Anda di halaman 1dari 21

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty

uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd
fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx
cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq
ASPEK KEHIDUPAN PADA ZAMAN
wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui
PRA AKSARA,HINDHU-BUDHA,ISLAM

opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg
DISUSUN OLEH :

KELOMPOK LAUT

hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc
vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq
wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui
opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg
hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc
vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq
wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui
opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg
hjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbn
mqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwert
yuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopas
KELOMPOK LAUT

ANGGOTA :
- HOKA CHRISTIAN SON
- DAVIN
- FERNIRA RAMADINI
- DANELZHA TANSY AURELIA
- FARZANA ALIIFAH A.
- ROLANDO
- SULTAN

DAFTAR ISI :
- ASPEK KEHIDUPAN MASA PRA AKSARA
- ASPEK KEHIDUPAN MASA HINDU – BUDHA
- ASPEK KEHIDUPAN MASA ISLAM
ASPEK KEHIDUPAN PADA MASA PRA AKSARA
Sebenarnya ada istilah lain untuk menamakan zaman Praaksara yaitu zaman Nirleka, Nir
artinya tidak ada dan leka artinya tulisan, jadi zaman Nirleka zaman tidak adanya tulisan.
Batas antara zaman Praaksara dengan zaman sejarah adalah mulai adanya tulisan. Hal ini
menimbulkan suatu pengertian bahwa Praaksara adalah zaman sebelum ditemukannya
tulisan, sedangkan sejarah adalah zaman setelah adanya tulisan. Berakhirnya zaman
Praaksara atau dimulainya zaman sejarah untuk setiap bangsa di dunia tidak sama
tergantung dari peradaban bangsa tersebut. Salah satu contoh yaitu bangsa Mesir +
tahun 4000 SM masyarakatnya sudah mengenal tulisan, sehingga + tahun 4000 bangsa
Mesir sudah memasuki zaman sejarah
Prasejarah atau nirleka (nir: tidak ada, leka: tulisan) adalah istilah yang digunakan untuk
merujuk kepada masa di saat catatan sejarah yang tertulis belum tersedia. Zaman
prasejarah dapat dikatakan permulaan terbentuknya alam semesta, namun umumnya
digunakan untuk mengacu kepada masa di saat kehidupan manusia di Bumi yang belum
mengenal tulisan.[1]
Batas antara zaman prasejarah dengan zaman sejarah adalah mulai adanya tulisan. Hal
ini menimbulkan suatu pengertian bahwa prasejarah adalah zaman sebelum
ditemukannya tulisan, sedangkan sejarah adalah zaman setelah adanya tulisan.
Berakhirnya zaman prasejarah atau dimulainya zaman sejarah untuk setiap bangsa di
dunia tidak sama tergantung dari peradaban bangsa tersebut. Salah satu contoh yaitu
bangsa Mesir sekitar tahun 4000 SM masyarakatnya sudah mengenal tulisan, sehingga
pada saat itu, bangsa Mesir sudah memasuki zaman sejarah. Zaman prasejarah di
Indonesia diperkirakan berakhir pada masa berdirinya Kerajaan Kutai, sekitar abad ke-5;
dibuktikan dengan adanya prasasti yang berbentuk yupa yang ditemukan di tepi Sungai
Mahakam, Kalimantan Timur baru memasuki era sejarah.
Karena tidak terdapat peninggalan catatan tertulis dari zaman prasejarah, keterangan
mengenai zaman ini diperoleh melalui bidang-bidang
seperti paleontologi, astronomi, biologi, geologi, antropologi, arkeologi. Dalam artian
bahwa bukti-bukti prasejarah didapat dari [[artefak|artefak-artefak yang ditemukan di
daerah penggalian situs prasejarah.

Pembagian zaman

Secara umum, masa prasejarah Indonesia ditinjau dari dua aspek, bedasarkan bahan
untuk membuat alat-alatnya (terbagi menjadi Zaman Batu & Zaman Besi), & bedasarkan
kemampuan yang dimiliki oleh masyarakatnya (terbagi menjadi Masa Berburu &
Mengumpulkan Makanan, Masa Bercocok Tanam, & Masa Perundagian)
Zaman Batu
Zaman Batu terjadi sebelum logam dikenal dan alat-alat kebudayaan terutama dibuat
dari batu di samping kayu dan tulang. Zaman batu ini diperiodisasi lagi menjadi 4 zaman,
antara lain:
Zaman Batu Tua (Masa Berburu & Mengumpulkan Makanan Tingkat Awal
Terdapat dua kebudayaan yang merupakan patokan zaman ini, yaitu:

1. Kebudayaan Pacitan (berhubungan dengan kapak genggam dengan varian-


variannya seperti kapak perimbas & kapak penetak
2. Kebudayaan Ngandong (berhubungan dengan Flakes & peralatan dari tulang)
Bedasarkan kebudayaan yang ditemukan, maka dapat disimpulkan ciri-ciri kehidupan
pada Palaeolithikum antara lain:

1. Masyarakatnya belum memiliki rasa estetika (disimpulkan dari kapak genggam


yang bentuknya tidak beraturan & bertekstur kasar)
2. Belum dapat bercocok tanam (karena peralatan yang dimiliki belum dapat
digunakan untuk menggemburkan tanah).
3. Memperoleh makanan dengan cara berburu (hewan) dan mengumpulkan
makanan (buah-buahan & umbi-umbian).
4. Hidup nomaden (jika sumber makanan yang ada di daerah tempat tinggal habis,
maka masyarakatnya harus pindah ke tempat baru yang memiliki sumber
makanan).
5. Hidup dekat sumber air (mencukupi kebutuhan minum & karena di dekat sumber
air ada banyak hewan & tumbuhan yang bisa dimakan).
6. Hidup berkelompok (untuk melindungi diri dari serangan hewan buas).
7. Sudah mengenal api (bedasarkan studi perbandingan dengan Zaman
Palaeolithikum di China, dimana ditemukan fosil kayu yang ujungnya bekas
terbakar di dalam sebuah gua).
Zaman Batu Tengah (Masa Berburu & Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut)
Terdapat dua kebudayaan yang merupakan patokan zaman ini, yaitu:

 Kebudayaan Kjokkenmoddinger
Kjokkenmodinger, istilah dari bahasa Denmark, kjokken yang berarti dapur
& moddinger yang berarti sampah (kjokkenmoddinger = sampah dapur). Dalam
kaitannya dengan budaya manusia, kjokkenmoddinger merupakan timbunan kulit siput
& kerang yang menggunung di sepanjang pantai Sumatra Timur antara Langsa di Aceh
sampai Medan. Di antara timbunan kulit siput & kerang tersebut ditemukan juga
perkakas sejenis kapak genggam yaitu kapak Sumatra/Pebble & batu pipisan.

 Kebudayaan Abris Sous Roche


Abris sous roche, yang berarti gua-gua yang pernah dijadikan tempat tinggal, berupa
gua-gua yang diduga pernah dihuni oleh manusia. Dugaan ini muncul dari perkakas
seperti ujung panah, flakke, batu penggilingan, alat dari tulang & tanduk rusa; yang
tertinggal di dalam gua.
Bedasarkan kebudayaan yang ditemukan, maka dapat disimpulkan ciri-ciri kehidupan
pada zaman Mesolithikum antara lain:
a. Sudah mengenal rasa estetika (dilihat dari peralatannya seperti kapak Sumatra,
yang bentuknya sudah lebih beraturan dengan tekstur yang lebih halus
dibandingkan kapak gengggam pada Zaman Paleolithikum)
b. Masih belum dapat bercocok tanam (karena peralatan yang ada pada zaman
itu masih belum bisa digunakan untuk menggemburkan tanah)
c.Gundukan Kjokkenmoddinger yang dapat mencapai tinggi tujuh meter dengan
diameter tiga puluh meter ini tentu terbentuk dalam waktu lama, sehingga
disimpulkan bahwa manusia pada zaman itu mulai tingggal menetap (untuk
sementara waktu, ketika makanan habis, maka harus berpindah tempat, seperti
pada zaman Palaeolithikum) di tepi pantai.
d. Peralatan yang ditemukan dari Abris Sous Roche memberi informasi bahwa
manusia juga menjadikan gua sebagai tempat tinggal.
Zaman Batu Muda (Masa Bercocok Tanam
Ciri utama pada zaman batu Muda (neolithikum) adalah alat-alat batu
buatan manusia sudah diasah atau dipolis sehingga halus dan indah. Alat-
alat yang dihasilkan antara lain:

1. Kapak persegi, misalnya beliung, pacul, dan torah yang banyak


terdapat di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku,
Sulawesi, Kalimantan,
2. Kapak batu (kapak persegi berleher) dari Minahasa.
3. Perhiasan (gelang dan kalung dari batu indah) ditemukan di Jawa,
4. Pakaian dari kulit kayu
5. Tembikar (periuk belaga) ditemukan di Sumatera, Jawa, Melolo
(Sunda)
Manusia pendukung Neolithikum adalah Austronesia (Austria), Austro-
Asia (Khamer-Indocina)
Kebudayaan Megalith
Antara zaman neolitikum dan zaman logam telah berkembang
kebudayaan megalith, yaitu kebudayaan yang menggunakan media batu-
batu besar sebagai alatnya, bahkan puncak kebudayaan megalith justru
pada zaman logam. Hasil kebudayaan Megalith, antara lain:

1. Menhir: tugu batu yang dibangun untuk pemujaan terhadap


arwah-arwah nenek moyang.
2. Dolmen: meja batu tempat meletakkan sesaji untuk upacara
pemujaan roh nenek moyang
3. Sarchopagus/keranda atau peti mati (berbentuk lesung bertutup)
4. Punden berundak: tempat pemujaan bertingkat
5. Kubur batu: peti mati yang terbuat dari batu besar yang dapat
dibuka-tutup
6. Arca/patung batu: simbol untuk mengungkapkan kepercayaan
mereka
Zaman Logam (Masa Perundagian)
Pada zaman Logam orang sudah dapat membuat alat-alat dari logam di
samping alat-alat dari batu. Orang sudah mengenal teknik melebur
logam, mencetaknya menjadi alat-alat yang diinginkan. Teknik
pembuatan alat logam ada dua macam, yaitu dengan cetakan batu yang
disebut bivalve dan dengan cetakan tanah liat dan lilin yang disebut a cire
perdue. Periode ini juga disebut masa perundagian karena dalam
masyarakat timbul golongan undagi yang terampil melakukan pekerjaan
tangan. Zaman logam di Indonesia didominasi oleh alat-alat dari
perunggu sehingga zaman logam juga disebut zaman perunggu. Alat-alat
besi yang ditemukan pada zaman logam jumlahnya sedikit dan bentuknya
seperti alat-alat perunggu, sebab kebanyakan alat-alat besi, ditemukan
pada zaman sejarah. Zaman logam di Indonesia dibagi atas:
Zaman Perunggu
Pada zaman Perunggu/disebut juga dengan kebudayaan Dongson-
Tongkin China (pusat kebudayaan ini) manusia purba sudah dapat
mencampur tembaga dengan timah dengan perbandingan 3 : 10
sehingga diperoleh logam yang lebih keras.
Alat-alat perunggu pada zaman ini antara lain:

 Kapak Corong (Kapak perunggu, termasuk golongan alat perkakas)


ditemukan di Sumatera Selatan, Jawa-Bali, Sulawesi, Kepulauan
Selayar, Irian
 Nekara Perunggu (Moko) sejenis dandang yang digunakan sebagai
maskawin. Ditemukan di Sumatera, Jawa-Bali, Sumbawa, Roti,
Selayar, Leti
 Benjana Perunggu ditemukan di Madura dan Sumatera.
 Arca Perunggu ditemukan di Bang-kinang (Riau), Lumajang (Jawa
Timur) dan Bogor (Jawa Barat)
Zaman Besi
Pada zaman ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk
dituang menjadi alat-alat yang diperlukan. Teknik peleburan besi lebih
sulit dari teknik peleburan tembaga maupun perunggu sebab melebur
besi membutuhkan panas yang sangat tinggi, yaitu ±3500 °C.
Alat-alat besi yang dihasilkan antara lain:

 Mata Kapak bertungkai kayu


 Mata Pisau
 Mata Sabit
 Mata Pedang
 Cangkul
Alat-alat tersebut ditemukan di Gunung Kidul (Yogyakarta), Bogor (Jawa
Barat), Besuki dan Punung (Jawa Timur).
ASPEK KEHIDUPAN PADA MASA HINDU-BUDDHA
Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha berkat hubungan
dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok,
dan wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal
tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang
di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir
dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien.
Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, yaitu
kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan denganKerajaan Sunda sampai abad ke-16.
Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada
masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan BuddhaSriwijaya berkembang pesat di
Sumatra. Penjelajah Tiongkok I-Tsing mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar
tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa
Tengah dan Kamboja. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah
kerajaanHindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara
tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada, berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah
yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung
Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan pembentukan
kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.
Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke-12, melahirkan kerajaan-kerajaan bercorak
Islam yang ekspansionis, seperti Samudera Pasaidi Sumatera dan Demak di Jawa.
Munculnya kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan
Sriwijaya dan Majapahit, sekaligus menandai akhir dari era ini.
1.Bidang agama, yaitu berkembangnya agama Hindu-Buddha di Indonesia. Sebelum
masuk pengaruh India, kepercayaan yang berkembang di Indonesia masih bersifat
animisme dan dinamisme. Masyarakat pada saat itu melakukan pemujaan terhadap
arwah nenek moyang dan kekuatan-kekuatan benda-benda pusaka tertentu serta
kepercayaan pada kekuatan-kekuatan alam. Dengan masuknya pengaruh Hindu-Buddha,
kepercayaan asli bangsa Indonesia ini kemudian berakulturasi dengan agama Hindu-
Buddha. Hal ini terbukti dari beberapa upacara keagamaan Hindu- Buddha yang
berkembang di Indonesia walaupun dalam beberapa hal tidak seketat atau mirip dengan
tata cara keagamaan yang berkembang di India. Kondisi ini menunjukkan bahwa dalam
tatacara pelaksanaan upacara keagamaan mengalami proses sinkretisme antara
kebudayaan agama Hindu-Buddha dengan kebudayaan asli bangsa Indonesia.

2.Bidang politik dan pemerintahan, pengaruhnya terlihat jelas dengan lahirnya kerajaan-
kerajaan bercorak Hindu-Buddha di Indonesia. Sebelum masuknya pengaruh agama
Hindu-Buddha di Indonesia tampaknya belum mengenal corak pemerintahan dengan
sistem kerajaan. Sistem pemerintahan yang berlangsung masih berupa pemerintahan
kesukuan yang mencakup daerah-daerah yang terbatas. Pimpinan dipegang oleh
seorang kepala suku bukanlah seorang raja. Dengan masuknya pengaruh India,
membawa pengaruh terhadap terbentuknya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-
Buddha di Indonesia. Kerajaan bercorak Hindu antara lain Kutai, Tarumanagara, Kediri,
Majapahit dan Bali, sedangkan kerajaan yang bercorak Buddha adalah Kerajaan
Sriwijaya. Hal yang menarik di Indonesia adalah adanya kerajaan yang bercorak Hindu-
Buddha yaitu Kerajaan Mataram lama.

3.Bidang pendidikan membawa pengaruh bagi munculnya lembaga-lembaga pendidikan.


Meskipun lembaga pendidikan tersebut masih sangat sederhana dan mempelajari satu
bidang saja, yaitu keagamaan. Akan tetapi lembaga pendidikan yang berkembang pada
masa Hindu-Buddha ini menjadi cikal bakal bagi lahirnya lembaga-lembaga pendidikan di
Indonesia. Bukti bukti yang menunjukkan telah berkembangnya pendidikan pada masa
kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, antara lain adalah:
a.Dalam catatan perjalanan I-Tsing, seorang pendeta yang berasal dari Cina,
menyebutkan bahwa sebelum dia sampai ke India, dia terlebih dahulu singgah di
Sriwijaya. Di Sriwijaya I-Tsing melihat begitu pesatnya pendidikan agama Buddha,
sehingga dia memutuskan untuk menetap selama beberapa bulan di Sriwijaya dan
menerjemahkan salah satu kitab agama Buddha bersama pendeta Buddha yang ternama
di Sriwijaya, yaitu Satyakirti. Bahkan I-Tsing menganjurkan kepada siapa saja yang akan
pergi ke India untuk mempelajari agama Buddha untuk singgah dan mempelajari
terlebih dahulu agama Buddha di Sriwijaya. Berita I-Tsing ini menunjukkan bahwa
pendidikan agama Buddha di Sriwijaya sudah begitu maju dan tampaknya menjadi yang
terbesar di daerah Asia Tenggara pada saat itu.
b.Prasasti Nalanda yang dibuat pada sekitar pertengahan abad ke- 9, dan ditemukan di
India. Pada prasasti ini disebutkan bahwa raja Balaputradewa dari Suwarnabhumi
(Sriwijaya) meminta pada raja Dewapaladewa agar memberikan sebidang tanah untuk
pembangunan asrama yang digunakan sebagai tempat bagi para pelajar agama Buddha
yang berasal dari Sriwijaya. Berdasarkan prasasti tersebut, kita bisa melihat begitu
besarnya perhatian raja Sriwijaya terhadap pendidikan dan pengajaran agama Buddha di
kerajaannya. Hal ini terlihat dengan dikirimkannya beberapa pelajar dari Sriwijaya untuk
belajar agama Buddha langsung ke daerah kelahirannya yaitu India. Tidak mustahil
bahwa sekembalinya para pelajar ini ke Sriwijaya maka mereka akan menyebarluaskan
hasil pendidikannya tersebut kepada masyarakat Sriwijaya dengan jalan membentuk
asrama-asrama sebagai pusat pengajaran dan pendidikan agama Buddha.
c.Catatan perjalanan I-Tsing menyebutkan bahwa pendeta Hui-Ning dari Cina pernah
berangkat ke Ho-Ling (salah satu kerajaan Buddha di Jawa). Tujuannya adalah untuk
bekerja sama dengan pendeta Ho-Ling yaitu Jnanabhadra untuk menerjemahkan bagian
terakhir kitab Nirwanasutra. Dari berita ini menunjukkan bahwa di Jawa pun telah
dikenal pendidikan agama Buddha yang kemudian menjadi rujukan bagi pendeta yang
berasal dari daerah lain untuk bersamasama mempelajari agama dengan pendeta yang
berasal dari Indonesia.
d.Pada prasasti Turun Hyang, yaitu prasasti yang dikeluarkan oleh Raja Airlangga
menyebutkan tentang pembuatan Sriwijaya Asrama oleh Raja Airlangga. Sriwijaya
Asrama merupakan suatu tempat yang dibangun sebagai pusat pendidikan dan
pengajaran keagamaan. Hal ini menunjukkan besarnya perhatian Raja Airlangga
terhadap pendidikan keagamaan bagi rakyatnya dengan memberikan fasilitas berupa
pembuatan bangunan yang akan digunakan sebagai sarana pendidikan dan pengajaran.
e.Istilah surau yang digunakan oleh orang Islam untuk menunjuk lembaga pendidikan
Islam tradisional di Minangkabau sebenarnya berasal dari pengaruh Hindu-Buddha.
Surau merupakan tempat yang dibangun sebagai tempat beribadah orang Hindu-Buddha
pada masa Raja Adityawarman. Pada masa itu, surau digunakan sebagai tempat
berkumpul para pemuda untuk belajar ilmu agama. Pada masa Islam kebiasaan ini terus
dilajutkan dengan mengganti fokus kajian dari Hindu-Buddha pada ajaran Islam.

4.Bidang sastra dan bahasa. Dari segi bahasa, orang-orang Indonesia mengenal bahasa
Sanskerta dan huruf Pallawa. Pada masa kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, seni
sastra sangat berkembang terutama pada aman kejayaan kerajaan Kediri. Karya sastra
itu antara lain,
a.Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa yang disusun pada masa pemerintahan Airlangga.
b.Bharatayudha, karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh disusun pada zaman kerajaan
Kediri.
c.Gatotkacasraya, karya Mpu Panuluh disusun pada zaman kerajaan Kediri.
d.Arjuna Wijaya dan Sutasoma, karya Mpu Tantular yang disusun pada zaman kerajaan
Majapahit.
e.Negarakertagama, karya Mpu Prapanca disusun pada zaman kerajaan Majapahit.
f.Wretta Sancaya dan Lubdhaka, karya Mpu Tanakung yang disusun pada zaman
kerajaan Majapahit.

5.Bidang seni tari. Berdasarkan relief-relief yang terdapat pada candicandi, terutama
candi Borobudur dan Prambanan memperlihatkan adanya bentuk tari-tarian yang
berkembang sampai sekarang. Bentuk-bentuk tarian yang digambarkan dalam relief
memperlihatkan jenis tarian seperti tarian perang, tuwung, bungkuk, ganding,
matapukan (tari topeng). Tari-tarian tersebut tampaknya diiringi dengan gamelan yang
terlihat dari relief yang memperlihatkan jenis alat gamelan yang terbatas seperti
gendang, kecer, gambang, saron, kenong, beberapa macam bentuk kecapi, seruling dan
gong.

Kerajaan Hindu/Buddha
 Kerajaan Salakanagara  Kerajaan Kediri
 Kerajaan Tarumanagara  Kerajaan Kanjuruhan
 Kerajaan Kutai  Kerajaan Janggala
 Kerajaan Sriwijaya  Kerajaan Singasari
 Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh  Kerajaan Majapahit
 Kerajaan Kalingga  Kerajaan Dharmasraya
 Kerajaan Keritang  Kerajaan Pajajaran
 Kerajaan Mataram (Mataram Kuno)  Kerajaan Blambangan
 Kerajaan Medang  Kerajaan Sailendra
 Kerajaan Kahuripan  Kerajaan Sanjaya

ASPEK KEHIDUPAN PADA MASA ISLAM


A.PERKEMBANGAN EKONOMI

Pada masa Islam, kegiatan perekonomian terutama menyangkut perdagangan sudah


maju dengan pesat. Berdirinya bandar-bandar atau pelabuhan tempat transaksi
biasanya dilakukan adalah fakta yang menguatkan hal itu. Berbagai bandar itu tidak
hanya disingahi oleh pedagang prbumi, tapi juga oleh pedagang asing/mancanegara.
Pedagang dari mancanegara umumnya berasal dari arab, persia, China, bahkan dari
Eropa.
Pedagang dari arab memperjualkan permadani, kain-kain, dyl. Uniknya, pedagang dari
arab seringkali membentuk komunitas Arab yang dikenal dengan nama kampung Arab.
Sering dijumpai kampung ini terletak di daerah pesisir. Namun tak jarang kampung ini
juga dibentuk di daerah yang jauh dari garis pantai, dan cenderung dekat dengan pusat
kota yang ramai.
Sama halnya dengan pedagang dari Arab, pedagang dari Persia pun melakukan kegiatan
perdagangan di daerah pelabuhan serta di daerah pedalaman yang jauh dari pantai. Dan
untuk barang-barang yang dijual oleh pedagang dari Persia, hampir sama dengan
pedagang asal Arab. Barang-barang itu meliputi sorban, kain-kain permadani, dyl.
Perbedaan dengan pedagang Arab adalah pedagang Persia tidak mebentuk komunitas
tersendiri, yang dapat menyatukan mereka dalam suatu wadah tersendiri.
Tidak kalah dengan dua bangsa asal Asia Barat, pedagang asal China di Indonesia pun
mampu memberikan perannya dalam memajukan perdagangan di Indonesia. Dari segi
etos kerja, pedagang China pun sangat baik. Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya
pedagang China yang sukses pada masa itu serta mampu menempati posisi yang tinggi
dalam kegiatan perdagangan. Dan guna menyatukan komunitas mereka serta
melancarjan kegiatan perdagangan mereka, mereka pun membentuk komunitas
tersendiri yang dikenal dengan kampung China atau ”Pecinan”. Untuk barang-barang
diperjualkan oleh pedagang China meliputi guci, keramik, sutera, kertas, dyl.
Berbeda dengan ketiga pedagang Asia di atas, yang datang sejak awal perkembangan
Islam, atau bahkan jauh sebelum itu. Kedatangan pedagang Eropa ke nusantara terjadi
pada saat Islam sudah mulai memasuki masa keemasan di bumi Indonesia, yang
dibuktikan dengan semakin banyaknya kerajaan bercorak Islam. Bangsa Eropa datang
jauh-jauh dari Eropa karena Konstantinopel yang saat itu jatuh ke Turki Usmani, tertutup
bagi orang Eropa. Karena hal inilah, yang kemudian memaksa mereka untuk mencari
sendiri kebutuhan pokok mereka yang salah satunya adalah rempah-rempah. Dan
perjalanan mereka untuk mencari rempah-rempah sendiri ke daerah timur dipelopori
oleh Ferdinand de Magelhans (asal Portugis).
Antara Islam dan perdagangan merupakan suatu keterkaitan yang tidak dapat
dipisahkan. Banyak sekali contoh yang menyebutkan bahwa dalam perdagangan,
disebarkan pula agama Islam atau perdagangan di Indonesia dilakukan oleh pedagang
Islam. Perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat dilepaskan dengan kontribusi
pedagang-pedagang Islam. Misalnya pedagang Islam asal Arab, Gujarat, bahkan China.
Perkembangan ini dari mulai ujung barat Indonesia (Aceh) sampai Indonesia timur,
termasuk berhasil masuk dan berkembang di pulau rempah-rempah (Maluku). Para
pedagang Jawa dan Melayu yang beragama Islam menetap di pesisir Banda, tetapi tidak
ada seorang raja pun di sana, dan daerah pedalaman masih non-muslim. Ternate,
Tidore, dan Bacan mempunyai raja-raja Muslim. Penguasa-penguasa Tidore dan Bacan
memakai gelar India ’raja’, tetapi penguasa Ternate telah menggunakan gelar ’Sultan’,
dan raja Tidore telah memakai nama Arab ”al-Manshur”.
Keseluruhan bukti di atas memberi suatu gambaran umum mengenai perkembangan
ekonomi pada abad XIII hingga awal abad XVI. Derah-daerah yang paling penting atau
menjadi jalur perdagangan Intenasional meliputi pesisir-pesisir Sumatera di selat
Malaka, semenanjung Malaya, pesisir utara Jawa, Brunei, Sulu, dan Maluku. Menurut
Tome Pires, tidak semua daerah perdagangan yang penting telah memeluk Islam,
misalnya Timor dan Sumba yang menghasilkan kayu cendana tetapi masih tetap non-
Islam. Adanya perdagangan internasional hanya memberi sedikit penjelasan mengapa
sudah ada bangsawan-bangsawan yang beragama Islam di Istana Majapahit pada abad
XIV, atau mengapa Trengganu merupakan daerah Malaya pertama tempat Islamisasi
berlangsung. Meskipun demikian, tampaknya memang ada kaitannya antara
perdagangan dengan Islam.

B.PERKEMBANGAN SOSIAL

Syiar agama Islam, serta penyebarannya di Indonesia begitu cepat dan cepat. Salah satu
faktor pendukungnya adalah adanya beberapa aspek sosial dalam ajaran Islam yang
tidak memberatkan serta cocok dengan masyarakat Indonesia. Aspek-aspek itu
meliputi1). ajarannya sederhana, 2.) syaratnya mudah, 3.) tidak mengenal kasta, 4.)
upacara-upacara keagamaan sangat sederhana, serta 5.) Disebarkan melalui jalan damai.
Kesederhanaan ajaran agama Islam menjadikan agama Islam sebagai agama yang sangat
mudah dimengerti sehingga dapat diterima oleh setiap orang yang sedang
mempelajarinya. Salah satu buktinya adalah Islam mengatur setiap aktivitas manusia,
bahkan dari yang terkecil misalnya berdo’a sebelum masuk kamar mandi. Selain itu,
dalam perwujudan Tuhan Allah yang jelas-jelas tidak dapat diserupakan dengan makhluk
apapun di dunia ini sangat masuk akal, karena Tuhan tidak sama dengan yang
diciptakan-Nya. Ajaran islam pun tidak memberatkan. Misalnya ada seorang umatnya
yang dalam perjalanan jauh (lebih dari 80 KM), maka shalat atau ibadahnya bisa
diringkas, atau dalam ustilah lain diqodo’.
Syarat pokok untuk menjadi seorang muslim adalah mengucapkan dua kalimat syahadat.
Isi dari kedua kalimat syahadat itu adalah pengakuan atau kesaksian bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah, serta kesaksian bahwa Muhammad utusan Allah. Tidak diperlukan
upacara khusus, misal penyediaan benda-benda upacara, tidak memerlukan biaya
mahal, cukup lewat lisan dan dimantabkan dalam hati. Hal inilah yang membuat banyak
orang yang berduyun-duyun masuk agama Islam dikarenakan syaratnya yang mudah
dalam memeluknya.
Dalam ajaran Islam, tidak mengenal kasta, yaitu penggolongan pemeluk agama
berdasarkan derajat atau status sosial. Semua orang, semua pemeluk dalam agama ini
dipandang sama status derajatnya. Yang membedakan adalah tingkat ketaqwaaan dan
amal ibadah mereka di hadapan Allah SWT. Oleh sebab itu, ajaran agama Islam lebih
menarik bagi rakyat biasa, yang justru lebih besar jumlahnya.
Upacara-upacara keagamaan (ritual) dalam ajaran Islam sangat sederhana. Dalam
melaksanakan ritual keagamaan, pemeluk agama Islam tidak pernah melakukan hal-hal
yang rumit misalnya sesaji. Tidak ada korban yang harus dipersembahkan pada Sang
Pencipta. Karena pada dasarnya agama ini hanya memberikan yang mudah saja pada
pemeluknya. Ibadah shalat lima (5) waktu dalam sehari tidaklah terlalu sulit karena
syarat melakukannya pun mudah (suci tempat, baju yang dikenakan, dan suci diri
setelah melakukan wudlu.)
Ajaran Islam disebarkan melalui jalan damai/Penetration Pacific, antara lain melalui
akulturasi dan asimilasi kebudayaan, melalui kesenian daerah setempat, tidak dilakukan
dengan peperangan. Hal ini bisa dibuktikan dengan ditemukan bukti-bukti arkeologis
dan Etografis, yang menunjukkan bahwa Islam telah dianut oleh anggota kerajaan (dari
batu nisan Islam yang berlambang kerajaan). Bukti lain adalah pada tahun 1357 M,
tatkala terjadi peristiwa Bubat (dalam Kidung Sundayana) dinyatakan bahwa prajurit
sunda di ibukota Majapahit melewati sebuah masjid. Selain itu, menurut berita Cina dari
Ma Huan, menyatakan bahwa pada tahun 1416 M penduduk Majapahit terbagi atas 3
kelompok yakni :
1.Orang Islam
2.China (Mahzab Hanafi)
3.Penduduk asli (penyembah berhala)
Dalam bukunya ”Suma Oriental”, Tome Pires yang merupakan ahli obat-obatan dari
Lisbon, menyebutkan bahwa pada waktu itu (abad XV), sebagian besar raja-raja
Sumatera beragama Islam, tetapi masih tetap ada negeri-negeri yang belim menganut
Islam. Contoh daerah yang telah memeluk Islam adalah Aceh di sebelah utara terus
menusur daerah pesisir timur sampai Palembang. Sedangkan contoh daerah yang belum
memeluk Islam adalah daerah Jawa Barat yang berbahasa Sunda, dan malah cenderung
memusuhi Islam. Daerah yang dimaksud Pires adalah wilayah yang berada di bawah
kekuasaan Pajajaran.
Bukti lain yang tak terbantahkan adalah ditemukannya batu-batu nisan dari abad XIV
yang berasal dari Trowulan (makam putri Campa, permaisuri dari raja Kertawardhana)
dan Troloyo memberi kesan bahwa istana Hindu-Budha dapat atau paling tidak kadang-
kadang bersikap toleran terhadap adanya orang-orang muslim di lingkungannya. Tidak
hanya di lingkunagan kerajaan. Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik
yang berangka tahun 1419 M, menunjukkan bahwa agama Islam juga menyebar melaui
pelabuhan.
Dan untuk memudahkan dalam penyebarannya, maka dilakukanlah Asimilasi,
akomodasi, maupun akulturasi. Proses asimilasi, akulturasi, dan akomodasi itu terus
berlangsung sampai lama sesudah sebagian penduduk Jawa memeluk agama Islam
secara nominal, dan telah menyebabkan agak berbedanya corak Islam Jawa dan Islam
Malaya atau Sumatera.

C.PERKEMBANGAN BUDAYA
Pada masa perkembangan Islam di nusatara, juga terjadi kemajuan dari segi budayanya.
Ditemukannya naskah-naskah Islam ataupun sastra-sastra Islam yang bisa menjadi salah
satu sumber sejarah perkembangan Islam di Indonesia serta menambah khazanah
budaya Islam pada masa itu adalah fakta pendukungnya. Mulai dari Hikayat Raja-raja
Pasai, Sejarah Melayu, Babad Tanah Jawi, Sejarah Banten, Primbon, Suluk, Tajusalatin,
dyl. Karya-karya sastra ini semakin menyebar setelah masa Majapahit, karena pusat
kebudayaan tersebar ke seluruh nusantara yang merupakan perpaduan budaya
Indonesia asli, Hindu-Budha, dan Islam.
Hikayat Raja-Raja Pasai merupakan salah satu sumber yang berisi cerita-cerita kuno,
namun sebagian besar isinya hanya dikenal dalam versi-versi dari abad XVIII dan XIX.
Naskahnya berbahasa Melayu, tetapi disalin di Demak pada tahun 1814. Buku ini
menceritakan bagaimana Islam masuk ke Samudra, daerah pertama yang menjadi
tempat berdirinya sebuah kerajaan Islam (Samudera Pasai).
Sejarah Melayu merupakan naskah lainnya yang berbahasa Melayu, yang dikenal dalam
beberapa versi, dan salah salah satunya ditulis oleh Abdul Kadir Munsi pada tahun 1612.
Satu naskah memuat angka tahun 1021 H (1612 M), tetapi naskah ini hanya ada dalam
salinan dari awal abad XIX. Seperti halnya cerita tentang masuknya Samudra ke dalam
agama Islam yang diceritakan dalam Hikayat Raja-raja Pasai, naskah ini berisi suatu kisah
mengenai masuknya raja Malaka ke dalam agama Islam.
Babad Tanah Jawi merupakan judul umum yang mencakup sejumlah besar naskah
berbahasa Jawa yang beraneka ragam susunan dan uraiannya, dan tak satu pun naskah
terdapat dalam salinan dari masa sebelum abad XVIII. Naskah ini bersifat makro, yang
menceritakan sejarah zaman tertua sampai abad XVIII, yang terdiri atas dua puluh (20)
versi. Babad tanah Jai yang asli ditulis oleh Tumenggung Tirta Wiguna yang saat itu
bernama Carik Bajra (1719), yang merupakan bagian hikayat dunia. Bersamaan dengan
itu terjadi suksesi Jawa pada 1719-1723 antara putra Pakubuwono I. Karena pada kasus
ini, legitimasi Mataram adalah Babad (oleh Pakubuwono IV, putra Pakubuwono I).
Naskah-naskah ini mengacu pengislaman yang pertama di antara orang-orang Jawa pada
pekerjaan sembilan orang suci (wali songo), namun nama-nama dan hubungan-
hubungan di antara kesembilan orang itu berbeda-beda dalam berbagai kisah.
Sejarah Banten merupakan naskah berbahasa Jawa lainnya yang berisi cerita-cerita
tentang pengislaman. Sebagian besar naskah kronik ini berangka tahun akhir abad XIX,
tetapi dua buah naskah merupakan salinan dari yang asli yang ditulis dalam tahun 1730-
an dan 1740-an. Seperti halnya dongeng-dongeng di dalam babad tanah Jawi, termuat
banyak peristiwa ghaibdi dalamnya, namun karya tulis ini tidak menggambarkan
pengislamannya secara jelas, dan tidak ada penekanan pada pengucapan dua kalimat
syahadat, pengkhitanan, dyl.
Primbon (buku penuntun) berisi catatan-catatan yang dibuat oleh seorang murid atau
lebih dari seorang ulama. Pada masa-masa selanjutnya, primbon identik dengan
ramalan-ramalan mengenai nasib seseorang berdasarkan tanggal kelahirannya, dyl.
Salah satu pembuat primbon tersohor adalah Sultan Agung, raja besar dari kerajaan
Mataram Islam.
Selain beberapa sastra di atas, terdapat pula sastra-sastra lainnya. Sastra-satra tersebut
adalah Tajusalatin oleh Nurudin Ar-Raniri, Kidung, Shraf al-Asiqin (minuman yang
memabukkan) oleh Hamzah Fansuri , dan Asrar al-Aliqi (cermin bagi orang arif) oleh
Syamsudin As-Sumatrani, serta sastra yang digunakan sebagai sumber sejarah yakni Puja
Sastra dan Pura Sastra. Puja sastra adalah karya sastra yang dipakai untuk memuja raja
saat itu (kultus Dewa Raja). Sedangakan Pura Hita adalah pendeta istana yang bertugas
menjaga, merawat, dari para Raja. Dalam kerajaan Astina pura, Hita adalah Durna dan
Bisma.
Selain adanya bukti kemajuan sastra-sastra Islam di atas, hal yang yang menyangkut
dengan budaya Islam pada masa itu adalah bukti yang jelas mengenai kecenderungan
mistis dalam Islam di Indonesia, yang diwujudkan dengan adanya ajaran Tasawuf. Kaum
sufilah yang menjadi alat utama dalam islamisasi. Pendukung utama argumen ini adalah
A.H. Johns. Dia menjelaskan bahwa pengislaman di Indonesia bersamaan dengan kurun
waktu ketika paham sufi telah mulai mendominasi dunia Islam (setelah kejatuhan
Baghdad ke tangan Mongol pada tahun 1258). Ajaran tasawuf ini salah satunya diajarkan
oleh Sunan Bonang, yang juga telah menulis ”Suluk” yang menghasilkan buku karya
Sunan Bonang atau Hade Book van Bonang.
Pada zaman Islam, karya-karya sastra itu mengandung unsur fiktif yang menjadi
kepercayaan pada masa itu (selain sejarah sebagai isinya). Fiktif ini dibatasi dalam
lingkup budaya. Unsur-unsur fiktif ini meliputi mitos, legenda, simbolisme, tafsir mimpi,
genealogo/keturunan, pamali/larangan, dan kutukan. Pada akhirnya aspek-aspek
imajinatif ini fungsinya adalah sebagai alat legitimasi.
Walaupun Islam hanya mempunyai dampak yang sangat terbatas terjadap falsafah Jawa,
tetapi agama ini telah menyebabkan terjadinya pergeseran budaya dalam kehidupan
masyarakat Jawa, misalnya semua orang Jawa yang memeluk agama Islam akhirnya
melakukan khitanan dan penguburang sebagai pengganti uapacara-upacara keagamaan
Hindu-Budha, seperti pembakaran mayat. Dengan demikian, masuknya seseorang ke
dalam komunitas kegamaan yang baru ini ditandai secara jelas. Di Bali, karena sebab-
sebab yang tidak jelas, kendala-kendala budaya tidak dapat diataso dan Bali tetap Hindu
sampai kini. Di semua daerah Indonesia, Islamisasi adalah awal, bukan akhir dari suatu
proses perubahan yang penting. Tujuh abad kemudian, proses ini tetap berlangsung.

D.ANALISIS KESIMPULAN

Dalam awal perkembangan Islam, berbagai perubahan dan kemajuan telah dicapai di
Indonesia. Dari kemajuan dalam bidang Ekonomi, sosial, dan budaya. Masing-masing
ketiga aspek ini sangat mempengaruhi kemajuan peradaban di Indonesia. Tidak hanya di
daaerah pesisir, kemajuan juga terjadi di daerah pedalaman, yang biasanya menjadi
pusat pemerintahan kerajaan.
Pada masa Islam, kegiatan perekonomian terutama menyangkut perdagangan sudah
maju dengan pesat. Berdirinya bandar-bandar atau pelabuhan tempat transaksi
biasanya dilakukan adalah fakta yang menguatkan hal itu. Gresik, Tuban, Surabaya,
Makasar, Pasai, adalah salah satu sedikit contoh pelabuhan internasional yang maju
pada masa itu.
Syiar agama Islam, serta penyebarannya di Indonesia begitu cepat dan cepat. Salah satu
faktor pendukungnya adalah adanya beberapa aspek sosial dalam ajaran Islam yang
tidak memberatkan serta cocok dengan masyarakat Indonesia. Aspek-aspek itu
meliputi1). ajarannya sederhana, 2.) syaratnya mudah, 3.) tidak mengenal kasta, 4.)
upacara-upacara keagamaan sangat sederhana, serta 5.) Disebarkan melalui jalan damai.
Pada masa perkembangan Islam di nusatara, juga terjadi kemajuan dari segi budayanya.
Ditemukannya naskah-naskah Islam ataupun sastra-sastra Islam yang bisa menjadi salah
satu sumber sejarah perkembangan Islam di Indonesia serta menambah khazanah
budaya Islam pada masa itu adalah fakta pendukungnya.
Pada akhirnya ketiga aspek di ataslah yang mendukung penyebaran dan perkembangan
Islam di Indonesia, sehingga mengalami peningkatan yang cukup pesat, dan sekarang
telah dianut oleh sebgaian besar masyarakat Indonesia.

MASA PRA AKSARA , HINDU-BUDDHA , ISLAM


BIDANG
MASA PRAAKSARA MASA HINDU-BUDHA MASA ISLAM
KEHIDUPAN
Keagamaan Kepercayaan masyarakat Masyarakat Indonesia secara Masyarakat Indonesia
saat itu adalah animisme berangsur-Angsur secara berangsur-Angsur
dan dinamisme memeluk Agama Hindu memeluk Agama Islam
dan Buddha
Politik Dalam kehidupan Sistem Sistem pemerintahan yang
berkelompok biasanya pemerintahan kerajaan bercorak Islam, rajanya
ada seorang pemimpin dikenalkan Oleh orang-orang bergelar sultan atau sunan
didalamnya India. Dalam sistem ini, seperti halnya para wali.
kelompok-kelompok kecil Jika rajanya meninggal,
masyarakat bersatu dengan tidak dimakamkan di candi
kepemilikan wilayah yang tetapi dimakamkan
luas. Kepala suku yang secara Islam.
terbaik dan terkuat berhak
atas Tampuk kekuasaan
kerajaan. Kemudian,
pemimpin ditentukan secara
turun-temurun berdasarkan
hak waris sesuai dengan
Peraturan hukum kasta
Sosial Hidup berkelompok – masyarakat Indonesia Aturan kasta mulai pudar
kelompok dimana proses mengenal aturan kasta, di masyarakat
sosialisasi hanya terjadi yaitu: Kasta Brahmana
intern dalam kelompok (kaum pendeta dan para
masing – masing sarjana), Kasta Ksatria (para
prajurit, pejabat dan
bangsawan), Kasta Waisya
(pedagang petani,
pemilik tanah dan prajurit).
Kasta Sudra (rakyat jelata
dan pekerja kasar). Namun,
unsur budaya Indonesia
lama masih tampak dominan
dalam semua lapisan
Masyarakat
Pendidikan Belum mengenal sistim Lembaga-lembaga Pendidikan Islam
pendidikan dan segala pendidikan semacam asrama berkembang di pesantren-
pengetahuan yang merupakan salah satu bukti pesanten Islam.
diperoleh masih berasal pengaruh sebenarnya, pesantren
dari pengalaman hidup di dari kebudayaan Hindu- telah berkembang
alam bebas Buddha di Indonesia. sebelum Islam masuk ke
Lembaga pendidikan Indonesia. Pesantren saat
tersebut mempelajari itu menjadi tempat
satu bidang saja, yaitu pendidikan dan pengajaran
keagamaan. agama Hindu. Setelah
Islam masuk, mata
pelajaran dan proses
pendidikan pesantren
berubah menjadi
pendidikan Islam.
Sastra dan Belum ada karya sastra Pengaruh Hindu-Buddha Kosakata bahasa Arab
Bahasa yang dihasilkan pada bahasa adalah dikenal baik lisan maupn tulisan
dan digunakannya bahasa mulai banyak digunakan.
Sanskerta dan huruf Pallawa Hasil karya sastra berupa
oleh masyarakat Indonesia. hikayat, babad, suluk dan
Hasil sastra berupa kitab – syair.
kitab yang ditulis oleh Mpu
Tantular, Mpu prapanca dan
lainnya.
Arsitektur dan Masyarakat praaksara Punden berundak Islam telah
Kesenian telah mendirikan merupakan salah memperkenalkan tradisi
bangunan – bangunan satu arsitektur Zaman baru dalam teknologi
yang terbuat dari batu, Megalitikum. Arsitektur arsitektur seperti masjid
diantaranya : Menhir, tersebut berpadu dengan dan istana. Juga
dolmen, sarkofagus, budaya India yang diperkenalkan dengan seni
punden berundak dan mengilhami pembuatan kaligrafi.
waruga bangunan candi yang disertai
patung induk berupa arca.

Anda mungkin juga menyukai