Anda di halaman 1dari 25

Kebudayaan dan Kesenian Indonesia

FOLKLORE

A. Pengertian Folklor
Folklor sering diidentikkan dengan tradisi dan kesenian yang berkembang pada zaman sejarah
dan telah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Di dalam masyarakat Indonesia, setiap
daerah, kelompok, etnis, suku, bangsa, golongan agama masing-masing telah
mengembangkan folklornya sendiri-sendiri sehingga di Indonesia terdapat aneka ragam
folklore. Folklor ialah kebudayaan manusia (kolektif) yang diwariskan secara turun-temurun,
baik dalam bentuk lisan maupun gerak isyarat.Dapat juga diartikan Folklor adalah adat-
istiadat tradisonal dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun, dan tidak
dibukukan merupakan kebudayaan kolektif yang tersebar dan diwariskan turun menurun.
Kata folklor merupakan pengindonesiaan dari bahasa Inggris. Kata tersebut merupakan kata
majemuk yang berasal dari dua kata dasar yaitu folk dan lore. Menurut Alan Dundes kata folk
berarti sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan
sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok sosial lainnya. Ciri-ciri pengenal itu
antara lain, berupa warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan,
dan agama yang sama. Namun, yang lebih penting lagi adalah bahwa mereka telah memiliki
suatu tradisi, yaitu kebudayaan yang telah mereka warisi secara turun-temurun, sedikitnya dua
generasi, yang telah mereka akui sebagai milik bersama. Selain itu, yang paling penting
adalah bahwa mereka memiliki kesadaran akan identitas kelompok mereka sendiri. Kata lore
merupakan tradisi dari folk, yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara lisan atau
melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat
(mnemonic device). Dengan demikian, pengertian folklor adalah bagian dari kebudayaan
yang disebarkan dan diwariskan secara tradisional, baik dalam bentuk lisan maupun contoh
yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.
B. Ciri-ciri folklore
Agar dapat membedakan antara folklor dengan kebudayaan lainnya, harus diketahui ciri-
ciri utama folklor. Folklor memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
(a) Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yaitu melalui tutur kata
dari mulut ke mulut dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
(b) Bersifat tradisional, yaitu disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk
standar.
(c) Berkembang dalam versi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan penyebarannya
secara lisan sehingga folklor mudah mengalami perubahan. Akan tetapi, bentuk
dasarnya tetap bertahan.
(d) Bersifat anonim, artinya pembuatnya sudah tidak diketahui lagi orangnya.
(e) Biasanya mempunyai bentuk berpola. Kata-kata pembukanya misalnya. Menurut
sahibil hikayat (menurut yang empunya cerita) atau dalam bahasa Jawa misalnya
dimulai dengan kalimat anuju sawijing dina (pada suatu hari).
(f) Mempunyai manfaat dalam kehidupan kolektif. Cerita rakyat misalnya berguna sebagai
alat pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan cerminan keinginan terpendam.
(g) Bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika
umum. Ciri ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.
(h) Menjadi milik bersama (colective) dari masyarakat tertentu.
(i) Pada umumnya bersifat lugu atau polos sehingga seringkali kelihatannya kasar atau
terlalu sopan. Hal itu disebabkan banyak folklor merupakan proyeksi (cerminan) emosi
manusia yang jujur.

C. Jenis-jenis Folklor

Jan Harold Brunvand, seorang ahli folklor Amerika Serikat, membagi folklor ke dalam
tiga kelompok besar berdasarkan tipenya yaitu folklor lisan, sebagian lisan, dan bukan
lisan.
a. Folklor Lisan
Folklor jenis ini dikenal juga sebagai fakta mental (mentifact) yang meliputi sebagai
berikut:

(1) bahasa rakyat seperti logat bahasa (dialek), slang, bahasa tabu, otomatis;
(2) ungkapan tradisional seperti peribahasa dan sindiran;
(3) pertanyaan tradisonal yang dikenal sebagai teka-teki;
(4) sajak dan puisi rakyat, seperti pantun dan syair;
(5) cerita prosa rakyat, cerita prosa rakyat dapat dibagi ke dalam tiga golongan besar,
yaitu: mite (myth), legenda (legend), dan dongeng (folktale), seperti Malin Kundang
dari Sumatra Barat, Sangkuriang dari Jawa Barat, Roro Jonggrang dari Jawa Tengah,
dan Jaya Prana serta Layonsari dari Bali;
(6) nyanyian rakyat, seperti Jali-Jali dari Betawi.

b. Folklor sebagian Lisan


Folklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial (sosiofact), meliputi sebagai berikut:

(1) kepercayaan dan takhayul;


(2) permainan dan hiburan rakyat setempat;
(3) teater rakyat, seperti lenong, ketoprak, dan ludruk;
(4) tari rakyat, seperti tayuban, doger, jaran, kepang, dan ngibing, ronggeng;
(5) adat kebiasaan, seperti pesta selamatan, dan khitanan;
(6) upacara tradisional seperti tingkeban, turun tanah, dan temu manten;
(7) pesta rakyat tradisional seperti bersih desa dan meruwat.

c. Folklor Bukan Lisan


Folklor ini juga dikenal sebagai artefak meliputi sebagai berikut:

(1) arsitektur bangunan rumah yang tradisional, seperti Joglo di Jawa, Rumah
Gadang di Minangkabau, Rumah Betang di Kalimantan, dan Honay di Papua;
(2) seni kerajinan tangan tradisional,
(3) pakaian tradisional;
(4) obat-obatan rakyat;
(5) alat-alat musik tradisional;
(6) peralatan dan senjata yang khas tradisional;
(7) makanan dan minuman khas daerah.

D. Fungsi Folklore
Adapun fungsi folklore, yaitu sebagai berikut:
a. Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif.
b. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan.
c. Sebagai alat pendidik anak.
d. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu
dipatuhi anggota kolektifnya.

Sebagaimana telah dikemukakan, manusia praaksara telah memiliki kesadaran sejarah.


Salah satu cara kita untuk melacak bagaimana kesadaran sejarah yang mereka miliki
ialah dengan melihat bentuk folklor. Bentuk
folklor yang berkaitan dengan kesadaran sejarah adalah cerita prosa rakyat. Termasuk
prosa rakyat antara lain mite atau mitologi dan legenda.

Folklore Bukan Lisan Provinsi Riau (Aditya Pramudito) part 4

Bentuk rumah tradisional daerah Riau pada umumnya adalah rumah panggung yangberdiri
diatas tiang dengan bangunan persegi panjang. Dari beberapa bentukrumah, semuanya
hampir serupa, baik tangga, pintu, dinding, susunan ruangannyaidentik, kecuali rumah lontik
yang-mendapat pengaruh Minang.
a.Rumah Lontik /Lancang(Kampar)

Rumah lontik yang dapat juga disebut rumah lancang karena rumah ini bentuk,ciri atapnya
melengkung keatas, agak runcing seperti tanduk kerbau. Sedangkandindingnya miring keluar
dengan hiasan kaki dinding mirip perahu atau lancang.Hal itu melambangkan penghormatan
kepada Tuhan dan-sesama. Rumah adatlontik diperkirakan dapat pengaruh dari kebudayaan
Minangkabau karenakabanyakan terdapat di daerah yang berbatasan dengan Sumatera Barat.
Tanggarumah biasanya ganjil.

Balai Salaso Jatuh

Balai salaso jatuh adalah bangunan seperti rumah adat tapi fungsinya bukanuntuk tempat
tinggal melainkan untuk musyawarah atau rapat secara adat. Sesuaidengan fungsinya
bangunan ini mempunyai macam-macam nama antara lain :Balairung Sari, Balai Penobatan,
Balai Kerapatan dan lain-lain. Bangunan tersebutkini tidak ada lagi, didesa-desa tempat
musyawarah dilakukan di rumah Penghulu,sedangkan yang menyangklut keagamaan
dilakukan di masjid.Ciri - ciri Balai Salaso Jatuh mempunyai selasar keliling yang lantainya
lebihrendah dari ruang tengah, karena itu dikatakan Salaso Jatuh. Semua bangunanbaik
rumah adat maupun balai adat diberi hiasan terutama berupa ukiran.Puncak atap selalu ada
hiasan kayu yang mencuat keatas bersilangan dan biasanyahiasan ini diberi ukiran yang
disebut Salembayung atau Sulobuyung yangmengandung makna pengakuan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.

Pakaian Adat Provinsi Riau


Pakain Adat Melayu Riau ini adalah pakaian tradisional Riau, walaupun adabeberapa macam-
macam namun hanya satu pakaian adat untuk daerah Riau, yaitu Pakaian Adat Melayu Riau.
1. Foto Pakaian Adat, Tradisional Melayu Indragiri Riau

2. Foto Baju Adat Melayu Bengkalis Riau


3. Foto Baju Adat, Tradisional Melayu Siak Riau

Nilai Filosofi, Makna Pakaian Melayu Riau

Suatu karya seni disebut indah apabila pertama dibuat dengan baik dan kedua mempunyai
makna. sebagai suatu hasil kebudayaan, Baju Melayu Kepulauan Riau idealnya hendaklah
molek dilihat dari jauh dan molek pula dipandang dari dekat, indah menurut pemandangan
mata dan hati, dibuat dengan baik dan mempunyai makna-makna yang terkandung dalam
lambang-lambang.

Bagi orang Melayu, pakaian selain berfungsi sebagai penutup aurat dan pelindung tubuh dari
panas dan dingin, juga menyerlahkan lambang-lambang. Lambang-lambang itu mewujudkan
nilai-nilai terala (luhur) yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya.

Dengan bersebatinya lambang-lambang budaya dengan pakaian, kedudukan dan peran


pakaian menjadi sangat mustahak dalam kehidupan orang Melayu. berbagai ketentuan adat
mengatur tentang bentuk, corak (motif), warna, pemakaian, dan penggunaan pakaian.
Ketentuan-ketentuan adat itu diberlakukan untuk mendidik dan meningkatkan akhlak orang
yang memakainya.

Pakaian Melayu dari ujung kaki sampai ke ujung rambut ada makna dan gunanya.
Semuanya dikaitkan dengan norma sosial, agama, dan adat-istiadat sehingga pakaian
berkembang dengan makna yang beraneka ragam. Makna pakaian melayu juga dikaitkan
dengan fungsinya, yaitu pakaian sebagai penutup malu, pakaian sebagai penjemput budi, dan
pakaian sebagai penolak bala.

Pada kaum laki-laki terdapat tiga jenis pakaian adat melayu. Pertama, baju melayu cekak
musang yang terdiri dari celana, kain dan songkok. Baju ini biasa digunakan pada acara-acara
keluarga seperti kenduri.
Kedua baju melayu gunting cina, baju ini biasa digunakan dalam sehari-hari dirumah untuk
mengadakan acara yang tak resmi. Dan ketiga, baju melayu teluk belanga, baju ini terdiri dari
celana, kain sampin dan penutup kepala atau songkok.

Sedang pakaian kaum perempuan ada dua yaitu pertama baju kurung, yang terdiri atas kain,
baju dan selendang. Selendang dipakai dengan lepas di bahu dan biasanya tak melingkar di
leher pemakai. Dan kedua, baju kebaya labuh, ynag terdiri atas kain, baju dan selendang.

Panjang lengan baju kira-kira dua jari dari pergelang an tangan sehingga gelang yang
dikenakan kaum perempuan kelihatan. Lebar lengan baju kira-kira tiga jari dari permukaan
lengan. Kedalaman baju bervariasi dari sampai batas betis atau sedikit ke atas.

Bagi perempuan dalam berpakaian dilengkapi dengan siput (sanggul) yang terdiri atas tiga
macam yaitu, siput tegang, siput cekak, dan siput lintang. dan tudung atau penutup kepala.

Senjata Tradisional Provinsi Riau


Orang Melayu Riau mengenal berbagai jenis senjata tradisional, yang dikategorikanke dalam
senjata pendek (seperti jembia, keris, belati, badik, beladau, dan sabit)serta senjata panjang
(tombak, kojou, pedang, seligi, dan sundang). Senjata-senjatatersebut tidak mutlak
diperlukan.Dari sekian banyak jenis senjata tradisional yang ada, yang banyak
dimilikimasyarakat adalah jenis pedang, tombak, keris, dan badik. Pedang
jenawimerupakan sejenis senjata pedang yang dipergunakan oleh para panglima
perangtempo dulu. Jenis senjata badik (sekin) yang umum digunakan adalah tumbuk lada,
yang bentuknya seperti keris tetapi ukurannya lebih pendek. Senjata ini digunakanuntuk
berperang dan keperluan sehari-hari. Pada mata badik yang untuk berperangsering diolesi
dengan racun. Penggunaan badik untuk melawan musuh tersirat dalamungkapan:
Bila badik telah ditarik dari sarungnya, maka harus ditikamkan pada suatu benda atau
binatang. Barulah kemudian badik dimasukkan pada sarungnya
. Ungkapan inimenggambarkan, orang Melayu Riau pantang menyerah dalam menghadapi
segalatantangan.Contoh beberapa gambar senjata tradisional provinsi Riau :

1 keris
2 sabit
3 beladau
Makanan Khas Provinsi Riau
Masakan, makanan Khas Riau memang tidak jauh beda dengan makan khas,kuliner, di-
beberapa daerah Indonesia seperti Sumatra Barat, Kalimantan, sertasaudara mudanya
Kepulauan Riau.Walaupun begitu Kuliner, Masakan Khas Riau tetap memiliki ciri khas
dibandingkanmasakan daerah lain. Seperti salah satu masakan khas Riau berupa Sambal
terungAsam. Kuliner ini juga terdapat di Kalimantan. Lalu gulai asam pedas ikan
patinmungkin juga dapat ditemukan daerah Sumatra lainnya.Berikut daftar menu kuliner,
masakan Riau beserta resepnya yang-bisa ditemukandi-berbagai tempat Bumi Lancang
Kuning :
-Gulai Asam Pedas Ikan Patin, Masakan Khas Riau daratan
-Gulai Belacan, Masakan Khas Riau pantai timur Sumatra
-Gulai Sayur Lemak Kuah Santan, Kuliner Khas Riau
-Sambal Terung Asam, Masakan Khas Melayu Riau
-Bacah Daging, Kuliner - Makanan Khas Riau
-Gulai Belacan Udang - Makanan Khas Riau

Upacara Perkawinan Riau

Perkawinan di Riau ditandai dengan berbagai acara, seperti :Merisik, Meminang,


Menggantung, Malam Berinai, Akad Nikah, TepungTawar, BerinaiLebai, Berandam,
Berkhatam Quran, Makan Bersuap-suapan,Makan Hadap-hadapan, Menyembah Mertua,
Mandi Damai, Mandi Tamandan Mengantuk atau Mengasah Gigi.

Beberapa pengertian upacara pernikahan

MERISIK

Salah satu keluarga atau seseorang diutus oleh pihak calon pengantin pria untuk meneliti atau
mencari informasi mengenai salah satu keluarga keluarga lain yang mempunyai anak gadis.
Tugas yang diamatkan adalah untuk mengetahui apakah anak gadis tersebut dapat dilamar,
atau belum mempunyai ikatan dengan orag lain. Selain itu, utusan akan melakukan
pembicaraan tentang kemungkinan pihak pria untuk melamar. Utusan tersebut tentunya
menanyakan berapa mas kawin/mahar dan persyaratan apa saja yang diminta oleh keluarga
wanita.

MEMINANG

Meminang dalam istilah Melayu sama dengan melamar. Acara ini diselenggarakan pada hari
yang telah disepakati bersama, setelah melalui penentuan hari baik menurut perhitungan adat
serta orangtua. Pihak keluarga calon pengantin pria yang dipimpin oleh keluarga terdekat
akan melaksanakan lamaran secara resmi kepada keluarga calon pengantin wanita. Biasanya
acara meminang ini diungkapkan dengan berbalas pantun. Secara tradisi, pihak keluarga pria
membawa sejumlah tepak sirih-paling sedikit 5 buah; terdiri dari tepak pembuka kata, tepak
merisik, tepak meminang, tepak ikat janji, tepak bertukar tanda dan beberapa tepak pengiring.

BERINAI

Biasanya berlangsung pada suatu hari atau satu malam sebelum acara akad nikah. Melalui
serangkaian adat, calon pengantin wanita didudukan di atas pelaminan. Rangkaian acara ber-
inai diawali dengan acara tersendiri yakni khatam Al-Quran yang dilaksanakan oleh
keluarga-keluarga terdekat. Selanjutnya, calon pengantin wanita akan melaksanakan upacara
di-Tepung Tawari. Ritual Tepuk Tepung Tawar adalah suatu upacara adat budaya Melayu
peninggalan para raja terdahulu. Pemberian tepung tawar kepada calon mempelai biasanya
diiringi dengan doa dan harapan dipimpin oleh yang dituakan; dilakukan oleh orangtua,
sesepuh dan tokoh-tokoh adat yang dihormati. Selanjutnya, calon pengantin wanita akan
diberi daun inai yang telah ditumbuk halus pada kuku-kuku jari tangan dan kakinya. Malam
ber-inai lazim dimeriahkan dengan iringan bunyi-bunyian seperti gendang dan nyanyian lagu-
lagu Melayu lama, ataupun diadakan tari gambus.

MENIKAH

Pada hari yang telah ditentukan, calon mempelai pria diantar oleh rombongan keluarga
menuju ke tempat kediaman calon pengantin wanita. Biasanya calon mempelai pria
berpakaian haji (memakai topi haji dan jubah). Kedatangan keluarga mempelai pria sambil
membawa mahar atau mas kawin, tepak sirih adat, barang hantaran atau seserahan yang telah
disepakati sebelumnya. Selain itu, juga menyertakan barang-barang pengiring lainnya seperti
kue-kue dan buah-buahan. Prosesi berikutnya adalah pelaksanaan akad nikah.

BERSANDING

Upacara ini dilaksanakan setelah resmi akad nikah. Prosesi bersanding merupakan acara
resmi bagi kedua pengantin akan duduk di atas pelaminan yang sudah dipersiapkan. Terlebih
dahulu pengantin wanita didudukan di atas pelaminan, dan menunggu kedatangan pengantin
pria. Kehadiran pengantin pria diarak dengan upacara penyambutan dan berbalas pantun.
Rangkaian prosesi bersanding yakni acara penyambutan pengantin pria, Hampang Pintu,
Hampang Kipas, dan Tepung Tawar. Kehadiran pengantin pria beserta rombongan pengiring
dalam jumlah cukup banyak, terdiri dari :
- Barisan Pulut Kuning beserta hulubalang pemegang tombak kuning.
- Wanita (Ibu) pembawa Tepak Sirih.
- Wanita (Ibu) pembawa beras kuning (Penabur).
- Pengantin pria berpakaian lengkap
- Dua orang pendamping mempelai pria, mengenakan pakaian adat Teluk Belanga.
- Pemegang payung kuning.
- Orang tua mempelai pria.
- Saudara-saudara kandung pengantin pria.
- Kerabat atau sanak famili
Kedatangan rombongan disambut pencak silat dan Tarian Penyambutan. Di pintu gerbang
kediaman mempelai wanita, dilaksanakan ritual saling tukar Tepak Sirih dari kedua pihak
keluarga mempelai, sambil berbalas menaburkan beras kuning. Selanjutnyua, dilakukan acara
Hempang Pintu (berbalas pantun) oleh kedua juru bicara pengantin. Saai iyu, pihak keluarga
mempelai perempuab telah menghempang kain sebagai penghalang di depan pintu tempat
upacara. selendang baru akan dibuka setelah pihak mempelai pria terlebih dulu menyerahkan
Uncang (kantong pindit) kepada pihak pengantin wanita. Ritual ini disebut sebagai Hempang
Pintu. sesampainya di depan pelaminan, pihak mempelai pria kembali dihadang oleh pihak
mempelai wanita. selanjutnu dilaksanakan berbalas pantun, yang intinya pihak pria meminta
ijin bersanding dipelaminan bersama pengantin wanita. Setelah menyerahkan uncang (kanong
pindit) berisi uang, maka kain penghalang dibuka, dan mempelai pria siap bersanding di
pelaminan. Kedua mempelai duduk di pelaminan, selanjutnya dilaksanakan upacara Tepung
Tawar.
TEPUK TEPUNG TAWAR

Ritual adat ini merupakan ungkapan rasa syukur dan pemberian doa harapan kepada kedua
mempelai, yang dilakukan oleh para sesepuh keluarga dan tokoh adat. Dengan cara
menepukan daun-daunan (antara lain daun setawar, sedingin, ganda rusa, sirih, hati-hati,
sijuang, dan setetusnya) yang diikat jadi satu dan telah dicelup ke air harum serta beras kunyit
sangrai, lalu ditepukan kepada kedua mempelai. Kelengkapan pnabur ini biasanya
menggunakan bahan seperti beras basuh, beras putih, beras kunyit, ataupun beras kuning
serta bunga rampai. Kesemua bahan ini digunakan tentunya mengandung makna mulia.
Sesuai tradisi, sesepuh seusai nmelakukan tepuk tepung tawar akan mendapatkan bingkisan
berupa bunga telur yakni berupa bunga yang dibuat dari kertas diikatkan pada sebatang lidi
yang telah disertai telur diikat benang merah, sebagai ungkapan terimakasih dari pihak
pengantin. Namun sesuai perkembangan zaman, ungkapan terimakasih atau souvenir tersebut
kini diubah bentuk maupun jenisnya, disesuaikan dengan kemajuan zaman maupun kondisi
kelurga mempelai.

BERDIMBAR

Seusai acara bersanding, keesokan harinya diadakan acara Mandi Berdimbar. Biasanya
dilaksanakan pada sore atau malam hari. Mandi Berdimbar ini dilaksanakan di depan
halaman rumah yang dipercantik dengan hiasan-hiasan dekoratif khas Melayu. Ritual
memandikan kedua mempelai ini cukup meriah, karena juga disertai acara saling
menyemburkan air. Undangan yang hadir pun bisa ikut basah, karena seusai menyirami
pengantin kemudian para undangan biasanya juga akan saling menyiram. Ritual tersebut kini
sudah mulai jarang dilakukan.

Upacara Betobo,

adalah kegiatan bergotong royong dalam mengerjakansawah, ladang, dan sebagainya.

Upacara Menyemah Laut

adalah upacara untuk melestarikan laut dan isinya, agar mendatangkan manfaat bagi
manusia.d. Upacara Menumbai, adalah upacara untuk mengambil madu lebah di pohon
Sialang.

Upacara Belian

adalah pengobatan tradisional.f.

Upacara Bedewo

adalah pengobatan tradisional yang sekaligus dapatdipergunakan untuk mencari benda-benda


yang hilang.

Tarian Adat Riaua. Tari Melemang


Menurut sejarahnya, tari Melemang merupakan tarian tradisional yang berasaldari
Tanjungpisau Negeri Bentan Penaga, kecamatan Bintan. Tari Melemangdimainkan kali
pertama sekitar abad ke-12. Ketika itu, tari Melemang hanyadimainkan di istana Kerajaan
Melayu Bentan yang pusatnya berada di Bukit Batu,Bintan. Tarian ini hanya dipersembahkan
bagi Raja ketika sang Raja sedangberistirahat. Karena merupakan tarian istana, tari
Melemang ditarikan oleh paradayang kerajaan Bentan. Namun sejak Kerajaan Bentan
mengalami keruntuhan, tariMelemang berubah menjadi pertunjukan hiburan rakyat.Dalam
sebuah pertunjukan, tari Melemang dimainkan oleh 14 orang, diantaranyaseorang pemain
berperan sebagai Raja, seorang berperan sebagai permaisuri,seorang berperan sebagai puteri,
empat orang sebagai pemusik, seorang sebagaipenyanyi, serta enam orang sebagai penari.
Para pemain Melemang mengenakankostum dan tata rias bergaya Melayu namun sesuai
dengan perannya. Biasanya,pemain wanita pada pertunjukan tari Melemang mengenakan
baju kurung panjangsebagai atasan dan kain atau sarung panjang sebagai bawahan.
Sementara pemainlelaki mengenakan baju kurung panjang sebagai atasan dan celana panjang
sebagaibawahan. Sebagai pelengkap kostum, pemain lelaki juga mengenakan topi ataukopiah
berwarna hitam.
Nyanyian berbahasa Melayu yang mengisahkan kehidupan seorang raja di sebuahkerajaan
menjadi ciri khas dari pertunjukan tari Melemang. Nyanyian itu menjadipengiring dari
seluruh rangkaian gerak yang ditarikan para penari Melemang.Dengan diiringi alunan musik
akordion, gong, biola, serta tambur, perpaduan tari dannyanyian ini berlangsung sekitar 1
jam. Yang menjadi daya tarik khusus daripertunjukan tari Melemang yakni gerakannya.
Dengan posisi berdiri sambilmembongkokkan badan ke belakang, penari berusaha
mengambil sapu tangan yangdiletakkan di permukaan lantai. Melalui kepiawaian dan
keterampilan yang tidaksemua orang dapat melakukannya, dengan sempurna penari
Melemang mampumengambil sapu tangan itu.

Gambar Tari Melemang

Bahasa Provinsi Riau


Bahasa yang digunakan sehari-hari oleh penduduk adalah bahasa Melayu, yang pada
hakikatnya merupakan akar bahasa Indonesia. Sehingga siapasaja yang bisa berbahasa
Indonesia dapat berkomunikasi dengan orang Riau. Di beberapa lokasi ada juga penduduk
yang menggunakan bahasa daerah asalnya, seperti bahasa Minang di pasar-pasar yang banyak
dihuni pedagang asal Minang, atau bahasa Jawa di desa-desa yang banyak penduduknya
berasal dari Jawa
.
- Lagu Daerah Provinsi Riau

Lancang Kuning
Lancang kuning
Lancang kuning berlayar malam
Hey..! berlayar malam
Lancang kuning
Lancang kuning berlayar malam
Hey..! berlayar malam
Haluan menuju, haluan menuju kelaut dalam
Haluan menuju, haluan menuju kelaut dalam
Lancang kuning berlayar malam
Lancang kuning berlayar malam
Kalau nakhoda
Kalau nakhoda kuranglah faham
Hey..! kuranglah faham
Kalau nakhoda
Kalau nakhoda kuranglah faham
Hey..! kuranglah faham
***
Alamatlah kapal, alamatlah kapal akan tenggelam
Alamatlah kapal, alamatlah kapal akan tenggelam
Lancang kuning berlayar malam
Lancang kuning berlayar malam
Lancang kuning
Lancang kuning menerkam badai
Hey..! menerkam badai
Lancang kuning
Lancang kuning menerkam badai
Hey..! menerkam badai
Tali kemudi, tali kemudi berpilih tiga
Tali kemudi, tali kemudi berpilih tiga
lancang kuning berlayar malam
lancang kuning berlayar malam
lancang kuning berlayar malam
lancang kuning berlayar malam

Tanjung Katung
Tanjung katung airnya biru
Tempat dara mencuci mukaLagi sekampung hati ku rindu
Kononlah jauh di mata...Asal kapas menjadi benang
Benang ditenun menjadi kain
Orang yang lepas jangan di kenang
Sudah menjadi si orang lain
Dua tiga kuda berlari
Manalah sama si kuda belang
Dua tiga dapat ku cari
Manalah sama adik seorang
Pisang Emas bawa berlayar
Masak sebiji di atas peti
Hutang emas boleh di bayarHutanglah budi dibawa mat

Hangtuah
Tersebut sudah ... dalam hikayat ..
Laksmana Hangtuah .. Setia amanah
Menjunjung harkat ... Juga Martabat ...Jangan Melayu ... Buan Surian ...Dang Merdu bunda
berjasa ,Melahirkan putra perkasa
Hangtuah laksmana satria
Teladan negri dan bangsa
Dari Bintan kepulauan Riau
Dan baktimu kesegenap rantau
Walau kini kau telah tiada
Fatwa mu tiada tiada kan pernah
**
Tlah sakti hamba negeri
Esa hilang dua terbilang
Patang tumbuh hilang kan berganti
Takkan melayu hilang dibumi
Engkau susun jari sepuluh
Menghatur sembah
Duduk bersimpuh
Hangsudi rilsalah melayu
Hangtuah hooooo Hangtuah

Cerita Rakyat Daerah Provinsi Riau


Manusia Greedy

Sekali waktu di Riau, tinggal sepasang suami istri. Mereka sangat miskin. Sang istri sangat
rajin, sementara sang suami sangat malas. Dia hanya tidur dan tidur sehari-hari. Dia tidak
ingin membantu istrinya untuk mencari nafkah. Sang istri tidak berdaya, dia sering berdoa
kepada Tuhan untuk membantu suaminya.

Suatu malam suami bermimpi. Dalam mimpinya, seorang tua datang padanya. Dia
mengatakan kepada suami untuk mengambil sampan dan pergi ke sungai. "Pergilah ke tengah
sungai dan tunggu sampai tali muncul dari sungai Ambil tali perlahan,. Dan kemudian Anda
akan menemukan rantai emas. Anda dapat memotong dan ambillah, tapi tidak mengambil
rantai terlalu lama," kata orang tua. Sang suami kemudian terbangun dari mimpinya.

Pada hari berikutnya, sang suami mengambil sampan dan pergi ke sungai. Dia ingin
melakukan saran orang tua itu seperti dikatakan dalam mimpinya tadi malam. "Mau ke
mana?" tanya istri. Dia begitu terkejut melihat suaminya sibuk menyiapkan sampan tersebut.
"Saya ingin pergi memancing, Madu jumpa!." suami tidak mau memberitahu istrinya tentang
mimpinya. Dia tahu istrinya akan berpikir dia gila dengan mengikuti mimpi.

Setelah suami tiba di sungai, ia mendayung sampan sampai ia sampai di tengah sungai. Dia
kemudian melihat sekeliling permukaan air yang sangat hati-hati. Tiba-tiba tali muncul dari
sungai. "Orang tua itu benar!" kata sang suami kepada dirinya sendiri. Dia kemudian
perlahan-lahan menarik tali dan pada ujung tali dia melihat rantai emas! Rantai itu berkilauan
dan bersinar. Itu dibuat dari emas murni. "Wow Ini benar-benar terbuat dari emas aku kaya..
Aku kaya," kata suami bahagia. Dia terus menarik rantai. Dia lupa saran orang tua itu untuk
mengambil hanya rantai pendek karena sudah cukup baginya. Orang miskin menjadi serakah.
Dia ingin mengambil rantai emas selama mungkin.
Sementara ia sibuk menarik keluar rantai emas, seekor burung datang kepadanya. Ini
berbicara, "Ingat saran orang tua itu Hanya mengambil sebuah rantai emas pendek.." Tetapi
orang miskin diabaikan burung itu dan terus menarik keluar rantai. Lambat tapi pasti,
sampannya penuh dengan rantai emas. Itu sangat penuh yang akhirnya sampan tidak sanggup
menahan berat lagi. Sampan mulai tenggelam. Rantai emas itu tenggelam dan pergi ke dasar
sungai menciptakan gelombang besar di sungai. Gelombang itu hampir menelan orang
miskin. Dia begitu panik. Dia berenang secepat mungkin ke sisi sungai.

Ketika ia tiba di sisi sungai, ia merasa kasihan pada dirinya sendiri. Dia menyalahkan dirinya
sendiri karena orang yang tamak. Tapi itu sudah terlambat. Tapi kemudian ia menyadari
bahwa itu adalah pelajaran baginya untuk bekerja keras jika dia ingin mendapatkan uang.

Dang gedunai

Dulu di Riau, tinggal seorang anak bernama Dang Gedunai. Dia tinggal dengan ibunya. Dang
Gedunai adalah anak yang keras kepala. Ibunya sedih. Dang Gedunai adalah anak satu-
satunya tapi dia tidak pernah membuatnya bahagia. Suatu hari, Dang Gedunai pergi ke sungai
untuk menangkap ikan. "Ibu, aku ingin pergi ke sungai. Saya ingin pergi memancing, "kata
Dang Gedunai kepada ibunya. "Di luar mendung. Hujan akan segera turun. Mengapa Anda
tidak hanya tinggal di rumah? "Kata ibunya. Seperti biasa Dang Gedunai mengabaikannya.
Dia kemudian pergi ke sungai.

Itu sangat mendung ketika ia tiba di sungai. Segera itu gerimis, tapi Dang Gedunai masih
memancing sibuk. Kemudian hujan jatuh berat. Dang Gedunai akhirnya menyerah. Namun
tepat sebelum dia pergi, dia melihat sesuatu bersinar di sungai. Itu adalah telur yang sangat
besar. Dang Gedunai kemudian membawa pulang telur.

Ibunya terkejut melihat dia membawa telur besar. "Apa telur itu? Di mana Anda
menemukannya? "Tanya dia. "Aku menemukannya di sungai, Ibu," jawab Dang Gedunai.
"Hati-hati dengan telur. Ini bukan milikmu. Anda harus mengembalikannya, "saran ibunya.
Seperti biasa, Dang Gedunai mengabaikan nasihat ibunya. Ia berencana untuk makan telur
meskipun ibunya berkata tidak.

Di pagi hari, ibunya sudah siap untuk pergi ke sawah. Sekali lagi, dia disarankan Dang
Gedunai untuk menempatkan telur kembali ke sungai. Dang Gedunai tidak mengatakan apa-
apa. Ketika ibunya meninggalkan rumah, ia langsung direbus telur. Lalu ia memakannya.
Rasanya sungguh nikmat. Dia begitu penuh dan tiba-tiba ia tertidur. Dia memiliki mimpi.
Seekor naga raksasa datang kepadanya dalam mimpinya. "Manusia, Anda mencuri telur saya!
Untuk hukuman, Anda akan menjadi seekor naga. "

Dang Gedunai terbangun ketakutan. Dia berkeringat. Dia merasa sangat haus. Kemudian
ibunya pulang. Dia melihat anaknya panik. "Apa yang terjadi?" Tanyanya. "Saya tidak tahu,
Ibu. Tiba-tiba saya merasa sangat haus. Tenggorokanku seperti terbakar, "kata Dang Gedunai.
Ibunya kemudian memberinya segelas air. Ini tidak cukup. Dia minum segelas, lalu gelas lain
sampai tidak ada air yang tersisa di rumah. Ibunya menyuruhnya pergi kolam. Dang Gedunai
minum semua air sampai kolam dikeringkan. Tapi itu tidak cukup. Kemudian mereka pergi
ke sungai.

Sekali lagi itu tidak cukup. Dang Gedunai tahu mimpinya akan menjadi kenyataan. Ia akan
menjadi seekor naga. "Ibu, maafkan saya. Aku mengabaikan Anda. Aku makan telur. Itu
adalah telur naga. Saya akan berubah menjadi naga. Aku tidak bisa hidup dengan Anda lagi.
Saya akan hidup di laut. Jika Anda melihat gelombang besar di laut, itu berarti aku makan.
Tetapi jika gelombang yang tenang, maka itu berarti saya sedang tidur, "kata Dang Gedunai.

Lalu Dang Gedunai meninggalkan ibunya. Dia menuju laut. Ibunya tidak bisa melakukan
apapun untuk menghentikannya. Dia hanya menangis. Sampai saat ini nelayan tidak ingin
pergi memancing di laut ketika gelombang besar. Mereka tahu bahwa naga itu adalah makan.
Mereka hanya menunggu sampai naga itu selesai makan dan ombak yang tenang.

Si Lancang Kuning
Pemberian nama pada suatu daerah atau tempat tertentu biasanyadikaitkan dengan
peristiwa atau cerita menarik yang pernah terjadi di daerahtersebut. Di Propinsi Riau,
Indonesia, ada beberapa daerah yang memiliki namaberkaitan dengan perstiwa atau cerita
yang pernah terjadi di daerah tersebut,misalnya cerita Legenda Batang Tuaka yang kemudian
menjadi nama daerah yaituKecamatan Batang Tuaka yang masuk wilayah Kabupaten
Indragiri Hilir. Namun,dalam suatu peristiwa atau cerita terkadang tidak hanya melahirkan
satu namadaerah, akan tetapi bisa lebih dari itu.Konon, di daerah Kabupaten Kampar, Riau,
pernah terjadi sebuah peristiwaatau cerita menarik yang melahirkan beberapa nama daerah
atau tempat yang masihdikenal sampai sekarang. Daerah dan tempat yang dimaksud yaitu
Lipat Kain, ibu kotaKecamatan Kampar Kiri Hulu; Sungai Ogong berada di Kecamatan
Kampar Kanan; danDanau Si Lancang. Nama daerah atau tempat tersebut diambil dari salah
satu ceritarakyat yang masih hidup dan berkembang di kalangan masyarakat Kampar
yangdikenal dengan Si Lancang.Konon, pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang wanita
miskin dengan anaklaki-lakinya yang bernama si Lancang. Mereka berdua tinggal di sebuah
gubuk reot disebuah negeri bernama Kampar. Ayah si Lancang sudah lama meninggal dunia.
EmakLancang bekerja menggarap ladang orang lain, sedangkan si Lancang
menggembalakanternak tetangganya.Pada suatu hari, si Lancang betul-betul mengalami
puncak kejenuhan. Ia sudahbosan hidup miskin. Ia ingin bekerja dan mengumpulkan uang
agar kelak menjadi orangkaya. Akhirnya ia pun meminta izin emaknya untuk pergi merantau
ke negeri orang.Emak, Lancang sudah tidak tahan lagi hidup miskin. Lancang ingin pergi
merantau,Mak! mohon si Lancang kepada emaknya. Walaupun berat hati, akhirnya
emaknyamengizinkan si Lancang pergi. Baiklah, Lancang. Kau boleh merantau, tetapi
janganlupakan emakmu. Jika nanti kau sudah menjadi kaya, segeralah pulang, jawab
EmakLancang mengizinkan.

Mendengar jawaban dari emaknya, si Lancang meloncat-loncat kegirangan. Iasudah


membayangkan dirinya akan menjadi orang kaya raya di kampungnya. Ia tidakakan lagi
bekerja sebagai pengembala ternak yang membosankan itu. Emak Lancanghanya terpaku
melihat si Lancang meloncat-loncat. Ia ia tampaknya sedih sekali akanditinggal oleh anak
satu-satunya. Melihat ibunya sedih, si Lancang pun berhentimeloncat-lonta, lalu mendekati
emaknya dan memeluknya. Janganlah bersedih, Mak.Lancang tidak akan melupakan emak
di sini. Jika nanti sudah kaya, Lancang pastipulang Mak, kata si Lancang menghibur
emaknya. Emaknya pun menjadi terharumendengar ucapan dan janji si Lancang, dan hatinya
pun jadi tenang. Lalu si Emakberkata, Baiklah Nak! Besok pagi-pagi sekali kamu boleh
berangkat. Nanti malamMak akan membuatkan lumping dodak untuk kamu makan di dalam
perjalanan nanti.Keesokan harinya, si Lancang pergi meninggalkan kampung
halamannya.Emaknya membekalinya beberapa bungkus lumping dodak makanan kesukaan
siLancang.Bertahun-tahun sudah si Lancang di rantauan. Akhirnya ia pun menjadi
seorangpedagang kaya. Ia memiliki berpuluh-puluh kapal dagang dan ratusan anak buah.
Istri-istrinya pun cantik-cantik dan semua berasal dari keluarga kaya pula. Sementara itu,nun
jauh di kampung halamannya, emak si Lancang hidup miskin seorang diri.Suatu hari si
Lancang berkata kepada istri-istrinya berlayar bahwa dia akanmengajak mereka berlayar ke
Andalas. Istri-istrinya pun sangat senang. Kakanda,bolehkah kami membawa perbekalan
yang banyak? tanya salah seorang istri Lancang.IyaKakanda, kami hendak berpesta pora
di atas kapal, tambah istri Lancang yanglainnya. Si Lancang pun mengambulkan permintaan
istri-istrinya tersebut. Wahaiistri-istriku! Bawalah perbekalan sesuka kalian, jawab si
Lancang. Mendengar jawaban dari si Lancang, mereka pun membawa segala macam
perbekalan, mulai darimakanan hingga alat musik untuk berpesta di atas kapal. Mereka juga
membawa kainsutra dan aneka perhiasan emas dan perak untuk digelar di atas kapal agar
kesankemewahan dan kekayaan si Lancang semakin tampak.Sejak berangkat dari pelabuhan,
seluruh penumpang kapal si Lancang berpestapora. Mereka bermain musik, bernyanyi, dan
menari di sepanjang pelayaran. Hinggaakhirnya kapal si Lancang yang megah merapat di
Sungai Kampar, kampung halaman siLancang. Hai ! Kita sudah sampai ! teriak
seorang anak buah kapal

Penduduk di sekitar Sungai Kampar berdatangan melihat kapal megah siLancang. Rupanya
sebagian dari mereka masih mengenal wajah si Lancang. Wah, siLancang rupanya! Dia
sudah jadi orang kaya, kata guru mengaji si Lancang. Megahsekali kapalnya. Syukurlah
kalau dia masih ingat kampung halamannya ini, kata temansi Lancang sewaktu kecil. Dia
lalu memberitahukan kedatangan si Lancang kepadaemak si Lancang yang sedang terbaring
sakit di gubuknya.Betapa senangnya hati emak si Lancang saat mendengar kabar anaknya
datang.Oh, akhirnya pulang juga si Lancang, seru emaknya dengan gembira.
Denganperasaan terharu, dia bergegas bangkit dari tidurnya, tak peduli meski sedang
sakit.Dengan pakaian yang sudah compang-camping, dia berjalan tertatih-tatih
untukmenyambut anak satu-satunya di pelabuhan.Sesampainya di pelabuhan, emak si
Lancang hampir tidak percaya melihatkemegahan kapal si Lancang anaknya. Dia tidak sabar
lagi ingin berjumpa dengan anaksatu-satunya itu. Dengan memberanikan diri, dia mencoba
naik ke geladak kapalmewahnya si Lancang. Saat hendak melangkah naik ke geladak kapal,
tiba-tiba anakbuah si Lancang menghalanginya. Hai perempuan jelek! Jangan naik ke kapal
ini. Pergidari sini! usir seorang anak buah kapal si Lancang. Tapi , aku adalah emak
siLancang, jelas perempuan tua itu.Mendengar kegaduhan di atas geladak, tiba-tiba si
Lancang yang diiringi olehistri-istrinya tiba-tiba muncul dan berkata, Bohong! Dia bukan
emakku. Usir dia darikapalku, teriak si Lancang yang berdiri di samping istri-istrinya.
Rupanya ia malu jikaistri-istrinya mengetahui bahwa wanita tua dan miskin itu adalah
emaknya.Oh, Lancang , Anakku! Emak sangat merindukanmu, Nak , rintih emak
siLancang. Mendengar rintihan wanita tua renta itu, dengan congkaknya si Lancangmenepis,
lalu berkata, manalah mungkin aku mempunyai emak tua dan miskin sepertikamu.
Kemudian si Lancang berteriak, Kelasi! Usir perempuan gila itu dari kapalku!Anak buah si
Lancang mengusir emak si Lancang dengan kasar. Dia didorong hinggaterjerembab. Kasihan
sekali Emak Lancang. Sudah tua, sakit-sakitan pula. Sungguhmalang nasibnya. Hatinya
hancur lebur diusir oleh anak kandungnya sendiri. Denganhati sedih, wanita tua itu pulang ke
gubuknya. Di sepanjang jalan dia menangis. Diatidak menyangka anaknya akan tega berbuat
seperti itu kepadanya.Sesampainya di rumah, wanita malang itu mengambil lesung dan nyiru
pusaka.Dia memutar-mutar lesung itu dan mengipasinya dengan nyiru sambil berdoa,
Ya,Tuhanku. Si Lancang telah kulahirkan dan kubesarkan dengan air susuku. Namunsetelah
kaya, dia tidak mau mengakui diriku sebagai emaknya. Ya Tuhan, tunjukkanpadanya
kekuasaan-Mu!

Dalam sekejap, tiba-tiba angin topan berhembus dengan dahsyat. Petirmenggelegar


menyambar kapal si Lancang. Gelombang Sungai Kampar menghantamkapal si Lancang
hingga hancur berkeping-keping. Semua orang di atas kapal ituberteriak kebingungan,
sementara penduduk berlarian menjauhi sungai.Emaaak , si Lancang anakmu pulang.
Maafkan aku, Maaak! terdengar sayup-sayup teriakan si Lancang di tengah topan dan badai.
Namun, malapetaka tak dapatdielakkan lagi. Si Lancang dan seluruh istri dan anak buahnya
tenggelam bersamakapal megah itu.Barang-barang yang ada di kapal si Lancang
berhamburan dihempas badai. Kainsutra yang dibawa si Lancang dalam kapalnya melayang-
layang. Kain itu lalu berlipatdan bertumpuk menjadi Negeri Lipat Kain yang terletak di
Kampar Kiri. Sebuah gongterlempar dan jatuh di dekat gubuk emak si Lancang di Rumbio,
menjadi Sungai Ogongdi Kampar Kanan. Sebuah tembikar pecah dan melayang menjadi
Pasubilah yangletaknya berdekatan dengan Danau si Lancang. Di danau itulah tiang bendera
kapal siLancang tegak tersisa. Bila sekali waktu tiang bendera kapal si Lancang itu tiba-
tibamuncul ke permukaan danau, maka pertanda akan terjadi banjir di Sungai Kampar.Banjir
itulah air mata si Lancang yang menyesali perbuatannya karena durhaka
kepadaemaknya.Sejak peritiwa itu, masyarakat Kampar meyakini bahwa meluapnya
sungaiKampar bukan saja disebabkan oleh tingginya curah hujan di daerah ini, tetapi
jugadisebabkan oleh munculnya tiang kapal si Lancang di Danau Lancang.
KabupatenKampar yang masuk dalam wilayah Propinsi Riau ini, sangat rawan dengan
banjir.Hampir setiap tahun Sungai Kampar meluap, sehingga menyebabkan banjir besar
yangbisa merendam pemukiman penduduk di sekitarnya.

PROVINSI RIAU

Secara etimologi kata Riau berasal dari bahasa Portugis, Rio berarti sungai. Pada tahun 1514
terdapat sebuah ekspedisi militer Portugis menelusuri Sungai Siak, dengan tujuan mencari
lokasi sebuah kerajaan yang diyakini mereka ada pada kawasan tersebut. dan sekaligus
mengejar pengikut Sultan Mahmud Syah yang melarikan diri setelah kejatuhan Malaka.
Pada awal abad ke-16, Tome Pires dalam bukunya Suma Oriental mencatat bahwa kota-kota
di pesisir timur Sumatera antara Arcat (Aru dan Rokan) hingga Jambi merupakan pelabuhan
raja-raja Minangkabau. Dimasa inipula banyak pengusaha Minangkabau yang mendirikan
kampung-kampung pedagang di sepanjang Sungai Siak, Kampar, Rokan, dan Inderagiri. Satu
dari sekian banyak kampung yang terkenal adalah Senapelan yang kemudian berkembang
menjadi Pekanbaru.
Pada masa kejayaan Kesultanan Siak Sri Inderapura yang didirikan oleh Raja Kecil, kawasan
ini merupakan bagian dari wilayah kedaulatan Siak. Sementara, Riau dirujuk hanya kepada
wilayah Yang Dipertuan Muda (raja bawahan Johor) di Pulau Penyengat, kemudian menjadi
wilayah Residentie Riouw pemerintahan Hindia-Belanda yang berkedudukan di Tanjung
Pinang, dan Riouw, dieja oleh masyarakat setempat menjadi Riau.
Pada awal kemerdekaan Indonesia, wilayah Kesultanan Siak Sri Inderapura dan Residentie
Riouw dilebur dan tergabung dalam Provinsi Sumatera yang berpusat di Bukittinggi.
Kemudian Provinsi Sumatera dimekarkan menjadi tiga provinsi, yakni Sumatera Utara,
Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan. Dominannya etnis Minangkabau dalam
pemerintahan Sumatera Tengah, menuntut masyarakat Riau untuk membentuk provinsi
tersendiri. Selanjutnya pada tahun 1957, berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 19
tahun 1957, Provinsi Sumatera Tengah dimekarkan menjadi tiga provinsi yaitu Riau, Jambi
dan Sumatera Barat. Kemudian yang menjadi wilayah provinsi Riau yang baru terbentuk
adalah bekas wilayah Kesultanan Siak Sri Inderapura dan Residentie Riouw serta ditambah
Bangkinang yang sebelumnya pada masa pendudukan tentara Jepang dimasukan ke dalam
wilayah Rhio Shu.
Kemudian berdasarkan Kepmendagri nomor Desember 52/I/44-25, pada tanggal 20 Januari
1959, Pekanbaru resmi menjadi ibu kota provinsi Riau menggantikan Tanjung Pinang.
Namun pada tahun 2002, berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2002, Provinsi Riau
kembali dimekarkan menjadi dua provinsi, yaitu Riau dan Kepulauan Riau. Hal ini juga tidak
lepas dari ketidakpuasan masyarakat atas rasa ketidakadilan dalam politik maupun ekonomi
terutama yang berada pada kawasan kepulauan.

Geografi
Luas wilayah provinsi Riau adalah 87.023,66 km, yang membentang dari lereng Bukit
Barisan hingga Selat Malaka. Riau memiliki iklim tropis basah dengan rata-rata curah hujan
berkisar antara 2000-3000 milimeter per tahun, serta rata-rata hujan per tahun sekitar 160
hari.

Suku Bangsa
Penduduk provinsi Riau terdiri dari bermacam-macam suku bangsa. Mereka terdiri dari Jawa
(25,05%), Minangkabau (11,26%), Batak (7,31%), Banjar (3,78%), Tionghoa (3,72%), dan
Bugis (2,27%). Suku Melayu merupakan masyarakat terbesar dengan komposisi 37,74% dari
seluruh penduduk Riau. Mereka umumnya berasal dari daerah pesisir di Rokan Hilir, Dumai,
Bengkalis, Kepulauan Meranti, hingga ke Pelalawan, Siak, Inderagiri Hulu dan Inderagiri
Hilir. Namun begitu, ada juga masyarakat asli bersuku rumpun Minangkabau terutama yang
berasal dari daerah Rokan Hulu, Kampar, Kuantan Singingi, dan sebagian Inderagiri Hulu.
Juga masyarakat Mandailing di Rokan Hulu, yang lebih mengaku sebagai Melayu daripada
sebagai Minangkabau ataupun Batak.
Abad ke-19, masyarakat Banjar dari Kalimantan Selatan dan Bugis dari Sulawesi Selatan,
juga mulai berdatangan ke Riau. Mereka banyak bermukim di Kabupaten Indragiri Hilir
khususnya Tembilahan. Di bukanya perusahaan pertambangan minyak Caltex pada tahun
1940-an di Rumbai, Pekanbaru, mendorong orang-orang dari seluruh Nusantara untuk
mengadu nasib di Riau.
Suku Jawa dan Sunda pada umumnya banyak berada pada kawasan transmigran. Sementara
etnis Minangkabau umumnya menjadi pedagang dan banyak bermukim pada kawasan
perkotaan seperti Pekanbaru, Bangkinang, Duri, dan Dumai. Begitu juga orang Tionghoa
pada umumnya sama dengan etnis Minangkabau yaitu menjadi pedagang dan bermukim pada
kawasan perkotaan, serta banyak juga terdapat pada kawasan pesisir timur seperti di
Bagansiapiapi, Selatpanjang, Pulau Rupat dan Bengkalis.
Selain itu di provinsi ini masih terdapat sekumpulan masyarakat asli yang tinggal di
pedalaman dan pinggir sungai, seperti Orang Sakai, Suku Akit, Suku Talang Mamak, dan
Suku Laut.

Bahasa
Bahasa pengantar masyarakat provinsi Riau pada umumnya menggunakan Bahasa Melayu
dan Bahasa Indonesia. Bahasa Melayu umumnya digunakan di daerah-daerah pesisir seperti
Rokan Hilir, Bengkalis, Dumai, Pelalawan, Siak, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir dan di sekitar
pulau-pulau. Bahasa Melayu dialek lokal secara luas juga digunakan oleh penduduk di
provinsi ini, terutama oleh para oleh penduduk asli di daerah Kampar, Kuantan Singingi, dan
Rokan Hulu yang berbudaya serumpun Minang serta para pendatang asal Sumatera Barat.
Selain itu Bahasa Hokkien juga masih banyak digunakan di kalangan masyarakat Keturunan
Tionghoa, terutama yang bermukim di daerah seperti Selatpanjang, Bengkalis, dan
Bagansiapiapi[rujukan?]. Dalam skala yang cukup besar juga didapati penutur Bahasa Jawa
yang digunakan oleh keturunan para pendatang asal Jawa yang telah bermukim di Riau sejak
masa penjajahan dahulu, serta oleh para transmigran dari Pulau Jawa pada masa setelah
kemerdekaan. Di samping itu juga banyak penutur Bahasa Batak di kalangan pendatang dari
Provinsi Sumatera Utara.

Agama
Dilihat dari komposisi penduduk provinsi Riau yang penuh kemajemukan dengan latar
belakang sosial budaya, bahasa, dan agama yang berbeda, pada dasarnya merupakan aset bagi
daerah Riau sendiri. Agama-agama yang dianut penduduk provinsi ini sangat beragam,
diantaranya Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
Berbagai sarana dan prasarana peribadatan bagi masyarakat Riau sudah terdapat di provinsi
ini, seperti Mesjid Agung An-nur (Mesjid Raya di Pekanbaru), Masjid Agung Pasir
Pengaraian, dan Masjid Raya Rengat bagi umat muslim. Bagi umat Katolik/Protestan
diantaranya terdapat Gereja Santa Maria A Fatima, Gereja HKBP di Pekanbaru, GBI Dumai,
Gereja Kalam Kudus di Selatpanjang, Gereja Katolik Santo Petrus dan Paulus di
Bagansiapiapi, Gereja Methodist (Jemaat Wesley) di Bagansiapiapi.[rujukan?] Bagi umat
Buddha/Tridarma ada Vihara Dharma Loka dan Vihara Cetia Tri Ratna di Pekanbaru, Vihara
Sejahtera Sakti di Selatpanjang, Kelenteng Ing Hok Kiong, Vihara Buddha Sasana, Vihara
Buddha Sakyamuni di Bagansiapiapi. Bagi Umat Hindu adalah Pura Agung Jagatnatha di
Pekanbaru.

Pariwisata

Wisata Budaya
Provinsi Riau memiliki berbagai wisata budaya maupun keagamaan. Beberapa contoh wisata
budaya yang terkenal dari daerah ini yaitu :

Upacara Bakar Tongkang di Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir


Upacara Bakar Tongkang adalah wisata budaya unggulan Provinsi Riau dari Kabupaten
Rokan Hilir (Rohil). Upacara Bakar Tongkang telah menjadi wisata nasional bahkan
internasional. Upacara Bakar Tongkang adalah upacara tradisional masyarakat Tionghoa di
Ibu Kota kabupaten Rokan Hilir yakni Bagansiapiapi.
Ritual Bakar Tongkang merupakan kisah pelayaran masyarakat keturunan Tionghoa yang
melarikan diri dari si penguasa Siam di daratan Indo China pada abad ke-19. Di dalam kapal
yang di pimpin Ang Mie Kui, terdapat patung Dewa Kie Ong Ya dan lima dewa, dimana
panglimanya disebut Taisun Ong Ya. Patung -patung dewa ini mereka bawa dari tanah
Tiongkok, dan menurut keyakinan mereka bahwa dewa tersebut akan memberikan
keselamatan dalam pelayaran, hingga akhirnya mereka menetap di Bagansiapiapi.
Untuk menghormati dan mensyukuri kemakmuran dan keselamatan yang mereka peroleh dari
hasil laut sebagai mata pencaharian utama masyarakat Tionghoa Bagansiapiapi, maka mereka
membakar wangkang (tongkang) yang dilakukan setiap tahun. Sedangkan prosesi
sembahyang dilaksanakan pada tanggal 15 dan 16 bulan 5 tahun Imlek / penanggalan China.

Perayaan Imlek di Selatpanjang Kabupaten Kepulauan Meranti


Perayaan Hari Raya Imlek adalah tradisi pergantian tahun baru,Imlek tak ubahnya seperti
tahun baru masehi atau tahun baru Hijriah bagi umat islam. Imlek adalah Tahun Baru Cina.
Namun bagi umat lain yang beraliran sama juga bisa merayakan Hari Raya Imlek.Acara
Perayaan Imlek memang sudah menjadi bagian dari tradisi di Kota Selatpanjang. Hampir
setiap tahun perayaan Imlek di kota ini dirayakan sangat meriah bahkan juga termasuk
Perayaan Imlek yang paling meriah di kawasan Provinsi Riau. Apalagi pemerintah daerah
Kabupaten Kepulauan Meranti juga sudah menjadikan ivent perayaan Imlek sebagai salah
satu asset wisata tahunan yang masuk kedalam Kalender Wisata Riau. Puluhan ribu orang
baik dari dalam maupun luar Selatpanjang, bahkan wisatawan dari luar negeri seperti
Singapura, Malaysia, Hongkong, China, Taiwan, Australia akan membanjiri Kota
Selatpanjang untuk turut serta memeriahkan perayaan Imlek. Imlek bagi sejumlah warga
Tionghoa Selatpanjang yang berada di luar daerah maupun di luar negeri, dijadikan ajang
tradisi pulang kampung. Hal ini sudah berlangsung lama, bahkan mereka anggap sebagai
momentum penting untuk mudik ke tanah kelahiran. Walaupun puncak acara Perayaan Tahun
Baru Imlek di Selatpanjang berlangsung pada hari ke-6 bulan pertama Tahun Baru Imlek
yang biasanya disebut Cue Lak (Bahasa Hokkian),tetapi kemeriahannya mulai terasa dihari
H-7 yaitu seminggu sebelum jatuhnya perayaan Imlek.
Penyambutan tahun baru imlek di Selatpanjang di pusatkan di Vihara Sejahtera Sakti. Selain
melakukan sembahyang, yang paling unik di daerah ini adalah warga yang merayakan juga
berkeliling kota pada waktu sore hari dengan mengunakan Bentor (Becak Motor). Kegiatan
ini biasanya berlansung selama 6 hari. Sebelum puncak acara Imlek, biasa diawali dengan
Festival Kembang Api pada hari Ke-5. Durasi kembang api bisa berlangsung cukup lama,
kurang lebih bisa mencapai 3 jam.
Pada puncak perayaan Imlek, bertepatan dengan dilangsungkannya upacara ulang tahun dewa
???? Qing Shui Zu Shi[15]. Pada momen ini, warga Tionghoa menyakini bahwa sang dewa
sedang turun ke bumi dengan maksud untuk mengusir unsur-unsur kejahatan dan
memberikan kemakmuran serta ketentraman bagi warga kota Selatpanjang. Untuk itu
diadakan penyambutan khusus dengan menggotong tandu patung dewa dan diarak berkeliling
kota melewati beberapa kelenteng lain disertai atraksi tarian liong (naga), dan barongsai
(singa) yang diiringi seni budaya Jawa, Reog Ponorogo. Perayaan Cue Lak tersebut juga
dihadiri oleh para tetua atau orang yang terpilih dan dirasuki oleh roh para dewa yang biasa
disebut Thangkie, yaitu dimana raga atau tubuh orang tersebut dijadikan alat komunikasi atau
perantara roh dewa. Budaya ini memiliki kesamaan dengan masyarakat Singkawang
(Kalimantan Barat) yang biasa dikenal dengan Tatung.
Konon perayaan Imlek di Selatpanjang dapat juga diartikan sebagai sebuah rezeki bagi
seluruh masyarakat yang tinggal di daerah ini. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila
masyarakat yang non-etnis Tionghoa biasanya juga turut ikut meramaikan perayaan Imlek
dengan iring-iringan Reog Ponorogo dan atraksi kesenian lain yang merupakan tradisi dari
daerah setempat. Kota ini juga merupakan salah satu kota di kawasan Riau yang mempunyai
Kelenteng cukup banyak, yakni sekitar 20-an.

Mesjid Raya Pekanbaru


Mesjid Raya dan Makan Marhum Bukit serta Makam Marhum Pekan. Mesjid Raya
Pekanbaru terletak di Kecamatan Senapelan memiliki arsitektur tradisional yang amat
menarik dan merupakan mesjid tertua di Kota Pekanbaru. Mesjid ini dibangun pada abad 18
dan sebagai bukti Kerajaan Siak pernah berdiri di kota ini pada masa pemerintahan Sultan
Abdul Jalil Muazzam Syah dan Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah sebagai
sultan keempat dan kelima dari Kerajaan Siak Sri Indrapura. Di areal Mesjid terdapat sumur
mempunyai nilai magis untuk membayar zakat atau nazar yang dihajatkan sebelumnya.
Masih dalam areal kompleks mesjid kita dapat mengunjungi makam Sultan Marhum Bukit
dan Marhum Pekan sebagai pendiri kota Pekanbaru. Marhum Bukit adalah Sultan Abdul Jalil
Alamuddin Syah (Sultan Siak ke-4) memerintah tahun 1766 1780, sedangkan Marhum
Bukit sekitar tahun 1775 memindahkan ibukota kerajaan dari Mempura Siak ke Senapelan
dan beliau mangkat tahun 1780.

Istana Siak Sri Indrapura


Kerajaan Siak adalah sebuah kerajaan Melayu Islam yang terbesar di Riau. Mencapai masa
kejayaannya pada abad ke-16 sampai abad ke-20. Dalam silsilah, sultan Kerajaan Siak Sri
Indrapura dimulai pada tahun 1725 dengan 12 sultan yang pernah bertahta. Kini sebagai bukti
sejarah atas kebesaran kerajaan Melayu Islam tersebut, dapat kita lihat peninggalan kerajaan
berupa kompleks Istana Kerajaan Siak yang dibangun oleh Sultan Assyaidis Syarif Hasyim
Abdul Jalil Syaifuddin pada tahun 1889 dengan nama Assirayatul Hasyimah, lengkap dengan
peralatan kerajaan. Sekarang Istana Kerajaan Siak Sri Indrapura dijadikan tempat
penyimpanan benda-benda koleksi kerajaan antara lain : kursi singgasana kerajaan yang
berbalut emas, duplikat mahkota Kerajaan, brankas Kerajaan, payung Kerajaan, tombak
Kerajaan, komet sebagai barang langka dan menurut cerita hanya ada dua di dunia, serta
barang-barang lain-lainnya. Di samping istana kerajaan terdapat pula istana peraduan.

Candi Muara Takus


Candi Muara Takus terletak di desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten
Kampar. Jaraknya kurang lebih 135 km dari Kota Pekanbaru. Jarak antara kompleks candi ini
dengan pusat desa Muara Takus sekitar 2,5 km dan tak jauh dari pinggir Sungai Kampar
Kanan. Kompleks candi ini dikelilingi tembok berukuran 74 x 74 meter. Di luar arealnya
terdapat pula tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks ini
sampai ke pinggir Sungai Kampar Kanan. Di dalam kompleks ini terdapat pula bangunan
Candi Tua, Candi Bungsu, Mahligai Stupa, serta Palangka. Bahan bangunan candi terdiri dari
batu pasir, batu sungai, dan batu bata. Menurut sumber tempatan, batu bata untuk bangunan
ini dibuat di desa Pongkai, sebuah desa yang terletak di sebelah hilir kompleks candi. Bekas
galian tanah untuk batu bata itu sampai saat ini dianggap sebagai tempat yang sangat
dihormati penduduk. Untuk membawa batu bata ke tempat candi, dilakukan secara beranting
dari tangan ke tangan. Cerita ini walaupun belum pasti kebenarannya memberikan gambaran
bahwa pembangunan candi ini dilakukan secara bergotong royong oleh orang ramai. Selain
Candi Tua, Candi Bungsu, Mahligai Stupa, dan Palangka, di dalam kompleks candi ini
ditemukan pula gundukan yang diperkirakan sebagai tempat pembakaran tulang manusia. Di
luar kompleks ini terdapat pula bangunan-bangunan yang terbuat dari batu bata, yang belum
dapat dipastikan jenis bangunannya. Kompleks candi Muara Takus, satu-satunya peninggalan
sejarah yang berbentuk candi di Riau. Candi yang bersifat Budhistis ini merupakan bukti
pernahnya agama Budha berkembang di kawasan ini beberapa abad yang silam. Kendatipun
demikian, para pakar purbakala belum dapat menentukan secara pasti kapan candi ini
didirikan. Ada yang mengatakan abad kesebelas, ada yang mengatakan abad keempat, abad
ketujuh, abad kesembilan dan sebagainya.

Kelenteng Hoo Ann Kiong/Vihara Sejahtera Sakti Selatpanjang


Kelenteng Hoo Ann Kiong (lebih dikenal luas sebagai Vihara Sejahtera Sakti/Tua Pek Kong
Bio (Bahasa Hokkian)) adalah kelenteng tertua yang ada di Selatpanjang, dan juga
merupakan Kelenteng Tertua di Provinsi Riau. Kelenteng ini didirikan pada masa kolonial
Belanda dan sampai hari ini belum diketahui dengan pasti kapan berdirinya. Sejarawan
memprediksi kelenteng ini berumur lebih dari 150 tahun, setelah dilihat dari relief arsitektur
bangunannya. Kelenteng ini sangat dikenal luas oleh masyarakat Selatpanjang maupun
masyarakat luar negeri terutama bagi wisatawan Singapura dan Malaysia sebagai tempat
ibadah umat Buddha, maupun Konghucu.

Benteng Tujuh Lapis


Benteng Tujuh Lapis terletak di daerah Dalu-dalu, Kecamatan Tambusai, Kabupaten Rokan
Hulu. Benteng tanah ini dibuat oleh masyarakat Dalu-dalu pada masa Perang Paderi atas
petuah Tuanku Tambusai. Bekas benteng tersebut ditinggalkan Tuanku Tambusai pada
tanggal 28 Desember 1839. Disekitar daerah Dalu-dalu ini juga terdapat beberapa benteng
yang disebut Kubu.

Melihat perkembangan yang saat ini menggeliat pada sektor pariwisata keberadaan folklore
sebagai salah satu komoditi pemerkaya khasanah produk keparwisataan menjadi penting
kehadirannya. Bukan hanya merupakan salah satu alat atau media yang bisa menyampaikan
keunikan suatu daerah bedasarkan berbagai ragam cerita yang telah ada sejak masa lampau
namun keberadaan folklore juga sedikit banyak dapat memberikan inspirasi bagi masyarakat
pada hari ini akan nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh kearifan lokal dari tiap daerah.

Pada hari ini keberadaan folklore dihadapkan pada sebuah kenyataan miris yaitu teriris
eksistensinya oleh perkembangan zaman. Meskipun pada kasus-kasus tertentu seperti folklore
yang ceritanya telah melegenda dan familiar akan terjaga eksistensinya namun keberadaan
folklore dari daerah-daerah yang belum begitu dikenali nyata-nyatanya harus diakui bahwa
jika tidak ada niatan pendokumentasian dari pihak-pihak yang mau peduli maka bisa saja
folklore itu menghilang dari perdaran.

Eksistensi folklore sangata erat kaitannya dengan reputasi yang ia miliki, dalam hal ini jika
sebuah cerita makin dikenali oleh masyarakat luas maka keberadaannya pun akan senantiasa
diingat dan tidak lekang dari waktu. Mari tengok cerita mengenai malin kundang yang sangat
terkenal itu. Faktor kuncinya terletak pada seberapa besarkah reputasi yang dimiliki oleh
folklore itu untuk mencapai tingkat eksistensi yang baik.
Dampak yang nyata yang mana tentunya akan bisa dirasakan oleh banyak pihak adalah
meningkatnya rasa penasaran seseorang untuk mengetahui lebih jauh dan tidak menutup
kemungkinan seseorang akan mendatangi tempat dimana terjadinya insiden itu. Dalam topik
Suku Toraja cerita-cerita mengenai upacara pemakaman yang telah dikenal seantero
indonesia nyatanya berhasil membuat mereka hidup dan ditopang oleh pendapatan dari sektor
pariwisata.

Orang berbondong-bondong untuk mencoba mencari tahu seperti apa yang sebenarnya terjadi
di tempat asalnya. Faktor ketertarikan akan suatu keunikan ini menjadi salah satu motivasi
yang lumrah dan umum jika kita melihat pangsa pasar wisata minat khusus. Upacara
pemakaman yang begitu megah juga menjadi salah satu daya pikat. Tentu sulit dipercaya jika
halnya hanya untuk memakamkan seorang jenazah dibutuhkan sebuah rangkaian ceremonial
yang amat megah. Hal ini terbukti dapat menjadi daya pikat utama dari intisari kekuatan
pariwisata Tana Toraja.

Cerita-cerita lainnya seperti kebiasaan masyarakat, takhayul dan juga hal-hal yang memiliki
keunikan dengan level tertentu nantinya akan menjadi suatu produk komplementer dengan
melengkapi sajian utama yang merupakan jawaban dari motivasi pengunjung untuk mau
datang ke Tana Toraja. Dan dengan itu pula lah maka kekayaan khasanah budaya sebuah
etnik akan semakin tergali informasinya dan secara langsung akan mengakibatkan kemajuan
pariwisata. Karena tentu kita paham bahwasannya promosi yang baik adalah dengan
menyuguhkan informasi yang menarik, unik, dan memiliki nilai jual yang tinggi.

Pengetahuan akan Folklore juga bisa berguna sebagai penambah pengetahuan akan materi
bila halnya pembaca berprofesi sebagai pemandu. Dari sini Folklore tentu menawarkan
pesona cerita yang unik dan tersendiri dimana nantinya para wisatawan akan dibawa
imajinasinya untuk bisa segera bersahabat dengan calon destinasi yang akan ia kunjungi. Hal
ini akan sangat berguna untuk memprovokasi secara positif bagi para wisatawan yang tengah
pembaca tangani untuk nantinya kemudian memberikan sugesti yang cerdas supaya
wisatawan semakin bersemangat akan agenda perjalanan yang tengah ia jalani.

Kiranya paparan diatas dapat membuat pembaca sedikit terbuka pandangannya bahwasannya
cerita-cerita yang sifatnya mengandung keunikan serta memiliki daya tarik secara kehususan
kelompok dapat menjadi sebuah bekal yang layak untuk dapat dipresentasikan jika kalau-
kalau pembaca merupakan seorang guide profesional, sedang dalam tahapan menuju itu,
ataupun berpikir untuk menjadi guide.

Folklore bukan lisan Toraja rumah adat tongkonan

Dilihat dari segi fungsionalitasnya, Folklore dapat dikategorikan menjadi empat cabang
fungsi diantaranya adalah :
a. Sebagai sistem proyeksi artinya folklore disini berfungsi sebagai alat penggambaran angan-
angan secara kolektif. Bahwasannya keinginan dan imajinasi yang diciptakan oleh manusia
sering kali ingin diterjemahkan kedalam satu bentuk yang nyata.
b. Sebagai alat pengesahan dan menjadi bukti bahwasannya folklore menjadi lambang
kebudayaan bagi etnik komunitas tertentu dan memiliki ciri yang unik satu sama lainnya.
c. Sebagai alat pendidik anak dalam kaitannya pengajaran nilai-nilai luhur dan norma-norma
tak tertulis yang telah berlaku dalam komunitas etniknya selama lebih dari ratusan tahun.
d. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi oleh
anggota kolektifnya.

Di sisi lain Folklore bukan lisan Suku Toraja yang pada kali ini menjadi bahasan utama pada
entry kali ini memiliki pengertian umum bahwasannya folklore kategori ini bentuknya
memang bukan lisan tetapi cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Umumnya
meninggalkan bentuk materiil (artefak).

a. Arsitektur rakyat : yang termasuk ke dalam kategori arsitektur rakyat dalam kaitannya
dengan folklore bukan lisan adalah arsitektur yang berupa prasasti, bangunan-bangunan suci,
dan bangunan rumah tradisional. Secara definisi arsitektur disini ialah sebuah karya seni atau
ilmu merancang bangunan.

b. Kerajinan tangan rakyat : merupakan hasil dari kearifan lokal yang dimiliki oleh etnik-etnik
yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Dengan bentuk yang beraneka-ragam dan memiliki
ciri khasi tertentu yang menjelaskan keotentikan identitas suatu kebudayaan etnik itu.
Pembuatan kerajinan ini awalnya hanya ditujukan untuk sekedar mengisi waktu luang para
pelakunya serta untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Pada hari ini jenis kerajinan
rakyat merupakan salah satu variabel yang tidak dapat dipisahkan dari industri
kepariwisataan.

c. Pakaian atau Perhiasan Tradisional : bentuk visualisasi dalam berpakaian juga memiliki
cerita tersendiri dalam tiap sulamannya. Bentuk-bentuk baju khas daerah tentu memiliki
filosofi yang menarik untuk diketahui cerita dibalik itu semua dan memiliki daya tarik
keunikan tersendiri.
d. Obat-obatan tradisional : ramuan-ramuan yang dimiliki masing-masing etnik tentu
menyimpan cerita tersendiri dengan berbagai khasiat yang beragam. Dibalik itu semua segi
filosofis tiap etnik terhadap satu komponen obat-obatan tradisional tentu memiliki keunikan
sendiri yang juga memiliki ceritanya tersendiri.

e. Masakan dan minuman tradisional : cita rasa yang berbeda dan unik merupakan maksud
utama dari berkembangnya citra masakan dan minuman tradisional dari masa ke masa.
Kepopulerannya juga tidak lepas dari cerita berantai dari satu orang ke orang yang lain.

Selanjutnya dalam entry ini akan dibahas mengenai arsitektur rumah tongkonan toraja yang
mana merupakan rumah tradisional dari Suku Toraja di Kabupaten Tana Toraja. Rumah adat
ini memiliki filosofi yang cukup dalam dari banyak segi arsitekturnya. Yang mencolok dari
bangunan rumah adat tongkonan adalah bentuk atapnya yang menyerupai moncong perahu.
Dengan bercirikan rumah panggung dan di bawah ruma tersebut biasanya difungsikan
sebagai kandang kerbau ternakan keluarga pemilik rumah. Atap rumah adat tongkonan
hingga hari ini masih mempertahankan material utama sejak masa lampau yaitu masih
menggunakan ijuk hitam dan bentuknya melengkung persis seperti perahu yang telungkup
dengan buritan. Beberapa membandingkan kemiripan atap rumah tongkonan toraja dengan
rumah gadang di minang karena bentuknya yang relatif mirip yaitu menyerupai tanduk
kerbau.

Pembuatan rumah adat tongkonan sendiri melibatkan banyak elemen. Umumnya secara
tipikal masyarakat toraja secara bergotong-royong saling bantu dalam penyelenggaraan
pembangunan rumah tersebut. Dilihat dari fungsi sosialnya rumah adat tongkonan merupakan
pusat kehidupan sosial suku toraja ritual yang berhubungan dengan tongkonan sangatlah
penting dalam kehidupan serta kemaslahatan sosial masyarakat Suku Toraja. Keberadaan
rumah tongkonan sendiri melambangkan hubungan penghuni yang saat ini masih hidup
dengan para leluhur mereka.

Menurut cerita masyarakat Suku Toraja, tongkonan pertama dibangun di surga dengan empat
tiang, ketika leluhur suku toraja turun ke bumi, dia meniru model rumah tersebut dan
mencoba membangun sebuah tempat tinggal yang serupa dengan yang ia jumpai di surga.
Selesai membangun dengan usaha yang amat keras maka ia menggelar sebuah upacara yang
besar. Pembangunan rumah adat tongkonan sendiri sebenarnya membutuhkan usaha yang
keras dan keuletan yang tinggi. Biasanya proses pembuatannya itu akan sangat melelahkan
dan melibatkan seluruh anggota keluarga serta kerabat. Sedikitnya ada tiga jenis rumah
tongkonan yang dapat dijumpai di Tana Toraja :

1. Tongkonan Layuk ialah bangunan yang menjadi tempat kekuasaan tertinggi. Fungsi
kegunaannya adalah sebagai pusat pemerintahan dalam suku secara internal.
2. Tongkonan Pekamberan adalah milik anggota keluarga yang memiliki wewenang tertentu
dalam adat dan tradisi lokal.
3. Tongkonan Batu adalah tempat tinggal bagi anggota keluarga biasa.

Pada hari ini sulit untuk membedakan yang manakah rumah tongkonan yang merupakan
rumah para bangsawan dengan rumah yang bukan berasal dari keluarga bangsawan karena
kini akses menuju luar Tana Toraja semakin mudah dan para warga juga sudah banyak yang
mencari nafkah diluar Tana Toraja. Dengan demikian mereka dapat membangun rumah yang
sama megahnya sehingga sulit dibedakan mana rumah bangsawan dan mana yang bukan.
Dilihat dari posisinya rumah adat tongkonan Toraja selalu menghadap kearah utara dan
letaknya berjejer serta atapnya yang meruncing keatas. Hal ini melambangkan bahwa leluhur
mereka berasal dari utara. Dalam falsafaj Suku Toraja Ketika nanti meninggal dunia maka
seluruh arwah orang toraja akan berkumpul bersama arwah leluhurnya di utara.

Kata tongkonan sendiri berasal dari kata tongkon yang bermakna menduduki atau tempat
duduk. Dikatakan sebagai tempat duduk karena dahulu menjadi tempat berkupulnya
bangsawan toraja yang duduk dalam tongkonan untuk berdiskusi. Rumah adat ini selain
berfungsi sebagai tempat tinggal juga memiliki fungsi sosial budaya yang bertingkat-tingkat
di masyarakat.

Masyarakat Suku Toraja menganggap rumah tongkonan sebagai ibu, sedangkan alang sura
(lumbung padi) dianggap sebagai bapak. Bagian dalam rumah memiliki makna filosofis yang
berbeda-beda pula. Bagian ini terbagi atas tiga bagian yaitu utara, tengah, dan selatan.
Ruangan di bagian utara disebut tangalok yang memiliki fungsi sebagai ruang tamu, tempat
anak-anak tidur, serta tempat meletakkan sesaji. Ruangan sebelah selatan disebut sumbung
yang merupakan ruangan untuk kepala keluarga tetapi juga dianggap sebagai sumber
penyakit. Ruangan bagian tengah disebut dengan sebutan Sali dimana pada tempat ini
terdapat ruang untuk makan, pertemuan kelaurga, dapur, serta tempat meletakkan jenazah
anggota keluarga yang masih belum sempat untuk dikuburkan.

Mayat orang mati masyarakat Toraja tidak langsung dikuburkan tetapi disimpan di rumah
tongkonan. Agar mayat tidak berbau dan membusuk maka dibalsem dengan ramuan
tradisional yang terbuat dari daun sirih dan getah pisang. Sebelum upacara penguburan,
mayat tersebut dianggap sebagai orang sakit dan akan disimpan dalam peti khusus. Peti
mati tradisional Toraja disebut erong yang berbentuk kerbau (laki-laki) dan babi
(perempuan). Sementara untuk bangsawan berbentuk rumah adat. Sebelum upacara
penguburan, mayat juga terlebih dulu disimpan di alang sura (lumbung padi) selama 3 hari.
Lumbung padi tersebut tiang-tiangnya dibuat dari batang pohon palem (bangah) yang licin,
sehingga tikus tidak dapat naik ke dalam lumbung. Di bagian depan lumbung terdapat
berbagai ukiran, antara lain bergambar ayam dan matahari yang merupakan simbol untuk
menyelesaikan perkara.

Secara kasat mata ketika kita melihat bangunan rumah adat tongkonan ada ciri lain yang
cukup menonjol yaitu epala kerbau menempel di depan rumah dan tanduk-tanduk kerbau
pada tiang utama di depan setiap rumah. Jumlah tanduk kepala kerbau tersebut berbaris dari
atas ke bawah dan menunjukan tingginya derajat keluarga yang mendiami rumah tersebut. Di
sisi kiri rumah yang menghadap ke arah barat dipasang rahang kerbau yang pernah di
sembelih. Di sisi kanan yang menghadap ke arah timur dipasang rahang babi.

Ornamen rumah tongkonan berupa tanduk kerbau serta empat warna dasar yaitu: hitam,
merah, kuning, dan putih yang mewakili kepercayaan asli Toraja (Aluk To Dolo). Tiap warna
yang digunakan melambangkan hal-hal yang berbeda. Warna hitam melambangkan kematian
dan kegelapan. Kuning adalah simbol anugerah dan kekuasaan ilahi. Merah adalah warna
darah yang melambangkan kehidupan manusia. Dan, putih adalah warna daging dan tulang
yang artinya suci.

Tongkonan milik bangsawan Toraja berbeda dengan dari orang umumnya. Yaitu pada bagian
dinding, jendela, dan kolom, dihiasi motif ukiran yang halus, detail, dan beragam. Ada ukiran
bergambar ayam, babi, dan kerbau, serta diselang-seling sulur mirip batang tanaman.
Menurut cerita masyarakat setempat bahwa tongkonan pertama itu dibangun oleh Puang
Matua atau sang pencipta di surga. Dulu hanya bangsawan yang berhak membangun
tongkonan. Selain itu, rumah adat tongkonan tidak dapat dimiliki secara individu tapi
diwariskan secara turun-temurun oleh marga suku Toraja.

Rumah tongkonan rata-rata dibangun selama tiga bulan dengan sepuluh pekerja. Kemudian
ditambah proses mengecat dan dekorasi satu bulan berikutnya. Setiap bagian tongkonan
melambangkan adat dan tradisi masyarakat Toraja. Dalam perkembangannya hingga hari ini
Rumah adat tongkonan akan terus dibangun dan didekorasi ulang oleh masyarakat Toraja.
Hal itu bukan karena alasan perbaikan tetapi lebih untuk menjaga gengsi dan pengaruh dari
kaum bangsawan. Pembangunan kembali rumah tongkonan akan disertai upacara rumit yang
melibatkan seluruh warga dan tidak jauh berbeda dengan upacara pemakaman.

terima kasih

Madito Mahardika

Anda mungkin juga menyukai