uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd
fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx
cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq
ASPEK KEHIDUPAN PADA ZAMAN
wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui
PRA AKSARA,HINDHU-BUDHA,ISLAM
opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK LAUT
hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc
vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq
wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui
opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg
hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc
vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq
wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui
opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg
hjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbn
mqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwert
yuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopas
KELOMPOK LAUT
ANGGOTA :
- HOKA CHRISTIAN SON
- DAVIN
- FERNIRA RAMADINI
- DANELZHA TANSY AURELIA
- FARZANA ALIIFAH A.
- ROLANDO
- SULTAN
DAFTAR ISI :
- ASPEK KEHIDUPAN MASA PRA AKSARA
- ASPEK KEHIDUPAN MASA HINDU – BUDHA
- ASPEK KEHIDUPAN MASA ISLAM
ASPEK KEHIDUPAN PADA MASA PRA AKSARA
Sebenarnya ada istilah lain untuk menamakan zaman Praaksara yaitu zaman Nirleka, Nir
artinya tidak ada dan leka artinya tulisan, jadi zaman Nirleka zaman tidak adanya tulisan.
Batas antara zaman Praaksara dengan zaman sejarah adalah mulai adanya tulisan. Hal ini
menimbulkan suatu pengertian bahwa Praaksara adalah zaman sebelum ditemukannya
tulisan, sedangkan sejarah adalah zaman setelah adanya tulisan. Berakhirnya zaman
Praaksara atau dimulainya zaman sejarah untuk setiap bangsa di dunia tidak sama
tergantung dari peradaban bangsa tersebut. Salah satu contoh yaitu bangsa Mesir +
tahun 4000 SM masyarakatnya sudah mengenal tulisan, sehingga + tahun 4000 bangsa
Mesir sudah memasuki zaman sejarah
Prasejarah atau nirleka (nir: tidak ada, leka: tulisan) adalah istilah yang digunakan untuk
merujuk kepada masa di saat catatan sejarah yang tertulis belum tersedia. Zaman
prasejarah dapat dikatakan permulaan terbentuknya alam semesta, namun umumnya
digunakan untuk mengacu kepada masa di saat kehidupan manusia di Bumi yang belum
mengenal tulisan.[1]
Batas antara zaman prasejarah dengan zaman sejarah adalah mulai adanya tulisan. Hal
ini menimbulkan suatu pengertian bahwa prasejarah adalah zaman sebelum
ditemukannya tulisan, sedangkan sejarah adalah zaman setelah adanya tulisan.
Berakhirnya zaman prasejarah atau dimulainya zaman sejarah untuk setiap bangsa di
dunia tidak sama tergantung dari peradaban bangsa tersebut. Salah satu contoh yaitu
bangsa Mesir sekitar tahun 4000 SM masyarakatnya sudah mengenal tulisan, sehingga
pada saat itu, bangsa Mesir sudah memasuki zaman sejarah. Zaman prasejarah di
Indonesia diperkirakan berakhir pada masa berdirinya Kerajaan Kutai, sekitar abad ke-5;
dibuktikan dengan adanya prasasti yang berbentuk yupa yang ditemukan di tepi Sungai
Mahakam, Kalimantan Timur baru memasuki era sejarah.
Karena tidak terdapat peninggalan catatan tertulis dari zaman prasejarah, keterangan
mengenai zaman ini diperoleh melalui bidang-bidang
seperti paleontologi, astronomi, biologi, geologi, antropologi, arkeologi. Dalam artian
bahwa bukti-bukti prasejarah didapat dari [[artefak|artefak-artefak yang ditemukan di
daerah penggalian situs prasejarah.
Pembagian zaman
Secara umum, masa prasejarah Indonesia ditinjau dari dua aspek, bedasarkan bahan
untuk membuat alat-alatnya (terbagi menjadi Zaman Batu & Zaman Besi), & bedasarkan
kemampuan yang dimiliki oleh masyarakatnya (terbagi menjadi Masa Berburu &
Mengumpulkan Makanan, Masa Bercocok Tanam, & Masa Perundagian)
Zaman Batu
Zaman Batu terjadi sebelum logam dikenal dan alat-alat kebudayaan terutama dibuat
dari batu di samping kayu dan tulang. Zaman batu ini diperiodisasi lagi menjadi 4 zaman,
antara lain:
Zaman Batu Tua (Masa Berburu & Mengumpulkan Makanan Tingkat Awal
Terdapat dua kebudayaan yang merupakan patokan zaman ini, yaitu:
Kebudayaan Kjokkenmoddinger
Kjokkenmodinger, istilah dari bahasa Denmark, kjokken yang berarti dapur
& moddinger yang berarti sampah (kjokkenmoddinger = sampah dapur). Dalam
kaitannya dengan budaya manusia, kjokkenmoddinger merupakan timbunan kulit siput
& kerang yang menggunung di sepanjang pantai Sumatra Timur antara Langsa di Aceh
sampai Medan. Di antara timbunan kulit siput & kerang tersebut ditemukan juga
perkakas sejenis kapak genggam yaitu kapak Sumatra/Pebble & batu pipisan.
2.Bidang politik dan pemerintahan, pengaruhnya terlihat jelas dengan lahirnya kerajaan-
kerajaan bercorak Hindu-Buddha di Indonesia. Sebelum masuknya pengaruh agama
Hindu-Buddha di Indonesia tampaknya belum mengenal corak pemerintahan dengan
sistem kerajaan. Sistem pemerintahan yang berlangsung masih berupa pemerintahan
kesukuan yang mencakup daerah-daerah yang terbatas. Pimpinan dipegang oleh
seorang kepala suku bukanlah seorang raja. Dengan masuknya pengaruh India,
membawa pengaruh terhadap terbentuknya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-
Buddha di Indonesia. Kerajaan bercorak Hindu antara lain Kutai, Tarumanagara, Kediri,
Majapahit dan Bali, sedangkan kerajaan yang bercorak Buddha adalah Kerajaan
Sriwijaya. Hal yang menarik di Indonesia adalah adanya kerajaan yang bercorak Hindu-
Buddha yaitu Kerajaan Mataram lama.
4.Bidang sastra dan bahasa. Dari segi bahasa, orang-orang Indonesia mengenal bahasa
Sanskerta dan huruf Pallawa. Pada masa kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, seni
sastra sangat berkembang terutama pada aman kejayaan kerajaan Kediri. Karya sastra
itu antara lain,
a.Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa yang disusun pada masa pemerintahan Airlangga.
b.Bharatayudha, karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh disusun pada zaman kerajaan
Kediri.
c.Gatotkacasraya, karya Mpu Panuluh disusun pada zaman kerajaan Kediri.
d.Arjuna Wijaya dan Sutasoma, karya Mpu Tantular yang disusun pada zaman kerajaan
Majapahit.
e.Negarakertagama, karya Mpu Prapanca disusun pada zaman kerajaan Majapahit.
f.Wretta Sancaya dan Lubdhaka, karya Mpu Tanakung yang disusun pada zaman
kerajaan Majapahit.
5.Bidang seni tari. Berdasarkan relief-relief yang terdapat pada candicandi, terutama
candi Borobudur dan Prambanan memperlihatkan adanya bentuk tari-tarian yang
berkembang sampai sekarang. Bentuk-bentuk tarian yang digambarkan dalam relief
memperlihatkan jenis tarian seperti tarian perang, tuwung, bungkuk, ganding,
matapukan (tari topeng). Tari-tarian tersebut tampaknya diiringi dengan gamelan yang
terlihat dari relief yang memperlihatkan jenis alat gamelan yang terbatas seperti
gendang, kecer, gambang, saron, kenong, beberapa macam bentuk kecapi, seruling dan
gong.
Kerajaan Hindu/Buddha
Kerajaan Salakanagara Kerajaan Kediri
Kerajaan Tarumanagara Kerajaan Kanjuruhan
Kerajaan Kutai Kerajaan Janggala
Kerajaan Sriwijaya Kerajaan Singasari
Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh Kerajaan Majapahit
Kerajaan Kalingga Kerajaan Dharmasraya
Kerajaan Keritang Kerajaan Pajajaran
Kerajaan Mataram (Mataram Kuno) Kerajaan Blambangan
Kerajaan Medang Kerajaan Sailendra
Kerajaan Kahuripan Kerajaan Sanjaya
B.PERKEMBANGAN SOSIAL
Syiar agama Islam, serta penyebarannya di Indonesia begitu cepat dan cepat. Salah satu
faktor pendukungnya adalah adanya beberapa aspek sosial dalam ajaran Islam yang
tidak memberatkan serta cocok dengan masyarakat Indonesia. Aspek-aspek itu
meliputi1). ajarannya sederhana, 2.) syaratnya mudah, 3.) tidak mengenal kasta, 4.)
upacara-upacara keagamaan sangat sederhana, serta 5.) Disebarkan melalui jalan damai.
Kesederhanaan ajaran agama Islam menjadikan agama Islam sebagai agama yang sangat
mudah dimengerti sehingga dapat diterima oleh setiap orang yang sedang
mempelajarinya. Salah satu buktinya adalah Islam mengatur setiap aktivitas manusia,
bahkan dari yang terkecil misalnya berdo’a sebelum masuk kamar mandi. Selain itu,
dalam perwujudan Tuhan Allah yang jelas-jelas tidak dapat diserupakan dengan makhluk
apapun di dunia ini sangat masuk akal, karena Tuhan tidak sama dengan yang
diciptakan-Nya. Ajaran islam pun tidak memberatkan. Misalnya ada seorang umatnya
yang dalam perjalanan jauh (lebih dari 80 KM), maka shalat atau ibadahnya bisa
diringkas, atau dalam ustilah lain diqodo’.
Syarat pokok untuk menjadi seorang muslim adalah mengucapkan dua kalimat syahadat.
Isi dari kedua kalimat syahadat itu adalah pengakuan atau kesaksian bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah, serta kesaksian bahwa Muhammad utusan Allah. Tidak diperlukan
upacara khusus, misal penyediaan benda-benda upacara, tidak memerlukan biaya
mahal, cukup lewat lisan dan dimantabkan dalam hati. Hal inilah yang membuat banyak
orang yang berduyun-duyun masuk agama Islam dikarenakan syaratnya yang mudah
dalam memeluknya.
Dalam ajaran Islam, tidak mengenal kasta, yaitu penggolongan pemeluk agama
berdasarkan derajat atau status sosial. Semua orang, semua pemeluk dalam agama ini
dipandang sama status derajatnya. Yang membedakan adalah tingkat ketaqwaaan dan
amal ibadah mereka di hadapan Allah SWT. Oleh sebab itu, ajaran agama Islam lebih
menarik bagi rakyat biasa, yang justru lebih besar jumlahnya.
Upacara-upacara keagamaan (ritual) dalam ajaran Islam sangat sederhana. Dalam
melaksanakan ritual keagamaan, pemeluk agama Islam tidak pernah melakukan hal-hal
yang rumit misalnya sesaji. Tidak ada korban yang harus dipersembahkan pada Sang
Pencipta. Karena pada dasarnya agama ini hanya memberikan yang mudah saja pada
pemeluknya. Ibadah shalat lima (5) waktu dalam sehari tidaklah terlalu sulit karena
syarat melakukannya pun mudah (suci tempat, baju yang dikenakan, dan suci diri
setelah melakukan wudlu.)
Ajaran Islam disebarkan melalui jalan damai/Penetration Pacific, antara lain melalui
akulturasi dan asimilasi kebudayaan, melalui kesenian daerah setempat, tidak dilakukan
dengan peperangan. Hal ini bisa dibuktikan dengan ditemukan bukti-bukti arkeologis
dan Etografis, yang menunjukkan bahwa Islam telah dianut oleh anggota kerajaan (dari
batu nisan Islam yang berlambang kerajaan). Bukti lain adalah pada tahun 1357 M,
tatkala terjadi peristiwa Bubat (dalam Kidung Sundayana) dinyatakan bahwa prajurit
sunda di ibukota Majapahit melewati sebuah masjid. Selain itu, menurut berita Cina dari
Ma Huan, menyatakan bahwa pada tahun 1416 M penduduk Majapahit terbagi atas 3
kelompok yakni :
1.Orang Islam
2.China (Mahzab Hanafi)
3.Penduduk asli (penyembah berhala)
Dalam bukunya ”Suma Oriental”, Tome Pires yang merupakan ahli obat-obatan dari
Lisbon, menyebutkan bahwa pada waktu itu (abad XV), sebagian besar raja-raja
Sumatera beragama Islam, tetapi masih tetap ada negeri-negeri yang belim menganut
Islam. Contoh daerah yang telah memeluk Islam adalah Aceh di sebelah utara terus
menusur daerah pesisir timur sampai Palembang. Sedangkan contoh daerah yang belum
memeluk Islam adalah daerah Jawa Barat yang berbahasa Sunda, dan malah cenderung
memusuhi Islam. Daerah yang dimaksud Pires adalah wilayah yang berada di bawah
kekuasaan Pajajaran.
Bukti lain yang tak terbantahkan adalah ditemukannya batu-batu nisan dari abad XIV
yang berasal dari Trowulan (makam putri Campa, permaisuri dari raja Kertawardhana)
dan Troloyo memberi kesan bahwa istana Hindu-Budha dapat atau paling tidak kadang-
kadang bersikap toleran terhadap adanya orang-orang muslim di lingkungannya. Tidak
hanya di lingkunagan kerajaan. Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik
yang berangka tahun 1419 M, menunjukkan bahwa agama Islam juga menyebar melaui
pelabuhan.
Dan untuk memudahkan dalam penyebarannya, maka dilakukanlah Asimilasi,
akomodasi, maupun akulturasi. Proses asimilasi, akulturasi, dan akomodasi itu terus
berlangsung sampai lama sesudah sebagian penduduk Jawa memeluk agama Islam
secara nominal, dan telah menyebabkan agak berbedanya corak Islam Jawa dan Islam
Malaya atau Sumatera.
C.PERKEMBANGAN BUDAYA
Pada masa perkembangan Islam di nusatara, juga terjadi kemajuan dari segi budayanya.
Ditemukannya naskah-naskah Islam ataupun sastra-sastra Islam yang bisa menjadi salah
satu sumber sejarah perkembangan Islam di Indonesia serta menambah khazanah
budaya Islam pada masa itu adalah fakta pendukungnya. Mulai dari Hikayat Raja-raja
Pasai, Sejarah Melayu, Babad Tanah Jawi, Sejarah Banten, Primbon, Suluk, Tajusalatin,
dyl. Karya-karya sastra ini semakin menyebar setelah masa Majapahit, karena pusat
kebudayaan tersebar ke seluruh nusantara yang merupakan perpaduan budaya
Indonesia asli, Hindu-Budha, dan Islam.
Hikayat Raja-Raja Pasai merupakan salah satu sumber yang berisi cerita-cerita kuno,
namun sebagian besar isinya hanya dikenal dalam versi-versi dari abad XVIII dan XIX.
Naskahnya berbahasa Melayu, tetapi disalin di Demak pada tahun 1814. Buku ini
menceritakan bagaimana Islam masuk ke Samudra, daerah pertama yang menjadi
tempat berdirinya sebuah kerajaan Islam (Samudera Pasai).
Sejarah Melayu merupakan naskah lainnya yang berbahasa Melayu, yang dikenal dalam
beberapa versi, dan salah salah satunya ditulis oleh Abdul Kadir Munsi pada tahun 1612.
Satu naskah memuat angka tahun 1021 H (1612 M), tetapi naskah ini hanya ada dalam
salinan dari awal abad XIX. Seperti halnya cerita tentang masuknya Samudra ke dalam
agama Islam yang diceritakan dalam Hikayat Raja-raja Pasai, naskah ini berisi suatu kisah
mengenai masuknya raja Malaka ke dalam agama Islam.
Babad Tanah Jawi merupakan judul umum yang mencakup sejumlah besar naskah
berbahasa Jawa yang beraneka ragam susunan dan uraiannya, dan tak satu pun naskah
terdapat dalam salinan dari masa sebelum abad XVIII. Naskah ini bersifat makro, yang
menceritakan sejarah zaman tertua sampai abad XVIII, yang terdiri atas dua puluh (20)
versi. Babad tanah Jai yang asli ditulis oleh Tumenggung Tirta Wiguna yang saat itu
bernama Carik Bajra (1719), yang merupakan bagian hikayat dunia. Bersamaan dengan
itu terjadi suksesi Jawa pada 1719-1723 antara putra Pakubuwono I. Karena pada kasus
ini, legitimasi Mataram adalah Babad (oleh Pakubuwono IV, putra Pakubuwono I).
Naskah-naskah ini mengacu pengislaman yang pertama di antara orang-orang Jawa pada
pekerjaan sembilan orang suci (wali songo), namun nama-nama dan hubungan-
hubungan di antara kesembilan orang itu berbeda-beda dalam berbagai kisah.
Sejarah Banten merupakan naskah berbahasa Jawa lainnya yang berisi cerita-cerita
tentang pengislaman. Sebagian besar naskah kronik ini berangka tahun akhir abad XIX,
tetapi dua buah naskah merupakan salinan dari yang asli yang ditulis dalam tahun 1730-
an dan 1740-an. Seperti halnya dongeng-dongeng di dalam babad tanah Jawi, termuat
banyak peristiwa ghaibdi dalamnya, namun karya tulis ini tidak menggambarkan
pengislamannya secara jelas, dan tidak ada penekanan pada pengucapan dua kalimat
syahadat, pengkhitanan, dyl.
Primbon (buku penuntun) berisi catatan-catatan yang dibuat oleh seorang murid atau
lebih dari seorang ulama. Pada masa-masa selanjutnya, primbon identik dengan
ramalan-ramalan mengenai nasib seseorang berdasarkan tanggal kelahirannya, dyl.
Salah satu pembuat primbon tersohor adalah Sultan Agung, raja besar dari kerajaan
Mataram Islam.
Selain beberapa sastra di atas, terdapat pula sastra-sastra lainnya. Sastra-satra tersebut
adalah Tajusalatin oleh Nurudin Ar-Raniri, Kidung, Shraf al-Asiqin (minuman yang
memabukkan) oleh Hamzah Fansuri , dan Asrar al-Aliqi (cermin bagi orang arif) oleh
Syamsudin As-Sumatrani, serta sastra yang digunakan sebagai sumber sejarah yakni Puja
Sastra dan Pura Sastra. Puja sastra adalah karya sastra yang dipakai untuk memuja raja
saat itu (kultus Dewa Raja). Sedangakan Pura Hita adalah pendeta istana yang bertugas
menjaga, merawat, dari para Raja. Dalam kerajaan Astina pura, Hita adalah Durna dan
Bisma.
Selain adanya bukti kemajuan sastra-sastra Islam di atas, hal yang yang menyangkut
dengan budaya Islam pada masa itu adalah bukti yang jelas mengenai kecenderungan
mistis dalam Islam di Indonesia, yang diwujudkan dengan adanya ajaran Tasawuf. Kaum
sufilah yang menjadi alat utama dalam islamisasi. Pendukung utama argumen ini adalah
A.H. Johns. Dia menjelaskan bahwa pengislaman di Indonesia bersamaan dengan kurun
waktu ketika paham sufi telah mulai mendominasi dunia Islam (setelah kejatuhan
Baghdad ke tangan Mongol pada tahun 1258). Ajaran tasawuf ini salah satunya diajarkan
oleh Sunan Bonang, yang juga telah menulis ”Suluk” yang menghasilkan buku karya
Sunan Bonang atau Hade Book van Bonang.
Pada zaman Islam, karya-karya sastra itu mengandung unsur fiktif yang menjadi
kepercayaan pada masa itu (selain sejarah sebagai isinya). Fiktif ini dibatasi dalam
lingkup budaya. Unsur-unsur fiktif ini meliputi mitos, legenda, simbolisme, tafsir mimpi,
genealogo/keturunan, pamali/larangan, dan kutukan. Pada akhirnya aspek-aspek
imajinatif ini fungsinya adalah sebagai alat legitimasi.
Walaupun Islam hanya mempunyai dampak yang sangat terbatas terjadap falsafah Jawa,
tetapi agama ini telah menyebabkan terjadinya pergeseran budaya dalam kehidupan
masyarakat Jawa, misalnya semua orang Jawa yang memeluk agama Islam akhirnya
melakukan khitanan dan penguburang sebagai pengganti uapacara-upacara keagamaan
Hindu-Budha, seperti pembakaran mayat. Dengan demikian, masuknya seseorang ke
dalam komunitas kegamaan yang baru ini ditandai secara jelas. Di Bali, karena sebab-
sebab yang tidak jelas, kendala-kendala budaya tidak dapat diataso dan Bali tetap Hindu
sampai kini. Di semua daerah Indonesia, Islamisasi adalah awal, bukan akhir dari suatu
proses perubahan yang penting. Tujuh abad kemudian, proses ini tetap berlangsung.
D.ANALISIS KESIMPULAN
Dalam awal perkembangan Islam, berbagai perubahan dan kemajuan telah dicapai di
Indonesia. Dari kemajuan dalam bidang Ekonomi, sosial, dan budaya. Masing-masing
ketiga aspek ini sangat mempengaruhi kemajuan peradaban di Indonesia. Tidak hanya di
daaerah pesisir, kemajuan juga terjadi di daerah pedalaman, yang biasanya menjadi
pusat pemerintahan kerajaan.
Pada masa Islam, kegiatan perekonomian terutama menyangkut perdagangan sudah
maju dengan pesat. Berdirinya bandar-bandar atau pelabuhan tempat transaksi
biasanya dilakukan adalah fakta yang menguatkan hal itu. Gresik, Tuban, Surabaya,
Makasar, Pasai, adalah salah satu sedikit contoh pelabuhan internasional yang maju
pada masa itu.
Syiar agama Islam, serta penyebarannya di Indonesia begitu cepat dan cepat. Salah satu
faktor pendukungnya adalah adanya beberapa aspek sosial dalam ajaran Islam yang
tidak memberatkan serta cocok dengan masyarakat Indonesia. Aspek-aspek itu
meliputi1). ajarannya sederhana, 2.) syaratnya mudah, 3.) tidak mengenal kasta, 4.)
upacara-upacara keagamaan sangat sederhana, serta 5.) Disebarkan melalui jalan damai.
Pada masa perkembangan Islam di nusatara, juga terjadi kemajuan dari segi budayanya.
Ditemukannya naskah-naskah Islam ataupun sastra-sastra Islam yang bisa menjadi salah
satu sumber sejarah perkembangan Islam di Indonesia serta menambah khazanah
budaya Islam pada masa itu adalah fakta pendukungnya.
Pada akhirnya ketiga aspek di ataslah yang mendukung penyebaran dan perkembangan
Islam di Indonesia, sehingga mengalami peningkatan yang cukup pesat, dan sekarang
telah dianut oleh sebgaian besar masyarakat Indonesia.