Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I

PEDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banyak peninggalan sejarah yang berupa sebuah naskah baik itu naskah
lisan atau naskah tidak lisan. Di zaman yang telah modern ini banyak peninggalan
yang sekarang digunakan untuk meneliti bagaiman zaman dulu. Penelitian ini
digunakan untuk pengetahuan bersejarah dikehidupan ini. Untuk menegetahui dan
menguak rahasia dimasa lampau, termasuk mitos-mitos, legenda didaerah sekitar
yang pernah terjadi. Cara untuk meneleti sebuah peninggalan yang lebih yaitu
dengan belajar tentang filologi. Belajar filologi merupakan cara untuk meneliti
peninggalan-peninggalan bersejarah. namun, belajar filologi ini lebih terfokuskan
kepada naskah-naskah kuno. Namun, dewasa ini berbagai jenis folklor lisan
tersebut sudah banyak yang punah dan terabaikan oleh masyarakat, baik dari
kalangan muda maupun tua. Tentunya hal ini tidak boleh dibiarkan begitu saja,
mengingat folklor lisan Indonesia adalah salah satu warisan budaya dari nenek
moyang kita yang harus dipertahankan dan dilestarikan. Oleh karena itu, folklor
lisan Indonesia penting untuk dikaji kembali agar warisan budaya tersebut dapat
dipertahankan dan dilestarikan.foklor lisan seperti dongeng atau cerita rakyat,
legenda, fable, mite, epos, ungkapan, dan nyanyian rakyat. Di dalam tradisi lisan
sangat erat kaitannya dengan adat istiadat yang melekat pada suatu lapisan
masyarakat di sekitarnya baik itu dari segi social , segi budaya serta nilai moral
.Moral merupakan sesuatu ajaran perbuatan baik buruk menegnai perbuatan sikap,
kewajiban serta budi pekerti dan sebagainya yang terdapat pada jiwa manusia.
Legenda Desa Lukrejo menjadi alasan topik pembahasan foklor lisan, karena di
desa Lukrejo memiliki cerita yang unik, dengan diadakannya peringatan Dekahan
atau yang biasa di sebut dengan Sedekah Bumi, yang membuat saya tertarik untuk
mencari tahu asal mura desa Lukrejo.

Dengan penelitian ini, hasilnya manusia dapat menjadi pelajaran untuk


masa yang akan datang agar manusia dapat berhati-hati dalam menjalankan
2

kehidupannya. Indonesia memiliki banyak sekali peninggalan bersejarah salah


satunya cerita Rakyat Nusantara, dengan berbagai macam cara penyampaiannya.
Hal ini menarik perhatian untuk mengetahui apa yang telah terjadi dimasalalu
sehingga sekarang menghasilkan sebuah cerita. Dan memberi daya tarik kepada
manusia agar merasa ingin mengetahui hal tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Analisis Mitos Legenda Desa Lukrejo menggunakan teori William R.
Bascom.
2. Mendokumentasikan hasil transkripsi ?
3. Mentransliterasi hasil transkripsi ke bahasa Indonesia

C. Tujuan
1. Mengetahui nilai nilai yang terkandung dalam Legenda Desa Lukrejo
2. Mengetahui implementasi nilai nilai dalam Legenda Desa Lukrejo dalam
kehidupan sehari-hari
3

BAB II
KAJIAN FOKLOR

A. Konsep Foklor
Folklor adalah adat istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan
secara turun temurun, tetapi tidak dibukukan. Jadi dapat disimpulkan bahwa
Folklore adalah suatu kebudayaan manusia (kolektif) yang diwariskan secara
turun-temurun dari generasi ke generasi. Baik itu dalam bentuk lisan maupun
isyarat.
1. Folklor Lisan
Merupakan folkor yang bentuknya murni lisan, yaitu diciptakan,
disebarluaskan, dan diwariskan secara lisan.
a. Folkor jenis ini terlihat pada: Bahasa rakyat adalah bahasa yang dijadikan
sebagai alat komunikasi diantara rakyat dalam suatu masyarakat atau
bahasa yang dijadikan sebagai sarana pergaulan dalam hidup sehari-hari.
Seperti: logat,dialek, kosa kata bahasanya, julukan.
b. Ungkapan tradisional adalah kelimat pendek yang disarikan dari
pengalaman yang panjang. Peribahasa biasanya mengandung kebenaran
dan kebijaksanaan. Seperti, peribahasa, pepatah.
c. Pertanyaan tradisional (teka-teki). Menurut Alan Dundes, teka-teki adalah
ungkapan lisan tradisional yang mengandung satu atau lebih unsur
pelukisan, dan jawabannya harus diterka.
d. Puisi rakyat adalah kesusastraan rakyat yang sudah memiliki bentuk
tertentu. Fungsinya sebagai alat kendali sosial, untuk hiburan, untuk
memulai suatu permainan, mengganggu orang lain. Seperti: pantun, syair,
sajak.
e. Cerita prosa rakyat, merupakan suatu cerita yang disampaikan secara turun
temurun (dari mulut ke mulut) di dalam masyarakat.Seperti: mite, legenda,
dongeng.
f. Nyanyian rakyat, adalah sebuah tradisi lisan dari suatu masyarakat yang
diungkapkan melalui nyanyian atau tembang-tembang tradisional.
4

Berfungsi rekreatif, yaitu mengusir kebosanan hidup sehari-hari maupun


untuk menghindari dari kesukaran hidup sehingga dapat manjadi semacam
pelipur lara. Seperti: lagu-lagu dari berbagai daerah.

2. Folklor Sebagian Lisan


Merupakan folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan
bukan lisan. Folklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial. Yang termasuk dalam
folklor sebagian lisan, adalah:
a. Kepercayaan rakyat (takhyul), kepercayaan ini sering dianggap tidak
berdasarkan logika karena tidak bisa dipertanggungjawabkan secara
ilmiah, menyangkut kepercayaan dan praktek (kebiasaan). Diwariskan
melalui media tutur kata.
b. Permainan rakyat, disebarkan melalui tradisi lisan dan banyak disebarkan
tanpa bantuan orang dewasa. Contoh: congkak, teplak, galasin, bekel,
main tali, dsb.
c. Teater rakyat
d. Tari Rakyat
e. Pesta Rakyat
f. Upacara Adat yang berkembang di masyarakat didasarkan oleh adanya
keyakinan agama ataupun kepercayaan masyarakat setempat. Upacara adat
biasanya dilakukan sebagai ungkapan rasa terima kasih pada kekuatan-
kekuatan yang dianggap memberikan perlindungan dan kesejahteraan
kepada mereka.

3. Folklor Bukan Lisan


Merupakan folklor yang bentuknya bukan lisan tetapi cara pembuatannya
diajarkan secara lisan. Biasanya meninggalkan bentuk materil (artefak). Yang
termasuk dalam folklor bukan lisan:
a. Arsitektur rakyat (prasasti, bangunan-banguna suci), Arsitektur merupakan
sebuah seni atau ilmu merancang bangunan.
5

b. Kerajinan tangan rakyat, Awalnya dibuat hanya sekedar untuk mengisi


waktu senggang dan untuk kebutuhan rumah tangga.
c. Pakaian/perhiasan tradisional yang khas dari masing-masing daerah
d. Obat-obatan tradisional (kunyit dan jahe sebagai obat masuk angin
e. Masakan dan minuman tradisional

4. Fungsi folklor menurut William R. Bascom sebagai berikut:


a. Sebagai sistem proyeksi, yaitu sebagai alat pencermin angan- angan
b. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga kebudayaan
c. Sebagai alat pendidikan
d. Sebagai alat pemaksa dan pengawas norma masyarakat

5. Konsep Nilai

Nilai adalah kualitas atau sifat yang membuat apa yang bernilai. Misalnya
nilai jujur adalah sifat atau tindakan yang jujur. Jadi, nilai (weit, value) tidak sama
dengan apa yang bernilai (gutter, goods). Oleh karena itu, nilai selalu menjadi
ukuran dalam menentukan kebenaran dan keadilan sehingga tidak akan pernah
lepas dari sumber asalnya, yaitu berupa agama, logika, dan norma0norma yang
berlaku dalam masyarakat (dalam Andriyono, 2006: 38-39). Cerita yang menjadi
salah satu bentuk karya sastra dapat memberikan gambaran yang jelas tentang
sistem nilai atau sistem budaya masyarakat pada suatu tempat dalam suatu massa.
Nilai-nilai itu mengungkapkan perbuatan apa yang dipuji dan dicela, pandangan
hidup mana yang dianut dan dijauhi dan hal-hal apa yang dijunjung tinggi.

6. Nilai Budaya
Nilai pada umumnya berhubungan dengan :
a. Nilai keutuhan manusia sebagai individu
b. Nilai keseimbangan
c. Nilai keselarasan
d. Nilai keberanian
e. Nilai kemanunggalan dengan masyarakat, penguasa, dan Tuhan.
6
7

BAB III

PEMBAHASAN

Cerita Legenda Desa Lukrejo

(1) Cerita ini tentang desa Ngelok zaman dahulu, desa Ngelok itu atau Lukrejo itu
kalau menurut ceritanya, kalau aslinya itu Lu’lu’ wal Marjan, karena orang jawa
jadi banyak yang mengucap Ngelok, Lukrejo. Lukrejo dahulunya adalah sebuah
rawa, dirawa tersebut ada seorang janda yang namannya nenek Ayu Andan Sari,
Si Nenek Ayu Andan Sari itu tinggal sendirian di situ, disitu kalau sekarang, kalau
sekarang tempatnya di desa Lukrejo sudah di bangun sebuah bangunan, bangunan
puskesmas yang ada disitu, atau kalau sekarang kalau puskesmasnya pindah
bangunan tersebut jadi bangunan sekolah TK, disitu awal mula nenek Ayu Andan
Sari tinggal.
(2) Suatu saat di zaman dahulu banyak orang yang sakti, dikabarkan Aji Saka ini
ingin mencari tempat tinggal istilahnya seperti itu. Namanaya tanah jawa saat itu
kan surem, kalau dibuat jalan kaki itu terlalu lama, namanya juga orang sakti jadi
Aji Saka mengelilingi tanah jawa dan ingin “babat alas tanah jowo”atau membuka
tanah jawa dengan cara terbang mengelilingi tanah jawa.
(3) Ketika terbang Aji Saka melihat Nenek Ayu Andan Sari sedang memberi makan
ayamnya, orang zaman dulu kalau hidup sendiri, hanya memakai sewek dari pusar
sampai ke atas paha, akhirnya secara tidak sengaja Aji Saka ini melihat kemulusan
kulitnya si janda Nenek Ayu Andan Sari ini dan tidak terasa Aji Saka
mengeluarkan cairan seperma yang akhirnya jatuh ke bumi.
(4) La tepat jatuh ke bumi itu di sekitar petarangan yang ada ayamnya Nenek Ayu
Andan Sari itu, akhirnya sperma tersebut dimakan ayam itu, secara tidak senggaja
si ayam itu nyucuk cairan dari atas (spermanya Aji Saka, akhirnya ayamnya
bertelur, begitu ayam tersebut bertelur, ayam tersebut bertelur banyak, ternyata
salah satu dari telur ayam tersebut keluar bukan ayam tapi naga kecil.
(5) Menurut sebuah cerita, Aji Saka adalah jelman seekor naga yang berubah wujud
menjadi manusia, naga yang kecil tadi akhirnya menjadi besar, dan semakin besar,
8

tetapi ketika semakin besar, naga tersebut berubah wujud menjadi seorang
manusia, menjadi manusia yang bernama Lukman Hakim, yang sekarang banyak
orang menyebutnya kakek Yai Lukman Hakim, Kakek Yai Lukman Hakim itu
yang menjadi asal mula cikal bakal nama desa Lukrejo, padahal nama asli Kakek
Yai Lukman Hakim iku mau Lu’Lu’ wal Marjan yang di panggil Lukrejo.
(6) Setelah sekian lama dari kejadian tersebut, asalnya juga seekor naga atau ular,
seekor ularkan bisa melungsungi (berganti kulit), biasanya ularkan ganti kulit, ular
itu ya si kakek Yai Lukman Hakim, singkat cerita kakek Lukman Hakim memiliki
cucu, cucunya itu di rawat oleh kakek Lukman Hakim, cucunya (ngintili) atau
tidak mau lepas dari kakek Yai Lukman Hakim, namun kakek Lukman Hakim
sudah merasa sangat tua sekali dan di usianya yang tua tidak memungkinkan utuk
merawat cucunya lagi.
(7) Akhirnya kakek Yai Lukman Hakim yang asalnya adalah seekor naga yang
menjelma menjadi mausia jadi kakek Lukman Hakim bisa berganti kulit, dan
kembali menjadi muda lagi, setelah menjadi muda kakek Lukman Hakim kembali
ke cucunya, tetapi cucunya menanggis terus dan mencari kakek Lukman Hakim
padahal orang muda tersebut ya kakek Lukman Hakim, tetapi cucunya tetap tidak
percaya bahwa orang muda tersebut adalah kakenya atau kakek Lukman Hakim,
dan cucunya tetap menaggis dan tetap mencari kakeknya, akhirnya terpaksa kakek
Yai Lukman Hakim kembali lagi memakai plunsungane (bekas ganti kulit) itu
dipakai lagi, akhirnya kakek Lukman Hakim berubah menjadi tua lagi, dan
cucunya sudah tidak menanggis lagi.
(8) Seumpama kakek Lukman Hakim jadi mengganti kulit, bisa saja seluruh warga
desanya atau masyarakat desa Lukrejo awet muda, soalnya bisa berganti kulit,
desa Lukrejo ya masih ada di Lamongan tepatnya di daerah utara dan desanya
berada di tengah-tengah sawah, ya memang karena aslinya desa Lukrejo awal
mulanya dari rawa. Karena kemakmuran desa Lukrejo maka setiap tahun diadakan
khol atau sedekah bumi untuk memperingati kakek Lukman Hakim. Seperti itu
ceritanya.
9

Episode Legenda Desa Lukrejo

Legenda Desa Lukrejo tersebut secara singkat dapat dapat dibagi menjadi episode.
Setiap episode dianalisis dari ceriteme, meteme, oposisi dan maknanya secara
terintegrasi. Ke episode tersebut adalahh sebagai berikut:

Episode 1: Diawali dengan cerita janda yang bernama nenek Ayu Andan
Sari (AAS) dan seorang yang sakti yang bernama Aji Saka (AS) yang
mencari tempat tinggal di Bumi.

Episode 1 (Miteme 1-2) Menceritakan tentang awal pemberian nama desa


Lukrejo yang dikisakan dengan dimulainya kehidupan nenek Ayu Andan Sari,
seorang janda yang tinggal sendirian dan menceritakan tentang seorang yang sakti
bernama Aji Saka yang mencari tempat tinggal di Bumi dengan mengelilingi
tanah Jawa dengan cara terbang seperti yang tampak pada kutipan sebagai berikut:

Cerita ini tentang desa Ngelok zaman dahulu, desa Ngelok itu atau Lukrejo
itu kalau menurut ceritanya, kalau aslinya itu Lu’lu’ wal Marjan, karena
orang jawa jadi banyak yang mengucap Ngelok, Lukrejo. Lukrejo
dahulunya adalah sebuah rawa, dirawa tersebut ada seorang janda yang
namannya nenek Ayu Andan Sari, Si Nenek Ayu Andan Sari itu tinggal
sendirian di situ, disitu kalau sekarang, kalau sekarang tempatnya di desa
Lukrejo sudah di bangun sebuah bangunan, bangunan puskesmas yang ada
disitu, atau kalau sekarang kalau puskesmasnya pindah bangunan tersebut
jadi bangunan sekolah TK, disitu awal mula nenek Ayu Andan Sari tinggal.
Suatu saat di zaman dahulu banyak orang yang sakti, dikabarkan Aji Saka
ini ingin mencari tempat tinggal istilahnya seperti itu. Namanaya tanah jawa
saat itu kan surem, kalau dibuat jalan kaki itu terlalu lama, namanya juga
orang sakti jadi Aji Saka mengelilingi tanah jawa dan ingin “babat alas
tanah jowo”atau membuka tanah jawa dengan cara terbang mengelilingi
tanah jawa. (LDL, 1-16)
10

Kutipan tersebut mengisahkan tentang awal mula pemberian nama Desa


Lukrejo. Yang sebenarnya namanya adalah Lu’Lu’ Wal Marjan.
Cerita tersebut memperlihatkan adanya oposisi berpasangan, oposisi yang
menjadi skema geografis sebagai berikut:
1. Ini – itu
2. Dahulu – Sekarang
Berdasarkan skema geografis oposisi Ini – itu bermakna bahwa keberadaan
Ini – Itu saling melengkapi. Ini yang menggambarkan cerita masa kini dan itu
yang mengambarkan cerita zaman dahulu. Oposisi Dahulu – Sekarang bermakna
bahwa Dahulu itu menjadi pelengkap cerita yang di ceritakan oleh ahli waris
untuk menceritakan kembali dimasa sekarang.
Nilai yang terkandung dalam episode 1: Nilai kemanunggalan dengan Tuhan dan
Nilai Keberanian Telah dijelaskan dalam episode 1 bagaimana cara Aji Saka
terbang mengelilingi tanah Jawa untuk menyari tempat tinggal, nilai yang
terkandung didalamnya adalah nilia ketuhanan, bahagimana manusia bias terbang
karena kuasa Tuhan dan keberaniannya.

Episode 1I: Cerita diawali dengan kejadian Aji Saka (AS) yang melihat
kemulusan paha nenek Ayu Andan Sari (AAS) sehingga Aji Saka (AS)
meneteskan sperma ke Bumi

Episode II (Miteme 4-5) menceritakan awal kejadian Aji Saka yang pada waktu
itu sedang melakukan babat tanah Jawa dengan cara terbang mengelilingi tanah
Jawa, seketika Aji Saka terbang Aji Saka melihat nenek Ayu Andan Sari memakai
sewek di atas lutut yang kemudian Aji Saka melihat kemulusan kulit nenek Ayu
Andan Sari, sehingga Aji Saka mengeluarkan sperma dan akhirnya sperma itu
menentes ke Bumi, tepat di petarangan ayam milik nenek Ayu Andan Sari seperti
yang tampak pada kutipan sebagai berikut:

Ketika terbang Aji Saka melihat Nenek Ayu Andan Sari sedang memberi
makan ayamnya, orang zaman dulu kalau hidup sendiri, hanya memakai
11

sewek dari pusar sampai ke atas paha, akhirnya secara tidak sengaja Aji
Saka ini melihat kemulusan kulitnya si janda Nenek Ayu Andan Sari ini dan
tidak terasa Aji Saka mengeluarkan cairan seperma yang akhirnya jatuh ke
bumi.
La tepat jatuh ke bumi itu di sekitar petarangan yang ada ayamnya Nenek
Ayu Andan Sari itu, akhirnya sperma tersebut dimakan ayam itu, secara
tidak senggaja si ayam itu nyucuk cairan dari atas spermanya Aji Saka,
akhirnya ayamnya bertelur, begitu ayam tersebut bertelur, ayam tersebut
bertelur banyak, ternyata salah satu dari telur ayam tersebut keluar bukan
ayam tapi naga kecil. (LDL, 17-26)

Kutipan tersebut mengisahkan tentang Aji Saka yang melihat kemulusan


paha Nenek Ayu Andan Sari, ketika Aji Saka terbang mengelilingi tanah Jawa yan
sehingga Aji Saka mengeluarkan sperma dan seperma tersebut menetes ke Bumi
tepat di petakaran ayam Nenek Andan Sari.
Cerita tersebut memperlihatkan adanya oposisi berpasangan, oposisi yang
menjadi skema geografis sebagai berikut:
1. Ini – itu
Berdasarkan skema geografis oposisi Ini – itu bermakna bahwa keberadaan
Ini – Itu saling melengkapi. Ini yang menggambarkan cerita masa kini dan itu
yang mengambarkan cerita zaman dahulu.
Nilai yang terkandung dalam episode 2: Nilai keutuhan jasmani. Telah dijelaskan
dalam episode 2 ketika Aji Saka mengelilingi tanah Jawa dengan cara terbang,
yang kemudian melihat Nenek Ayu Andan Sari yang ada di Bumi, Aji Saka
melihat kemulusan Paha Nenek Ayu Andan Sari, kemuadian Aji Saka
mengeluarkan sperma, itu adalah tanda jika adanya nilai keutuhan jasmani

Episode 1II: Menceritakan tentang Aji Saka (AS) yang sebenarnya seekor
naga yang berubah wujud menjadi manusia dan menceritakan tentang
sperma Aji Saka yang mentes ke Bumi tepat di pekarangan ayam nenek Ayu
Andan Sari (AAS)
12

Episode III (Miteme 5-6) menceritakan tentang sosok Aji Saka yang sebenarnya
adalah jelmaan seekor naga yang menjadi manusia. Dan menceritakan tentang
sperma Aji Saka yang menetes ke Bumi tepat di pekarangan ayam nenek Ayu
Andan Sari yang dimakan salah satu ayam yang ada dipekarangan kemudian ayam
tersebut bertelur kemudian salah satu telur yang menetas tersebut adalah wujud
dari naga kecil seperti yang tampak pada kutipan sebagai berikut:

Menurut sebuah cerita, Aji Saka adalah jelman seekor naga yang berubah
wujud menjadi manusia, naga yang kecil tadi akhirnya menjadi besar, dan
semakin besar, tetapi ketika semakin besar, naga tersebut berubah wujud
menjadi seorang manusia, menjadi manusia yang bernama Lukman Hakim,
yang sekarang banyak orang menyebutnya kakek Yai Lukman Hakim,
Kakek Yai Lukman Hakim itu yang menjadi asal mula cikal bakal nama
desa Lukrejo, padahal nama asli Kakek Yai Lukman Hakim iku mau Lu’Lu’
wal Marjan yang di panggil Lukrejo.
Setelah sekian lama dari kejadian tersebut, asalnya juga seekor naga atau
ular, seekor ularkan bisa melungsungi (berganti kulit), biasanya ularkan
ganti kulit, ular itu ya si kakek Yai Lukman Hakim, singkat cerita kakek
Lukman Hakim memiliki cucu, cucunya itu di rawat oleh kakek Lukman
Hakim, cucunya (ngintili) atau tidak mau lepas dari kakek Yai Lukman
Hakim, namun kakek Lukman Hakim sudah merasa sangat tua sekali dan di
usianya yang tua tidak memungkinkan utuk merawat cucunya lagi. (LDL,
27-42)

Kutipan tersebut mengisahkan tentang Aji Saka yang sebenarnya adalah


jelmaan dari seekor naga.
Cerita tersebut memperlihatkan adanya oposisi berpasangan, oposisi yang
menjadi skema pasangan sebagai berikut:
1. Kecil – Besar
2. Muda - Tua
13

Berdasarkan skema pasangan oposisi Besar – Kecil Berdasarkan skema


pasangan oposisi Besar – Kecil bermakna bahwa keberadaan Besar - Kecil saling
melengkapi. Ini yang menggambarkan cerita masa pertumbuhan usia manusia dari
mulai kecil samapai Besar.
Berdasarkan skema pasangan oposisi Muda – Tua Berdasarkan skema
pasangan oposisi Muda - Tua bermakna bahwa keberadaan Muda - Tua saling
melengkapi. Ini yang menggambarkan cerita fase pertumbuhan usia manusia dari
mulai muda samapai tua.
Nilai yang terkandung dalam episode 3: Nilai kemanunggalan terhadap
masyarakat. Telah dijelaskan dalam episode 3 ketika Kakek Lukman Hakim, yang
begitu erat hubungannya dengan Cucunya, yang sangat menyayangi Cucunya.
Nilai yang dapat di ambil dari episode 3 adalah bagaimana kasih sayang Kakek
kepada Cucu yang sangat besar.

Episode IV: menceritakan kejadian seekor naga yang semaakin dewasa


kemudian berubah wujud menjadi manusia, dan seketika menjadi manusia
itu diberi nama Lukman Hakim (LH) yang menjadi asal mula nama Desa
Lukrejo.

Episode IV (Miteme 7-8) menceritakan tentang berubah wujudnya seekor naga


yang berubah wujud menjadi manusia yang diberi nama Lukman Hakum yang
kemudian menjadi manusia dewasa dan memiliki cucu, cucu tersebut dirawat oleh
kakek Lukman Hakim, Kakek Lukman Hakim semakin tua dan ingin menganti
kulit agar menjadi muda lagi, karena awal mulanya adalah seekor naga yang bia
berganti kulit, dan kemudian kakek Lukman Hakim berganti kulit sehingga
kelihatan muda lagi, tetapi cucunya tidak percaya bahwa perubahan menjadi muda
yang dilakukan oleh kakek Lukman Hakim dengan cara berganti kulit berakibat
cucunya tidak percaya dan terusa menangis karena mencari kakek Lukman Hakim
dan kakek Lukman Hakim memakai lagi kulitnya yang dilepas seperti yang
tampak pada kutipan sebagai berikut:
14

Akhirnya kakek Yai Lukman Hakim yang asalnya adalah seekor naga yang
menjelma menjadi mausia jadi kakek Lukman Hakim bisa berganti kulit,
dan kembali menjadi muda lagi, setelah menjadi muda kakek Lukman
Hakim kembali ke cucunya, tetapi cucunya menanggis terus dan mencari
kakek Lukman Hakim padahal orang muda tersebut ya kakek Lukman
Hakim, tetapi cucunya tetap tidak percaya bahwa orang muda tersebut
adalah kakenya atau kakek Lukman Hakim, dan cucunya tetap menaggis
dan tetap mencari kakeknya, akhirnya terpaksa kakek Yai Lukman Hakim
kembali lagi memakai plunsungane (bekas ganti kulit) itu dipakai lagi,
akhirnya kakek Lukman Hakim berubah menjadi tua lagi, dan cucunya
sudah tidak menanggis lagi.
Seumpama kakek Lukman Hakim jadi mengganti kulit, bisa saja seluruh
warga desanya atau masyarakat desa Lukrejo awet muda, soalnya bisa
berganti kulit, desa Lukrejo ya masih ada di Lamongan tepatnya di daerah
utara dan desanya berada di tengah-tengah sawah, ya memang karena
aslinya desa Lukrejo awal mulanya dari rawa. Karena kemakmuran desa
Lukrejo maka setiap tahun diadakan khol atau sedekah bumi untuk
memperingati kakek Lukman Hakim. Seperti itu ceritanya (LDL, 43-61)

Kutipan tersebut mengisahkan tentang Aji Saka yang sebenarnya adalah


jelmaan dari seekor naga.
Cerita tersebut memperlihatkan adanya oposisi berpasangan, oposisi yang
menjadi skema pasangan sebagai berikut:
1. Kecil – Besar
2. Muda - Tua
Berdasarkan skema pasangan oposisi Besar – Kecil Berdasarkan skema
pasangan oposisi Besar – Kecil bermakna bahwa keberadaan Besar - Kecil saling
melengkapi. Ini yang menggambarkan cerita masa pertumbuhan usia manusia dari
mulai kecil samapai Besar.
15

Berdasarkan skema pasangan oposisi Muda – Tua Berdasarkan skema


pasangan oposisi Muda - Tua bermakna bahwa keberadaan Muda - Tua saling
melengkapi. Ini yang menggambarkan cerita fase pertumbuhan usia manusia dari
mulai muda samapai tua.
Nilai yang terkandung dalam episode 3: Nilai kemanunggalan terhadap
masyarakat. Telah dijelaskan dalam episode 3 ketika Kakek Lukman Hakim, yang
begitu erat hubungannya dengan Cucunya, yang sangat menyayangi Cucunya,
sampai Kakek Lukman Hakim meralakan dirinya untuk tidak melakukan
pergantian kulit pada tubuhnya. Karena sebelumnya Kakek Lukman Hakim sudah
merasa bahwa tubuhnya semakin tua dan sudah waktunya untuk berganti kulit,
tetapi ketika sewaktu telah berganti kulit, Cucunya tidak mengenalinya sehingga
Cucunya menangis terus karena mencari Kakek Lukman Hakim, sehingga Kakek
Lukman Hakim mengurungkan niatnya untuk berganti kulit demi Cucunya tidak
menangis lagi.
Nilai yang dapat di ambil dari episode 3 adalalah:
1. Kasih sayang Kakek kepada Cucu yang sangat besar.
2. Kearifan budaya lokal sedekah bumi untuk memperingati khol Kakek
Lukman Hakim yang menjadi asal mula nama desa Lukrejo, yang sampai
saat ini masih di lestarikan
16

BAB IV

PENUTUP

Dari hasil transkripsi yang telah diteliti, Legenda desa Lukrejo mengajarkan
berbagai nilai nilai yang dapat diterapkan di kehidupan sehari hari. Hal ini juga
dapat memberikan pembelajaran dari seajarah masa lampau. Folklor merupakan
salah satu budaya bangsa yang masih berkembang hingga saat ini. Folklor
digunakan sebagai gambaran kehidupan masyarakat yang dituangkan dalam
bentuk yang lebih apik dan kreatif. Selain itu, ia juga digunakan sebagai alat untuk
mengajarkan nilai-nilai moral serta peraturan atau norma-norma di dalam keluarga
dan masyarakat.
17

DAFTAR PUSTAKA

http://serbasejarah.blogspot.com/2012/01/pembagian-dan-jenis-jenis-folklor.html

Anda mungkin juga menyukai