Anda di halaman 1dari 95

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian
Pusat Studi Budaya yang berjudul Konsep Memayu Hayuning
Bawana pada Masyarakat Wilayah Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep Memayu
Hayuning Bawana terpantul pada wujud budaya masyarakat
melalui ide, perilaku, artefak, dan karya masyarakat. Salah satu
hasil budaya yang tanpak pada masyarakat adalah adanya
kesenian tradisi yang menjadi media perekat hubungan sosial
masyarakat di desa tersebut.
Pasca bencana gunung Merapi, desa tersebut menjadi
rusak parah karena letusan gunung Merapi. Kerusakan yang
dihasilkan meliputi lahan pertanian, pertenakan, air bersih,
jembatan, akses jalan, dan fasilitas-fasilitas umum. Keadaan
semakin parah dengan adanya ancaman lahar dingin yang dapat
datang kapan saja apabila musim hujan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terkait
dengan konsep Memayu Hayuning Bawana, tampak adanya
ketahanan hidup yang salah satunya didapatkan dari tradisi
berkesenian. Dari identifikasi di lokasi terdapat beberapa
kesenian tradisional yang dikembangkan oleh masyarakat
Dukun. Kesenian yang ada di wilayah Dukun ini memiliki
karakter yang khas. Kekhasan kesenian tersebut adalah
difungsikannya kesenian tadisi tersebut sebagai sarana
ketahanan hidup masyarakat dalam menghadapi kesulitan pasca
bencana alam gunung Merapi. Di samping itu, kesenian tersebut
juga berfungsi sebagai tontonan/hiburan dan tuntunan.

1
Kesenian tradisi yang terdapat di wilayah kecamatan
Dukun, di samping yang sudah diurai di atas, masih banyak jenis
kesenian tradisi lain yang dimiliki masyarakat Dukun yang belum
teridentifikasi. Oleh karena itu pelu dideskripsikan. Hal itu
disebabkan oleh perkembangan sosial budaya masyarakat sudah
beralih ke sosial masyarakat industri. Generasi muda di wilayah
kecamatan Dukun sudah banyak mengembara untuk mencari
kehidupan yang lebih layak. Di samping itu, juga dipengaruhi
oleh kemajuan teknologi terdapat pada kesenian dan tontonan
modern. Modernisasi tersebut akan mengalihkan perhatian
masyarakat kepada kesenian tradisional yang sudah dimiliki.
Sri Ahimsa-Putra (2009: 2) seni tradisi umumnya dapat
bertahan hidup karena para pengabdian pemainnya bukan dari
dukungan institusional baik dari pemerintah maupun swasta.
Banyak seni tradisi Menurut yang berhasil tetap hidup karena
kebaikan hati beberapa tokoh masyarakat yang menggemari
kesenian tersebut dan pemain yang pengabdiannya sangat
tinggi. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa kondisi seni
tradisional popularitasnya semakin merosot. Untuk itu maka
diperlukan penelitian yang dapat menginventaris dan
memetakan serta mencari alternatif Pengelolaan dan
Pengembangan seni tradisi.
Selaras dengan pemahaman di atas, maka peneliti
memandang perlu untuk melakukan penelitian seni tradisional di
wilayah kecamatan Dukun senyampang seni di daerah tersebut
masih subur dengan dukungan masyarakat yang penuh. Dari
keadaan tersebut maka Pengelolaan dan Pengembangan
menjadi lebih mudah dilakukan.

2
B. Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada persoalan kesenian tradisi
yang terdapat di wilayah kecamatan Dukun, kabupaten
Magelang pasca recovery bencana alam gunung Merapi terkait
dengan deskripsi bentuk kesenian, wilayah tumbuh,
pengembangan, dan pengelolaannya.

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan. Tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Menemukan dan mendeskripsikan potensi seni tradisi di
wilayah kecamatan Dukun, kabupaten Magelang pasca
recovery bencana alam gunung Merapi.
2. Mendeskripsikan Pengelolaan dan Pengembangan Potensi seni
tradisi di wilayah kecamatan Dukun, kabupaten Magelang.

3
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Budaya, Kearifan Lokal, dan Folklor
Seni tradisi merupakan bagian dari kebudayaan.
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan dan tindakan
hasil karya manusia, dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjroningrat,
1980:180). Kebuyaan mempunyai tiga wujud, yaitu (a) wujud
ideal yang sifatnya abstrak yang tidak dapat diraba atau difoto
dan ada dalam pikiran atau otak manusia. (b) Sistem sosial yang
terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi satu dengan
lainnya yang selalu menurut pola-pola tertentu berdasarkan adat
dan tata kelakuan. (c) Kebudayaan fisik, kebudyaan ini berupa
total hasil fisik dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua
manusia dalam masyarakat. Oleh karena itu sifatnya paling
kongkrit yang berupa benda-benda yang dapat diraba dan difoto
(Koentjroningrat, 1990:186-188).
Kebudayaan memiliki beberapa unsure. Unsure tersebut
adalah bahasa yang merupakan alat komunikasi, (2) sistem
pengetahuan, (3) organisasi sosial, (4) sistem peralatan hidup
dan teknologi, (5) sistem mata pencarian hidup, dan (6) sistem
religi.
Budaya mempunyai pengertian lebih luas dari kearifan
lokal, karena budaya mencakul hal-hal yang bersifat klasik
maupun modern, mencakup seluruh perilaku manusia yang
dimiliki karena belajar. Sementara kearifan lokal mempunyai
pengertian sebagai hasil pemikian nenek moyang yang berupa
pengetahuan-pengetahuan yang dirumuskan dari pemahaman
dan pandangan hidupnya tentang makro kosmos dan mikro

4
kosmos serta sudah di ujicoba turun temurun melalui titen
maupun langsung digunakan masyarakat. Sedangkan folklor
adalah salah satu bentuk kebudayaan yang berasal dari satu
tradisi masyarakat yang ditukarkan dalam bentuk lisan dan
bersifat arkais. Menurut Dundes (melalai Danan Jaya 1994:1)
folk adalah sekelompok orang yang mengenal ciri-ciri fisik sosial
dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-
kelompok lainnya. Ciri-ciri pengenal itu antara lain warna kulit
yang sama, bentuk rambut yang sama, mata pencarian yang
sama, bahasa yang sama, taraf pendidikan yang sama, dan
agama yang sama. Namun yang lebih penting lagi adalah bahwa
mereka telah memiliki suatu tradisi yakni kebudayaan yang
mereka warisi turun menurun, sedikitnya dua generasi yang
dapat mereka akui sebagai milik bersama. Disamping itu, yang
paling penting adalah mereka sadar identitas kelompok mereka
sendiri. Seni tradisi sebagai bagian dari folklor menunjukkan
identitas folk sebagai masyarakat penghasil seni. Lebih lanjut
Danan Jaya (1994: 2) mendefinisikan folklor sebagai berikut.
Folklor adalah sebagai bagian dari kebuyaan kolektif semacam
apa saja secara tradisional dalam fersi berbeda baik dalam
bentuk tulisan maupun contoh dengan gerak isyarat atau alat
bantu pengingat.
Folklor mempunyai ciri-ciri pengenal utama. Ciri itu adalah
(1) penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, yaitu
disebarkan melalui tutur kata dari mulut kemulut atau dengan
suatu contoh dengan isyarat dan alat bantu pengingat dari
generasi satu ke generasi berikutnya. (2) Folklor bersisat
tradisiobal disebarkan dalam bentuk relatif tetap dalam bentuk
standar disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang

5
lama, paling sedikit dua generasi. (3) Folklor dalam fersi-fersi
bahkan farian-farian yang berbeda. (4) Folklor bersifat anonym,
nama penciptanya sudah tidak diketahui lagi. (5) Folklor
biasanya berbentuk berpola. (6) Folklor kegunaan dalam
kehidupan bersama suatu kolektif. (7) Folklor bersifat pralogis,
yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika
umum. (8) Folklor menjadi miliki bersama dari kolektif tertentu.
(9) Folklor bersifat polos dan lugu, bahwa banyak folklor
merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur.
Merunut pengertian-pengertian di atas, maka seni tradisi
termasuk unsur budaya yang merupakan jenis kearifan lokal
yang dapat pula dimasukan ke dalam hasil folklor dalam hal ini
ciri-ciri seni tradisi tanpak pada ciri-ciri folklore, yaitu bersifat
tradisional, muncul dalam versi-versi, bersifat anonim,
mempunyai bentuk berpola, mempunyai kegunaan dalam
kehidupan, serta bersifat polos dan lugu.

B. Fungsi Folklor
Menurut William R. Baskom (Danan Jaya 1994: 19) folklor
memiliki beberapa fungsi jika dilihat dari sisi pendukungnya.
Fungsi tersebut adalah (a) sebagai sistem proyeksi atau sebagai
pencermin angan-angan suatu kolektif, (b) sebagai pengesahan
pranata-pranata dan lembaga kebudayaan, (c) sebagai alat
pendidikan anak, dan (d) sebagai alat pemaksa dan pengawas
agar norma-norma masyarakat selalu dipatuhi anggota
kolektifnya. Fungsi tersebut juga tanpak terdapat pada seni
tradisi, karena seni tradisi sesungguhnya sebagai pencermin
angan-angan suatu kolektif, sebagai alat pendidikan, dan juga

6
sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma dipatuhi
oleh masyarakatnya.

C. Seni Tradisi
Sebagai bagian dari budaya, kearifan lokal, dan folklor,
seni tradisi sering diidentikkan dengan seni kerakyatan. Kesenian
dibedakan dalam ranah kesenian tradisional yang terdiri dari seni
keraton dan seni kerakyatan, kemudian kesenian modern serta
keseniaan massa yang merupakan perkawinan seni tradisi
dengan seni modern yang berupaya untuk memperluas
jangkauan penonton dan pendapatan. Berkaitan dengan keadaan
seni tradisi masa sekarang, di mana kehidupannya semakin
menurun, maka menurut pandangan Sri Alhimsa Putra (2009: 3)
seni tradisi perlu dilestarikan karena unsur budaya ini memiliki
beberapa fungsi sosiokultural yang sangat penting, baik itu yang
bersifat material maupun yang bersifat non-material. Pertama,
dari sudut pandang praktis ekonomis, seni tradisi dapat menjadi
salah satu atraksi wisata yang dapat menarik wisatawan lokal
maupun manca negara untuk datang ke suatu daerah. Kedua
menunjukkan jati diri.
Seni tradisi dari suatu daerah biasanya adalah di dapat
dengan mudah dan menjadi ciri khas atau jati diri daerah
tertentu. Apalagi seni tradisi tersebut sudah sejak lama dikenal
dan hanya satu-satunya di darah itu. Seni tradisi di sini dapat
menjadi salah satu penanda utama daerah tersebut yang dapat
disebut denga jati diri atau identitas. Ketiga, dasar dan sumber
ide penciptaan. Seni tradisi juga sering menjadi suatu inspirasi
penciptaan karya seni oleh seniman. Tidak hanya bagi
penciptaan karya di bidang yang sama tetapi juga di bidang yang

7
berbeda. Sebagai contoh banyak koreografer Indonesia yang
mendapat inspirasi membuat tari kreasi baru dari berbagai tari
tradisional yang ada diberbagai daerah di Indonesia. Sebagai
sumber penciptaan karya seni dalam bidang yang berbeda
terlihat berbagai lukisan Bali yang menampikalkan penari Bali
dalam berbagai posisi.
Dari contoh di atas terlihat dengan jelas bahwa seni tradisi
di Indonesia tetap mempunyai fungsi yang belum dapat
tergantikan oleh seni modern. Salah satu fungsi yang sulit
tergantikan tersebut adalah fungsi sebagai penanda identitas
atau penanda jati diri suatu komunitas. Apabila bangsa adalah
suatu komunitas, maka seandainya dengan sendirinya seni
tradisi menjadi penanda utama jati diri sebuah bangsa.

D. Seni Tradisi Pengelolaan dan Pengembangannya.


Menurut Sri Alhisa Putra (2009: 4) untuk pengembangan
seni tradisi perlu ditetapkan langkah-langkah yang disepakati
bersama melalui kiat-kiat atau siasat-siasat untuk melestarikan
seni tradisional tersebut. Disebutkan pula olehnya, bahwa
terdapat kelemahan utama dalam masyarakat Indonesia yang
kurang rapi tekait dalam pengembangan seni tradisonal oleh
pemerintah berkenaan dengan berbagai seni tradisi yang pernah
dan masih ada di Indonesia.
Menurut Garjito Hadi (2009:1-6) infentarisasi, deskripsi,
dan pengelolaan cagar budaya yang termasuk di dalamnya
adalah seni tradisi perlu dilakukan melalui pengelompokan.
Pengelompokan tersebut didasarkan pada titik situs atau cagar
budaya atau titik yang akan digunakan sebgai pangkal
pengelompokan. Dengan begitu dapat dikelompok sebelah barat,

8
kelompok tengah, kelompok tenggara, dan kelompok selatan
dari titik tersebut. Dari kelompok-kelompk tersebut dideskripkan
seni tradisi yang terdapat di daerah tersebut. Hasil deskripsi seni
menunjukan seni tradisi di daerah tersebut.
Menurut Sri Alhimsa Putra (2009: 4) langkah-langkah
pengembangan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan
seni tadisi di masa depan, yaitu (a) pemetaan seni tradisi, peta
itu tidak hanya menunkukan asal daerah seni tradisi tetapi
persebarannya, tingkat popularitasnya serta situasi dan kondisi
kehidupan para seniman serta perkumpulan seni taradisi
tersebut. Peta ini sebaiknya juga mencantumkan sejarah seni
tradisi serta berbagai upaya yang telah dilakukan oleh
masyarakat untuk melestarikannya. (b) Formalisasi, yaitu
penetapan secara formal masing-masing jenis seni tardisi
tersebut untuk memberikan rambu-rambu berkenaan dengan
ciri-ciri pokok dari jenis seni tradisi tersebut. Maka dari itu,
dengan formalisasi akan dapat dilihat dengan mudah kekurangan
yang ada dari seni tradisi tersebut. Dari sini akan berkembang
apresiasi dari seni itu adalah kritik seni. (c) Pendidikan seni
tradisi, yaitu formalisasi yang memudahkan proses pengajaran
atau pewarisan seni tradisi tersebut yang akan dapat mendorong
munculnya lembaga-lembaga pendidikan yang mengkhususkan
diri pada pelestarian dan pengembangan seni tradisi. (d)
Pengembangan kritik seni tradisi, apabila pendidikan seni tradisi
telah berkebang secara formal melalui sekolah-sekolah seni,
maka yang perlu diperhatikan adalah kritik seni tradisi. Melalui
kritik seni, maka dapat ditetapkan seni tradisi seperti apa yang
layak dan kelemahan yang ada untuk ditinggalkan. (e)
Pengembangan estetika seni tradisi, selama ini estetika yang

9
diajarkan di sekolah dan di perguruan tinggi adalah estetika
barat, sementara estetika dapat digali dari seni tradisi yang
kemudian akan muncul estetika asli dari seni tradisi tersebut. Di
sini perlu dikembangkan ethnoestetik. Estetika seni inilah yang
kemudian dapat digunakan untuk menilai keindahan sebuah
karya seni tradisi. Dengan adanya penilaian ini, maka kualitas
seni tradisi dapat ditingkatkan. Meningkatnya kualiatas seni
tradisi akan meningkatkan minat masyarakat, melestarikan, dan
mengembangkannya. (f) Sosialisasi, perlu dilakukan sosialisasi
dengan giat melalui dungkan masyarakat dan pemerintah.
Selama pihak swasta belum ada yang tertarik dan meminati,
maka pemerintah menjadi motor pengerak pelestarian dan
pengembangan seni tradisi. (g) Dukungan finansial dan fasilitas,
dana merupakan unsur yang sangat penting dalam upaya
pelestarian dan pengemabangan seni tradisi. Dengan finansial
tidak hanya diperlukan untuk rutinitas pelestarian dan
pengembangan tetapi juga untuk kegiatan festival seni. Kegiatan
ini akan meningkatkan perhatian dan minat masyarakat
terhadap seni tradisi.
Strategi pemetaan, pegelolaan, dan pengembangan seperti
yang sudah di urai di atas, digunakan sebagai acuan untuk
melakukan penelitian dan analisis seni tradisi di wilayah
kecamatan Dukun, kabupaten Magelang. Untuk itu rujukan tidak
seluruhnya dapat diterapkan, yaitu menyesuaikan temuan di
lapangan.

E. Roadmap Penelitian
Penelitian Sri Harti W dkk, 2011 dengan judul Konsep
Memayu Hayuning Wahana yang menghasilkan temuan berupa

10
kearifan lokal yang mewujud dalam bentuk perilaku pengelolaan
lingkungan, upacara tradisi, dan kesenian tradisional merupakan
jabaran dari konsep memayu hayuning wahana. Oleh karena itu
seni tradisi yang dihasilkan menjadi alat untuk memperkuat
ketahanan hidup masyarakat pasca bencana alam gunung
Merapi. Sebagai hasil budaya, folklor, dan kearifan lokal, maka
temuan ini perlu ditindak lanjuti dengan menginfentarisasi,
memetakan, dan menyajikan alternatif pengelolaan dan
pengembangannya. Hal itu didasarkan pada pandangan bahwa
seni tradisi di wilayah kecamatan Dukun, kabupaten Magelang
telah menjadi sistem dalam kehidupan masyarakatnya.

11
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian naturalistik.
Metode ini termasuk pada ranah penelitian kualitatif, yaitu
penelitian yang mempunyai latar alamiah atau pada konteks
suatu keutuhan atau entiti. Menurut Lincoln dan Guba
(Endraswara 2006: 88) ontology alamiah menghendaki adanya
kenyataan-kenyataan sebagai keutuhan yang tidak dapat
dipahami jika dipisahkan dengan konteksnya. Hal tersebut
didasarkan pada asumsi bahwa tindakan pengamatan
mempengaruhi apa yang dilihat, karena itu hubungan penelitian
harus mengambil tempat pada keutuhan dalam konteks dalam
upaya pemahaman, konteks sangat menentukan dalam
menetapkan apakah suatu penemuan memiliki arti bagi konteks
lainnya yang berarti suatu fenomena harus diteliti dalam
keseluruhan pengaruh lapangan dan sebagian struktur nilai
kontekstual bersifat determinative terhadap apa yang dicari.

B. Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian ini adalah kata-kata
dan tindakan yang didapat melalui wawancara dan observasi
yang dapat menghasilkan gambaran kesenian tradisi yang ada di
wilayah tersebut. Data tambahan di dapat dari dokumen dan
buku-buku penunjang. Sumber data diperoleh dari nara sumber
yang berupa informan kunci dan informan. Informan kunci dalam
penelitian ini adalah tokoh masyarakat yang mengetahui tentang
seluk-beluk seni tradisi di wilayah Kecamatan Dukun, kab.
Magelang. Disamping itu informan kunci yang ditunjuk adalah

12
pelatih seni tradisi, beberapa pelaku kunci seni tradisi, dan
penonton.

C. Setting Penelitian
Penelitian ini mengambil setting tempat di wilayah
kecamatan Dukun, kabupaten Magelang yang terdiri dari 10
dusun, yaitu dusun Trono, Pugeran, Trayen, Gendelan, Kepil,
Ngaglik, Semen, Krajan, Tempel, dan Munthuk. Setting kondisi
sosial ekonomi masyarakat penghasil dan pelaku seni
diperhatikan. Pengambilan data dilakukan pada saat adanya
pertunjukan dan tidak adanya pertunukan, sehinga akan di
dapat data yang diambil dari setting pertunjukan dan setting
latihan.

D. Teknik Pengumpulan Data


Dalam pengumpulan data perlu menggunakan beberapa
teknik. Teknik pengambilan data dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Wawancara mendalam. Wawancara adalah teknik
pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan data
secara lisan baik terbuka maupun tertutup. Wawancara
dilakukan dengan tidak terstruktur bersifat informal, artinya
pewawancara hanya menyiapkan pointer-pointer untuk
dikembangan di saat wawancara berlangsung. Wawancara
bersifat snowball, artinya data yang kurang akan diperoleh
dari informasi lain sampai ditemukan data jenuh atau sudah
tidak di dapat data baru lagi.
2. Wawancara partisipasi, yaitu wawancara atas dasar
pengamatan peserta. Dalam hal ini peneliti mengamati situasi

13
setting yang dilakukan secara langsung dan diketahui oleh
subjek pelaku. Observasi yang dilakukan adalah orservasi aktif
dan observasi partipasi tidak aktif. Observasi aktif, peneliti
mengamati dan ikut terlibat dalam pertunjukan seni setelah
menjalin kerjasama dengan kelompok seni tersebut, sedangan
observasi partipasi tidak aktif peneliti hanya melihat dan
mengamati kegiatan dari awal hingga akhir.

E. Instrumen Penelitian
Instrument dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yang
merupakan pengumpul data utama. Peneliti berperan pelaksana
dan penganalisis hasil penelitian. Pencatatan data menggunakan
alat bantu berupa catatan, camera foto, dan camera video untuk
memudahkan pengumpulan data.

F. Teknik Analisis Data


Data yang ditemukan melalui wawancara mendalam dan
observasi aktif dilakukan secara analisis induktif, yaitu analisis
yang dibangun melalui penalaran-penalaran yang disimpulkan
dari hal-hal khusus atau contoh-contoh particular ke kesimpulan
umum. Pemakaian analisis induktif didasarkan pada beberapa
alasan (a) proses induksi lebih mendapatkan kenyataan-
kenyataan dalam data. (b) Lebih dapat membuat hubungan
peneliti responden menjadi inplisit dapat dikenal dan akuntabel.
(c) Lebih dapat mengurai latar secara penuh dan dapat membuat
keputusan-keputusan untuk di alihkan pada data lainnya. (d)
Lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam
hubungan-hungan dan hasil analisis dapat memperhitungan
nilai-nilai inplisit.

14
G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Teknik yang digunakan adalah teknik tri angulasi. Tri
anggulasi adalah teknik pemerikasaan data yang menggunakan
sesuatu dari luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding dari data itu (Moeleong, 2007: 330). Tri anggulasi
dalam penelitian ini menggunakan sumber dan metode. Tri
anggulasi sumber berati mencari data dari banyak sumber
informan. Informan adalah orang yang terlibat langsung dengan
objek kajian, kemudian membandingkan dan mengecek kembali
kebenaran informasi yang digali dari informan untuk mengetahui
ketegasan informasinya. Teknik pemeriksaan dengan
trianggulasi metode, yaitu pengumpulan data dengan macam-
macam teknik pengumpulan data. Dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara pembandingan terhadap data yang ada.

15
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Geografi
1. Peta Geografis
Secara geografis Kecamatan Dukun terletak di sebelah
timur laut Kecamatan Muntilan, di sebelah utara Kecamatan
Srumbung, di sebelah barat Kecamatan Ngargomulyo, dan di
sebelah tenggara Kecamatan Sawangan kabupaten Magelang.
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang akan nampak jelas
dengan adanya peta di bawah ini.
Peta Kabupaten Magelang

16
2. Jumlah Dusun
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang terdiri dari 15
desa/kelurahan. Desa/kelurahan tersebut adalah Ketunggeng,
Ngadipuro, Wates, Kalibening, Ngargomulyo, Keningar, Sumber,
Dukun, Banyubiru, Banyudono, Mangunsoko, Sewukan, Krinjing,
Paten, Sengi. Dari kelimabelas desa/kelurahan tersebut terbagi
menjadi 144 dusun. Lebih lengkapnya lihat tabel di bawah ini.
Tabel 1. Tabel Nama Desa dan Nama Dusun di Kecamatan
Dukun Kabupaten Magelang
No. Nama Desa Nama Dusun
1. Ketunggeng Gaten, Jambon, Keron, Ketunggeng, Kwilet,
Maguan, Plalangan, Sabrang, Sedan, dan
Senggrikan
2. Ngadipuro Candigelo, Dukuh, Grawah,
Karanggondang, Kembang, Ngadipuro 1,
Ngadipuro 2, Ngadipuro 3, dan Ngrajek
3. Wates Balong, Gelosari, Juwono, Gempon,
Kwayuhan Duwur, Kwayuhan Ngisor,
Petung, Selosari, Sempon, dan Wates
4. Kalibening Argosono, Cepek, Demo, Gendungan,
Gintung, Kalibening Kulon, Kalibening
Wetan, Ngentak, dan Windusari
5. Ngargomulyo Batur Duwur, Batur Ngisor, Bojong,
Braman, Gemer, Karanganyar, Kembang,
Ngandong, Sabrang, Tanen, Ngargomulyo,
dan Tangkil
6. Keningar Banaran, Gondang Rejo, dan Keningar
7. Sumber Berut, Candi, Diwak, Dukuhan, Gawok,
Gumuk, Ngargotontro, Ngentak, Sumber,
Suruh, Tutup Duwur, dan Tutup Ngisor
8. Dukun Banggalan, Blanten, Dukun, Duren,
Grogolan, Japunan, Joho, Kemiriombo,
Musuk, Ngentak, Plambongan, sigran,
Tegalsari, Garung, Gejiwan, dan rejo Sari
9. Banyubiru Banyubiru, Bentaan, Brajan, Candilopo,
Gadingan, Garonan, Gununggono,
Karanganyar, Pandean, Salaman,
Sanggrahan, Sukarame, Tegalurung, dan
Wates

17
Tabel Lanjutan
No. Nama Nama Dusun
Desa
10. Banyudono Banjengan, Demo, Gejayan, Karang, Klatak,
Kwadasari, Macanan, Selobendo,
Selobentar, Seloiring, Selomerah, Setran,
Sorobandan, Talun Kidul, dan Talun Lor
11. Mangunsoko Bendo, Dukuh, Grogol, Kajangkoso, dan
Mangunsoko
12. Sewukan Guwo, Jengkol, Sewukan 1, sewukan 2,
Soka, Tegal, dan Wuni
13. Krinjing Dadapan, Gendelan, Kepil, Krajan, Ngaglik,
Pugeran, Semen, temple, Trayem, dan
Trono
14. Paten Babadan 1, Babadan 2, Badung, Gondang 1,
Gondang 2, Jombong, dan Paten

3. Keadaan Kesuburan Tanah


Kecamatan Dukun dapat dikatakan mempunyai tingkat
kesuburan tanah yang tinggi. Terbukti dengan adanya hasil
pertanian yang beranekaragam. Hasil pertanian di Kecamatan
Dukun Kabupaten Magelang berupa padi, sayur-sayuran, dan
umbi-umbian. Untuk menambah kesuburan tanah para petani
memberikan pupuk kandang dan sedikit pupuk pabrik di lahan
pertaniannya.
4. Kondisi Infrastruktur
Infrastruktur yang terdapat di Kecamatan Dukun
Kabupaten Magelang dapat dikatakan baik. Tempat tinggal
masyarakat lebih dari 70% sudah permanen. Jembatan yang
terdapat di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang meski ada
beberapa yang kurang memenuhi standar, tetapi kebanyakan
sudah kuat dan berkualitas tinggi. Jembatan yang rusak akibat
adanya erupsi Merapi tahun 2011 kini telah diperbaiki dan
dibangun kembali.

18
Jalur transportasi di Kecamatan Dukun sudah cukup baik.
Jalur utama sudah terbuat dari aspal, sedangkan jalur
perkampungan ada yang terbuat dari aspal, beton, ada yang
masih berupa tatanan batu, dan ada juga yang masih tanah.

B. Kependudukan
1. Jumlah Penduduk
Kepadatan penduduk Kecamatan Dukun kabupeten
Magelang sudah begitu padat. Menurut data sensus penduduk
tahun 2010 total jumlah penduduk Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang adalah 42.931 jiwa.
2. Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Dukun
Kabupaten Magelang mayoritas petani. Petani di Kecamatan
Dukun Kabupaten Magelang ada yang bertani padi/palawija,
holtikultura, dan ada juga yang berkebun. Selain bertani ada
pula masyarakat yang berpencaharian dibidang perikanan,
peternakan, kehutanan/pertanian lainnya, pertambangan dan
penggalian, dan industri pengolahan.
Dari hasil pendataan penduduk tahun 2010, mata
pencaharian penduduk di Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang yang berumur 10-64 tahun adalah sebagai berikut.
a. Penduduk yang berpencaharian sebagai petani padi/palawija
berjumlah 7.039 jiwa.
b. Penduduk yang berpencaharian sebagai petani holtikultura
berjumlah 6.562 jiwa.
c. Penduduk yang berpencaharian dibidang perkebunan
berjumlah 77 jiwa.

19
d. Penduduk yang berpencaharian dibidang perikanan berjumlah
32 jiwa.
e. Penduduk yang berpencaharian dibidang peternakan
berjumlah 297 jiwa.
f. Penduduk yang berpencaharian dibidang kehutanan
berjumlah 44 jiwa.
g. Penduduk yang berpencaharian dibidang penambangan dan
penggalian berjumlah 649 jiwa.
h. Penduduk yang berpencaharian dibidang industri penggolahan
berjumlah 746 jiwa.
3. Jenis Kelamin
Jumlah penduduk di Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang jika dikelompokkan menurut jenis kelamin,
perbandingan antara laki-laki dan perempuan tidak jauh
berbeda. Menurut pendataan penduduk tahun 2010, penduduk di
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang yang berjenis kelamin
laki-laki berjumlah 21.390 jiwa, sedangkan yang berjenis
kelamin perempuan berjumlah 21.541 jiwa.
4. Asal Penduduk
Penduduk di Kecamatan Dukun kebanyakan bertempat
lahir atau keturunan warga Kecamatan Dukun sendiri/bukan
pendatang. Akan tetapi ada juga warga dari luar daerah yang
masuk dan tinggal di Kecamatan Dukun kabupaten Magelang,
yaitu orang yang mendapat istri atau suami dan diajak
bertempat tinggal di kecamatan Dukun. Selain itu, ada juga
masyarakat yang pindah dari daerah lain untuk menetap di
kecamatan Dukun.

20
5. Usia Penduduk
Dari total jumlah penduduk, yaitu 42.931 jiwa jika
dikategorikan ke dalam kelompok umur adalah sebagai berikut.
a. Penduduk yang berumur antara 00-04 tahun berjumlah 3.204
jiwa.
b. Penduduk yang berumur antara 05-17 tahun berjumlah 9.302
jiwa.
c. Penduduk yang berumur antara 18-24 tahun berjumlah 3.659
jiwa.
d. Penduduk yang berumur antara 25-59 tahun berjumlah
21.304 jiwa.
e. Penduduk yang berumur lebih dari 60 tahun berjumlah 5.462
jiwa.
6. Pendidikan
Tingkat pendidikan di Kecamatan Dukun sudah tergolong
tinggi. Sudah jarang sekali masyarakat yang masih menyandang
buta huruf. Sesuai sensus penduduk tahun 2010 status sekolah
dalam kelompok umur di Kecamatan Dukun dapat dilihat dalam
tabel di bawah ini.
Tabel 1. Jumlah Penduduk Menurut Status Sekolah
Rentang Tidak
Tidak/Belum Masih
No. Umur Sekolah
Sekolah Sekolah
(Tahun) Lagi
1. 7-12 46 4.296 64
2. 13-15 18 1.973 227
3. 16-18 11 968 868

Tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Dukun yang


berumur lebih dari atau samadengan 10 tahun dapat
dikategorikan ke dalam 6 golongan, yaitu masyarakat yang
tidak/belum tamat SD, tamat SD/sederajat, tamat

21
SMP/sederajat, tamat SMA/sederajat, Diploma I-III, Diploma
IV/S1/S2/S3. Penggolongan penduduk yang berumur lebih dari
arau samadengan 10 tahun menurut ijasah tertinggi sesuai
dengan data sensus penduduk tahun 2010 adalah sebagai
berikut.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Umur Lebih Dari atau Samadengan 10


Tahun Menurut Ijazah Tertinggi

Tidak/ Tamat Tamat Tamat


Diploma
N Umur Belum SD/ SMP/ SMA/ DI-
IV/S1/
o. (Tahun) Tamat Sedera Sedera Sedera III
S2/S3
SD jat jat jat
1. >= 10 4.706 13.083 7.966 5.997 61 563
0

Dilihat dari kepandaian masyarakat dalam membaca, di


Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang terdapat masyarakat
yang dapat dan tidak dapat membaca. Penggolongan penduduk
berumur di atas 10 tahun yang dapat dan tidak dapat membaca
sesuai data sensus penduduk tahun 2010 adalah sebagai berikut.
Tabel 3. Jumlah Penduduk Umur Lebih Dari atau Sama dengan
10 Tahun Menurut Kepandaian Membaca

Dapat Tidak Dapat


No.
Membaca Membaca
1. 32.035 4.152

C. Sistem Religi
1. Agama Penduduk
Tidak menutup kemungkinan bahwa masyarakat yang
tinggal di satu daerah memeluk agama yang berbeda. Seperti
halnya di Kecamatan Dukun yang beragam pemeluk agama.
Penduduk di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang mayoritas
beragama Islam. Selain Islam ada juga masyarakat yang
beragama Kristen dan Katolik.

22
2. Tempat Ibadah
Tempat ibadah di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
hanya ada masjid dan gereja. Setiap dusun di Kecamatan Dukun
Kabupaten Magelang terdapat satu Masjid dan ada juga dusun
yang memiliki musola. Jumlah dusun di Kecamatan Dukun
Kabupaten Magelang adalah 144 dusun, maka di kecamatan ini
terdapat 144 masjid. Jumlah gereja hanya ada lima, yaitu
terdapat di dusun Wates, Sumber, Mangunsuko, Pathen, dan
Miriombo.
3. Upacara Tradisional
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang banyak terdapat
upacara tradisi peninggalan nenek moyang. Upacara tradisi itu
ada yang sudah mati dan banyak pula yang masih lestari
dilakukan. Upacara tradisi tersebut adalah upacara merti dusun,
nyadran, dan ngluari ujar/nadar. Selain itu, ada juga upacara
upacara daur hidup seperti upacara pernikahan, mitoni, tedhak
siten, upacara memperingati orang meninggal, yaitu telung dina,
mitung dina, matang puluh, nyatus, mendhak pisan, mendhak
pindho, dan lain sebagainya.

D. Sistem Sosial
1. Gotong Royong
Kerukunan di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
masih sangat nampak. Hal itu terbukti dengan adanya kegiatan
gotong royong di lingkungan masrarakat. Gotong royong di
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang sering disebut
sambatan.
Di sisi kesibukan masyarakat dalam bercocok tanam,
masyarakat juga masih mengedepankan adanya gotong royong.

23
Salah satu bukti adanya gotong royong adalah saat masyarakat
mendirikan atau membangun rumah. Masyarakat di Kecamatan
Dukun Kabupaten Magelang tidak perlu membayar tukang batu
untuk proses pembangunannya. Mulai dari menggali tanah untuk
baturan, peletakan batu pertama, membangun dinding,
pemasangan atap, dan lainya semua dikerjakan dengan gotong
royong tanpa adanya upah kerja. Upah kerja hanya diberikan
kepada tukang kayu.
Gotong royong tidak hanya dilakukan saat seseorang
mendirikan rumah. Pengolahan lahan pertanian juga dilakukan
dengan cara gotong royong. Seseorang yang mempunyai
pekerjaan untuk dikerjakan secara bergotong royong tidak harus
mengeluarkan uang sebagai upah tetapi hanya menyediakan
makanan dan juga rokok. Perbaikan jalan, memperbaiki saluran
air, perbaikan fasilitas umum, dan kebersihan desa juga
dilakukan dengan cara bergotong royong.

E. Pemetaan Kesenian di Daerah Kecamatan Dukun


Potensi Seni Tradisi di Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang
Setelah dilakukan penelitian ke daerah Kecamatan Dukun
Kabupaten Magelang ditemukan berbagai jenis kesenian yang
tersebar di daerah tersebut. Potensi seni tradisi wilayah tumbuh
kembang tersebut disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 4. Tabel Tumbuh Kembang Kesenian di Daerah Kecamatan
Dukun Kabupaten Magelang
Nama Daerah Tumbuh dan Berkambang
No.
Kesenian Kesenian
1. Jatilan  Dusun Dukuh Desa Mangunsuko
 Dusun Trono Desa Krinjing
 Dusun Sumber Desa Sumber

24
Tabel Lanjutan
Nama Daerah Tumbuh dan Berkambang
No.
Kesenian Kesenian
2. Reog  Dusun Tontro Desa Sumber
 Dusun Sewukan Tegal Desa Sewukan
 Dusun Gejiwan Desa Dukun
 Dusun Gumuk Desa Sumber
3. Ketoprak  Dusun Trono Desa Krinjing
 Dusun Dukuh Desa Mangunsuko
 Dusun Ngargomulyo Desa
Ngargomulyo
 Dusun Keningar Desa Keningar
4. Kerawitan  Dusun Dukun Desa Mangunsuko
 Dusun Talun Lor Desa Banyudono
5. Campursari  Dusun Dukun Desa Mangunsuko
 Dusun Talun Lor Desa Banyudono
6. Macapatan  Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang
7. Gasir Ngenthir  Dusun Grogol Desa Karanganyar
8. Topeng Ireng  Dusun Kepil Desa Krinjing
 Dusun Bandung Desa paten
9. Angguk  Dusun Tontro Desa Sumber
10. Hadroh  Dusun Dukuh Desa Mangunsuko
11. Wayang Wong  Dusun Tutup Ngisor Desa Sumber
12. Pekbung  Dusun Dukun Desa Mangunsuko
13. Soreng  Dusun Banteng Desa Keningar
 Dusun Tontro Desa Sumber
14. Tari-tarian  Dusun Dukun Desa Mangunsuko
15. Kobra Siswa  Dusun Banggalan Desa Dukun

1. Wilayah Tumbuh Kembang


a. Jatilan
Kelompok kesenian Jatilan banyak terbentuk di daerah
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Kesenian Jatilan di
daerah Kecamatan Dukun Kabupaten ada yang terbentuk sejak
dahulu kala/peninggalan nenek moyang yang turun temurun dan
ada pula kelompok yang baru terbentuk pada akhir-akhir ini.
Kelompok Jatilan yang digemari oleh para penonton dan sering
pentas di dalam daerah Kecamatan Dukun ataupun di luar

25
daerah adalah 1) kelompok kesenian Jatilan di Dusun Dukuh,
Desa Mangunsuko, Kecamatan Dukun, 2) kelompok kesenian
Jatilan di Dusun Trono, Desa Krinjing, Kecamatan Dukun, dan 3)
kelompok Jatilan di Dusun Sumber, Desa Sumber, Kecamatan
Dukun. Selain ketiga kelompok tersebut masih ada beberapa
kelompok kesenian Jatilan di daerah Kecamatan Dukun. Namun,
kesenian tersebut tidak sering pentas dan tidak disenangi oleh
penonton.
b. Reog
Reog merupakan kesenian yang berasal dari Jawa bagian
timur. Namun, kesenian itu juga tumbuh dan berkembang di
Jawa bagian tengah. Salah satu tempat tumbuh dan berkembang
kesenian Reog yang ada di daerah Jawa tengah adalah di
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Di kecamatan tersebut
terdapat beberapa kelompok kesenian yang berkecimpung dalam
tari Reog. Kelompok kesenian Reog yang terdapat di daerah
Kecamatan Dukun Kabupaten magelang antara lain adalah 1)
kesenian Reog di Dusun Tontro Desa Sumber, 2) kesenian Reog
di Dusun Sewukan Tegal Desa Sewukan, 3) kesenian Reog di
Dusun Gejiwan Desa Dukun, dan 4) kesenian Reog di Dusun
Gumuk Desa Sumber. Keempat kelompok tersebut merupakan
kelompok yang sering pentas di dalam maupun di luar
Kecamatan Dukun. Selain keempat kelompok itu, masih ada
kelompok kesenian Reog lain yang terdapat di Kecamatan Dukun
Kabupaten Magelang. Namun, kelompok itu tidak begitu sering
pentas dan tidak begitu mengundang perhatian penonton.
c. Ketoprak
Kesenian Ketoprak di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang kini sudah tidak sesemarak jaman dahulu. Kini

26
kesenian itu telah merosot dan sudah jarang pentas. Namun,
hingga saat ini masih ada kelompok kesenian Ketoprak yang
masih tetap bertahan dan jika diminta untuk pentas tetap
sanggup memenuhi permintaan. Kelompok kesenian tersebut
adalah 1) kesenian Ketoprak di Dusun Trono Desa Krinjing, 2)
kesenian Ketoprak di Dusun Dukuh Desa Mangunsuko, 3)
kesenian Ketoprak di Dusun Ngargomulyo Desa Ngargomulyo,
dan 4) kesenian Ketoprak di Dusun Keningar Desa Keningar.
d. Kerawitan
Dahulu di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
banyak terbentuk kelompok kesenian Kerawitan. Namun, seiring
perkembangan jaman kesenian itu banyak yang terkikis
keberadaannya. Kini kelompok kesenian kerawitan di daerah
Kecamatan Dukun yang masih berdiri dan masih sering pentas
adalah kelompok yang ada di Dusun Dukun, Desa Mangunsuko
dan di Dusun Talun Lor Desa Banyudono.
e. Campursari
Di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tidak
begitu banyak adanya kelompok kesenian Campursari. Kelompok
kesenian Campursari di daerah Kecamata Dukun
muncul/terbentuk di Dusun Dukun Desa Mangunsuko dan di
Dusun Talun Lor Desa Banyudono.
f. Macapatan
Kesenian Macapatan tidak banyak tumbuh di daerah
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Di kecamatan Dukun,
kesenian ini hanya ada satu, yaitu bertempat di Kantor
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.

27
g. Gasir Ngenthir
Kesenian Gasir Ngenthir juga tumbuh berkembang di
daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Kasenian ini
tumbuh dan berkembang di Dusun Grogol, Desa Karanganyar,
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.
h. Topeng Ireng
Kesenian Topeng Ireng banyak tumbuh dan berkembang di
daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Kesenian yang
sering pentas dan digemari oleh para penonton karena
kreatifitasnya adalah kelompok kesenian di Dusun Kepil Desa
Krinjing dan kelompok kesenian di Dusun Bandung Desa paten.
Kelompok kesenian tersebut sering pentas di dalam maupun di
luar daerah.
i. Angguk
Kesenian Angguk tidak banyak tumbuh dan berkembang di
daerah tersebut. Wilayah Tumbuh Kembang Angguk di
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang adalah di Dusun Tontro
Desa Sumber.
j. Hadroh
Kesenian Hadroh tidak banyak tumbuh di daerah
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Di daerah tersebut,
kesenian ini tumbuh di Dusun Dukuh, Desa Mangunsuko.
k. Wayang Wong
Dahulu di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
banyak terdapat kelompok kesenian Wayang Orang. Namun, kini
kelompok tersebut terkikis dan banyak yang tinggal sejarah. Kini
kelompok kesenian Wayang Orang di daerah tersebut yang
masih ada adalah di Dusun Tutup Ngisor Desa Sumber.

28
l. Pekbung
Pekbung adalah salah satu kesenian yang hanya ada di
Dusun Dukun, Desa Mangunsuko, Kecamatan Dukun, Kabupaten
Magelang. Kesenian itu tidak terdapat di daerah lain. Hal
tersebut disebabkan kesenian itu adalah kesenian yang alat
musiknya dibuat oleh kreatifitas salah satu seniman di Dusun
Dukun.
m. Soreng
Kesenian Soreng muncul dan berkembang di beberapa
dusun di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.
Kesenian tersebut tumbuh dan berkembang di Dusun Banteng
Desa Keningar dan di Dusun Tontro Desa Sumber.
n. Tari-tarian
Tumbuh kembang kesenian Tari-tarian di daerah
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang adalah di Dusun Dukun
Desa Mangunsuko.
o. Kobra Siswa
Di wilayah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tidak
banyak tumbuh kesenian Kobra Siswa. Kesenian tersebut
tumbuh dan berkembang di Dusun Banggalan Desa Dukun.

2. Deskripsi
a. Jatilan
Jatilan adalah salah satu kesenian yang masih ada di
daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Jatilan
merupakan sebuah kesenian yang menyatukan antara unsur
gerakan tari dengan kekuatan magis. Kesenian ini juga sering
disebut dengan kesenian jaran kepang/kuda kepang. Jenis
kesenian ini dimainkan dengan pemain yang menaiki properti

29
berupa kuda tiruan yang terbuat dari anyaman bambu atau
kepang dan membawa senjata berupa tameng dan
pedang/cambuk.
Kesenian jatilan biasanya dimainkan berpasangan oleh 8,
10, 12, 14, ataupun sesuai dengan anggota masing-masing. Di
satu pihak diibaratkan prajurit yang berkarakter baik, sedangkan
dipihak lain merupakan prajurit yang berkarakter buruk.
Pagelaran kesenian ini dimulai dengan tari-tarian oleh para
penari yang gerakannya sangat pelan tetapi kemudian
gerakanya perlahan-lahan menjadi sangat dinamis mengikuti
suara iringan musik yang dimainkan. Alat musik yang digunakan
untuk mengiringi kesenian ini terdiri dari drum, kendang,
kenong, gong, bendhe, demung, saron, dan slompret, yaitu
seruling dengan bunyi melengking. Iringan musik itu
dikombinasikan dengan lagu-lagu yang dapat menambah
hidupnya suasana. Lagu-lagu yang dibawakan dalam mengiringi
tarian,biasanya berisikan himbauan agar manusia senantiasa
melakukan perbuatan baik dan selalu ingat pada Sang Pencipta,
lagu-lagu macapat, dan ada juga yang menyanyikan lagu-lagu
lain. Setelah sekian lama, para penari kerasukan roh halus
sehingga hampir tidak sadar dengan apa yang mereka lakukan,
mereka melakukan gerakan-gerakan yang sangat dinamis
mengikuti rancaknya suara gamelan yang dimainkan.
Pelaku seni/pemain kesenian Jatilan menggunakan pakaian
kejawen berupa surjan, menggunakan celana panji dengan
ukuran kurang lebih selutut, dan menggunakan jarit yang
dipakai sedemikian rupa. Perlengkapan/atribut lain yang
digunakan berupa begel di kedua tangan pemain, tutup kepala
berupa udheng/blangkon, krincing pada kaki, pangkat pada

30
bahu, sumping pada telinga, dan lain sebagainya. Tata rias
wajah para jongki/pemain yang menunggang kuda kepang
adalah rias muka yang dibuat tebal, terutama alis dan perona
pipi. Hal tersebut ditujukan agar pemain lebih kelihatan
berkarakter. Lebih jelasnya, kesenian Jatilan dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.

b. Reog
Reog adalah sebuah kesenian budaya berbentuk teater
yang dilakukan oleh sekelompok pemain drama tari dengan
berbagai karakter dan perwatakan pelaku. Kesenian Reog ini
diakui berasal dari daerah Ponorogo.
Kesenian Reog mempunyai 5 pemeran utama yang selalu
bermain di saat pertunjukan berlangsung. Pemeran itu adalah
sebagai berikut.
1. Singo Barong yang berbentuk kepala harimau dengan tatanan
bulu merak yang mengembang lebar sebagai mahkota yang
disebut dengan dadak merak. Berat dadak merak bisa

31
mencapai 50–60 kg yang cara memakainya/menggunakannya
dengan cara digigit.
2. Raja Klana Sewandana, yaitu seorang raja yang memakai
topeng dengan ciri khas satria dan pemberani.
3. Pujangga Anom atau Bujangganong. Pemeran Bujanganong
memakai topeng yang bentuknya lucu dan seram dengan
gerak tarian lincah dan akrobatik.
4. Sekelompok Jatilan, jumlahnya bisa mencapai empat, enam,
delapan, dan seterusnya yang berjumlah genap, penari
berpenampilan kesatria tapi feminim dengan menunggang
kuda replika dari kepang atau anyaman bambu.
Warok, yaitu berperan sebagai Pembina atau sesepuh.
Warok diperankan oleh laki-laki yang bertubuh kekar,
mempunyai jambang dan kunis yang tebal, serta memakai tutup
kepala yang disebut belangkon.
Dalam kesenian Reog, tentu saja diiringi dengan iringan
musik. Musik pengiring di bagi menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok penyanyi yang terdiri dari dua penyanyi yang
menyanyi lagu daerah seperti Jatilan Jonorogo apabila diadakan
di kabupaten Ponorogo dan apabila di Surabaya para aguyuban
reog di Surabaya sering menggantinya dengan Semanggi
Surabaya atau Jembatan Merah yang merupakan lagu khas
Surabaya dengan bahasa jawa lalu kelompok instrument
gamelan memiliki anggota sekitar 9 orang yang terdiri dari, 2
orang penabuh gendang, 1 orang penabuh ketipung atu gendang
terusan, 2 orang peniup slompret, 2 orang penabuh kethuk dan
kenong, 1 orang penabuh gong, dan 2 orang pemain angklung.
Salah satu ciri khas dari tabuhan reog adalah bentuk perpaduan
irama yang berlainan antara kethuk kenong dan gong yang

32
berirama selendro dengan bunyi slompret yang berirama pelog
sehingga menghasilkan irama yang terkesan magis. Kesenian
reog dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Busana kesenian Reog di daerah Kecamatan Dukun


Kabupaten Magelang tidak begitu banyak perubahan. Hal
tersebut disebabkan busana Reog memang sudah ada
ketentuannya. Namun, pada umumnya aspek busana
mengandung 4 warna, yaitu warna merah, hitam, putih, dan
kuning. Jika dilihat dari makna filosofi yang terkandung,
keempat warna tersebut menggambarkan nafsu manusia.
Pakaian/busana pemeran kesenian Reog adalah sebagai berikut.
1. Pakaian/busana beserta atribut yang dikenakan oleh pemeran
Singo Barong terdiri dari beberapa perlengkapan.
Pakaian/busana beserta atribut tersebut adalah celana
panjang warna hitam dengan hiasan gombyok merah di bagian
bawah dan sisi kiri kanan, baju kimolong, embong/penutup
perut bagian bawah berbentuk setengah lingkaran berwarna

33
hitam dengan gombyok warna kuning dari benang songket,
sabuk/epek timang hitam, setagen (ubet), cinde, dan cakep
hitam. Selain itu, Singo Barong mengenakan atribut yang
sangat besar dan berat, yaitu topeng yang disebut dhadhak
merak. Dhadhak merak berbentuk seperti kepala harimau
dengan tatanan bulu merak yang mengembang lebar sebagai
mahkota. Berat dadak merak bisa mencapai 50–60 kg yang
cara memakainya/menggunakannya dengan cara digigit.
Topeng inilah yang disebut dengan reog.
2. Pakaian/busana Raja Klana Sewandana adalah dengan
mengenakan celana cinde panjang berwarna merah, memakai
jarit parang barong gagrak Ngayogyan (dasaran putih), bara-
bara dan samir, epek timang merah, setagen ubet cinde warna
merah, uncal, sampur warna merah dan kuning, kace merah
dari monte, ulur warna merah, cakep warna merah, klat bahu,
keris blangkrak, praba, topeng klana, binggel, dan membawa
cambuk.
3. Busana Pujangga Anom/Bujangganong adalah celana
dingkikan, binggel, embong gobyok, epek timang warna
hitam, setagen warna hitam, cakep warna hitam, sampur
warna merah dan kuning, rompi warna merah, serta topeng
hidung panjang warna merah dengan rambut terurai.
4. Busana Jatil adalah clana dingkikan kepanjen, memakai jarit
motif parang barong, bara-bara dan samir, sampur warna
merah kuning, epek timah hitam, ubet cinde, hem putih
lengan panjang, gulon ter, kace, srempang, cakep, iket hitam,
iketnya berupa gadhung tapak dara, binggel, serna eblek
jaranan/jaran kepang.

34
Pakaian yang dijelaskan di atas adalah pakaian secara
keseluruhan yang dikenakan oleh pemeran kesenian reog.
Namun, dalam kenyataannya pemakaian perlengkapan dan
busana oleh kelompok kesenian Reog di daerah Kecamatan
Dukun Kabupaten Magelang tidak selengkap yang telah
disebutkan di atas. Hal tersebut disebabkan kurang lengkapnya
perlengkapan dan busana yang dimiliki oleh anggota kelompok
Reog di daerah Kecamatan Dukun. Sebagai contoh,
Bujangganong harus memakai sampur berwarna merah dan
kuning. Namun jika ternyata ada salah satu sampur yang
hilang/tidak ada saat pentas, maka ada salah satu pemeran
Bujangganong yang hanya memakai satu sampur.
c. Ketoprak
Ketoprak merupakan drama tradisional yang diperagakan
oleh sebuah grup kesenian dan digelarkan di sebuah panggung
dengan mengambil cerita dari sejarah, cerita panji, dongeng dan
lainnya dengan diselingi lawak. Kesenian ini diiringi musik dari
gamelan. Sebagai ciri khas kesenian Ketoprak adalah adanya
tanda pembabagan dengan menggunakan keprah. Keprak
merupakan sejenis kentongan yang cara membunyikannya
dengan cara dipukul menggunakan pemukul dari kayu/bambu.
Ketoprak dilakukan oleh beberapa orang sesuai dengan
keperluan ceritanya. Adapun ciri khas dari ketoprak ini dilakukan
dengan dialog bahasa Jawa. Tema cerita dalam sebuah
pertunjukan ketoprak bermacam-macam, biasanya diambil dari
cerita legenda atau sejarah Jawa. Kesenian ketoprak dapat
dilihat pada gambar berikut ini.

35
Kostum/busana kesenian kesenian Ketoprak di daerah
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tidak ada
perkembangan/perbaikan. Hal tersebut disebabkan kesenian
Ketoprak di daerah tersebut sudah tidak banyak permintaan
untuk pentas. Tidak semua kelompok kesenian Ketoprak di
daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang memiliki kostum
secara lengkap. Sering kali tiap akan pentas harus menyewa
kostum dari kelompok lain.
d. Kerawitan
Kerawitan adalah salah satu kesenian tradisional Jawa
yang hingga saat ini masih ada di daerah-daerah tertentu,
misalnya di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.
Kesenian ini merupakan kesenian musik duduk, yang mana para
pelaku seni memainkan alat musik berupa gamelan. Gamelan
merupakan alat musik Jawa yang terdiri dari berbagai jenis alat
musik. Alat musik gamelan terdiri dari gong, kempul, kethuk,
kenong, bonang barung, bonang penerus, kendhang, demung,

36
saron, penyacah/peking, gambang, rebab, gender, slenthem,
rebab, dan siter. Biasanya kesenian ini dipadukan dengan lagu-
lagu Jawa klasik. Selain hanya dinikmati alunan musiknya saja,
kerawitan juga sering digunakan untuk mengiringi pertunjukan
Ketoprak, Wayang Kulit, Wayang Orang, Wayang Golek, dan
kesenian teater Jawa lainnya yang berfungsi sebagai penguat
suasana cerita. Pelaku seni Kerawitan dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
Tidak ada ketentuan untuk busana yang digunakan oleh
pelaku seni kesenian Kerawitan. Namun, biasanya busana yang
dikenakan adalah busana tradisional Jawa, entah itu gagrag
Ngayogjan maupun gagrag Solo. Busana yang dikenakan oleh
pelaku seni Kerawitan di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang juga tidak ada ketentuannya. Saat pentas mengiringi
Jatilan, Ketoprak, atau kesenian lain, busana yang dikenakan
oleh pelaku seni Kerawitan justru sering tidak seragam. Jadi
busana yang dikenakan oleh pelaku seni kesenian Kerawitan di
daerah Kecamatan Dukun tidak begitu diperhatikan.
e. Campursari
Kesenian Campursari adalah suatu kesenian yang mirip
dengan kesenian Kerawitan. Pembedanya adalah lagu yang
dibawakan dan adanya alat musik modern sebagai
pengkolaborasian dengan alat musik tradisional Jawa, yaitu
gamelan. Jika lagu dalam kesenian Kerawitan berupa lagu Jawa
klasik, lagu-lagu dalam Campursari berupa lagu Jawa modern
yang digarap sedemikian rupa sehingga dapat lebih
ramai/gumyak. Alat musik dalam kesenian Campursari biasanya
berupa gong, kempul, saron, demung, peking/pencacah,

37
kendhang, ketipung, keybord, gitar, bas, dan drum. Kesenian
Campursari saat pentas dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Busana/pakaian seragam yang dikenakan oleh pelaku seni


campursari sangatlah beragam di tiap masing-masing kelompok.
Namun, biasanya mereka memakai busana kejawen. Ada
kelompok Campursari yang mengenakan pakaian Jawa gagrag
Ngayogyakarta ada pula yang memakai pakaian gagrag Solo.
f. Macapatan
Kesenian Macapatan adalah kesenian melagukan Tembang
Macapat. Kesenian ini bukanlah kesenian yang dipertontonkan
untuk kalayak umum. Namun, kesenian ini adalah kesenian yang
bertujuan untuk melestarikan budaya leluhur agar generasi
muda tetap mengenal dan mengetahui budaya ini, yaitu budaya
melagukan Tembang Macapat. Biasanya temgang yang
dilagukan berasal dari naskah Jawa yang berupa Tembang
Macapat. Para anggota bergantian melagukan tembang runtut

38
dari pada awal ke pada berikutnya. Salah satu anggota
membaca/melagukan Tembang Macapat dari teks yang telah
dipersiapkan, sedangkan anggota lain menyimak. Setelah
dilagukan, biasanya ada salah seorang yang memimpin untuk
mengulas isi yang terkandung di dalam tembang tersebut.

Busana/pakaian yang dikenakan oleh pelaku


seni/kelompok seni Macapatan tidak ada ketentuannya. Hal
tersebut disebabkan kesenian Macapatan hanyalah perkumpulan
yang mempunyai tujuan untuk melestarikan budaya dan bukan
kesenian yang dipentaskan. Pakaian yang dikenakan oleh pelaku
seni Macapatan adalah pakaian yang biasa dipakai keseharian.
Saat menghadiri acara Macapatan biasanya pelaku seni memakai
baju/hem dan bercelana panjang. Ada pula pelaku seni yang
menggunakan baju batik, jaket, dan lain sebagainya.
g. Gasir Ngenthir
Kesenian Gasir Ngenthir adalah kesenian yang mirib
dengan kesenian Jatilan. Tarian dan properti yang dipakai
hampir sama, yaitu memakai jaran kepang. Pemain kesenian ini

39
terdiri dari pemeran menaiki kuda dan pemeran sebagai
lelucon/penthul. Pada pertunjukan ini pemain bisa sampai trans.
Adapun properti gamelan yang digunakan adalah sebuah terbang
dan empat bendhe. Busana/penutup kepala yang digunakan
adalah kuluk. Jumlah pemain adalah sekitar 6 atau 8 pelaku
penunggang kuda kepang dan dua pelaku sebagai penthul.
Busana kesenian yang dikenakan Gasir Ngenthir hampir
sama dengan kesenian Jatilan, yaitu mengenakan surjan dan
berjarik. Kepala pemain kesenian Gasir Ngenthir juga
mengenakan udheng/iket sebagai mana Jatilan. Ada juga yang
menggunakan pakaian gaya beskap dan menggunakan topi
prajurit.Penari mengenakan binggel di kedua tangan, ksrincing di
kaki kanan dan kiri, sumping di telinga, dan sebagainya.
h. Topeng Ireng
Topeng ireng merupakan kesenian masyarakat sejenis
dengan jatilan, hanya saja tidak naik kuda kepang. Masyarakat
di daerah Dukun Kabupaten Magelang sering menyebut Topeng
Ireng dengan sebutan Ndayakan. Hal itu disebabkan karena
kesenian Topeng Ireng menggunakan kuluk yang terbuat dari
bulu. Selain itu, jaman dahulu Topeng Ireng menggunakan
pakaian yang terbuat dari raffia yang dirumbai-rumbai sehingga
menyerupai pakaian suku Dayak. Itulah yang menyebabkan
warga sekitar menyebut Topeng Ireng dengan sebutan
Ndayakan. Kesenian Topeng Ireng dapat dilihat pada foto di
bawah ini.

40
Topeng Ireng berpakaian hitam tanpa lengan, hiasan dada
berupa rompi, celana pendek dengan rumbai-rumbai dari kain
warna-warni, bersepatu, menggunakan klinthing di kaki kiri
kanan, menggunakan begel pada pergelangan tangan, serta
berkuluk yang terbuat dari rangkaian bulu ayam. Wajah para
pemain dimake up sedemikian rupa agar kelihatan lebih
menarik.
Costum/busana Topeng Ireng selalu berkembang waktu
demi waktu. Jika jaman dahulu kelihatan sederhana, kini
nampak lebih megah dan mewah. Dahulu rumbai-rumbai yang
terdapat pada pinggang terbuat dari raffia, namun kini telah
dibuat menggunakan kain warna-warni sehingga lebih menarik.
Krincing pada kaki juga nampak lebih banyak, sehingga bunyi
yang dihasilkan juga lebih.

41
i. Angguk
Kesenian angguk adalah kesenian berbentuk tarian disertai
dengan pantun-pantun rakyat yang berisi pelbagai aspek
kehidupan manusia, seperti pergaulan dalam hidup
bermasyarakat, budi pekerti, nasihat-nasihat dan pendidikan.
Dalam kesenian ini juga dibacakan atau dinyanyikan kalimat-
kalimat yang ada dalam kitab Tlodo, yang walaupun bertuliskan
huruf Arab, namun dilagukan dengan cengkok tembang Jawa.
Nyanyian tersebut dinyanyikan secara bergantian antara penari
dan pengiring tetabuhan dengan alat musik berupa Terbang dan
Jedor. Selain itu, terdapat satu hal yang sangat menarik dalam
kesenian ini, yaitu adanya pemain yang “ndadi” atau mengalami
trance pada saat puncak pementasannya.
Pada mulanya angguk hanya dimainkan oleh kaum laki-laki
saja. Namun, dalam perkembangan selanjutnya tarian ini juga
dimainkan oleh kaum perempuan. Busana yang dikenakan oleh
pelaku seni kesenian Angguk memang unik. Kesenian angguk
berpakaian baju lengan panjang dihiasi sedemikian rupa,
memakai celana pendek kurang lebih sampai lutut, bersepetu
lengkap dengan kaos kaki panjang, memakai topi, berkacamata
hitam, dan membawa kipas lipat sebagai atributnya. Namun, ada
satu pemain yang tidak membawa kipas lipat, yaitu pemimpin
barisan. Pemimpin barisan membawa cambuk dan peluit. Peluit
digunakan sebagai alat untuk menata barisan dan mengatur
pergantian gerakan. Jika peluit dibunyikan maka itu pertanda
gerakan akan berubah.
Kesenian Angguk di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang kadang pentas dengan mengenakan pakaian yang
tidak lengkap. Kadang kala ada salah satu atau beberapa pelaku

42
seni yang pakaian atau atribut yang dikenakan tidak seragam
dengan pelaku yang lainnya. Bahkan, kadang kala ada pula
pelaku seni yang pentas dengan tidak mengenakan beberapa
atribut yang seharusnya dikenakan. Sebagai contoh, ada salah
satu pelaku seni yang memakai sepatu putih, padahal
seharusnya seragam/sepatu yang dipakai adalah berwarna
hitam. Hal tersebut disebabkan oleh ketidaklengkapan pakaian
dan perlengkapan yang dimiliki oleh kelompok kesenian Angguk
di daerah Kecamatan Dukun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
gambar di bawah ini.

j. Hadroh
Hadroh adalah seni pembacaan salawat yang diiringi
dengan terbang (rebana) dan gerakan tarian dari puluhan laki-
laki. Para pelantun nyanyian solawat biasanya berdiri dan
menggerakkan anggota badan secara serempak dengan
mengikuti iringan musik. Kesenian ini sudah sangat jarang
ditemukan di daerah-daerah tertentu, apalagi di daerah
perkotaan. Namun, di salah satu daerah di Kecamatan Dukun

43
Kabupaten Magelang masih dapat ditemukan kesenian Hadroh.
Di salah Satu daerah di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
masih ada kelompok kesenian Hadroh yang hingga saat ini masih
hidup dan sering pentas diacara-acara tertentu.

Busana/pakaian yang dikenakan oleh pelaku seni kesenian


Hadroh adalah mengenakan pakaian muslim/koko. Bagian bawah
menggunakan sarung. Selain itu, para pelaku seni juga
mengenakan peci, yang biasanya warna putih.
k. Wayang Wong
Wayang Wong/Wayang Orang adalah wayang yang
diperagakan oleh manusia yang memakai kostum atau pakaian
sesuai dengan tokoh wayang yang diperankannya. Wayang
Orang tidak dimainkan oleh dalang, karena setiap tokoh dalam
wayang orang bisa bergerak dan berdialog sendiri. Dalam

44
kesenian ini, dalang berperan sebagai sutradara yang
mengarahkan para pemain. Cerita yang dikisahkan, yaitu
Mahabharata dan Ramayana.
Setiap gerakan Wayang Wong diwujudkan dengan gerakan
tari dan disesuaikan dengan iringan musik yang dihasilkan dari
Gamelan. Ini merupakan salah satu ciri khas dari kesenian
Wayang Wong. Hal tersebut bertujuan untuk menambah estetika
pertunjukan dan bernilainya suatu kesenian. Gambar
pertunjukan Wayang Wong dapat dilihat pada gambar berikut
ini.

Busana dan atribut yang dikenakan oleh pelaku seni


kesenian Wayang Wong/Wayang Orang adalah menyerupai
pakaian wayang kulit. Tiap-tiap pemeran akan mengenakan
pakaian dan atribut sama seperti tokoh pada wayang kulit.
Sebagai contoh, busana dan atribut yang dikenakan oleh Arjuna
dalam Wayang Wong akan mengikuti pakaian dan atribut Arjuna
pada wayang kulit.

45
l. Pekbung
Pekbung merupakan salah satu kesenian tradisional yang
berada di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang, khususnya di
Dusun Dukuh Desa Mangunsuko. Kasenian ini merupakan
kesenian duduk seperti kerawitan, yang mana para pelaku seni
memainkan alat musik yang dipadukan dengan nyanyian-
nyanyian. Lirik dari nyanyian-nyanyian kesenian Pekbung berisi
ajaran-ajaran kebaikan/sabda tama. Alat musik dalam kesenian
ini mungkin tidak dimiliki oleh masyarakat daerah lain dan
mungkin juga alat-alat musik tersebut tidak begitu dikenal oleh
para masyarakat umum. Hal tersebut disebabkan alat-alat itu
merupakan hasil kreatifitas dari salah satu seniman di Dusun
Dukuh Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang yang terbuat dari
bahan yang boleh dikatakan seadanya. Alat musik itu adalah
berupa sepotong bambu/bumbung, sebuah klenthing yang diberi
tutup menggunakan karet/ban mobil bagian dalam, serta satu
alat musik yang telah memasyarakat, yaitu harmonika.
Kesenian Pekbung diciptakan oleh Pak Sumardi pada tahun
1963. Pada jaman dahulu kesenian ini digunakan untuk
mengiringi pencak silat. Namun, seiring perkembangan jaman
dan kebutuhan masyarakat, sekarang kesenian ini digunakan
sebagai hiburan pada waktu resepsi pernikahan atau acara-acara
tertentu. Sekarang kesenian ini juga sering dikombinasikan
dengan lagu-lagu campursari dan lagu-lagu macapat. Anggota
kesenian ini adalah para Hansip, yaitu berjumlah kurang lebih 30
orang.
Pekbung memang kesenian yang sangat tradisional. Hal
tersebut disebabkan alat musik yang tidak boleh
dicampur/dikolaborasikan dengan alat musik modern. Namun,

46
kini mengikuti perkembangan jaman dan kebutuhan masyarakat,
kesenian ini dicampur dengan lagu-lagu baru seperti lagu
campur sari, solawat, dan lain-lainnya.
Busana yang dikenakan oleh pelaku seni pekbung tidak
ada ketentuannya. Namun, para pelaku seni biasanya
mengenakan busana kejawen saat pentas.
m. Soreng
Soreng adalah kesenian rakyat yang masih membudaya di
daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Kesenian ini
berupa tarian dramatikal dengan iringan musik yang dipadu
dengan musik. Tarian ini menceritakan tentang tokoh Ariya
Penangsang dengan para pengikutnya. Semua pemain yang
berperan sebagai pengikut Arya Penangsang menari dengan
menunggang kuda kepang berukuran kecil. Kesenian Soreng
kurang lebih berjumlah 20 pemain, yaitu biasa dimainkan oleh
para lelaki dan perempuan.
Pemain kesenian Soreng menggunakan pakaian kejawen
dengan beberapa atribut untuk estetika dalam pertunjukan.
Pakaian yang digunakan berupa baju lengan panjang berwarna
putih menggunakan rompi berwarna merah dan menggunakan
songkok warna merah di kepala. Para pemain di-make up
sedemikian rupa untuk mempertajam karakteristik
pemain/tokoh.
n. Tari-tarian
Di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang terdapat
kesenian tari-tarian. Kesenian ini merupakan seni gerak tubuh
yang disesuaikan dengan alunan musik dan ada alur carita/inti
cerita yang tersirat di dalamnya. Di daerah tersebut tari-tarian
diajarkan oleh salah satu seniman kepada anak-anak kecil yang

47
sedang bersekolah dijenjang sekolah dasar dan sekolah
menengan pertama. Tarian-tarian yang diajarkan, misalnya Tari
Bondan, Tari Jaipong, Tari Gambyong, Tari Perang Bambangan
Cakil, dan sebagainya. Kesenian tari-tarian oleh anak-anak kacil
ini biasa pentas pada acara pembukaan pertunjukan besar,
seperti pertunjukan Ketoprak, Jatilan, Topeng Ireng, Reog, atau
kesenian lainnya. Busana/pakaian yang dikenakan oleh pelaku
seni tari-tarian adalah menyesuaikan jenis tari yang ditarikan.
Kesenian tari-tarian yang para pelakunya anak-anak ini
dilatih oleh salah satu seniman di daerah Kecamatan Dukun.
Setiap satu minggu sekali diadakan latihan di dalam sanggar
kesenian. Waktu untuk latihan adalah setelah waktu asar hingga
menjelang magrib.
o. Kobra Siswa
Kobra Siswa adalah salah satu kesenian yang masih lestari
di daerah Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Kobra Siswa
merupakan kesenian gerak yang diiringi dengan lagu
Islam/sholawatan serta alunan musik. Asal mula adanya Kobra
Siswa di daerah Dukun Kabupaten Magelang adalah saat
penyebaran agama Islam. Pada saat itu, ketika ada kegiatan
kataman Al Quran sering diiringi dengan iringan musik dari
terbang dan diikuti permainan api. Lama kelamaan seiring
berkembangnya zaman, iringan terbang itu berkembang menjadi
Ketiplak, Bendhe, Jedhor, Seruling dan Orgen dan dipadukan
dengan gerak dan lagu Islam atau sholawatan.
Pakaian/busana yang dikenakan oleh pelaku seni kesenian
Kobra Siswa pada jaman dahulu sangat sederhana, yaitu
menggunakan pakaian seadanya, kaki yang digambar
menggunakan cat menyerupai sepatu, srempang menggunakan

48
janur, serta tutup kepala menggunakan caping. Seiring
berkembangnya zaman, pakaian untuk kesenian ini diperindah.
Saat ini Kobra Siswa menggunakan sepatu berkaos kaki, kaos
tangan, celana dan baju sedemikian rupa, tutup kepala dari
rangkaian pernik-pernik, serta serempang dada yang kelihatan
lebih megah. Kesenian ini juga memakai atribut berupa pedang
dan tameng yang terbuat dari kayu. Agar lebih jelasnya dapat
dilihat foto di bawah ini.

3. Pengelolaan dan Pengembangan


3.1 Pengelolaan
a. Jatilan
Setiap kelompok kesenian Jatilan di daerah Kecamatan
Dukun dikelola dengan baik. Setiap kelompok kesenian pasti
terdapat kepengurusan yang mengelola kesenian tersebut.
Dalam tiap kelompok dapat dipastikan ada penasehat, ketua,

49
sekertaris, bendahara, dan seksi lain demi kelancaran dalam
berkesenian.
Pemasukan dan pengeluaran dana tiap-tiap kelompok
dikelola dengan baik. Setiap ada pemasukan dan pengeluaran
dana akan dicatat dan akan dilaporkan saat ada rapat anggota.
Dengan demikian, dana yang dimiliki akan terkelola dengan baik.
Pengelolaan juga dilakukan dalam saat latihan. Walaupun
latihan tidak dilakukan dalam tempo yang pasti, namun setiap
akan ada pentas selalu diadakan latihan. Latihan biasa dilakukan
dua bulan sebelum pentas. Namun, jika jarak pentas terlalu
dekat, maka latihan akan menyesuaikan waktu yang ada.
b. Reog
Pengelolaan tiap-tiap kelompok kesenian Reog di daerah
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang sangat baik. Organisasi
setiap kelompok kesenian ini dibentuk dan berjalan sesuai
dengan tugas masing-masing. Pengelolaan keluar masuk dana
juga dikelola dengan baik. Hampir setiap keluar dan masuk dana
dicatat di buku kas.
c. Ketoprak
Pengelolaan kelompok kesenian Ketoprak di daerah
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang sudah tidak terlaksana
dengan baik. Keanggotaan kelompok-kelompok kesenian
Ketoprak telah menurun dan sudah jarang diadakan pertemuan
untuk membahas berkembangnya kesenian. Keorganisasian tiap-
tiap kelompok seni tersebut masih ada, namun sudah tidak aktif.
Hal tersebut disebabkan kesenian Ketoprak sudah sangat jarang
pentas.
Latihan kesenian Ketoprak, entah itu kelompok teater
maupun kelompok kerawitan pengiring kesenian ketoprak sudah

50
tidak rutin dilakukan. Hal tersebut disebabkan kesenian Ketoprak
yang jarang ada permintaan untuk pentas.
d. Kerawitan
Saat ini kelompok kesenian Kerawitan di daerah
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tidak terkelola dengan
baik. Keorganisasian masih ada, namun sudah tidak aktif lagi.
Keorganisasian tersebut tinggal data kepengurusannya saja.
Latihan kesenian sudah sangat jarang di lakukan.
e. Campursari
Saat ini pengelolaan kesenian Campursari di daerah
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang sudah menurun jika
dibanding dengan jaman dahulu. Hal itu disebabkan oleh
kesenian campursari yang sudah jarang pentas.
f. Macapatan
Saat ini kesenian Macapatan di daerah Kecamatan Dukun
Kabupaten Magelang tidak terkelola dengan baik. Dahulu
organisasi kesenian ini tertata terkelola dengan baik. Namun,
paska recovery bencana gunung Merapi kesenian ini tidak
berjalan.
g. Gasir Ngenthir
Kelompok kesenian Gasir Ngenthir di daerah Kecamatan
Dukun Kabupaten Magelang dikolola dengan baik. Setiap
kelompok kesenian dibentuk keorganisasian demi kelancaran
dalam berkesenian. Dalam organisasi tersebut terdapat
penasehat, ketua, wakil ketua, bendahara, sekretaris, dan seksi-
seksi yang akan menjalankan tugas masing-masing.
h. Topeng Ireng
Setiap kelompok kesenian Topeng Ireng di daerah
Kecamatan Dukun dikelola dengan baik. Setiap kelompok

51
kesenian pasti terdapat kepengurusan yang mengelola kesenian
tersebut. Tiap-tiap kelompok terdapat penasehat, ketua,
sekertaris, bendahara, dan seksi lain demi kelancaran dalam
berkesenian.
Pengelolaan keuangan tiap-tiap kelompok dikelola dengan
baik. Setiap ada pemasukan dan pengeluaran dana akan dicatat
dan akan dilaporkan saat ada rapat anggota. Dengan demikian,
dana yang dimiliki akan terkelola dengan baik.
Pengelolaan juga dilakukan saat latihan, sebelum pentas,
saat pentas, dan setelah pentas. Walaupun latihan tidak
dilakukan dalam tempo yang pasti, namun setiap akan ada
pentas selalu diadakan latihan. Latihan biasa dilakukan dua
bulan sebelum pentas. Namun, jika jarak pentas terlalu dekat,
maka latihan akan menyesuaikan waktu yang ada. Sebelum
pentas anggota kesenian akan mempersiapkan segala kebutuhan
yang dibutuhkan saat pentas. Saat pentas, yaitu keadaan
panggung, penonton, dan segala yang berhubungan oleh pentas
akan dikondisikan oleh anggota yang tidak ikut pentas. Demikian
pula setelah pentas selesai. Segala yang berhubungan dengan
pentas, entah itu properti, alat musik, kostum, dan lain
sebagainya akan dikemas oleh anggota.
i. Angguk
Kelompok kesenian Angguk di daerah Kecamatan Dukun
Kabupaten Magelang walaupun sudah jarang pentas, namun
kesenian ini masih di kelola dengan baik. Pengelolaan tersebut
dilakukan dengan cara mempertahankan adanya keorganisasian
dalam kelompok seni. Dengan hal tersebut, sewaktu-waktu ada
yang menginginkan kesenian ini pentas maka tetap dapat
memenuhi.

52
j. Hadroh
Kelompok kesenian Hadroh di daerah Kecamatan Dukun
Kabupeten Magelang dikelola dengan baik. Kesenian tersebut
dikelola oleh remaja masjid/takmir masjid di mana kesenian itu
berdiri. Perawatan dan penyimpanan perlengkapan dan peralatan
kesenian tersebut berada di Masjid.
k. Wayang Wong/Wayang Orang
Pengelolaan kesenian Wayang Wong/Wayang Orang di
daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang sudah tidak
terlaksana dengan baik. Keanggotaan elompok-kelompok
kesenian Wayang Wong/Wayang Orang telah menurun dan
sudah jarang diadakan pertemuan untuk membahas
berkembangnya kesenian. Keorganisasian tiap-tiap kelompok
seni tersebut masih ada, namun sudah tidak aktif. Hal tersebut
disebabkan kesenian Wayang Wong/Wayang Orang sudah sangat
jarang pentas.
Latihan kesenian Wayang Wong/Wayang Orang, entah itu
kelompok teater maupun kelompok kerawitan pengiring kesenian
Wayang Wong/Wayang Orang sudah tidak rutin dilakukan. Hal
tersebut disebabkan kesenian Wayang Wong/Wayang Orang
yang jarang ada permintaan untuk pentas.
l. Pekbung
Kesenian Pekbung masih dikelola dengan baik meskipun
kesenian ini jarang pentas. Hal tersebut disebabkan pengelolaan
kesenian ini dikelola oleh anggota kelompok Jatilan yang berada
di Dusun Dukuh, yaitu dusun di mana kesenian Pekbung berdiri.
Anggota pengelola kesenian Pekbung di Dusun Dukun tidak
hanya mengelola kesenian Pekbung, namun juga mengelola

53
kesenian lain yang ada di dusun tersebut. Kesenian lain itu
adalah Campursari, Ketoprak, Jatilan, dan Karawitan.
m. Soreng
Kelompok kesenian Soreng di daerah Kecamatan Dukun
Kabupaten Magelang dikelola dengan baik. Pengelolaan tersebut
dengan cara pembentukan organisasi dalam masing-masing
kelompok kesenian. Adanya organisasi tersebut, maka dalam
berkesenian dan semua yang berhubungan dengan berkesenian
akan dapat terlaksana dengan baik.
n. Tari-tarian
Kesenian Tari-tarian berkembang di Dusun Dukuh,
Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Kesenian Tari-tarian itu
dikelola dengan baik. Pelatih kesenian ini adalah seorang
seniman di daerah tersebut, yaitu Heni Astanto.
o. Kobra Siswa
Kelompok kesenian Kobra Siswa di daerah Kecamatan
Dukun Kabupaten magelang dikelola dengan baik. Keluar masuk
keuangan dikelola dengan baik, sehingga tidak terjadi kekeliruan
dalam pengelolaan keuangan. Organisasi dibentuk dengan
sangat baik. Dengan demikian, kesenian tersebut dapat berjalan
dengan baik.

Saat latihan, akan pentas, dan saat pentas dikelola oleh


anggota dengan baik. Jadwal latihan ditentukan hari-hari
tertentu sesuai dengan kebutuhan. Saat akan pentas semua
perlengkapan dan peralatan dipersiapkan, sehingga persiapan
saat pentas akan lebih tertata.

54
3.2 Pengembangan
a. Jatilan
Kesenian Jatilan di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang masih sangat digemari oleh masyarakat. Hal tersebut
terbukti dari antusias warga, entah itu pemain/pelaku seni
maupun penonton. Pelaku seni sangat antusias/memiliki
semangat yang tinggi untuk latihan dan ikut pentas meskipun
mereka tidak mendapatkan upah/bayaran dalam mereka
berkesenian. Pelaku seni berkesenian tidak mencari nafkah,
namun mereka mempunyai rasa untuk melestarikan budaya dan
kesenian tradisi peninggalan nenek moyang. Di sisi lain, pelaku
seni dalam berkesenian didorong oleh jiwa seni yang melekat
pada diri masing-masing. Jika mereka pentas, ada kepuasan
tersendiri dan merasa bangga. Hal tersebut mendorong pelaku
seni untuk tetap berkesenian dan kesenian Jatilan di daerah
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tetap lestari hingga saat
ini.
Kesenian Jatilan di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
waktu demi waktu tidak ada penurunan/tidak ada tanda-tanda
akan punah, namun justru sebaliknya. Waktu demi waktu
kesenian ini makin berkembang. Perkembangan tersebut terlihat
dari beberapa bukti, yaitu 1) penonton yang selalu
membludak/selalu ramai jika ada pementasan Jatilan. 2) Pada
jaman dahulu tarian dalam Jatilan dapat dikatakan monoton,
namun kini selalu ada perkembangan, entah itu dalam gerakan
tari, pola lantai, maupun kekompakan para pemain. 3) Kostum
yang dikenakan juga berkembang. Jika jaman dahulu kesenian
Jatilan hanya mengenakan kostum yang seadanya, saat ini
kostum yang dikenakan sangat megah dan menarik. Sering kali

55
ada penambahan kostum untuk memperindah penampilan saat
pentas dan sering pula pengadaan kostum baru agar saat pentas
para pemain tidak jenuh dengan kostum yan dikenakan. 4) Tata
rias kesenian Jatilan pada jaman dahulu sangat sederhana,
namun kini kelihatan lebih menarik dan lebih berkarakter. Bahan
yang digunakan juga sangat berbeda. Jika dahulu hanya
menggunakan perlengkapan rias yang seadanya, kini telah
menggunakan perlengkapan rias yang tidak jauh berbeda
dengan perlengkapan di salon rias wajah.
5) Iringan musik pada jaman dahulu hanya monoton,
namun sekarang telah diolah sedemikian rupa sehingga musik
pengiring Jatilan dapat lebih menarik dan meriah. Jika jaman
dahulu alat musik yang digunakan mungkin hanya bendhe,
kempul, gong, dan kendhang, kini telak dikolaborasikan dengan
alat musik modern seperti bas, gitar, orgen, drum, ketipung,
angklung, dan lain-lainnya. Bahkan untuk memeriahkan
pertunjukan, banyak kesenian Jatilan yang diiringi dengan musik
dangdut. 6) Dahulu anggota kesenian tidak ada keorganisasian,
jika ada hanya sederhana. Namun, kini organisasi kesenian
Jatilan di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang sangat
tertata. 7) Kesenian Jatilan sangat sering pentas di dalam
maupun di luar daerah. Hal di atas menunjukkan bahwa
kesenian Jatilan di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang selalu
berkembang waktu demi waktu.
b. Reog
Sama halnya dengan kesenian Jatilan di daerah Kecamatan
Dukun Kabupaten Magelang, kesenian Reog di daerah tersebut
juga berkembang waktu demi waktu. Awal mula ada kesenian
Reog di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang hanya

56
meniru gerakan Reog Ponorogo dalam VCD. Namun, kini ada
yang menggeluti gerakan Reog dan seluk beluk tentang Reog
hingga kini menjadi pelatih kesenian tersebut. Tarian kesenian
Reog tidak begitu banyak perkembangan, hanya pola lantai yang
dikembangkan.
Antusias warga di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang untuk menonton pertunjuka Reog sangat besar.
Walaupun kini hiburan telah banyak yang lebih praktis, misal
radio, televisi, game online, dan lainnya, namun tiap kali ada
pementasan tetap saja dipenuhi penonton. Rasa semangat yang
dimiliki pemain juga amat tinggi. Mereka tetap semangat latihan
dan ikut pentas meskipun harus menyita waktu mereka untuk
istirahat. Hal tersebut disebabkan waktu latihan dan pentas
kesenian ini hampir selalu di malam hari. Pelaku seni tidak
mendapatkan upah dari berkesenian, namun mereka tetap
semangat.
Sumber dana awal yang dipergunakan untuk mencukupi
kebutuhan latihan dan pentas, yaitu untuk pembelian kostum,
gamelan/alat musik, perlengkapan tat arias, dan lain-lain
diperoleh dari hasil iyuran anggota. Kini karena sering pentas,
pendanaan diperoleh dari hasil pentas tersebut. Hasil pentas
seluruhnya masuk ke dalam kas dan sama sekali tidak
digunakan untuk membayar pemain. Pendapatan yang diperoleh
dari pentas dipergunakan untuk memperbaiki kostum yang
rusak, membeli kostum baru, membeli perlengkapan rias, dan
lainnya. Selain dari hasil pentas, pendanaan juga sering kali
mendapat bantuan dari dinas melalui pengajuan proposal.

57
c. Ketoprak
Perkembangan Ketoprak di daerah Kecamatan Dukun
Kabupaten Magelang tidak seperti Jatilan dan Reog. Kesenian ini
kadang kala masih pentas, namun tidak sesering pertunjukan
Jatilan dan Reog. Meskipun demikian, tiap kali ada pementasan
Ketoprak di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tetap
saja banyak warga yang menyaksikan.
Latihan Ketoprak yang dilakukan oleh anggota-anggota
kesenian telah menurun. Jika dahulu dilakukan setiap seminggu
atau dua minggu sekali, kini hanya dilakukan sebulan atau dua
bulan sebelum pementasan. Kesenian ketoprak jaman dahulu
dengan jaman sekarang ada perubahan dalam sisi cerita. Pada
jaman dahulu cerita yang dipertunjukkan sangan mengikuti
pakem/tanpa ada pemenggalan cerita, namun sekarang hanya
diambil inti ceritanya dan banyak pemangkasan cerita. Saat ini
justru banyak disisipi guyon oleh pelawak. Guyonan oleh
pelawak ditujukan untuk menarik minat penonton.
d. Kerawitan
Kesenian Kerawitan di daerah Kecamatan Dukun
Kabupaten Magelang sudah tidak begitu digemari masyarakat.
Itu terbukti kesenian Kerawitan yang sudah sangat jarang
pentas tunggal atau pentas yang bukan sebagai pengiring
wayang, ketoprak, atau pengiring kesenian lain. Latihan
Kerawitan juga sudah tidak teratur, sebulan sekali saja sudah
tidak pasti diadakan latihan.
e. Campursari
Pementasan campursari di daerah Kecamatan Dukun
Kabupaten Magelang sudah tidak sesering pada jaman dahulu.
Hal tersebut mungkin disebabkan adanya grup orgen tunggal

58
yang lebih sederhana dan lebih murah meriah. Walaupun
demikian, campursari di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang tetap ada hingga saat ini dan tidak sedikit orang yang
mempunyai hajat mendatangkan grup campursari untuk
memeriahkan acaranya.
Grup campursari di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang tetap dapat memenuhi permintaan konsumen
meskipun jadwal latihan kesenian ini telah tidak rutin dilakukan.
Latihan hanya dilakukan saat ada panggilan pentas. Namun,
anggota tetap akan hadir latihan dengan semangat jika diadakan
latihan untuk persiapan pentas. Tiap kali diminta untuk pentas
tetap berusaha menampilkan yang terbaik dengan penggarapan
lagu-lagu baru yang sedang popular.
Keorganisasian anggota kesenian Campursari di daerah
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tetap masih ada.
Pengelolaan pemasukan dana juga di kelola dengan baik. Setiap
ada pentas dan mendapatkan upah, upah tersebut akan
dimasukkan ke dalam kas anggota yang dipegang oleh
bendahara. Upah pentas seluruhnya masuk kas anggota dan
tidak ada yang dibagikan kepada anggota/pelaku seni.
f. Macapatan
Macapatan di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang masih ada hingga saat ini. Sebelum terjadi recovery
bencana alam gunung Merapi tahun 2011 Macapatan rutin
dilakukan setiap selapan/35 hari sekali. Namun, pasca recovery
bencana alam gunung Merapi Macapatan di daerah Kecamatan
Dukun Kabupaten Magelang sudah tidak begitu aktif. Hal
tersebut mungkin disebabkan para warga terlena dengan

59
pemulihan kondisi ekonomi masing-masing dan belum ada
penggerak kembali untuk menghidupkan/mengaktifkannya lagi.
g. Gasir Ngenthir
Dari sisi pengembangan musik, kesenian ini mengalami
kemajuan dalam bidang nyanyian yang dimainkan tidak hanya
terbatas lagu Sholawatan, tetapi sudah masuk pada lagu-lagu
campursari dan langgam.
h. Topeng Ireng
Saat ini Topeng Ireng sedang digemari oleh masyarakat di
daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Kesenian ini
sangat sering pentas, baik di dalam maupun di luar daerah. Di
daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang perkembangan
kesenian ini sangan pesat. Anggota kesenian baru banyak
bermunculan di dusun-dusun yang belum mempunyai kesenian
ini. Kesenian-kesenian baru ada yang meniru gerakan tari dan
iringan musik dari VCD kesenian lain atau ada juga yang
mendatangkan pelatih dari anggota kesenian luar daerah.
Seiring perkembangan jaman, gerak tarian Topeng Ireng
juga berkembang. Gerakan demi gerakan selalu ada perubahan
setiap kali latihan. Pola lantai juga digarap sedemikian rupa
untuk mendapatkan tampilan yang indah. Costum Topeng Ireng
juga selalu berkembang waktu demi waktu. Jika jaman dahulu
kelihatan sederhana, kini nampak lebih megah dan mewah.
Dahulu rumbai-rumbai yang terdapat pada pinggang terbuat dari
raffia, namun kini telah dibuat menggunakan kain warna-warni
sehingga lebih menarik. Krincing pada kaki juga nampak lebih
banyak, sehingga bunyi yang dihasilkan juga lebih.
Sumber pendanaan kesenian Topeng Ireng dulu hanya
berasal dari iyuran anggota. Kini pendanaan berasal dari hasil

60
pentas. Semua hasil pentas dimasukkan ke dalam kas anggota
dan tidak ada yang dibagikan kepada anggota. Dulu untuk
membeli perlengkapan pentas, para pemain harus iyuran. Saat
ini dana diperoleh dari hasil pentas. Seringnya pentas, maka
untuk memenuhi kebutuhan pentas tidak perlu iyuran lagi. Jika
ada pakaian atau atribut pentas yang rusak, maka menggunakan
uang kas hasil dari pentas.
i. Angguk
Angguk di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
masih diminati oleh masyarakat. Kesenian ini masih sering
pentas di daerah tersebut. Kesenian ini di daerah Dukun
memang sudah tidak rutin dilakukan, namun jika diminta untuk
pentas oleh seseorang tetap dapat memenuhi. Kesenian ini
melakukan latihan saat akan ada pentas, karena para pemain
telah hafal gerakan dan telah menghayati gerak dan lagu.
Jika dilihat/diamati kesenian Angguk pada jaman dahulu
dengan jaman sekarang telah banyak perbedaan. Jika Angguk
pada jaman dahulu menggunakan pakaian yang sederhana dan
apa adanya, kini telah menggunakan pakaian yang lebih megah
dan indah. Iringan musik juga telah berkembang. Dahulu iringan
musik hanya monoton dan lagu yang digunakan untuk
mengiringi musik merupakan kata-kata dari kitab Tlodo, namun
kini telah disesuaikan dengan jaman. Lirik lagu kini juga
menggunakan bahasa Jawa danindonesia yang memiliki suatu
ajaran-ajaran kebaikan.
Kesenian Angguk di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelaang terorganisasi dengan baik. Dalam setiap kelompok
kesenian terdapat organisasi yang tertata sehingga kesenian
dapat berjalan dengan baik. Di setiap kelompok kesenian

61
memiliki penasehat, ketua, bendahara, sekretaris, dan seksi-
seksi lain demi majunya kesenian.
j. Hadroh
Hadroh di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang sering
pentas di acara-acara pengajian, syukuran, pernikahan, dan
acara lainnya. Anggota kesenian ini biasanya para pemuda
masjid. Berpakaian muslim dengan mengenakan sarung, serta
berkopyah warna putih para pelaku seni Hadroh memainkan
terbangnya. Mereka memainkan terbang sambil duduk simpuh di
atas tikar/karpet.
Keorganisasian kesenian ini biasanya mengikuti organisasi
masjid di mana kesenian itu dibentuk. Pelatih Hadroh biasanya
salah seorang lulusan pondok pesantren yang telah menguasai
dalam memainkan terbang. Jika akan ada pentas, biasanya dua
bulan atau tiga bulan sebelum pentas, para pemain Hadroh
berlatih bersama bertempat di masjid.
k. Wayang Wong/Wayang Orang
Wayang Wong/Wayang Orang adalah wayang yang
diperagakan oleh manusia yang memakai kostum atau pakaian
sesuai dengan tokoh wayang yang diperankannya. Wayang
Orang tidak dimainkan oleh dalang, karena setiap tokoh dalam
wayang orang bisa bergerak dan berdialog sendiri. Dalam
kesenian ini, dalang berperan sebagai sutradara yang
mengarahkan para pemain. Cerita yang dikisahkan, yaitu
Mahabharata dan Ramayana.
Setiap gerakan Wayang Wong diwujudkan dengan gerakan
tari dan disesuaikan dengan iringan musik yang dihasilkan dari
Gamelan. Ini merupakan salah satu ciri khas dari kesenian

62
Wayang Wong. Hal tersebut bertujuan untuk menambah estetika
pertunjukan dan bernilainya suatu kesenian.
Kesenian Wayang Wong di Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang sudah sangat jarang dipentaskan. Meskipun demikian,
setiap kelompok kesenian ini masih terorganisasi dengan baik.
Kesenian ini tidak banyak ditemukan di daerah tersebut. Tidak
semua kelompok kesenian Wayang Wong di daerah Dukun
memiliki perlengkapan pentas secara lengkap. Biasanya hanya
kelompok kesenian besar yang memiliki perlengkapan pentas
secara lengkap.
Jika dilihat dari gerak tarian, kesenian Wayang Wong dari
dahulu hingga sekarang tidak begitu banyak perubahan.
Perubahan-perubahan gerakan tari hanya terdapat dalam
adegan perang. Dalam adegan perang sering digarap sedemikian
rupa agar nampak kompak, lincah, dan menarik.
l. Pekbung
Pekbung memang sangat jarang pentas. Namun, hingga
saat ini kesenian Pekbung masih tetap ada. Walaupun kini tidak
pernah latihan secara rutin, namun tiap kali ada masyarakat
yang meminta untuk pentas, para pelaku seni tetap siap dan
tetap menampilkan yang terbaik. Mereka hanya latihan setiap
ada permintaan untuk pentas.
m. Soreng
Perkembangan kesenian Soreng lumayan pesat. Banyak
masyarakat yang mengundang kesenian ini untuk memeriahkan
hajadnya. Setiap kesenian ini pentas, penonton dapat dipastikan
akan membludak.
Dilihat dari sisi busana dan properti, pertumbuhan
kesenian Soreng tahun demi tahun semakin meningkat. Busana

63
dan properti kesenian ini selalu berkembang. Setiap kelompok
kesenian selalu menambah dan memperbarui busana dan
properti keseniannya demi menarik penonton saat keseniannya
pentas.
n. Tari-tarian
Kesenian tari-tari digunakan untuk mengawali
pertunjukan. Di masa sekarang tari-tari menjadi materi yang
diwajibkan pada pelatihan yang diadakan oleh tokoh seni di
Dusun tersebut, yaitu Heni Astanto dan Sumardi. Dewasa ini
peserta pelatihan adalah para siswa SD yang secara rutin
diadakan seminggu sekali.
o. Kobra Siswa
Kobra Siswa di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang makin menarik dan makin meriah jika dilihat dari
pakaiannya. Gerakan dan pola lantai juga lebih kreatif jika
dibandingkan dengan kesenian jaman dahulu. Iringan musik juga
lebih menarik dan meriah. Lagu-lagu pengiringnya kini
disesuaikan dengan perkembangan jaman.

64
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Semua dusun di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
rata-rata memiliki kesenian tradisional. Adapun kesenian
tradisional yang tumbuh dan berkembang adalah Jatilan, Reog,
Ketoprak, Kerawitan, Campursari, Macapatan, Gangsir Ngenthir,
Pekbung, Angguk, Hadroh, Wayang Wong, Soreng, Tari-tarian,
Kobra Siswa, dan Topeng Ireng. Kesenian tradisi tersebut
mengalami tumbuh kembang sesuai dengan perhatian
masyarakat pemiliknya. Beberapa kesenian mengalami
perkembangan pada sisi bentuk tarian, nyanyian, pesan moral,
busana, dan properti, seta pengembangan fungsi.
B. Saran
Penelitian ini belum mencapai kesempurnaan. Penelitian ini
perlu adanya penelitian lanjutan untuk mengungkap posisi dan
pengembangan seni tradisi di wilayah Kecamatan Dukun
Kabupaten Magelang.

65
DAFTAR PUSTAKA
Danandjaja, James, 1994. Folklor Indoneisia . Jakarta, Pustaka Utama
Grafiti.
Endaswara, Suwardi. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian
Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Widia Utama.
Harti, Widyastuti Sri. 2011. Konsep Memayu Hayuning Bawana Sebagai
Upaya Recovery Bencana Alam Gunung Merapi di Kecamatan
Dukun Magelang. Yogyakarta. Lemlit UNY
Koentjaraningrat. 1980. Beberapa pokok antropologi social. Jakarta:
Dian Rakyat.
------------ 1990. Pengantar Ilmu Atropologi. Jakarta: Rineka Cipta
Moeleong. 2007. Metodologi penelitian Kualitatif edidi revisi: Bandung:
Pt. Rosda karya.
Sri Ahimsa Putra, Heddy. 2009. Seni tradisi, masalah, dan
pengembangannya. Pusat Budaya: UNY
Garjito hadi, seno Pu. tro. 2009. Pengelolaan dan Pengembanganseni
tradisi di bokoharjo. Pusat Budaya: UNY.

66
a. Jathilan
a.1 Wilayah Tumbuh Kembang
Kelompok kesenian Jathilan banyak terbentuk di daerah Kecamatan
Dukun Kabupaten Magelang. Kesenian Jathilan di daerah Kecamatan Dukun
Kabupaten ada yang terbentuk sejak dahulu kala/peninggalan nenek moyang yang
turun temurun dan ada pula kelompok yang baru terbentuk pada akhir-akhir ini.
Kelompok Jathilan yang digemari oleh para penonton dan sering pentas di dalam
daerah Kecamatan Dukun ataupun di luar daerah adalah 1) kelompok kesenian
Jathilan di Dusun Dukuh, Desa Mangunsuko, Kecamatan Dukun, 2) kelompok
kesenian Jathilan di Dusun Trono, Desa Krinjing, Kecamatan Dukun, dan 3)
kelompok Jathilan di Dusun Sumber, Desa Sumber, Kecamatan Dukun. Selain
ketiga kelompok tersebut masih ada beberapa kelompok kesenian Jathilan di
daerah Kecamatan Dukun. Namun, kesenian tersebut tidak sering pentas dan tidak
disenangi oleh penonton.
a.2 Deskripsi
Jathilan adalah salah satu kesenian yang masih ada di daerah Kecamatan
Dukun Kabupaten Magelang. Jathilan merupakan sebuah kesenian yang
menyatukan antara unsur gerakan tari dengan kekuatan magis. Kesenian ini juga
sering disebut dengan kesenian jaran kepang/kuda kepang. Jenis kesenian ini
dimainkan dengan pemain yang menaiki properti berupa kuda tiruan yang terbuat
dari anyaman bambu atau kepang dan membawa senjata berupa tameng dan
pedang/cambuk.

67
Kesenian jathilan biasanya dimainkan berpasangan oleh 8, 10, 12, 14,
ataupun sesuai dengan anggota masing-masing. Di satu pihak diibaratkan prajurit
yang berkarakter baik, sedangkan dipihak lain merupakan prajurit yang
berkarakter buruk. Pagelaran kesenian ini dimulai dengan tari-tarian oleh para
penari yang gerakannya sangat pelan tetapi kemudian gerakanya perlahan-lahan
menjadi sangat dinamis mengikuti suara iringan musik yang dimainkan. Alat
musik yang digunakan untuk mengiringi kesenian ini terdiri dari drum, kendang,
kenong, gong, bendhe, demung, saron, dan slompret, yaitu seruling dengan bunyi
melengking. Iringan musik itu dikombinasikan dengan lagu-lagu yang dapat
menambah hidupnya suasana. Lagu-lagu yang dibawakan dalam mengiringi
tarian,biasanya berisikan himbauan agar manusia senantiasa melakukan perbuatan
baik dan selalu ingat pada Sang Pencipta, lagu-lagu macapat, dan ada juga yang
menyanyikan lagu-lagu lain. Setelah sekian lama, para penari kerasukan roh halus
sehingga hampir tidak sadar dengan apa yang mereka lakukan, mereka melakukan
gerakan-gerakan yang sangat dinamis mengikuti rancaknya suara gamelan yang
dimainkan.
a.3 Busana
Pelaku seni/pemain kesenian Jathilan menggunakan pakaian kejawen
berupa surjan, menggunakan celana panji dengan ukuran kurang lebih selutut, dan
menggunakan jarit yang dipakai sedemikian rupa. Perlengkapan/atribut lain yang
digunakan berupa begel di kedua tangan pemain, tutup kepala berupa
udheng/blangkon, krincing pada kaki, pangkat pada bahu, sumping pada telinga,
dan lain sebagainya. Tata rias wajah para jongki/pemain yang menunggang kuda
kepang adalah rias muka yang dibuat tebal, terutama alis dan perona pipi. Hal
tersebut ditujukan agar pemain lebih kelihatan berkarakter. Lebih jelasnya,
kesenian Jathilan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

68
a.4 Pengelolaan dan Pengembangan
Kesenian Jathilan di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
masih sangat digemari oleh masyarakat. Hal tersebut terbukti dari antusias warga,
entah itu pemain/pelaku seni maupun penonton. Pelaku seni sangat
antusias/memiliki semangat yang tinggi untuk latihan dan ikut pentas meskipun
mereka tidak mendapatkan upah/bayaran dalam mereka berkesenian. Pelaku seni
berkesenian tidak mencari nafkah, namun mereka mempunyai rasa untuk
melestarikan budaya dan kesenian tradisi peninggalan nenek moyang. Di sisi lain,
pelaku seni dalam berkesenian didorong oleh jiwa seni yang melekat pada diri
masing-masing. Jika mereka pentas, ada kepuasan tersendiri dan merasa bangga.
Hal tersebut mendorong pelaku seni untuk tetap berkesenian dan kesenian Jathilan
di Daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tetap lestari hingga saat ini.
Kesenian Jathilan di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang waktu demi
waktu tidak ada penurunan/tidak ada tanda-tanda akan punah, namun justru
sebaliknya. Waktu demi waktu kesenian ini makin berkembang. Perkembangan
tersebut terlihat dari beberapa bukti, yaitu 1) penonton yang selalu
membludak/selalu ramai jika ada pementasan Jathilan. 2) Pada jaman dahulu
tarian dalam Jathilan dapat dikatakan monoton, namun kini selalu ada
perkembangan, entah itu dalam gerakan tari, pola lantai, maupun kekompakan
para pemain. 3) Kostum yang dikenakan juga berkembang. Jika jaman dahulu

69
kesenian Jathilan hanya mengenakan kostum yang seadanya, saat ini kostum yang
dikenakan sangat megah dan menarik. Sering kali ada penambahan kostum untuk
memperindah penampilan saat pentas dan sering pula pengadaan kostum baru
agar saat pentas para pemain tidak jenuh dengan kostum yan dikenakan. 4) Tata
rias kesenian Jathilan pada jaman dahulu sangat sederhana, namun kini kelihatan
lebih menarik dan lebih berkarakter. Bahan yang digunakan juga sangat berbeda.
Jika dahulu hanya menggunakan perlengkapan rias yang seadanya, kini telah
menggunakan perlengkapan rias yang tidak jauh berbeda dengan perlengkapan di
salon rias wajah. 5) Iringan musik pada jaman dahulu hanya monoton, namun
sekarang telah diolah sedemikian rupa sehingga musik pengiring Jathilan dapat
lebih menarik dan meriah. Jika jaman dahulu alat musik yang digunakan mungkin
hanya bendhe, kempul, gong, dan kendhang, kini telak dikolaborasikan dengan
alat musik modern seperti bas, gitar, orgen, drum, ketipung, angklung, dan lain-
lainnya. Bahkan untuk memeriahkan pertunjukan, banyak kesenian Jathilan yang
diiringi dengan musik dangdut. 6) Dahulu anggota kesenian tidak ada
keorganisasian, jika ada hanya sederhana. Namun, kini organisasi kesenian
Jathilan di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang sangat tertata. 7)
Kesenian Jathilan sangat sering pentas di dalam maupun di luar daerah. Hal di
atas menunjukkan bahwa kesenian Jathilan di Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang selalu berkembang waktu demi waktu.
b. Reog
b.1 Wilayah Tumbuh Kembang
Reog merupakan kesenian yang berasal dari Jawa bagian timur. Namun,
kesenian itu juga tumbuh dan berkembang di Jawa bagian tengah. Salah satu
tempat tumbuh dan berkembang kesenian Reog yang ada di daerah Jawa tengah
adalah di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Di kecamatan tersebut
terdapat beberapa kelompok kesenian yang berkecimpung dalam tari Reog.
Kelompok kesenian Reog yang terdapat di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten
magelang antara lain adalah 1) kesenian Reog di Dusun Tontro Desa Sumber, 2)
kesenian Reog di Dusun Sewukan Tegal Desa Sewukan, 3) kesenian Reog di
Dusun Gejiwan Desa Dukun, dan 4) kesenian Reog di Dusun Gumuk Desa

70
Sumber. Keempat kelompok tersebut merupakan kelompok yang sering pentas di
dalam maupun di luar Kecamatan Dukun. Selain keempat kelompok itu, masih
ada kelompok kesenian Reog lain yang terdapat di Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang. Namun, kelompok itu tidak begitu sering pentas dan tidak begitu
mengundang perhatian penonton.
b.2 Deskripsi
Reog adalah sebuah kesenian budaya berbentuk teater yang dilakukan oleh
sekelompok pemain drama tari dengan berbagai karakter dan perwatakan pelaku.
Kesenian Reog ini diakui berasal dari daerah Ponorogo.
Kesenian Reog mempunyai 5 pemeran utama yang selalu bermain di saat
pertunjukan berlangsung. Pemeran itu adalah sebagai berikut.
5. Singo Barong yang berbentuk kepala harimau dengan tatanan bulu merak yang
mengembang lebar sebagai mahkota yang disebut dengan dadak merak. Berat
dadak merak bisa mencapai 50–60 kg yang cara memakainya/menggunakannya
dengan cara digigit.
6. Raja Klana Sewandana, yaitu seorang raja yang memakai topeng dengan ciri
khas satria dan pemberani.
7. Pujangga Anom atau Bujangganong. Pemeran Bujanganong memakai topeng
yang bentuknya lucu dan seram dengan gerak tarian lincah dan akrobatik.
8. Sekelompok Jathilan, jumlahnya bisa mencapai empat, enam, delapan, dan
seterusnya yang berjumlah genap, penari berpenampilan kesatria tapi feminim
dengan menunggang kuda replika dari kepang atau anyaman bambu.
Warok, yaitu berperan sebagai Pembina atau sesepuh. Warok diperankan
oleh laki-laki yang bertubuh kekar, mempunyai jambang dan kunis yang tebal,
serta memakai tutup kepala yang disebut belangkon.
Dalam kesenian Reog, tentu saja diiringi dengan iringan musik. Musik
pengiring di bagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok penyanyi yang terdiri
dari dua penyanyi yang menyanyi lagu daerah seperti Jathilan Jonorogo apabila
diadakan di kabupaten Ponorogo dan apabila di Surabaya para aguyuban reog di
Surabaya sering menggantinya dengan Semanggi Surabaya atau Jembatan Merah
yang merupakan lagu khas Surabaya dengan bahasa jawa lalu kelompok

71
instrument gamelan memiliki anggota sekitar 9 orang yang terdiri dari, 2 orang
penabuh gendang, 1 orang penabuh ketipung atu gendang terusan, 2 orang peniup
slompret, 2 orang penabuh kethuk dan kenong, 1 orang penabuh gong, dan 2
orang pemain angklung. Salah satu ciri khas dari tabuhan reog adalah bentuk
perpaduan irama yang berlainan antara kethuk kenong dan gong yang berirama
selendro dengan bunyi slompret yang berirama pelog sehingga menghasilkan
irama yang terkesan magis. Kesenian reog dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

b.3 Busana
Busana kesenian Reog di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
tidak begitu banyak perubahan. Hal tersebut disebabkan busana Reog memang
sudah ada ketentuannya. Namun, pada umumnya aspek busana mengandung 4
warna, yaitu warna merah, hitam, putih, dan kuning. Jika dilihat dari makna
filosofi yang terkandung, keempat warna tersebut menggambarkan nafsu manusia.
Pakaian/busana pemeran kesenian Reog adalah sebagai berikut.
5. Pakaian/busana beserta atribut yang dikenakan oleh pemeran Singo Barong
terdiri dari beberapa perlengkapan. Pakaian/busana beserta atribut tersebut
adalah celana panjang warna hitam dengan hiasan gombyok merah di bagian
bawah dan sisi kiri kanan, baju kimolong, embong/penutup perut bagian bawah

72
berbentuk setengah lingkaran berwarna hitam dengan gombyok warna kuning
dari benang songket, sabuk/epek timang hitam, setagen (ubet), cinde, dan
cakep hitam. Selain itu, Singo Barong mengenakan atribut yang sangat besar
dan berat, yaitu topeng yang disebut dhadhak merak. Dhadhak merak
berbentuk seperti kepala harimau dengan tatanan bulu merak yang
mengembang lebar sebagai mahkota. Berat dadak merak bisa mencapai 50–60
kg yang cara memakainya/menggunakannya dengan cara digigit. Topeng inilah
yang disebut dengan reog.
6. Pakaian/busana Raja Klana Sewandana adalah dengan mengenakan celana
cinde panjang berwarna merah, memakai jarit parang barong gagrak
Ngayogyan (dasaran putih), bara-bara dan samir, epek timang merah, setagen
ubet cinde warna merah, uncal, sampur warna merah dan kuning, kace merah
dari monte, ulur warna merah, cakep warna merah, klat bahu, keris blangkrak,
praba, topeng klana, binggel, dan membawa cambuk.
7. Busana Pujangga Anom/Bujangganong adalah celana dingkikan, binggel,
embong gobyok, epek timang warna hitam, setagen warna hitam, cakep warna
hitam, sampur warna merah dan kuning, rompi warna merah, serta topeng
hidung panjang warna merah dengan rambut terurai.
8. Busana Jatil adalah clana dingkikan kepanjen, memakai jarit motif parang
barong, bara-bara dan samir, sampur warna merah kuning, epek timah hitam,
ubet cinde, hem putih lengan panjang, gulon ter, kace, srempang, cakep, iket
hitam, iketnya berupa gadhung tapak dara, binggel, serna eblek jaranan/jaran
kepang.
Pakaian yang dijelaskan di atas adalah pakaian secara keseluruhan yang
dikenakan oleh pemeran kesenian reog. Namun, dalam kenyataannya pemakaian
perlengkapan dan busana oleh kelompok kesenian Reog di daerah Kecamatan
Dukun Kabupaten Magelang tidak selengkap yang telah disebutkan di atas. Hal
tersebut disebabkan kurang lengkapnya perlengkapan dan busana yang dimiliki
oleh anggota kelompok Reog di daerah Kecamatan Dukun. Sebagai contoh,
Bujangganong harus memakai sampur berwarna merah dan kuning. Namun jika

73
ternyata ada salah satu sampur yang hilang/tidak ada saat pentas, maka ada salah
satu pemeran Bujangganong yang hanya memakai satu sampur.
b.4 Pengelolaan dan Pengembangan
Sama halnya dengan kesenian Jathilan di daerah Kecamatan Dukun
Kabupaten Magelang, kesenian Reog di daerah tersebut juga berkembang waktu
demi waktu. Awal mula ada kesenian Reog di daerah Kecamatan Dukun
Kabupaten Magelang hanya meniru gerakan Reog Ponorogo dalam VCD.
Namun, kini ada yang menggeluti gerakan Reog dan seluk beluk tentang Reog
hingga kini menjadi pelatih kesenian tersebut. Tarian kesenian Reog tidak begitu
banyak perkembangan, hanya pola lantai yang dikembangkan.
Antusias warga di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang untuk
menonton pertunjuka Reog sangat besar. Walaupun kini hiburan telah banyak
yang lebih praktis, misal radio, televisi, game online, dan lainnya, namun tiap kali
ada pementasan tetap saja dipenuhi penonton. Rasa semangat yang dimiliki
pemain juga amat tinggi. Mereka tetap semangat latihan dan ikut pentas meskipun
harus menyita waktu mereka untuk istirahat. Hal tersebut disebabkan waktu
latihan dan pentas kesenian ini hampir selalu di malam hari. Pelaku seni tidak
mendapatkan upah dari berkesenian, namun mereka tetap semangat.
Sumber dana awal yang dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan latihan
dan pentas, yaitu untuk pembelian kostum, gamelan/alat musik, perlengkapan tat
arias, dan lain-lain diperoleh dari hasil iyuran anggota. Kini karena sering pentas,
pendanaan diperoleh dari hasil pentas tersebut. Hasil pentas seluruhnya masuk ke
dalam kas dan sama sekali tidak digunakan untuk membayar pemain. Pendapatan
yang diperoleh dari pentas dipergunakan untuk memperbaiki kostum yang rusak,
membeli kostum baru, membeli perlengkapan rias, dan lainnya. Selain dari hasil
pentas, pendanaan juga sering kali mendapat bantuan dari dinas melalui pengajuan
proposal.

74
c. Kethoprak
c.1 Wilayah Tumbuh Kembang
Kesenian Kethoprak di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
kini sudah tidak sesemarak jaman dahulu. Kini kesenian itu telah merosot dan
sudah jarang pentas. Namun, hingga saat ini masih ada kelompok kesenian
Kethoprak yang masih tetap bertahan dan jika diminta untuk pentas tetap sanggup
memenuhi permintaan. Kelompok kesenian tersebut adalah 1) kesenian Kethoprak
di Dusun Trono Desa Krinjing, 2) kesenian Kethoprak di Dusun Dukuh Desa
Mangunsuko, 3) kesenian Kethoprak di Dusun Ngargomulyo Desa Ngargomulyo,
dan 4) kesenian Kethoprak di Dusun Keningar Desa Keningar.
c.2 Deskripsi
Kethoprak merupakan drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah
grup kesenian dan digelarkan di sebuah panggung dengan mengambil cerita dari
sejarah, cerita panji, dongeng dan lainnya dengan diselingi lawak. Kesenian ini
diiringi musik dari gamelan. Sebagai ciri khas kesenian Kethoprak adalah adanya
tanda pembabagan dengan menggunakan keprah. Keprak merupakan sejenis
kentongan yang cara membunyikannya dengan cara dipukul menggunakan
pemukul dari kayu/bambu.
Kethoprak dilakukan oleh beberapa orang sesuai dengan keperluan
ceritanya. Adapun ciri khas dari kethoprak ini dilakukan dengan dialog bahasa
Jawa. Tema cerita dalam sebuah pertunjukan kethoprak bermacam-macam,
biasanya diambil dari cerita legenda atau sejarah Jawa. Kesenian kethoprak dapat
dilihat pada gambar berikut ini.

75
c.3 Busana
Kostum/busana kesenian kesenian Kethoprak di daerah Kecamatan
Dukun Kabupaten Magelang tidak ada perkembangan/perbaikan. Hal tersebut
disebabkan kesenian Kethoprak di daerah tersebut sudah tidak banyak permintaan
untuk pentas. Tidak semua kelompok kesenian Kethoprak di daerah Kecamatan
Dukun Kabupaten Magelang memiliki kostum secara lengkap. Sering kali tiap
akan pentas harus menyewa kostum dari kelompok lain.
c.4 Pengelolaan dan Pengembangan
Perkembangan Kethoprak di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang tidak seperti Jathilan dan Reog. Kesenian ini kadang kala masih pentas,
namun tidak sesering pertunjukan Jathilan dan Reog. Meskipun demikian, tiap
kali ada pementasan Kethoprak di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
tetap saja banyak warga yang menyaksikan.
Latihan Kethoprak yang dilakukan oleh anggota-anggota kesenian telah
menurun. Jika dahulu dilakukan setiap seminggu atau dua minggu sekali, kini
hanya dilakukan sebulan atau dua bulan sebelum pementasan. Kesenian kethoprak
jaman dahulu dengan jaman sekarang ada perubahan dalam sisi cerita. Pada jaman
dahulu cerita yang dipertunjukkan sangan mengikuti pakem/tanpa ada

76
pemenggalan cerita, namun sekarang hanya diambil inti ceritanya dan banyak
pemangkasan cerita. Saat ini justru banyak disisipi guyon oleh pelawak. Guyonan
oleh pelawak ditujukan untuk menarik minat penonton.
d. Kerawitan
d.1 Wilayah Tumbuh Kembang
Dahulu di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang banyak
terbentuk kelompok kesenian Kerawitan. Namun, seiring perkembangan jaman
kesenian itu banyak yang terkikis keberadaannya. Kini kelompok kesenian
kerawitan di daerah Kecamatan Dukun yang masih berdiri dan masih sering
pentas adalah kelompok yang ada di Dusun Dukun, Desa Mangunsuko dan di
Dusun Talun Lor Desa Banyudono.
d.2 Deskripsi
Kerawitan adalah salah satu kesenian tradisional Jawa yang hingga saat ini
masih ada di daerah-daerah tertentu, misalnya di daerah Kecamatan Dukun
Kabupaten Magelang. Kesenian ini merupakan kesenian musik duduk, yang mana
para pelaku seni memainkan alat musik berupa gamelan. Gamelan merupakan alat
musik Jawa yang terdiri dari berbagai jenis alat musik. Alat musik gamelan terdiri
dari gong, kempul, kethuk, kenong, bonang barung, bonang penerus, kendhang,
demung, saron, penyacah/peking, gambang, rebab, gender, slenthem, rebab, dan
siter. Biasanya kesenian ini dipadukan dengan lagu-lagu Jawa klasik. Selain
hanya dinikmati alunan musiknya saja, kerawitan juga sering digunakan untuk
mengiringi pertunjukan Kethoprak, Wayang Kulit, Wayang Orang, Wayang
Golek, dan kesenian teater Jawa lainnya yang berfungsi sebagai penguat suasana
cerita. Pelaku seni Kerawitan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

77
d.3 Busana
Tidak ada ketentuan untuk busana yang digunakan oleh pelaku seni
kesenian Kerawitan. Namun, biasanya busana yang dikenakan adalah busana
tradisional Jawa, entah itu gagrag Ngayogjan maupun gagrag Solo. Busana yang
dikenakan oleh pelaku seni Kerawitan di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang juga tidak ada ketentuannya. Saat pentas mengiringi Jathilan,
Kethoprak, atau kesenian lain, busana yang dikenakan oleh pelaku seni
Kerawitan justru sering tidak seragam. Jadi busana yang dikenakan oleh pelaku
seni kesenian Kerawitan di daerah Kecamatan Dukun tidak begitu diperhatikan.
d.4 Pengelolaan dan Pengembangan
Kesenian Kerawitan di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
sudah tidak begitu digemari masyarakat. Itu terbukti kesenian Kerawitan yang
sudah sangat jarang pentas tunggal atau pentas yang bukan sebagai pengiring
wayang, kethoprak, atau pengiring kesenian lain. Latihan Kerawitan juga sudah
tidak teratur, sebulan sekali saja sudah tidak pasti diadakan latihan.

78
e. Campursari
e.1 Wilayah Tumbuh Kembang
Di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tidak begitu banyak
adanya kelompok kesenian Campursari. Kelompok kesenian Campursari di daerah
Kecamata Dukun muncul/terbentuk di Dusun Dukun Desa Mangunsuko dan di
Dusun Talun Lor Desa Banyudono.
e.2 Deskripsi
Kesenian Campursari adalah suatu kesenian yang mirip dengan kesenian
Kerawitan. Pembedanya adalah lagu yang dibawakan dan adanya alat musik
modern sebagai pengkolaborasian dengan alat musik tradisional Jawa, yaitu
gamelan. Jika lagu dalam kesenian Kerawitan berupa lagu Jawa klasik, lagu-lagu
dalam Campursari berupa lagu Jawa modern yang digarap sedemikian rupa
sehingga dapat lebih ramai/gumyak. Alat musik dalam kesenian Campursari
biasanya berupa gong, kempul, saron, demung, peking/pencacah, kendhang,
ketipung, keybord, gitar, bas, dan drum. Kesenian Campursari saat pentas dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.

79
e.3 Busana
Busana/pakaian seragam yang dikenakan oleh pelaku seni campursari
sangatlah beragam di tiap masing-masing kelompok. Namun, biasanya mereka
memakai busana kejawen. Ada kelompok Campursari yang mengenakan pakaian
Jawa gagrag Ngayogyakarta ada pula yang memakai pakaian gagrag Solo.
e.4 Pengelolaan dan Pengembangan
Pementasan campursari di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
sudah tidak sesering pada jaman dahulu. Hal tersebut mungkin disebabkan adanya
grup orgen tunggal yang lebih sederhana dan lebih murah meriah. Walaupun
demikian, campursari di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tetap ada
hingga saat ini dan tidak sedikit orang yang mempunyai hajat mendatangkan grup
campursari untuk memeriahkan acaranya.
Grup campursari di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tetap
dapat memenuhi permintaan konsumen meskipun jadwal latihan kesenian ini telah
tidak rutin dilakukan. Latihan hanya dilakukan saat ada panggilan pentas. Namun,
anggota tetap akan hadir latihan dengan semangat jika diadakan latihan untuk
persiapan pentas. Tiap kali diminta untuk pentas tetap berusaha menampilkan
yang terbaik dengan penggarapan lagu-lagu baru yang sedang popular.
Keorganisasian anggota kesenian Campursari di daerah Kecamatan Dukun
Kabupaten Magelang tetap masih ada. Pengelolaan pemasukan dana juga di kelola
dengan baik. Setiap ada pentas dan mendapatkan upah, upah tersebut akan
dimasukkan ke dalam kas anggota yang dipegang oleh bendahara. Upah pentas
seluruhnya masuk kas anggota dan tidak ada yang dibagikan kepada
anggota/pelaku seni.
f. Macapatan
f.1 Wilayah Tumbuh Kembang
Kesenian Macapatan tidak banyak tumbuh di daerah Kecamatan Dukun
Kabupaten Magelang. Di kecamatan Dukun, kesenian ini hanya ada satu, yaitu
bertempat di Kantor Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.

80
f.2 Deskripsi
Kesenian Macapatan adalah kesenian melagukan Tembang Macapat.
Kesenian ini bukanlah kesenian yang dipertontonkan untuk kalayak umum.
Namun, kesenian ini adalah kesenian yang bertujuan untuk melestarikan budaya
leluhur agar generasi muda tetap mengenal dan mengetahui budaya ini, yaitu
budaya melagukan Tembang Macapat. Biasanya temgang yang dilagukan berasal
dari naskah Jawa yang berupa Tembang Macapat. Para anggota bergantian
melagukan tembang runtut dari pada awal ke pada berikutnya. Salah satu anggota
membaca/melagukan Tembang Macapat dari teks yang telah dipersiapkan,
sedangkan anggota lain menyimak. Setelah dilagukan, biasanya ada salah seorang
yang memimpin untuk mengulas isi yang terkandung di dalam tembang tersebut.

f.3 Busana
Busana/pakaian yang dikenakan oleh pelaku seni/kelompok seni
Macapatan tidak ada ketentuannya. Hal tersebut disebabkan kesenian Macapatan
hanyalah perkumpulan yang mempunyai tujuan untuk melestarikan budaya dan
bukan kesenian yang dipentaskan. Pakaian yang dikenakan oleh pelaku seni
Macapatan adalah pakaian yang biasa dipakai keseharian. Saat menghadiri acara
Macapatan biasanya pelaku seni memakai baju/hem dan bercelana panjang. Ada
pula pelaku seni yang menggunakan baju batik, jaket, dan lain sebagainya.

81
f.4 Pengelolaan dan Pengembangan
Macapatan di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang masih ada
hingga saat ini. Sebelum terjadi recovery bencana alam gunung Merapi tahun
2011 Macapatan rutin dilakukan setiap selapan/35 hari sekali. Namun, pasca
recovery bencana alam gunung Merapi Macapatan di daerah Kecamatan Dukun
Kabupaten Magelang sudah tidak begitu aktif. Hal tersebut mungkin disebabkan
para warga terlena dengan pemulihan kondisi ekonomi masing-masing dan belum
ada penggerak kembali untuk menghidupkan/mengaktifkannya lagi.
Macapatan di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang hanya ada
satu kelompok, yaitu berpusat di Kantor Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.
Anggota macapatan berasal dari berbagai daerah di Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang yang memiliki jiwa nembang dan senang nembang macapat. Walaupun
jarak rumah mereka dengan Kantor Kecamatan ada yang lumayan jauh, namun
tetap saja datang tiap kali diadakan macapatan. Itu dilakukan karena rasa cinta
kepada budaya dan rasa ingin melestarikannya.
g. Gasir Ngenthir
g.1 Wilayah Tumbuh Kembang
Kesenian Gasir Ngenthir juga tumbuh berkembang di daerah Kecamatan
Dukun Kabupaten Magelang. Kasenian ini tumbuh dan berkembang di Dusun
Grogol, Desa Karanganyar, Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.
g.2 Deskripsi
Kesenian Gasir Ngenthir adalah kesenian yang mirib dengan kesenian
Jathilan. Tarian dan property yang dipakai hampir sama, yaitu memakai jaran
kepang. Pada pertunjukan ini pemain bisa sampai trans. Adapun properti gamelan
yang digunakan adalah terbang, bendhe, dan kempul. Busana yang digunakan
adalah kuluk. Jumlah pemain adalah sekitar 8 orang.
g.3 Busana
Busana kesenian yang dikenakan Gasir Ngenthir hampir sama dengan
kesenian Jathilan, yaitu mengenakan surjan dan berjarik. Kepala pemain kesenian
Gasir Ngenthir juga mengenakan udheng/iket sebagai mana Jathilan. Penari

82
mengenakan binggel di kedua tangan, ksrincing di kaki kanan dan kiri, sumping di
telinga, dan sebagainya.
g.4 Pengelolaan dan Pengembangan
Dari sisi pengembangan musik, kesenian ini mengalami kemajuan dalam
bidang nyanyian. Nyanyian yang dimainkan tidak terbatas pada lagu sholawatan,
tetapi sudah masuk pada lagu-lagu campursari dan langgam.

h. Topeng Ireng
h.1 Wilayah Tumbuh Kembang
Kesenian Topeng Ireng banyak tumbuh dan berkembang di daerah
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Kesenian yang sering pentas dan
digemari oleh para penonton karena kreatifitasnya adalah kelompok kesenian di
Dusun Kepil Desa Krinjing dan kelompok kesenian di Dusun Bandung Desa
paten. Kelompok kesenian tersebut sering pentas di dalam maupun di luar daerah.
h.2 Deskripsi
Topeng ireng merupakan kesenian masyarakat sejenis dengan jathilan,
hanya saja tidak naik kuda kepang. Masyarakat di daerah Dukun Kabupaten
Magelang sering menyebut Topeng Ireng dengan sebutan Ndayakan. Hal itu
disebabkan karena kesenian Topeng Ireng menggunakan kuluk yang terbuat dari
bulu. Selain itu, jaman dahulu Topeng Ireng menggunakan pakaian yang terbuat
dari raffia yang dirumbai-rumbai sehingga menyerupai pakaian suku Dayak.
Itulah yang menyebabkan warga sekitar menyebut Topeng Ireng dengan sebutan
Ndayakan. Kesenian Topeng Ireng dapat dilihat pada foto di bawah ini.

83
h.3 Busana
Topeng Ireng berpakaian hitam tanpa lengan, hiasan dada berupa rompi,
celana pendek dengan rumbai-rumbai dari kain warna-warni, bersepatu,
menggunakan klinthing di kaki kiri kanan, menggunakan begel pada pergelangan
tangan, serta berkuluk yang terbuat dari rangkaian bulu ayam. Wajah para pemain
dimake up sedemikian rupa agar kelihatan lebih menarik.
Costum Topeng Ireng selalu berkembang waktu demi waktu. Jika jaman
dahulu kelihatan sederhana, kini nampak lebih megah dan mewah. Dahulu
rumbai-rumbai yang terdapat pada pinggang terbuat dari raffia, namun kini telah
dibuat menggunakan kain warna-warni sehingga lebih menarik. Krincing pada
kaki juga nampak lebih banyak, sehingga bunyi yang dihasilkan juga lebih.
h.4 Pengelolaan dan Pengembangan
Saat ini Topeng Ireng sedang digemari oleh masyarakat di daerah
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Kesenian ini sangat sering pentas, baik
di dalam maupun di luar daerah. Di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang perkembangan kesenian ini sangan pesat. Anggota kesenian baru

84
banyak bermunculan di dusun-dusun yang belum mempunyai kesenian ini.
Kesenian-kesenian baru ada yang meniru gerakan tari dan iringan musik dari
VCD kesenian lain atau ada juga yang mendatangkan pelatih dari anggota
kesenian luar daerah.
Seiring perkembangan jaman gerak tarian Topeng Ireng juga berkembang.
Gerakan demi gerakan selalu ada perubahan setiap kali latihan. Pola lantai juga
digarap sedemikian rupa untuk mendapatkan tampilan yang indah.
Sumber pendanaan kesenian Topeng Ireng dulu hanya berasal dari iyuran
anggota. Kini pendanaan berasal dari hasil pentas. Semua hasil pentas dimasukkan
ke dalam kas anggota dan tidak ada yang dibagikan kepada anggota. Dulu untuk
membeli perlengkapan pentas, para pemain harus iyuran. Saat ini dana diperoleh
dari hasil pentas. Seringnya pentas, maka untuk memenuhi kebutuhan pentas tidak
perlu iyuran lagi. Jika ada pakaian atau atribut pentas yang rusak, maka
menggunakan uang kas hasil dari pentas.
i. Angguk
b.1 Wilayah Tumbuh Kembang
Kesenian Angguk tidak banyak tumbuh dan berkembang di daerah
tersebut. Wilayah Tumbuh Kembang Angguk di Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang adalah di Dusun Tontro Desa Sumber.
b.2 Deskripsi
Kesenian angguk adalah kesenian berbentuk tarian disertai dengan pantun-
pantun rakyat yang berisi pelbagai aspek kehidupan manusia, seperti pergaulan
dalam hidup bermasyarakat, budi pekerti, nasihat-nasihat dan pendidikan. Dalam
kesenian ini juga dibacakan atau dinyanyikan kalimat-kalimat yang ada dalam
kitab Tlodo, yang walaupun bertuliskan huruf Arab, namun dilagukan dengan
cengkok tembang Jawa. Nyanyian tersebut dinyanyikan secara bergantian antara
penari dan pengiring tetabuhan dengan alat musik berupa Terbang dan Jedor.
Selain itu, terdapat satu hal yang sangat menarik dalam kesenian ini, yaitu adanya
pemain yang “ndadi” atau mengalami trance pada saat puncak pementasannya.
Pada mulanya angguk hanya dimainkan oleh kaum laki-laki saja. Namun,
dalam perkembangan selanjutnya tarian ini juga dimainkan oleh kaum perempuan.

85
b.3 Busana
Busana yang dikenakan oleh pelaku seni kesenian Angguk memang unik.
Kesenian angguk berpakaian baju lengan panjang dihiasi sedemikian rupa,
memakai celana pendek kurang lebih sampai lutut, bersepetu lengkap dengan kaos
kaki panjang, memakai topi, berkacamata hitam, dan membawa kipas lipat
sebagai atributnya. Namun, ada satu pemain yang tidak membawa kipas lipat,
yaitu pemimpin barisan. Pemimpin barisan membawa cambuk dan peluit. Peluit
digunakan sebagai alat untuk menata barisan dan mengatur pergantian gerakan.
Jika peluit dibunyikan maka itu pertanda gerakan akan berubah.
Kesenian Angguk di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
kadang pentas dengan mengenakan pakaian yang tidak lengkap. Kadang kala ada
salah satu atau beberapa pelaku seni yang pakaian atau atribut yang dikenakan
tidak seragam dengan pelaku yang lainnya. Bahkan, kadang kala ada pula pelaku
seni yang pentas dengan tidak mengenakan beberapa atribut yang seharusnya
dikenakan. Sebagai contoh, ada salah satu pelaku seni yang memakai sepatu putih,
padahal seharusnya seragam/sepatu yang dipakai adalah berwarna hitam. Hal
tersebut disebabkan oleh ketidaklengkapan pakaian dan perlengkapan yang
dimiliki oleh kelompok kesenian Angguk di daerah Kecamatan Dukun. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat gambar di bawah ini.

86
b.4 Pengelolaan dan Pengembangan
Angguk di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang masih diminati
oleh masyarakat. Kesenian ini masih sering pentas di daerah tersebut. Kesenian ini
di daerah Dukun memang sudah tidak rutin dilakukan, namun jika diminta untuk
pentas oleh seseorang tetap dapat memenuhi. Kesenian ini melakukan latihan saat
akan ada pentas, karena para pemain telah hafal gerakan dan telah menghayati
gerak dan lagu.
Jika dilihat/diamati kesenian Angguk pada jaman dahulu dengan jaman
sekarang telah banyak perbedaan. Jika Angguk pada jaman dahulu menggunakan
pakaian yang sederhana dan apa adanya, kini telah menggunakan pakaian yang
lebih megah dan indah. Iringan musik juga telah berkembang. Dahulu iringan
musik hanya monoton dan lagu yang digunakan untuk mengiringi musik
merupakan kata-kata dari kitab Tlodo, namun kini telah disesuaikan dengan
jaman. Lirik lagu kini juga menggunakan bahasa Jawa danindonesia yang
memiliki suatu ajaran-ajaran kebaikan.
Kesenian Angguk di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelaang
terorganisasi dengan baik. Dalam setiap kelompok kesenian terdapat organisasi
yang tertata sehingga kesenian dapat berjalan dengan baik. Di setiap kelompok
kesenian memiliki penasehat, ketua, bendahara, sekretaris, dan seksi-seksi lain
demi majunya kesenian.
j. Hadroh
j.1 Wilayah Tumbuh Kembang
Kesenian Hadroh tidak banyak tumbuh di daerah Kecamatan Dukun
Kabupaten Magelang. Di daerah tersebut, kesenian ini tumbuh di Dusun Dukuh,
Desa Mangunsuko.
j.2 Deskripsi
Hadroh adalah seni pembacaan salawat yang diiringi dengan terbang
(rebana) dan gerakan tarian dari puluhan laki-laki. Para pelantun nyanyian solawat
biasanya berdiri dan menggerakkan anggota badan secara serempak dengan
mengikuti iringan musik. Kesenian ini sudah sangat jarang ditemukan di daerah-
daerah tertentu, apalagi di daerah perkotaan. Namun, di salah satu daerah di

87
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang masih dapat ditemukan kesenian Hadroh.
Di salah Satu daerah di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang masih ada
kelompok kesenian Hadroh yang hingga saat ini masih hidup dan sering pentas
diacara-acara tertentu.

j.3 Busana
Busana/pakaian yang dikenakan oleh pelaku seni kesenian Hadroh adalah
mengenakan pakaian muslim/koko. Bagian bawah menggunakan sarung. Selain
itu, para pelaku seni juga mengenakan peci, yang biasanya warna putih.
j.4 Pengelolaan dan Pengembangan
Hadroh di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang sering pentas di acara-
acara pengajian, syukuran, pernikahan, dan acara lainnya. Anggota kesenian ini
biasanya para pemuda masjid. Berpakaian muslim dengan mengenakan sarung,
serta berkopyah warna putih para pelaku seni Hadroh memainkan terbangnya.
Mereka memainkan terbang sambil duduk simpuh di atas tikar/karpet.

88
Keorganisasian kesenian ini biasanya mengikuti organisasi masjid di mana
kesenian itu dibentuk. Pelatih Hadroh biasanya salah seorang lulusan pondok
pesantren yang telah menguasai dalam memainkan terbang. Jika akan ada pentas,
biasanya dua bulan atau tiga bulan sebelum pentas, para pemain Hadroh berlatih
bersama bertempat di masjid.

k. Wayang Wong/Wayang Orang


k.1 Wilayah Tumbuh Kembang
Dahulu di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang banyak terdapat
kelompok kesenian Wayang Orang. Namun, kini kelompok tersebut terkikis dan
banyak yang tinggal sejarah. Kini kelompok kesenian Wayang Orang di daerah
tersebut yang masih ada adalah di Dusun Tutup Ngisor Desa Sumber.
k.2 Deskripsi
Wayang Wong/Wayang Orang adalah wayang yang diperagakan oleh
manusia yang memakai kostum atau pakaian sesuai dengan tokoh wayang yang
diperankannya. Wayang Orang tidak dimainkan oleh dalang, karena setiap tokoh
dalam wayang orang bisa bergerak dan berdialog sendiri. Dalam kesenian ini,
dalang berperan sebagai sutradara yang mengarahkan para pemain. Cerita yang
dikisahkan, yaitu Mahabharata dan Ramayana.
Setiap gerakan Wayang Wong diwujudkan dengan gerakan tari dan
disesuaikan dengan iringan musik yang dihasilkan dari Gamelan. Ini merupakan
salah satu ciri khas dari kesenian Wayang Wong. Hal tersebut bertujuan untuk
menambah estetika pertunjukan dan bernilainya suatu kesenian. Gambar
pertunjukan Wayang Wong dapat dilihat pada gambar berikut ini.

89
k.3 Busana
Busana dan atribut yang dikenakan oleh pelaku seni kesenian Wayang
Wong/Wayang Orang adalah menyerupai pakaian wayang kulit. Tiap-tiap
pemeran akan mengenakan pakaian dan atribut sama seperti tokoh pada wayang
kulit. Sebagai contoh, busana dan atribut yang dikenakan oleh Arjuna dalam
Wayang Wong akan mengikuti pakaian dan atribut Arjuna pada wayang kulit.
k.4 Pengelolaan dan Pengembangan
Kesenian Wayang Wong di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
sudah sangat jarang dipentaskan. Meskipun demikian, setiap kelompok kesenian
ini masih terorganisasi dengan baik. Kesenian ini tidak banyak ditemukan di
daerah tersebut. Tidak semua kelompok kesenian Wayang Wong di daerah Dukun
memiliki perlengkapan pentas secara lengkap. Biasanya hanya kelompok kesenian
besar yang memiliki perlengkapan pentas secara lengkap.
Jika dilihat dari gerak tarian, kesenian Wayang Wong dari dahulu hingga
sekarang tidak begitu banyak perubahan. Perubahan-perubahan gerakan tari hanya
terdapat dalam adegan perang. Dalam adegan perang sering digarap sedemikian
rupa agar nampak kompak, lincah, dan menarik.

90
l. Pekbung
l.1 Wilayah Tumbuh Kembang
Pekbung adalah salah satu kesenian yang hanya ada di Dusun Dukun,
Desa Mangunsuko, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Kesenian itu tidak
terdapat di daerah lain. Hal tersebut disebabkan kesenian itu adalah kesenian yang
alat musiknya dibuat oleh kreatifitas salah satu seniman di Dusun Dukun.
l.2 Deskripsi
Pekbung merupakan salah satu kesenian tradisional yang berada di
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang, khususnya di Dusun Dukuh Desa
Mangunsuko. Kasenian ini merupakan kesenian duduk seperti kerawitan, yang
mana para pelaku seni memainkan alat musik yang dipadukan dengan nyanyian-
nyanyian. Lirik dari nyanyian-nyanyian kesenian Pekbung berisi ajaran-ajaran
kebaikan/sabda tama. Alat musik dalam kesenian ini mungkin tidak dimiliki oleh
masyarakat daerah lain dan mungkin juga alat-alat musik tersebut tidak begitu
dikenal oleh para masyarakat umum. Hal tersebut disebabkan alat-alat itu
merupakan hasil kreatifitas dari salah satu seniman di Dusun Dukuh Kecamatan
Dukun Kabupaten Magelang yang terbuat dari bahan yang boleh dikatakan
seadanya. Alat musik itu adalah berupa sepotong bambu/bumbung, sebuah
klenthing yang diberi tutup menggunakan karet/ban mobil bagian dalam, serta satu
alat musik yang telah memasyarakat, yaitu harmonika.
Kesenian Pekbung diciptakan oleh Pak Sumardi pada tahun 1963. Pada
jaman dahulu kesenian ini digunakan untuk mengiringi pencak silat. Namun,
seiring perkembangan jaman dan kebutuhan masyarakat, sekarang kesenian ini
digunakan sebagai hiburan pada waktu resepsi pernikahan atau acara-acara
tertentu. Sekarang kesenian ini juga sering dikombinasikan dengan lagu-lagu
campursari dan lagu-lagu macapat. Anggota kesenian ini adalah para Hansip,
yaitu berjumlah kurang lebih 30 orang.
Pekbung memang kesenian yang sangat tradisional. Hal tersebut
disebabkan alat musik yang tidak boleh dicampur/dikolaborasikan dengan alat
musik modern. Namun, kini mengikuti perkembangan jaman dan kebutuhan

91
masyarakat, kesenian ini dicampur dengan lagu-lagu baru seperti lagu campur
sari, solawat, dan lain-lainnya.
l.3 Busana
Busana yang dikenakan oleh pelaku seni pekbung tidak ada ketentuannya.
Namun, para pelaku seni biasanya mengenakan busana kejawen saat pentas.
l.4 Pengelolaan dan Pengembangan
Pekbung memang sangat jarang pentas. Namun, hingga saat ini kesenian
Pekbung masih tetap ada. Walaupun kini tidak pernah latihan secara rutin, namun
tiap kali ada masyarakat yang meminta untuk pentas, para pelaku seni tetap siap
dan tetap menampilkan yang terbaik. Mereka hanya latihan setiap ada permintaan
untuk pentas.
m. Soreng
m.1 Wilayah Tumbuh Kembang
Kesenian Soreng muncul dan berkembang di beberapa dusun di daerah
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Kesenian tersebut tumbuh dan
berkembang di Dusun Banteng Desa Keningar dan di Dusun Tontro Desa Sumber.
m.2 Deskripsi
Soreng adalah kesenian rakyat yang masih membudaya di daerah
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Kesenian ini berupa tarian dramatikal
dengan iringan musik yang dipadu dengan musik. Tarian ini menceritakan tentang
tokoh Ariya Penangsang dengan para pengikutnya. Semua pemain yang berperan
sebagai pengikut Arya Penangsang menari dengan menunggang kuda kepang
berukuran kecil. Kesenian Soreng kurang lebih berjumlah 20 pemain, yaitu biasa
dimainkan oleh para lelaki dan perempuan.
m.3 Busana
Pemain kesenian Pekbung menggunakan pakaian kejawen dengan
beberapa atribut untuk estetika dalam pertunjukan. Pakaian yang digunakan
berupa baju lengan panjang berwarna putih menggunakan rompi berwarna merah
dan menggunakan songkok warna merah di kepala. Para pemain di-make up
sedemikian rupa untuk mempertajam karakteristik pemain/tokoh.

92
m.4 Pengelolaan dan Pengembangan
Perkembangan kesenian ini lumayan pesat. Hal tersebut nampak dari
iringan musik yang lebih meriah dan menarik, busana lebih indah, gerakan tarian
dan pola lantai yang selalu ada pengembangan, dan sebagainya.
Perkembangan juga nampak dari sisi penonton. Banyak masyarakat yang
mengundang kesenian ini untuk memeriahkan hajadnya. Setiap kesenian ini
pentas, penonton dapat dipastikan akan membludak. Penonton dalam dan luar
daerah berdatangan untuk menyaksikan pertunjukan tersebut.
Kesenian Soreng di daerah Kecamatan Dukun dikelola dengan baik.
Keorganisasian setiap kelompok dibentuk demi kelancaran dalam berkesenian.
Latihan selalu dilakukan, meskipun kini latihan hanya dilakukan saat aka nada
pentas. Latihan sering dilakukan 2 bulan sebelum pentas, yaitu kurang lebih 8 kali
latihan.
n. Tari-tarian
n.1 Wilayah Tumbuh Kembang
Tumbuh kembang kesenian Tari-tarian di daerah Kecamatan Dukun
Kabupaten Magelang adalah di Dusun Dukun Desa Mangunsuko.
n.2 Deskripsi
Di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang terdapat kesenian tari-
tarian. Kesenian ini merupakan seni gerak tubuh yang disesuaikan dengan alunan
musik dan ada alur carita/inti cerita yang tersirat di dalamnya. Di daerah tersebut
tari-tarian diajarkan oleh salah satu seniman kepada anak-anak kecil yang sedang
bersekolah dijenjang sekolah dasar dan sekolah menengan pertama. Tarian-tarian
yang diajarkan, misalnya Tari Bondan, Tari Jaipong, Tari Gambyong, Tari Perang
Bambangan Cakil, dan sebagainya. Kesenian tari-tarian oleh anak-anak kacil ini
biasa pentas pada acara pembukaan pertunjukan besar, seperti pertunjukan
Kethoprak, Jathilan, Topeng Ireng, Reog, atau kesenian lainnya.
Kesenian tari-tarian yang para pelakunya anak-anak ini dilatih oleh salah
satu seniman di daerah Kecamatan Dukun. Setiap satu minggu sekali diadakan
latihan di dalam sanggar kesenian. Waktu untuk latihan adalah setelah waktu asar
hingga menjelang magrib.

93
n.3 Busana
Busana/pakaian yang dikenakan oleh pelaku seni tari-tarian adalah
menyesuaikan jenis tari yang ditarikan.
n.4 Pengelolaan dan Pengembangan
Kesenian Tari-tarian di wilayah Kecaman Dukun Kabupaten Magelang
dikelola dengan baik. Walapun pelaku seni kesenian tersebut merupakan anak-
anak, namun tetap dikelola dengan baik. Pengelola kesenian itu adalah seniman
yang ada di daerah tersebut.
Kesenian tari-tarian tidak begitu mengalami perkembangan, artinya yang
diajarkan dalam kelompok kesenian ini sekedar tari klasik buka tari kreasi baru.
Hal tersebut ditujukan untuk mengenalkan tari tradisional/klasik ke generasi
muda.
o. Kobra Siswa
o.1 Wilayah Tumbuh Kembang
Di wilayah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tidak banyak tumbuh
kesenian Kobra Siswa. Kesenian tersebut tumbuh dan berkembang di Dusun
Banggalan Desa Dukun.
o.2 Deskripsi
Kobra Siswa adalah salah satu kesenian yang masih lestari di daerah
Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Kobra Siswa merupakan kesenian
gerak yang diiringi dengan lagu Islam/sholawatan serta alunan musik. Asal mula
adanya Kobra Siswa di daerah Dukun Kabupaten Magelang adalah saat
penyebaran agama Islam. Pada saat itu, ketika ada kegiatan kataman Al Quran
sering diiringi dengan iringan musik dari terbang dan diikuti permainan api. Lama
kelamaan seiring berkembangnya zaman, iringan terbang itu berkembang menjadi
Ketiplak, Bendhe, Jedhor, Seruling dan Orgen dan dipadukan dengan gerak dan
lagu Islam atau sholawatan.
o.3 Busana
Pakaian/busana yang dikenakan oleh pelaku seni kesenian Kobra Siswa
pada jaman dahulu sangat sederhana, yaitu menggunakan pakaian seadanya, kaki
yang digambar menggunakan cat menyerupai sepatu, srempang menggunakan

94
janur, serta tutup kepala menggunakan caping. Seiring berkembangnya zaman,
pakaian untuk kesenian ini diperindah. Saat ini Kobra Siswa menggunakan sepatu
berkaos kaki, kaos tangan, celana dan baju sedemikian rupa, tutup kepala dari
rangkaian pernik-pernik, serta serempang dada yang kelihatan lebih megah.
Kesenian ini juga memakai atribut berupa pedang dan tameng yang terbuat dari
kayu. Agar lebih jelasnya dapat dilihat foto di bawah ini.

o.4 Pengelolaan dan Pengembangan


Kobra Siswa di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang makin
menarik dan makin meriah jika dilihat dari pakaiannya. Gerakan dan pola lantai
juga lebih kreatif jika dibandingkan dengan kesenian jaman dahulu. Iringan musik
juga lebih menarik dan meriah. Lagu-lagu pengiringnya kini disesuaikan dengan
perkembangan jaman.

95

Anda mungkin juga menyukai