Anda di halaman 1dari 14

MODUL

MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA

PUISI RAKYAT(PANTUN, SYAIR, DAN BENTUK


PUISI RAKYAT SETEMPAT)

Oleh
Tim Dosen Bahasa Indonesia

UNTUK KEGIATAN
PELATIHAN PENINGKATAN MUTU GURU
DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA
TAHUN 2017

1
PUISI RAKYAT
(PANTUN, SYAIR, DAN BENTUK PUISI RAKYAT SETEMPAT)

A. Pengantar
Menjadi guru Bahasa Indonesia SMP, Anda harus perlu menguasai materi
puisi rakyat (pantun, syair, dan bentuk puisis rakyat setempat) secara
cukup mendalam. Wawasan serta gagasan yang kreatif bagi seorang guru
Bahasa Indonesia sangat diperlukan dalam mengembangkan berbagai
kegiatan siswa yang berkaitan dengan puisi rakyat (pantun, syair, dan
bentuk puisis rakyat setempat). Sebagai guru, Anda juga harus membuat
alat penilaian yang setara Ujian Nasional (UN) pada materi puisi rakyat
(pantun, syair, dan bentuk puisis rakyat setempat)

Untuk materi puisi rakyat (pantun, syair, dan bentuk puisis rakyat
setempat). Kompetensi Dasar pengetahuan dan keterampilan yang harus
dikuasai siswa SMP adalah di bawah ini.
Pengetahuan
3.13. Mengidentifikasi informasi (pesan, rima, dan pilihan kata) dari puisi
rakyat (pantun, syair, dan bentuk puisi rakyat setempat) yang
dibaca dan didengar
3.14. menelaah struktur dan kebahasaan puisi rakyat (pantun, syair, dan
bentuk puisi rakyat setempat) yang dibaca dan didengar

Keterampilan
4.13. Menyimpulkan isi puisi rakyat (pantun, syair, dan bentuk puisi
rakyat setempat) yang disajikan dalam bentuk tulis dan lisan
4.14. menelaah struktur dan kebahasaan puisi rakyat (pantun, syair, dan
bentuk puisi rakyat setempat) yang dibaca dan didengar

SKL UN 2017 yang terkait dengan materi ini adalah sebagai berikut:
1. Siswa dapat menentukan makna kata dalam puisi rakyat (pantun,
syair, dan bentuk puisi rakyat setempat)
2. Siswa dapat menyimpulkan makna tersurat dalam puisi rakyat
(pantun, syair, dan bentuk puisi rakyat setempat)

B. TUJUAN

2
Setelah mempelajari modul Anda seharusnya memiliki kemampuan
sebagai berikut:
1. Peserta diklat mampu menguasai materi puisi rakyat (pantun,
syair, dan bentuk puisi rakyat setempat)
2. Peserta diklat mampu merumuskan indikator setara ujian nasional
untuk kompetensi yang berkaitan dengan puisi rakyat (pantun,
syair, dan bentuk puisi rakyat setempat)
3. Peserta diklat mampu menyusun butir soal setara ujian nasional
sesuai dengan rumusan indikator pada materi puisi rakyat
(pantun, syair, dan bentuk puisi rakyat setempat)

C. URAIAN MATERI
Jan Harold Brunvand (dalam Danandjaya, 1984:21-22) memilahkan
folklor ke dalam tiga tipe, yaitu: (1) folklor lisan (verbal folklore), (2)
folklor sebagian lisan (partly verbal folklore), dan (3) folklor bukan lisan
(non verbal folklore). Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya
memang murni lisan. Bentuk-bentuk (genre) folklor yang termasuk ke
dalam kelompok besar ini, di antaranya: (a) bahasa rakyat (folk speech)
seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan titel kebangsawanan;
(b) ungkapan tradisional, seperti peribahasa, pepatah, dan pameo; (c)
pertanyaan tradisional, seperti teka-teki; (d) puisi rakyat, seperti
pantun, gurindam, dan syair; (e) cerita prosa rakyat, seperti mite,
legenda, dan dongeng; dan (f) nyanyian rakyat.
Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan
campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Kepercayaan rakyat,
misalnya, yang oleh orang “modern” seringkali disebut tahyul itu,
terdiri atas pernyataan yang bersifat lisan ditambah dengan gerak
isyarat yang dianggap mempunyai makna gaib, seperti ikon salib
Kristus bagiorang Kristen Katolik yang dianggap dapat melindungi
seseorang dari gangguan setan. Kepercayaan masyarakat terhadap
benda material yang dianggap berkhasiat untuk melindungi atau
dapat membawa rezeki, seperti batu-batu permata tertentu. Bentuk-
bentuk folklor yang tergolong ke dalam kelompok besar ini, selain
kepercayaan rakyat yaitu permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat,
adat-istiadat, upacara, dan pesta rakyat.
Folklor bukan lisan yaitu folklor yang bentuknya bukan lisan,
walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok besar
ini dapat dibagi menjadi dua sub kelompok, yakni yang material dan
yang bukan material. Bentuk-bentuk folklor yang tergolong material, di
antaranya: arsitektur rakyat (bentuk rumah asli daerah, bentuk
lumbung padi, dan sebagainya), kerajinan tangan rakyat, pakaian dan

3
perhiasan tubuh adat, makanan dan minuman rakyat, obat-obatan
tradisional. Sedangkan yang termasuk yang bukan material, di
antaranya: gerak isyarat tradisional (gesture), bunyi isyarat untuk
komunikasi rakyat (kentongan tanda bahaya di Jawa atau bunyi
gendang untuk mengirim berita seperti yang dilakukan di Afrika), dan
musik rakyat.

Puisi Rakyat
Kekhususan genre folklor lisan ini adalah kalimatnya tidak berbetuk
bebas melainkan berbentuk terikat. Sajak atau puisi rakyat adalah
kesusastraan rakyat yang sudah tertentu bentuknya, biasanya terjadi
dari beberapa deret kalimat, ada yang berdasarkan mantra, ada yang
berdasarkan panjang pendek, suku kata, lemah tekanan suara, atau
hanya berdasarkan irama.
Puisi rakyat dapat berbentuk macam-macam, antara lain dapat
berbentuk ungkapan tradisional (peribahasa), pertanyaan tradisional
(teka-teki), cerita rakyat, dan kepercayaan rakyat yang berupa mantra-
mantra.
Puisi rakyat biasanya digunakan untuk kegiatan-kegiatan kesenian
rakyat yang merupakan sebagian dari budaya rakyat yang
dipersembahkan, disampaikan, dan disebarluaskan dalam bentuk
lisan.
Jenis Puisi Rakyat
1. Ungkapan tradisional
Menurut Hutomo (1993:65-66) ungkapan tradisional adalah
perkataan atau sekelompok kata yang khusus untuk menyatakan
sesuatu maksud dengan arti kiasan. Ungkapan itu mempunyai
berbagai jenis; (a) ungkapan yang berkaitan dengan
kepercayaan/kegiatan hidup; (b) ungkapan yang berkaitan dengan
permainan; (c) ungkapan yang berfungsi untuk mengenakan
pembicaraan; (d) ungkapan yang berkaitan dengan bahasa
larangan; (e) ungkapan yang berisi status sosial; (f) ungkapan yang
berkaitan dengan bahasa rahasia; (g) ungkapan yang berkaitan
dengan ejekan; dan (h) ungkapan yang bertalian dengan
kekeluargaan.
Ungkapan tradisional mempunyai nilai-nilai atau pesan yang
dipercaya oleh masyarakat pendukungnya. Misal, “gugur gunung”
ungkapan ini bermakna kerja yang dilakukan secara bersama-sama
seakan-akan meruntuhkan gunung. Padahal ungkapan ini
dimaksudkan untuk mengajak masyarakat bekerjasama. Dalam
bekerjasama, masyarakat berbondong-bondong untuk lebih
‘merasa dekat’ satu sama lain dalam mewujudkan kerjasama yang

4
damai. Ungkapan ‘gugur gunung’ lebih dikenal dalam masyarakat
Jawa. Kebersamaan sebagai simbol keakraban menambah kekuatan
dalam mengerjakan sesuatu.
2. pertanyaan tradisional (teka-teki) adalah pertanyaan yang bersifat
tradisional dan mempunyai jawaban yang tradisional pula.
Pertanyaan dibuat sedemikian rupa sehingga jawabannya sukar,
bahkan seringkali baru dijawab setelah mengetahui lebih dahuli
jawabannya. Walaupun peribahasa dan teka-teki adalah bentuk
“kecil” jika dibandingkan dengan cerita prosa rakyat dan nyanyian
rakyat. Misalnya, apa itu yang berteriak, tetapi tidak dapat
berbicara?. Jawabannya kereta api.
3. cerita rakyat adalah cerita yang berkembang di masyarakat, yang
penyebarannya secara turun-temurun, yang dianggap benar-benar
terjadi. Beberapa ciri pengenal, seperti: (a) penyebaran dan
pewarisannya bersifat lisan; (b) bersifat tradisional; (c) ada (exist)
dalam versi-versi bahkan varian yang berbeda; (d) bersifat anonim;
(e) biasanya memiliki bentuk berumus, (f) mempunyai kegunaan
(fungsi) dalam kehidupan bersama kolektifnya; (g) bersifat
pralogis; (h) milik bersama (kolektif); dan (i) pada umumnya
bersifat polos dan lugu. Yang termasuk dalam cerita rakyat adalah
mite, legenda, dan dongeng. Cerita rakyat yang berkembang di
Indonesia memiliki ciri khas tersendiri berupa legenda asal asul
dan nama tempat, danau, gunung, atau situs dan benda bersejarah
lainnya.
Cerita rakyat adalah cerita legenda suatu daerah yang
berkembang yang dipelihara oleh warga dan kadang dipercayai
kebenarannya sebagai peristiwa nyata, namun tak jarang beberapa
orang menganggapnya sebagai mitos dan dongeng belaka.
Keberadaan cerita rakyat pada masing-masing daerah ini tentunya
ikut memperkaya khasanah budaya tradisional Indonesia.
Misalnya Legenda Asal Mula Danau Toba, Sangkuriang, Asal Mula
Banyuwangi, Mitos Nyi Rara Kidul di pantai selatan Jawa Timur
(dari Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Malang Selatan,
Lumajang, sampai Banyuwangi) terbesit pesan pelestarian
lingkungan hidup. Demikian juga dengan mite Gunung Kelud yang
mempunyai pesan bahwa memelihara lingkungan hidup untuk
menjaga kelangsungan ekosistem. Berdasarkan cerita tentang
Lembu Suro maka masyarakat di lereng Gunung Kelud secara
rutin pada tanggal 23 bulan Suro mengadakan tolak bala sumpah
tersebut berupa Larung Sesaji.

5
4. kepercayaan rakyat adalah kepercayaan yang berkembang di
masyarakat. Kepercayaan rakyat, misalnya, yang oleh orang
“modern” seringkali disebut takhayul itu, terdiri atas pernyataan
yang bersifat lisan ditambah dengan gerak isyarat yang dianggap
mempunyai makna gaib. Kepercayaan masyarakat terhadap benda
yang dianggap berkhasiat untuk melindungi atau dapat membawa
rezeki, seperti batu-batu permata tertentu atau pusaka juga
termasuk folklor sebagian lisan. Kepercayaan-kepercayaan yang
sudah turun-temurun itu dipercaya masyarakat sebagai suatu
tradisi. Tradisi dalam bentuk lisan karena diturunkan melalui
lisan. Kebudayaan yang berbentuk lisan ini juga mempengaruhi
masyarakat yang memiliki tradisi-tradisi tersebut. Contoh
kepercayaan masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat Papua, terdapat kepercayaan te aro neweak lako
(alam adalah aku). Gunung Ersberg dan Grasberg sebagai
kepala mama, tanah dianggap sebagai bagian dari hidup
manusia. Dengan demikian pemanfaatan sumber daya alam
secara hati-hati.
2. Masyarakat Serawai, Bengkulu, terdapat keyakinan celako
kumali. Kelestarian lingkungan terwujud dari kuatnya
keyakinan ini yaitu tata nilai tabu dalam berladang dan tradisi
tanam tanjak.
3. Masyarakat Dayak Kenyah, Kalimantan Timur, terdapat
tradisi tana’ ulen. Kawasan hutan dikuasai dan menjadi milik
masyarakat adat. Pengelolaan tanah diatur dan dilindungi oleh
aturan adat.
4. Masyarakat Undau Mau, Kalimantan Barat. Masyarakat ini
mengembangkan kearifan lingkungan dalam pola penataan
ruang pemukiman, dengan mengklasifikasi hutan dan
memanfaatkannya. Perladangan dilakukan dengan rotasi
dengan menetapkan masa bera, dan mereka mengenal tabu
sehingga penggunaan teknologi pertanian sederhana dan ramah
lingkungan.
5. Masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan, Kampung
Dukuh, Jawa Barat. Mereka mengenal upacara tradisional,
mitos, tabu, sehingga pemanfaatan hutan hati-hati. Tidak
diperbolehkan eksploitasi kecuali atas izin sesepuh adat.
6. Masyarakat Bali dan Lombok mempunyai kearifan lingkungan
awig-awig. Awig-awig adalah suatu produk hukum dari suatu
organisasi tradisional di Bali, yang umumnya dibuat secara
musyawarah mufakat oleh seluruh anggotanya dan berlaku
sebagai pedoman bertingkah laku dari anggota organisasi yang

6
bersangkutan. Dengan demikian, awig-awig adalah patokan-
patokan tingkah laku yang dibuat oleh masyarakat yang
bersangkutan berdasarkan rasa keadilan dan rasa kepatutan
yang hidup dalam masyarakat yang bersangkutan.

Pantun
Pantun adalah genre puisi Melayu tradisional. Pantun merupakan
salah satu jenis puisi lama. Pantun berasal dari kata patuntun dalam
bahasa Minangkabau yang berarti “petuntun”. Dalam bahasa Jawa,
misalnya, dikenal sebagai parikan, dalam bahasa Sunda dikenal sebagai
paparikan, dan dalam bahasa Batak dikenal sebagai umpasa (baca:
uppasa). Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris
bila dituliskan), setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, bersajak akhir
dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a).
Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang
dijumpai juga pantun yang tertulis. Dalam pantun, pilihan kata yang
baik, tepat, bermakna, sangat penting karena dengan cara seperti itu
akan dianggap lebih menarik, komunikatif, dan dapat membangkitkan
perasaan pendengarnya. Jenis pantun diantaranya pantun budi,
pantun agama, pantun anak muda, pantun percintaan, pantun berkait
dan sebagainya. Contoh:
Tanjung bukit jauh ke tengah
Gunung Daik bercabang tiga;
Hancur badan di kandung tanah
Budi baik dikenang juga
(Suffifah, no 74)

Syair
Syair adalah salah satu puisi lama. Syair berasal dari Persia, dan
dibawa masuk ke Nusantara bersama dengan masuknya Islam ke
Indonesia. Istilah Syair berasal dari bahasa arab yaitu Syi’ir atau
Syu’ur yang berarti “perasaan yang menyadari”, kemudian kata
Syu’ur berkembang menjadi Syi’ru yang berarti puisi dalam
pengetahuan umum. Dalam perkembangannya syair tersebut
mengalami perubahan menjadi khas Melayu, tidak lagi mengacu pada
tradisi sastra syair negeri Arab. Penyair yang berperan besar dalam
membentuk syair khas Melayu adalah Hamzah Fansuri dengan
karyanya, antara lain: Syair Perahu, Syair Burung Pingai, Syair

7
Dagang, dan Syair Sidang Fakir. Ada juga syair Bidasari, syair Ken
Tambuhan, syair Raja Siak dan lain sebagainya.
Ciri-ciri syair antara lain : (1).  Setiap bait terdiri dari empat baris,
(2) Setiap baris terdiri atas 8-14 suku kata, (3).  Bersajak a-a-a-a, (4).
Semua baris adalah isi, dan (5).  Bahasanya biasanya kiasan.

Contoh:
Syair Abdul Muluk
 
Berhentilah kisah raja Hindustan,
Tersebutlah pula suatu perkataan
Abdul Hamit syah padaku sultan,
Duduklah baginda bersuka-sukaan.
 
Abdul Muluk putra baginda,
Besarlah sudah bangsawan muda,
Cantik majelis usulnya syahdam
Tiga belas tahun umurnya ada.
 
Paras elok amat sempurna,
Petah menjelis bijak laksana,
Memberi hati bimbang gulana,
Kasih kepadanya mulya dan hina

Gurindam
Gurindam adalah karya sastra Melayu lama yang terdiri atas dua baris
yang memiliki rima atau sajak yang sama dan berisi nasihat atau
petuah( Rosidi, 1968). Pada baris kalimat pertama merupakan masalah
dan baris kedua merupakan solusi. Sajak gurindam saling berkaitan.
Ciri umum gurindam: (a) terdiri atas dua baris tiap baitnya, (b) setiap
baris memiliki makna, (c) tiap baris terdiri atas 10-14 kata, (d) pola
rima A-A, B-B, C-C, (e) umumnya berisi nasihat atau petuah.

D. CONTOH INDIKATOR, SOAL, DAN PEMBAHASAN


Setelah mempelajari materi di atas, Anda mencermati contoh soal yang
setara UN pada materi ini. Pada contoh ini, disertakan pula rumusan
indikator. Agar soal mudah disusun, indikator soal yang baik
menggunakan kata kerja operasional yang sesuai di SKL UN, yang
meliputi: kondisi, audiens, behavior, dan derajat pencapaian (C, A, B,
D).
Indikator: Menyimpulkan ciri umum puisi rakyat
Butir soal: Sebutkan ciri umum pantun, syair, dan gurindam!
Pembahasan:

8
Ciri umum pantun: empat larik (atau empat baris bila dituliskan),
setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, bersajak akhir dengan pola a-b-
a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a).
Ciri umum syair: (1).  Setiap bait terdiri dari empat baris, (2) Setiap
baris terdiri atas 8-14 suku kata, (3).  Bersajak a-a-a-a, (4).  Semua baris
adalah isi, dan (5).  Bahasanya biasanya kiasan.
Ciri umum gurindam: (a) terdiri atas dua baris tiap baitnya, (b) setiap
baris memiliki makna, (c) tiap baris terdiri atas 10-14 kata, (d) pola
rima A-A, B-B, C-C, (e) umumnya berisi nasihat atau petuah.

E. PELATIHAN SOAL

Kerjakan soal-soal pelatihan di bawah ini.


Indikato Butir soal sesuai
r indikator
Menyimpulkan ciri 1. Berikut ini adalah ciri-ciri
umum puisi rakyat pantun, kecuali....
a. Terdiri atas empat larik, 2
sampiran dan 2 isi
b. setiap baris terdiri dari 8-12
suku kata
c. bersajak akhir a-b-a-b dan
a-a-a-a
d. bahasa kiasan

Indikator: Membandingkan persamaan dan perbedaan struktur


pantun, syair, dan gurindam pada teks yang dibaca dan
didengar
Butir Soal: Sebutkan persamaan dan perbedaan struktur pantun, syair,
dan gurindam!
Pembahasan:
Struktur pantun terdiri atas: dua larik sampiran dan dua larik isi. Dua
larik pertama merupakan pengantar, sedangkan dua larik berikutnya
merupakan isi. Makna larik 1 dan 2 serta 3-4 tidak berhubungan.
Berdasarkan jenis kalimatnya, larik 1 dan 2 berdiri sendiri dan larik 3
serta 4 adalah saran.
Struktur syair terdiri atas: Setiap bait terdiri dari empat baris, pola rima
sama a a a a, keempat larik syair dan merupakan bait-bait yang saling
terkait, menggunakan kalimat menyapa, larik ke 2 dan 3 biasanya

9
ditujukan kepada generasi muda, larik keempat merupakan akibat jika
menjalankan yang ke 2 dan 3. Kata yang digunakan bersifat simbolik.
Struktur gurindam: mempunyai dua larik yang saling berhubungan,
kalimat yanng digunakan merupakan pola hubungan syarat.

PELATIHAN SOAL

Kerjakan soal-soal pelatihan di bawah ini.


Indikato Butir soal sesuai
r indikator
Membandingkan Persamaan struktur pantun dan
persamaan dan syair adalah.......
perbedaan a. mempunyai makna
struktur pantun, b. kiasan
syair, dan c. mempunyai pola
gurindam pada d. menggunakan kalimat
teks yang dibaca perintah
dan didengar

Indikator: Mendaftar kata /kalimat yang digunakan pada puisi rakyat


yang dibaca atau didengar
Butir Soal:
Taruh besi di atas meja
Dibawa pergi ke desa
Kalau sudah rusak generasi muda
Siapa lagi harapan bangsa
Carilah kata-kata sulit pada pantun di atas! Kemudian tentukan
maknanya!
Pembahasan:
Soal ini bisa ddikerjakan jika siswa memahami pengertian kata-kata
sulit pada pantun

PELATIHAN SOAL

Kerjakan soal-soal pelatihan di bawah ini.


Indikato Butir soal sesuai

10
r indikator
Mendaftar kata Batang keladi batang seledri,
/kalimat yang Masak putih untuk makan,
digunakan pada Sebelum masanya insaflah diri,
puisi rakyat yang Kain putih membalut badan
dibaca atau Zainab, no 108)
didengar Apakah makna kata membalut
pada pantun di atas?
a. Mengenakan
b. Mengendarai
c. membungkus
d. membalut

F. Pelatihan Merumuskan Indikator dan Menyusun Butir Soal


Berdasarkan kisi-kisi UN yang terdapat dalam pengantar modul ini,
rumuskan sebuah indikator butir soal dan kembangkan menjadi sebuah
butir soal.
Indikator :
1. menentukan makna kata dalam puisi rakyat (pantun, syair, dan
bentuk puisi rakyat setempat)
2. menyimpulkan makna tersurat dalam puisi rakyat (pantun, syair,
dan bentuk puisi rakyat setempat)
Butir Soal:
1. Jelaskan makna pada pantun di bawah ini!
Bunga melati bunga di darat,
Bunga seroja di tepi kali,
Hina besi karena karat,
Hina manusia tidak berbudi.
(sufifah, no 232)
2. Jelaskan makna kutipan syair di bawah ini!
Syair Burung Unggas
Unggas itu yang amat burhana,
Daimnya nantiasa di dalam astana,
Tempatnya bermain di Bukit Tursina,
Majnun dan Laila adalah disana.

Unggas itu bukannya nuri,


Berbunyi ia syahdu kala hari,
Bermain tamasya pada segala negeri,
Demikianlah murad insan sirri.

11
Unggas itu bukannya balam,
Nantiasa berbunyi siang dan malam,
Tempatnya bermain pada segala alam,
Disanalah tamasya melihat ragam.

Unggas tahu berkata-kata,


Sarangnya di padang rata,
Tempat bermain pada segala anggota,
Ada yang bersalahan ada yang sekata.

Unggas itu terlalu indah,


Olehnya banyak ragam dan ulah,
Tempatnya bermain di dalam Ka’bah,
Pada Bukit Arafat kesudahan musyahadah.

Unggas itu bukannya meuraka,


Nantiasa bermain di dalam surga,
Kenyataan mukjizat tidur dan jaga,
Itulah wujud meliputi rangka.

Unggas itu terlalu pingai,


Nantiasa main dalam mahligai,
Rupanya elok sempurna bisai,
Menyamarkan diri pada sekalian sagai.

Unggas itu bukannya gagak,


Bunyinya terlalu sangat galak,
Tempatnya tamasya pada sekalian awak,
Itulah wujud menyatakan kehendak.

Unggas itu bukannya bayan,


Nantiasa berbunyi pada sekalian aiyan,
Tempatnya tamasya pada sekalian kawan,
Itulah wujud menyatakan kelakuan.

Unggas itu bukannya burung,


Nantiasa berbunyi di dalam tanglung,
Tempat tamasya pada sekalian lurung,
Itulah wujud menyatakan Tulung.

Unggas itu bukannya Baghdadi,


Nantiasa berbunyi di dalam jawadi,
Tempatnya tamasya pada sekalian fuadi,

12
Itulah wujud menyatakan ahli.

Unggas itu yang wiruh angkasamu,


Nantiasa asyik tiada kala jemu,
Menjadi dagang lagi ia jamu,
Ialah wujud menyatakan ilmu.

Thairul aryani unggas sulthani,


Bangsanya nurur-Rahmani,
Tasbihatal’lah subhani,
Gila dan mabuk akan Rabbani.

Unggas itu terlalu pingai,


Warnanya terlalu terlalu bisai,
Rumahnya tiada berbidai,
Dudujnya daim di balik tirai.

Putihnya terlalu suci,


Daulahnya itu bernama ruhi,
Milatnya terlalu sufi,
Mushafnya bersurat kufi.

Arasy Allah akan pangkalnya,


Janibul’lah akan tolannya,
Baitul’lah akan sangkarnya,
Menghadap Tuhan dengan sopannya.

Sufinya bukannya kain,


Fi Mekkah daim bermain,
Ilmunya lahir dan batin,
Menyembah Allah terlalu rajin.

Kitab Allah dipersandangkannya,


Ghaibul’lah akan pandangnya,
Alam Lahut akan kandangnya,
Pada ghairah Huwa tempat pandangnya.

Zikrul’lah kiri kanannya,


Fikrul’lah rupa bunyinya,
Syurbah tauhid akan minumnya,
Dalam bertemu dengan Tuhannya. 

F. Daftar Rujukan

13
1. Danandjaya, James. 1984 Folklor Indonesia: ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain.
Jakarta: Grafitipers.
2. Rosidi, Ajib. 1968. Ikhtisar Sejarah Sastra. Jakarta: Bina Cipta
3. Yuwana, Setya. 2014. Metode Penelitian Sastra Lisan: Lamongan: Pustaka Ilalang

14

Anda mungkin juga menyukai