan bahwa manusia pada zaman perundagiantelah mengadakan hubungan dengan luar.
a. Sistem sosial-ekonomi Manusia Purba Masa perundagian
Masyarakat pada masa perundagian diperkirakan sudah mengenal pembagian kerja. Hal ini dapat dilihat dari
pengerjaan barang-barang dari logam. Pengerjaan barang-barang dari logam membutuhkan suatu keahlian, tidak
semua orang dapat mengerjakan pekerjaan ini. Selain itu, ada orang-orang tertentu yang memiliki benda-benda dari
logam. Dengan demikian pada masa perundagian sudah terjadi pelapisan sosial.Bahkan bukan hanya pembuat dan
pemilik, tetapi adanya pedagang yang memperjualbelikan logam.
Pada masa perundagian kehidupan sosialnya sudah mengenal sistem kemasyarakatan yang sudah teratur. Masyarakat
hidup diikat oleh norma-norma dan nilai. Norma-norma dan nilai-nilai ini diciptakan oleh mereka sendiri, disepakati
dan dijadikan pegangan dalam menjalan kehidupannya. Sebagaimana layaknya dalam suatu sistem kemasyarakatan,
pada masa ini sudah ada pemimpin dan ada masyarakat yang dipimpin. Struktur ini dikatakan ada kalau dilihat dari
penemuan alat-alat untuk penguburan. Kuburan-kuburan yang ada terdapat kuburan yang diiringi dengan berbagai
bekal bagi mayat.
Model kuburan ini diperkirakan hanya untuk para pemimpin. Sistem mata pencaharian pada masa perundagian sudah
mengalami kemajuan. Keterikatan terhadap bahan-bahan makanan yang disediakan oleh alam mulai berkurang.
Mereka mampu mengolah sumber-sumber daya yang ada di alam untuk dijadikan bahan makanan. Cara bertani
berhuma sudah mulai berubah menjadi bertani dengan bersawah. Ada perbedaan dalam cara bertani berhuma
dengan bersawah. Dalam bertani berhuma ada kebiasaan meninggalkan tempat olahannya, apabila tanahnya sudah
tidak subur, jadi hidup mereka pun tidak menetap secara permanen. Sedangkan dalam bertani bersawah tidak lagi
berpindah, mereka tinggal secara permanen. Hal ini dikarenakan pengolahan tanah pertanian sudah menggunakan
pupuk yang membantu kesuburan tanah. Dengan demikian masyarakat tidak akan meninggalkan lahan garapannya.
Bukti adanya kehidupan bersawah yaitu dengan ditemukannya alat-alat pertanian dari logam, seperti bajak, pisau,
dan alat-alat yang lainnya.
b. Benda-benda yang dihasilkan Manusia Purba Masa perundagian
Benda-benda yang dihasilkan pada zaman perundagian mengalami kemajuan dalam hal teknik pembuatan. Teknik
pembuatan barang dari logam yang utama adalah melebur, yang kemudian dicetak sesuai dengan bentuk yang
diinginkan. Ada dua teknik pencetakan logam yaitu bivolve dan a cire perdue. Teknik bivolve dilakukan dengan cara
menggunakan cetakan-cetakan batu yang dapat dipergunakan berulang kali. Cetakan terdiri dari dua bagian (kadang-
kadang lebih, khususnya untuk benda-benda besar) diikat. Kedalam rongga cetakan itu dituangkan perunggu cair.
Kemudian cetakan itu dibuka setelah logamnya mengering.
Teknik a cire perdue dikenal pula dengan istilah cetak lilin. Cara yang dilakukan yaitu dengan membuat cetakan
model benda dari lilin. Cetakan tersebut kemudian dibungkus dengan tanah liat. Setelah itu tanah liat yang berisi
lilin itu dibakar. Lilin akan mencair dan keluar dari lubang yang telah dibuat. Maka terjadilah benda tanah liat bakar
yang berongga. Bentuk rongga itu sama dengan bentuk lilin yang telah cair. Setelah cairan logam dingin, cetakan
tanah liat dipecah dan terlihatlah cairan logam yang telah membeku membentuk suatu barang sesuai dengan rongga
yang ada dalam tanah liat. Pada masa perundagian dihasilkan benda-benda yang terbuat dari perunggu, yaitu sebagai
berikut.
1) Bejana Manusia Purba Masa perundagian
Bentuk bejana perunggu seperti gitar Spanyol tetapi tanpa tangkainya. Pola hiasan benda ini berupa pola hias
anyaman dan huruf L.Bejana ditemukan di daerah Madura dan Sumatera.

Gambar 4.20 Bejana perunggu dari Madura


2) Nekara Manusia Purba Masa perundagian
Nekara ialah semacam berumbung dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya dan sisi atapnya tertutup.
Pada nekara terdapat pola hias yang beraneka ragam. Pola hias yang dibuat yaitu pola binatang, geometrik, gambar
burung, gambar gajah, gambar ikan laut, gambar kijang, gambar harimau, dan gambar manusia. Dengan hiasan yang
demikian beragam, maka nekara memiliki nilai seni yang cukup tinggi.
Gambar 4.21 Nekara dari kepulauan Selayar

Gambar 4.22 Moko dari Alor


Beberapa tempat ditemukannya nekara yaitu Bali, Sumatra, Sumbawa, Roti, Leti, Selayar, Alor, dan Kepulauan Kei.
Di Bali ditemukan nekara yang bentuknya besar dan masyarakat di sana mempercayai bahwa benda itu jatuh dari
langit.Nekara tersebut disimpan di sebuah pura (kuil) di desa Intaran daerah Pejeng. Puranya diberi nama Pura
Panataran Sasih (bulan). Di Alor banyak ditemukan nekara dengan bentuk kecil tapi memanjang. Nekara ini
disebut moko. Hiasan-hiasan yang ada pada nekara di Alor ini bergambar, bentuk hiasannya ada yang merupakan
hiasan jaman Majapahit. Hubungan antarwilayah di Indonesia diperkirakan sudah terjadi pada masa perundagian
dengan ditemukannya nekara. Hal ini dapat dilihat dari Nekara yang berasal dari Selayar dan Kepulauan Kei dihiasi
gambar-gambar gajah, merak, dan harimau. Sedangkan binatang yang tercantum pada nekara tersebut tidak ada di di
daerah itu. Hal ini menunjukkan bahwa nekara berasal dari daerah Indonesia bagian barat atau dari benua Asia.
Hal yang menarik lagi ditemukannya nekara di Sangean. Nekara yang ditemukan di daerah ini bergambar orang
menunggang kuda beserta pengiringnya yang memakai pakaian orang Tartar. Dengan adanya gambar tersebut
menunjukkan terjadi hubungan bangsa Indonesia pada saat itu dengan Cina. Jadi, hubungan antara Indonesia dengan
Cina sudah ada sejak zaman perunggu. .
3) Kapak corong Manusia Purba Masa perundagian
Kapak ini disebut kapak corong karena bagian atasnya berbentuk corong yang sembirnya belah. Benda ini terbuat dari
logam. Ke dalam corong itu dimasukkan tangkai kayunya yang menyiku pada bidang kapak. Kapak tersebut disebut
juga kapak sepatu, karena hampir mirip dengan sepatu bentuknya. Ukuran kapak kecil itu beragam, ada yang kecil
dan sangat sederhana, besar memakai hiasan, pendek besar, bulat, dan panjang sisinya. Ada kapak corong yang satu
sisinya disebut candrasa. Tempat ditemukannya kapak tersebut yaitu di Sumatra Selatan, Bali, Sulawesi Tengah dan
Selatan, pulau Selayar, dan Irian dekat danau Sentani.

Gambar 4.23 Berbagai macam kapak corong


Kapak yang beragam bentuknya tersebut, tidak semua digunakan sebagaimana layaknya kegunaan kapak sebagai alat
bantu yang fungsional. Selain itu, kapak juga digunakan sebagai barang seni dan alat upacara, seperti candrasa. Di
Yogyakarta, ditemukan candrasa yang dekat tangkainya terdapat hiasan gambar seekor burung terbang sambil
memegang candrasa.

Gambar 4.24 Candrasa panjangnya kira-kira satu meter


4) Perhiasan Manusia Purba Masa perundagian
Manusia pada perundagian sudah memiliki apresiasi yang cukup terhadap seni. Hal ini dibuktikan ditemukannya
berbagai hiasan. Hiasan yang ditemukan berupa gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung, dan bandul kalung.
Bendabenda tersebut ada yang diberi pola hias dan ada yang tidak. Benda yang diberi pola hias seperti cincin atau
gelang yang diberi pola hias geometrik. Ditemukan pula cicin yang berfungsi bukan untuk perhiasan, tetapi sebagai
alat tukar. Cincin yang seperti ini ukurannya sangat kecil bahkan tidak bisa dimasukkan ke dalam jari anak. Tempat-
tempat ditemukannya benda-benda tersebut antara lain Bogor, Malang, dan Bali.
Perhiasan-perhiasan lainnya yang ditemukan pada masa perundagian yaitu manik-manik. Pada masa prasejarah
manik-manik banyak digunakan untuk upacara, bekal orang yang meninggal (disimpan dalam kuburan), dan alat
tukar. Pada masa perundagian, bentuk manik-manik mengalami perkembangan.
Pada zaman prasejarah lebih banyak terbuat dari batu, sedangkan pada masa ini sudah dibuat dari kulit kerang, batu
akik, kaca, dan tanah-tanah yang dibakar. Manik-manik memiliki bentuk yang beragam, ada yang berbentuk silindris,
bulat, segi enam, oval, dan sebagainya. Di Indonesia beberapa daerah yang merupakan tempat ditemukannya manik-
manik antara lain Bogor, Sangiran, Pasemah, Gilimanuk, dan Besuki.

Gambar 4.25 Gelang dan cincin dari perunggu ditemukan di Pasemah, Sumatera Selatan
Gambar 4.26 Manik-manik
5) Perunggu Manusia Purba Masa perundagian
Pada masa perundagian dihasilkan pula arca-arca yang terbuat dari logam perunggu. Dalam pembuatan arca ini
dilakukan pula dengan menuangkan cairan logam. Patung yang dibuat berbentuk beragam, ada yang berbentuk
manusia dan binatang. Posisi manusia dalam bentuk arca itu ada yang sedang menari, berdiri, naik kuda dan sedang
memegang panah. Arca binatang itu ada yang berupa arca kerbau yang sedang berbaring, kuda sedang berdiri, dan
kuda dengan pelana. Tempat ditemukan arca-arca tersebut yaitu di Bangkinang (Provinsi Riau), Lumajang,
Palembang, dan Bogor.

Gambar 4.27 Arca Perunggu dari Bangkinang, Riau – Sumatera


c. Sistem kepercayaan Manusia Purba Masa perundagian
Pada masa perundagian memiliki sistem kepercayaan yang tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Praktek
kepercayaan yang mereka lakukan masih berupa pemujaan terhadap leluhur. Hal yang membedakannya adalah alat
yang digunakan untuk praktek kepercayaan. Pada masa perundagian, benda-benda yang digunakan untuk praktek
kepercayaan biasanya terbuat dari bahan perunggu. Sistem kepercayaan yang dilakukan oleh manusia pada zaman
perundagian masih memelihara hubungan dengan orang yang meninggal. Pada masa ini, praktek penguburan
menunjukkan stratifikasi sosial antara orang yang terpandang dengan rakyat biasa. Kuburan orang-orang terpandang
selalu dibekali dengan barang-barang yang mewah dan upacara yang dilakukan dengan cara diarak oleh orang banyak.
Sebaliknya, apabila yang meninggal orang biasa, upacaranya sederhana dan kuburan mereka tanpa dibekali dengan
barang-barang mewah.
Upacara sebagai bentuk ritual kepercayaan mengalami perkembangan. Mereka melakukan upacara tidak hanya
berkaitan dengan leluhur, akan tetapi berkaitan dengan mata pencaharian hidup yang mereka lakukan. Misalnya ada
upacara khusus yang dilakukan oleh masyarakat pantai khususnya para nelayan. Upacara yang dilakukan oleh
masyarakat pantai ini, yaitu penyembahan kekuatan yang dianggap sebagai penguasa pantai. Penguasa inilah yang
mereka anggap memberikan kemakmuran kehidupannya. Sedang di daerah pedalaman atau pertanian ada upacara
persembahan kepada kekuatan yang dianggap sebagai pemberi berkah terhadap hasil pertanian.

Anda mungkin juga menyukai