Anda di halaman 1dari 4

KENTRUNG

1. NAMA KARYA, ASAL DAERAH DAN DEFINISI

Kentrung adalah kesenian asli Indonesia yang berasal dari pantai utara Pulau
Jawa. Kesenian ini menyebar dari wilayah Semarang, Pati, Jepara, Blora hingga
Tuban. Kentrung merupakan kesenian tradisional sastra lisan yang mewujudkan
sarana komunikasi rakyat melalui simbol-simbol. Simbol digambarkan lewat
penokohan dan kehidupan masyarakat. Selain itu, juga tentang politik, ekonomi,
ideologi, sosial, budaya dan keamanan. Komunikasi yang disampaikan merupakan
ungkapan melalui kritik dan pesan moral dikemas halus dengan bahasa kentrung.
Pertunjukan kentrung dimainkan oleh dalang dan panjak yang mendongeng tanpa
menggunakan wayang.

2. SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA


Kentrung merupakan media dakwah para wali. Periode ini berkisar pada awal
mula kemunculannya, yaitu abad ke 16 M. memasuki akhir abad ke 19 M dan
awal abad ke 20 M, kentrung berevolusi sebagai media komunikasi secara
sembunyi-bunyi dan mnyindir penjajah kolonial.

Kentrung mencapai puncak pada masa kemerdekaan Indonesia, dalam masanya


merupakan seni yang mendidik dengan menggunakan cerita. Seni tutur yang
sering tampil “lesehan” tersebut digunakan sebagai media penyambung lingkar
sejarah rakyat khususnya Islam yang berkembang di Jawa. Kesederhanaan
tampilan dengan menggunakan bahasa Indonesian dan dialek daerah yang mudah
diterima masyarakat.

Kentrung pada zaman dahulu pemainnya hanya duduk mendengarkan dalang


bercerita dan terkadang pemain lainnya nembang, parikan dan berpantun. Dalam
perkembangannya pemain kentrung sudah bisa berekspresi memerankan tokoh
seperti pemain ludruk dan kesenian ketoprak.
Perkembangan kesenian kentrung tidak jauh berbeda dengan nasib kesenian
lokal lainnya, saat ini keberadaan Kesenian Kentrung dapat dikatakan hamper
punah. Kenyataan seperti ini menyebabkan Kesenian Kentrung tidak lagi eksis di
kalangan masyarakat, apalagi generasi muda. Dapat diperkirakan bahwa Kesenian
Kentrung hanya akan tinggal sejarah jika tidak ada generasi penerusnya. Oleh
karena itu, para seniman terus berjuang untuk bertahan, yaitu salah satunya
dengan meningkatkan kualitas pertunjukkannya, misalkan penambahan cerita
baru yang lebih komunikatif. Selain itu, pemerintah sepatutnya memberikan
apresiasi serta perhatian khusus bagi Kesenian Kentrung sehingga keberadaannya
dapat dipertahankan sebagai salah satu aset budaya yang luhur.

3. ALAT MUSIK YANG DIGUNAKAN, MEDIA POKOK (NADA) DAN


UNSUR

Kesenian kentrung adalah seni bertutur atau bercerita dengan berpantun.


Dalam pertunjukannya biasa diiringi oleh alat musik rebana. Seiring
perkembangan zaman instrument yang digunakan untung mengiringi Kesenian
Kentrung tidak hanya rebana, melainkan ditambah alat lainnya, seperti kendang,
kecrek, kethuk, kenong, ketipung, saron, dan jedhor. Seni ini dimainkan oleh
seorang dalang yang dibantu dengan panjak.

Sebagaimana sebuah kesenian tradisi maka sudah pasti dalam pertunjukkannya


menampilkan unsur-unsur estetis dan etis di dalamnya. Unsur estetis dalam
Kesenian Kentrung dapat dicermati pada sajiannya yang memperhitungkan tinggi-
rendah, keras-lunak, tempo, irama, dan aksentuasi suara sehingga lebih dinamis
dan tidak monoton. Ekspresi wajah serta bahasa tubuh yang dipadukan dengan
harmonisasi iringannya menempatkan Kesenian Kentrung sebagai sebuah seni
local yang penuh estetika (keindahan). Adapun nilai etis dalam Kesenian Kentrung
dapat dipahami pada makna atau pesan yang disampaikan melalui sebuah cerita.
Nilai-nilai yang ditampilkan selalu mengarah selalu mengarah pada kebaikan, budi
pekerti, sopan santun, dan sebagainya. Nilai-nilai Islam juga begitu kental dalam
pertunjukan tersebut.

4.BENTUK PENYAJIAN dan MEDIA BANTU


Musik dalam pertunjukan kentrung adalah suatu bentuk komposisi musik yang
terdiri atas cerita yang dilagukan dengan menggunakan laras slendro dan diiringi
alat musik rebana. Bentuk pertunjukan ini merupakan suatu fenomena seni
pertunjukan yang ada di masyarakat seiring dengan keberadaan beragam seni
pertunjukan lain yang ada di Kabupaten Jepara seperti: campursari, wayang kulit,
karawitan, rebana, dan dangdut. Pertunjukan kentrung sebagai pelopor seni
pertunjukan yang bercirikan Islam, keberlangsungannya sampai saat ini masih
diminati oleh masyarakat di wilayah Kabupaten Jepara. Oleh karena itu, maka
dalam kajian ini akan diungkap akan diungkap bagaimana asal-usul dan fungsi
pertunjukan kentrung bagi masyarakat Kabupaten Jepara; bagaimana bentuk
komposisi dan bentuk penyajian musik dalam pertunjukan kentrung; dan proses
bagaimana keberlangsungan serta perubahan-perubahannya. Untuk mengungkap
masalah-masalah di atas, kajian dilaksanakan berdasarkan pendekatan
etnomusikologis, antropologis, dan historis. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa studi
pustaka, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sasaran penelitian adalah
pertunjukan kentrung yang ada di kabupaten Jepara. Hasil Penelitian
menunjukkan, bahwa keberadaan pertunjukan kentrung di kabupaten Jepara
diperkirakan sama dengan masuknya pertunjukan kentrung ke Jawa tengah yaitu
sekitar tahun 1920. Pertunjukan kentrung mempunyai fungsi antara lain: sebagai
sarana ritual, ungkapan pribadi, dan presentasi estetis. Bentuk komposisi musik
dalam pertunjukan kentrung terdiri dari ritme, melodi, harmoni, syair, dinamik,
dan ekspresi. Adapun bentuk penyajiannya meliputi tata panggung, tata busana,
tata rias, tata lampu, tata suara, pemain dan alat serta waktu pertunjukan.
Sebagai sebuah produk budaya, keberlangsungannya hingga saat ini, salah
satunya juga sangat bergantung pada proses pewarisan seni pertunjukan ini yaitu
dengan hanya mengandalkan sistem nyantrik. Perjalanan panjang telah
dialaminya, sehingga sampai saat ini pertunjukan kentrung telah mengalami
beberapa proses perubahan, antara lain pada aspek pemain, pola iringan, dan
kostum.

Kesenian Kentrung pada dasarnya ditampilkan oleh penyaji yang berjumlah


antara satu sampai tiga orang yang beragama islam. Instrument yang digunakan,
yaitu kendang, ketipung, dan kethuk. Dalang memegang alat kentrung yang
sekarang berupa rebana berjumlah tiga buah dengan ukuran berbeda-beda.
Adapun panggung yang digunakan biasanya berukuran 1,5m x 2m. Adapun cerita
yang dipentaskan dalam pertunjukan kentrung dibagi menjadi dua jenis, yaitu
cerita bernafaskan Islam dan cerita mengenai sejarah atau legenda. Syair, parikan,
dialog, dan cerita disampaikan dengan nada slendro, pelog, dan diatonis. Waktu
pertunjukan biasanya pada malam hari dengan durasi yang bervariasi, antara satu
atau dua jam bahkan semalam suntuk.

Kentrung sering dimanfaatkan masyarakat dalam hajatan dan pesta. Misalnya


khitanan, perkawinan, tingkepan, pindahan rumah, ulang tahun instasi. Tetapi
dalam perkembangannya kentrung bisa untuk dialog interaktif dalam seminar di
perguruan tinggi dan sekolah-sekolah tertentu. Kentrung juga sering digunakan
pada acara yang bernuansa religious dengan cerita tentang Nabi Muhammad,
Nabi Musa, dan Nabi Yusuf, zaman Walisongo dan Mataram Islam (Babad Tanah
Islam). Kisah lainnya tentang Syeh Subakir, Ahmad Muhamad, Kyai Dullah, Amir
Magang, Sabar-subur, Maryama Marmadi Ngentrung, Ajisosko dan cerita Panji.

NAMA ANGGOTA KELOMPOK:

 HAWWIN ELINE F.R


 NAUFAL YASIR M
 M. WILDAN E. B
 RACHEL ANGELINE F. S

Anda mungkin juga menyukai