Anda di halaman 1dari 11

BAB1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Musik daerah atau musik tradisional adalah music yang lahir dan berkembang di
daerah daerah di seluruh Indonesia. Cirri khas pada jenis music ini terletak pada isi lagu
dan instrument ( alat musiknya ). Music tradisi memiliki karakterristik khas, yakni syair
dan melodinya menggunakan bahasa dan gaya daerah setempat. Indonesia adalah sebuah
Negara yang terdiri dari ribuan pulau yang terbentang dari papua hingga aceh. Dari
sekian banyak pulau beserta dengan masyarakatnya tersebut lahir, tumbuh dan
berkembang seni tradisi yang merupakan identitas, jati diri, media ekspresi dari
masyarakat penduduknya. Hampir seluruh seni tradisional mempunyai semnagat
kolektivitas yang tinggi sehingga dapat dikenali karakter khas orang/masyarakat
Indonesia, yaitu ramah dan sopan. Namun berhubung dengan berjalannya waktu dan
semakin di tinggalkannya spirit dari seni tradisi tersebut, karakter kita semakin beribah
dari sifat yang menjunjung tinggi nilai nilai kebersamaan menjadi individual/egoistis.
Begitu banyaknya seni tradisi yang dimiliki bangsa Indonesia, salah satunya adalah
GONG WANING.
GONG WANING merupakan salah satu alat music tradisional masyarakat
SIKKA, NUSA TENGGARA TIMUR (NTT), yang merupakan alat music yang
dimainkan dengan cara di tabu ( di pukul ) gong waning terdiri dari beberapa jenis
instrument seperti
1. Waning ( gendang )
2. Gong dan peli anak ( saur )

Waning sendiri merupakan alat music sejenis gendang yang terbuat dari kayu kelapa dan
hanya memiliki 1 membran. Alat music ini biasa dimainkan sebagai pengiring tarian atau
dalam acara adat maupun pertujukan tari.

Perlu di ketahui sebelum adanya gong di daerah Sikka, masyarakat di sana


menggunakan alat music letor. Lettor sendiri merupakan alat music yang terbuat dari
kayu berbentuk bilahan yang di susun seperti gambang alat music dari jawa.
Namun setelah mengenal alat music gong, masyarakat mengganti lettor dengan
alat music tersebut, hal ini di lakukan karena suara yang di hasilkan mirip dengan lettor.
Sejak saat itu di sana menggunakan gong sebagai pendamping alat music waning dan
menyebutnya dengan gong waning.

Menurut beberapa sumber sejarah yang ada alat music ini sudah ada sekitar tahun
1920-an. Adanya gong waning ini merupakan dampak dari masuknya pedagang cina,
jawa, dan bugis yang ada saat itu membawa alat music gong untuk di tukar dengan
barang kerajinan atau hasil bumi masyarakat Sikka. Sehingga gong waning
keberadaannya sudah cukup lama di masyarakat Sikka – NTT.

GONG WANING terdiri dari 3 jenis instrument utama yaitu waning, gong dan
saur. Waning sendiri merupakan alat music sejenis gendang yang terbuat dari batang
pohon kelapa dan kulit sapi/kambing yang suda di keringkan. Gendang yang satu ini
memiliki perbedaan dengan gandang pada umumnya, hanya memiliki satu membrane.
Waning yang di gunakan biasanya terdiri dari 2 jenis yaitu, waning ian ( gendang besar )
dan waning anak ( gendang kecil ).

Pada perangkat gong yang di gunakan memiliki nada yang berbeda beda, dari
nada rendah sampai nada tinggi dan juga nada yang di hasilkan dalam tangga nada yaitu
pentatonic, gong tersebut di antaranya

 Gong inan wa’a


 Gong inan depo
 Gong lepe
 Gong higo hagong

Untuk gong higo hagong biasanya terdiri dari 2 gong yang berbeda namun dimainkan
secara bersamaan, apabila salah satunya tidak ada maka music yang dihasilkan akan
terdengar rancu.

Untuk peli anak atau saur, merupakan potongan bamboo sepanjang kurang dari 1
meter. Peli anak ini biasanya digunakan untuk menstabilkan irama atau penjaga tempo
irama pukulan gong waning. Pada dasarnya music gong waning ini digunakan untuk
mengiringi tarian saja, dan tidak bisah di tampilkan secara orchestra seperti gamelan
Kini gong waning tidak hanya di gunakan sebagai pengiring upacara adat saja,
tapi di tampilkan di berbagai acara seperti festival budaya maupun pertunjukan seni
daerah. Selain itu berbagai kreasi dan variasi juga sering di lakukan namun tetap di
sesuaikan dengan gerak tarian yang ditampilkan.

Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala


sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah cultural determinism. Herskovits
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.

Menurut andreas eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai social,


norma social, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur – struktur social, religious, dan
lain lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistic yang menjadi chiri khas
suatu masyarakat .

menurut Edward burnett tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang
didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat,
dan kemampuan kemampuan lain yang di dapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

Menurut selo soemardjan dan soleiman soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya,
rasa dan cipta masyarakat.

Dari berbagai definisit tersebut dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan


adalah: sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi system idea
tau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari hari,
kebudayaan ini bersifat abstrak. Sedangkan perwujuttan kebudayaan adalah benda benda
yang di ciptakan oleh manusia sebagai makluk yang berbudaya, berupa perilaku dan
benda benda yang bersifat nyata, misalnya pola pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,
organisasi social, religi, seni dan lain lainnya. Yang semuanya ditunjukan untuk
membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Berdasarkan pengertian dan definisi di atas tentang kebudayaan, dapat diketahui
bahwa secara umum kebudayaan memiliki 6 unsur penting yang menjadi komponen
pokok pembentuk kebudayaan itu:

a. Unsure peralatan dan perlengkapan hidup, seperti: rumah, pakaian, kendaraan


b. Unsure mata pencaharian / system ekonomi, seperti pegawai, petani, buruh
c. Unsure system kemasyarakatan, yang meliputi: hukum, kekerabatan, perkawinan.
d. Unsure bahasa baik lisan maupun tulisan yang berfungsi sebagai alat komunikasi
e. Unsure kesenian, sepeti seni tari, seni music, seni rupa
f. Unsure pengetahuan dan teknologi, seperti: pengetahuan alam, perbintangan,
pertambangan, computer.

Laju modernisasi kini menjadi ancaman serius music gong waning. Sebeab tak banyak
yang ingin meneruskan kesenian tradisional ini. Apa lagi hanya sedikit generasi muda yang
berminat mempelajarinya” anak anak sekarang suda kurang suka belajar music gong waning atau
kesenian dan budaya seperti ini “ katanya kebanyakan pemusik gong waning diisi deretan warga
berumur. Maka sebegai music warisan leluhur yang patut di pertahankan. Keberadaan music gong
waning kini terancam punah . ditambah, banyak pula yang menganggap alat music ini
kampungan. Kala kelas dari music music modern saat ini. Meskipun begitu beberapa pelatih
music gong waning tetap berharap kondisi ini kedepan terbaik.

Berdasarkan pertimbangan di atas, peneliti mengambil sebuah judul yaitu “ EKSISTENSI


GONG WANING DI ERA MILENIAL” ( STUDI KASUS DI DESA NITAKLOANG
KECAMATAN NITA KABUPATEN SIKKA )
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis akan mengkaji permasalahan yang akan di
susun adalah

1. Bagaimana eksistensi gong waning di era milenial


C. Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui eksistensi gong waning di era milenial


2. Untuk mengetahui usaha penggiat seni gong waning dalam mempertahankan warisan
budaya.
3. Untuk mengetahui peran pemerintah dalam mempertahankan warisan budaya di era
milenial

D. Manfaat penelitian

1. Secara praktis
a. Bagi penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan sebagai bekal dalam
mengaplikasihkan pengetahuan teori terhadap masalah praktis.

b. Bagi masyarakat
Diharapkan hasil penelitian ini bisah menjadi kontribusi pemikiran bagi masyarakat
dalam menghadapi era milenial

c. Bagi pemerintah
Diharapkan pemerintah memberikan perhatian khusus dalam upaya melestarikan music
gong waning sebagai warisan budaya kabupaten SIKKA
BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP

2.1 Hasil Penelitian yang Relevan

No Peneliti Judul Hasil


1 Hervinaya S ( 2014 Eksistensi Budaya A’ dangke Hasil penelitian tersebut menunjukan untuk
) pada acara perkawinan mepertahankan eksistensi sebuah budaya di era
masyarakat kelara Kabupaten globalisasi dibutuhkan kesadaran masyarakat
Jeneponto” bahwa akan pentingnya sebuah budaya,
khususnya dikalangan anak muda.
2 Sry Maryani “ Budaya SAMBATAN di era Dengan hasil penelitian yaitu Sambatan
(2013 ) modernisasi ( study kasus di merupakan sebuah kegiatan kerja sama yang
Desa GumuKrejo, kecamatan umumnya ada pada masyarakat pedesanan di
Teras Kabupaten Boyolali)” Jawa. Sambatan merupakan bagian dari bentuk
system tolong menolong yang pada dasarnya
tidak ada system upah pada pelaksanaan
kerjanya. Tolong menolong pada masyarakat
desa telah menjadi kebiasaan dalam menjalani
kehidupan bermasyarakat di desa, dengan
masyarakat yang saling tolong menolong
diharapkan ikatan persaudaraan dalam
masyarakat akan semakin erat dan niscaya
kerukunan akan tercipta. Sehingga kegiatan
tolong menolong besar manfaatnya bagi
kehidupan masyarakat pedesaan. Modernisasi
membawa dampak bagi kehidupan masyarakat
saat ini, tutntutan terhadap spesialisasi
pekerjaan yang menuntut keahlian membuat
masyarakat berlomba lomba untuk mendapat
gelar ahli. Hal tersebut berdampak pada system
tolong menolong dan system kerja sama
gotong royong pada masyarakat pedesaan.
Dengan adanya tenaga ahli yang merambah
pada kehidupan masyarakat saat ini secara
tidak langsung melunturkan rasa untuk saling
tolong menolong dan gotong royong dalam
masyarakat, dan hal tersebut digantikan dengan
hadirnya tenaga ahli yang dibayar untuk
keahliannya tersebut. Masyarakat desa yang
tadinya saling tolong menolong dan bergotong
royong untuk mengerjakan sesuatu, seperi
membangun rumah, acara pesta dll,dengan
adanya modernisasi yang melahirkan tenaga
ahli, ada sebuah pemikiran bahwa pekerjaan
yang menggunakan tenaga ahli akan lebih
cepat dan lebih baik jika dibandingkan dengan
pekerjaan yang dilakukan dengan tolong
menolong ataupun gotong royong. Sehingga
hal tersebut dikhawatirkan akan
menghilangkan eksistensi dari kegiatan tolong
menolong seperti sambatan. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa modernisasi
mempunyai pengaruh terhadap budaya
sambatan.
2.2. Landasa Teori

2.2.1. Teori Fungsional ( Functional Theory )

Konsep kejutan budaya menurut William F. Ogburn berusaha menjelaskan perubahan social
dalam kerangka fungsional. Menurutnya meskipun unsure unsure masyarakat saling berhubungan satu
sama lain, beberapa unsurnya bisah saja berubah dengan sangat cepat, sementara unsure lainnya tidak.
Ketertinggalan tersebut menjadikan kesenjangan social dan budaya di antara unsure unsure yang berubah
sangat cepat dan unsure yang berubah lambat. Kesnjangan ini akan menyebabkan adanya kejutan social
dan budaya pada masyarakat. Ogburn menyebutkan perubahan teknologi biasahnya lebih cepat daripada
perubahan budaya non material,seperti kepercayaan, norma, nilai nilai yang mengatur masyarakat sehari
hari. Oleh karena itu dia berpendapat bahwa perubahan teknologi seringkali menghasilkan kejutan budaya
yang pada gilirannya akan memunculkan pola pola perilaku yang baru meskipun terjadi konflik dengan
nilai nilai tradisional. Contohnya ketika alat alat kontrasepsi pertama kali diluncurkan untuk
mengendalikan jumlah penduduk dalam program keluarga berencana ( KB ) banyak pihak menentang
program tersebut karena bertentangan dengan nilai nilai agama serta norma yang berlaku di masyarakat
pada waktu itu. Meskipun demikian, lambat laun masyarakat mulai menerima program KB tersebut
karena dapat bermanfaat untuk mencega pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali.

Konsep yang berkembang dari teori ini adalah cultural lag ( kesenjangan budaya ). konsep ini
mendukung teori fungsional menjelaskan bahwa perubahan social tidak terlepas dari hubungan antara
unsure unsure kebudayaan dalam masyarakat. Menurut teori ini, beberapa unsure kebudyaan bisah saja
berubah dengan sangat cepat sementara unsure yang lainnya tidak dapat mengikuti kecepatan perubahan
unsure tersebut. Maka, yang terjadi adalah ketertinggalan unsure yang berubah secara perlahan tersebut.
Ketertinggalan ini menyebabkan kesenjangan social atau cultural lag

Para penganut teori fungsional lebih menerima perubahan social sebagai sesuatu yang konstan
dan tidak memerlukan penjelasan. Perubahan dianggap suatu hal yang mengacaukan keseimbangan
masyarakat. Proses pengacauan ini berhenti pada saat perubahan itu telah diintegrasikan dalam
kebudayaan. Apabila perubahan itu ternyata bermanfaat, maka perubahan itu bersifat fungsional dan
akhirnya diterima oleh masyarakat, tetapi apabila terbukti difungsional atau tidak bermanfaat, perubahan
akan ditolak. Tokoh dari teori ini adalah William Pgburn.
Secara lebih ringkas pandangan teori fungsional adalah sebagai berikut, yaitu:

a. Setiap masyarakat relative bersifat stabil


b. Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang kestabilan masyarakat
c. Setiap masyarakat biasanya relative terintegrasi
d. Kestabilan social sangat tergantung pada kesepakatan bersama ( consensus ) dikalangan
anggota kelompok masyarakat.

2.2.2. Pengertian Eksistensi

Secara etimologi, eksistensialisme berasal dari kata eksistensi, eksistensi berasal dari bahasa
Inggris yaitu excitencie; dari bahasa latin existere yang berarti muncul, ada, timbul, memilih keberadaan
actual. Dari kata ex berarti keluar dari sister yang berarti muncul atau timbul. Beberapa pengertian secara
terminology, yaitu pertama apa yang ada, kedua, apa yang memiliki aktualitas ( ada ), dank e tiga adalah
segala sesuatu ( apa saja ) yang di dalamnya menekankan sesuatu itu ada berbeda dengan esensi yang
menekankan kealpaan sesuatu ( apa sebenarnya sesuatu itu seseuatu dengan kodrat inherennya ).
Sedangkan eksistensialisme sendiri adalah gerakan filsafat yang menentang esensialisme, pusat
perhatiannya adalah situasi manusia memahami eksistensialisme, memang bukan hal yang muda. Banyak
pendapat perihal definisi eksistensi. Tapi secara garis besar dapat ditarik benang mera diantara beberapa
perbedaandevinisi tersebut bahwa, para eksistensialis dalam mendefinisiskan eksistensialisme, merujuk
pada central kajian yaitu cara wujut manusia. ( bagus, 2005: 183. 25 ibid,185.

Pemahaman secara umum, eksistensi berarti keberadaan. Akan tetapi, eksistensi dalam kalangan
filsafat eksistensialisme memiliki memiliki arti sebagai cara berada manusia, bukan lagi apa yang ada tapi
apa yang memiliki aktualisasi ( ada ). Cara manusia berada di dunia berbeda dengan cara benda benada.
Benda benda tidak sadara akan keberadaannya, tak ada hubungan antara benda yang satu dengan benda
yang lainnya, meskipun mereka saling berdampingan. Keberadaan manusia diantara benda benda itulah
yang membuat manusia berarti. Cara berada benda benda beda dengan cara berada manusia. Dalam
filsafat eksistensialisme bahwa benda hanya sebatas “ berada”, bukan sebatas ada, tetapi “bereksistensi”.
Hal inilah yang menunjukan bahwa manusia sadar akan keberadaannya di dunia, berada di dunia dan
mengalami keberadaannya. Manusia menghadapi dunia mengerti apa yang dihadappinya, dan mengerti
akan arti hidupnya. Artinya manusia adalah subjek, yang menyadari yang sadar akan keberadaan dirinya.
Dan barang barang atau benda benda yang disadarinya adalah objek. Manusia mencari makna
keberadaannya di dunia bukan pada hakikat manusia sendiri, melainkan pada sesuatu yang berhubungan
dengan dirinya. Manusia dalam dunianya menggunakan benda benda yang ada di sekitarnya. Disinilah
peran aktif manusia yang harus menentukan hakikat keberadaan dirinya di dunia ini dan mendorong
dirinya untuk selalu beraktifitas ( tafsir, 2006: 281-219.22) sesuai dengan pilihan hidupnya dalam
mengambil jalan hidup di dunia.

2.2.3. Gong Waning

Gong waning adalah salah satu alat music yang biasa dimainkan oleh masyarakat SIKKA, alat
music ini dimainkan dengan cara di tabuh (di pukul). Biasanya gong waning dimainkan dalam upacara
adat, resepsi atau pesta dan acara kematian untuk mengiringi tarian. Penabuh gong waning secara lengkap
terdiri dari 9 orang sesuai dengan jumlah perangkat yang ada dalam alat music gong waning namun
kadang bisah juga dirangkap jika kekurangan penabuh gong waning. Adapun perangkat alat music gong
waning:

1. Waning yaitu gendang besar, terbuat dari batang kelapa dengan kulit sapi/kambing yang sudah
kering (menghasilkan bunyi bas )
2. Dodor yaitu gendang kecil, yang terbuat dari batang kelapa dengan kulit sapi/kambing yang suda
kering (menghasilkan bunyi tenor)
3. Gong dengan ukuran paling besar sampai paling kecil dengan nada paling rendah sampai paling
tinggi yaitu gong ina wa’a, gong ina depo, gong lepe, gong higo hagong, gong udong
4. Peli anak ( sa’ur) yaitu sepotong bamboo yang bisa digunakan untuk menjaga stabilitas irama
pukulan gong waning
2.2.4. Milenial

Milenial juga dikenal sebagai Generasi Y atau Gen Y adalah kelompok demografis setelah
generasi X dan generasi Z sebelumnya. Para peneliti dan media popular menggunakan awal 1980-an
sebagai awal tahun kelahiran dan pertengahan 1990-an hingga awal 2000-an sebagai akhir tahun
kelahiran, dengan 1981 hingga 1996 menjadi rentang devisi yang diterima secara luas untuk generasi
tersebut. Sebagian besar millennium adalah anak anak dari baby boomer dan generasi X awal millennium
sering menjadi orang tua dari generasi alpha.

Anda mungkin juga menyukai