Anda di halaman 1dari 6

Pengertian Folklor

Kata folklor berasal dari bahasa Inggris folklore, yang merupakan kata majemuk
yang berasal dari dua kata dasar folk dan lore. Beberapa pengertian folklor dari tokoh:
1. Alan Dundes
Folk berarti sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, kebudayaan
sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Sedangkan lore adalah tradisi folk,
yaitu sebagian kebudayaannya yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui
suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.
2. Leach dan Jerome
Dalam bukunya berjudul Dictionary of Folklore Mythology and Legend, yaitu:
a. Folklor mencakup kreasi tradisional masyarakat primitif (sederhana) maupun beradab.
b. Folklor adalah ilmu tentang kepercayaan tradisional, cerita-cerita takhyul yang semuanya
berkaitan dengan hal-hal yang supranatural.
3. Danandjaja
Folklor secara keseluruhan adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan
diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang
berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat
pembantu pengingat.
Secara keseluruhan folklor dapat didefinisikan yaitu sebagian kebudayaan suatu kolektif,
yang tersebar dan diwariskan turun temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara
tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai
dengan gerak isyarat atau alat pembantu. Folklor dimaksudkan sebagai sekumpulan ciptaan
tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat, yang
menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan
atau diikuti secara turun temurun.
Folklor sebagai bagian dari kebudayaan suatu kolektif, tentunya memiliki cirri ciri
tersendiri yang merupakan identitas pembeda dengan kebudayaan yang lain. Ciri-ciri pengenal
folklor telah banyak dikemukakan oleh para ahli seperti Brunvand dan Carvalho-Neto, ciri-ciri
pengenal yang dikemukakan mereka kemudian dirumuskan oleh Danandjaja (2002), yaitu:
a. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan,
yakni disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu contoh yang disertai
dengan gerak isyarat, dan alat pembantu pengingat) dari satu generasi ke generasi berikutnya.
b. Folklor bersifat tradisional,
yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar. Disebarkan di antara
kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi).

c. Folklor ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang bebeda.


Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut (lisan), biasanya bukan melalui
cetakan atau rekaman, sehingga oleh proses lupa diri manusia atau proses interpolasi, folklor
dengan mudah dapat mengalami perubahan. Walaupun demikian perbedaannya hanya terletak
pada bagian luarnya saja, sedangkan bentuk dasarnya dapat tetap bertahan.
d. Folklor bersifat anonim,
yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui orang lagi.
e. Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola.
Cerita rakyat, misalnya, selalu mempergunakan kata-kata klise seperti bulan empat belas untuk
menggambarkan kecantikan seorang gadis dan seperti ular berbelit-belit untuk
menggambarkan kemarahan seseorang, atau ungkapan-ungkapan tradisional, ulangan-ulangan,
dan kalimat-kalimat atau kata-kata pembukaan dan penutupan yang baku, seperti kata sahibul
hikayat dan mereka pun hidup bahagia untuk seterusnya, atau Menurut empunya cerita
demikianlah konon atau dalam dongeng Jawa banyak dimulai dengan kalimat Anuju sawijining
dina (pada suatu hari), dan ditutup dengan kalimat : A lan B urip rukun bebarengan kayo mimi
lan mintuna (A dan B hidup rukun bagaikan mimi jantan dan mimi betina).
f. Folklor mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif.
Cerita rakyat, misalnya mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial,
dan proyeksi keinginan terpendam.
g. Folklor bersifat pralogis,
yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. Ciri pengenal ini
terutama berlaku bagi folklor lisan sebagai.
h. Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu.
Hal ini sudah tentu diakibatkan karena penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui
lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.
i. Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar,
terlalu spontan.
Hal ini dapat dimengerti apabila mengingat bahwa banyak folklor merupakan proyeksi
emosi manusia yang paling jujur manifestasinya

Menurut Jan Harold Brunvand dalam Danandjaja (2002) seorang ahli folklore AS, folklor
dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya: (1) folkor lisan (verbal
folklore), (2) folklor sebagian lisan (partly verbal folklore), dan (3) folklor bukan lisan (non
verbal folklore).

Selanjutnya pengelompokan ini diuraikan oleh Danandjaja (2002), seperti yang


terlihat pada table berikut ini:
1. Folklor lisan
Folklor lisan bentuknya murni lisan. Bentuk-bentuk (genre) folklore yang termasuk pada
kelompok ini antara lain : (1) bahasa rakyat (folk speech) seperti logat, julukan, pangkat
tradisional, dan title kebangsawanan; (2) ungkapan tradisional, seperti peribahasa, pepatah, dan
pomeo; (3) pertanyaan tradisional, seperti teka-teki; (4) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam,
dan syair; (5) cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda, dan dongeng; dan (6) nyanyian rakyat.
(kentongan tanda bahaya di Jawa atau bunyi gendang untuk mengirim berita seperti yang
dilakukan di Afrika), dan musik rakyat.
2. Folklor sebagian lisan
Folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsure bukan lisan.
Kepercayaan rakyat misalnya, yang oleh orang modern seringkali disebut takhyul itu, terdiri
dari pernyataan yang bersifat lisan ditambah dengan gerak isyarat yang dianggap mempunyai
makna gaib, seperti tanda salib bagi orang Kristen Katolik yang dianggap dapat melindungi
seseorang dari gangguan hantu, atau ditambah dengan benda material yang dianggap berkhasiat
untuk melindungi diri atau dapat membawa rezeki, seperti batu-batu permata tertentu. Bentukbentuk folklor yang tergolong dalam kelompok besar ini, selain kepercayaan rakyat, adalah
permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat, adat-istiadat, upacara, pesta rakyat, dan lain-lain.
3. Folklor bukan lisan
Folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan.
Kelompok besar ini dapat dibagi menjadi dua subkelompok, yakni yang material dan yang bukan
material. Bentukbentuk folklor yang tergolong yang material antara lain: arsitektur rakyat
(bentuk rumah asli daerah, bentuk lumbung padi, dan sebagainya), kerajinan tangan rakyat,
pakaian dan perhiasan tubuh adat, makanan dan minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional.
Sedangkan yang termasuk yang bukan material antara lain: gerak isyarat tradisional (gesture),
bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat
Dalam kehidupan masyarakat, folklor memiliki fungsi sebagai sistem proyeksi yakni sebagai
alat pencermin angan-angan suatu kolektif, sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan
lembaga-lembaga kebudayaan, sebagai alat pendidik anak, dan sebagai alat pemaksa dan
pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.
Seorang guru besar ilmu folklor di Universitas Kalifornia Berkeley dalam Danandjaja (2002)
mengemukakan bahwa fungsi folklor itu ada empat, yaitu: (1) sebagai sistem proyeksi
(projective system), yakni sebagai alat pencerminan angan-angan suatu kolektif; (2) sebagai alat
pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan; (3) sebagai alat pendidikan anak

(pedagogical device); (4) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat
akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.

Impak Gerhana Matahari di Indonesia


Salah satu fenomena terpenting yang akan terjadi di tahun 2016 adalah akan
terlihatnya fenomena Total Solar Eclipse (Gerhana Matahari Total) yang akan
melintasi Indonesia pada tanggal 9 Maret 2016. Hal ini cukup signifikan, mengingat
memang Gerhana Matahari memberikan penekanan kepada sector mana gerhana
tersebut terjadi.
Charles Jayne (American Astrologer) mengatakan:
An Eclipse is like a red light, since it indicates that there are things that one does
not know about that can throw ones plan out of focus
Dan yang menarik adalah dari segi lintasan yang akan dilalui oleh Solar
Eclipse pada tahun 2016 ialah sangat menyerupai Solar Eclipse pada tahun 1998.
Sebagaimana lintasan gerhana matahari (Solar Eclipse Path) di benua
lainnya, Gerhana Matahari yang melintasi Indonesia selama 30 tahun terakhir juga
menandakan dinamika Bangsa Indonesia. Seperti kami utarakan sebelumnya,
gerhana matahari dapat menjadiindicator yang cukup efektif mendeteksi
permasalahan yang timbul pada daerah yang dilintasi oleh gerhana tersebut
Dalam catatan kami terdapat empat gerhana matahari yang melintasi
Indonesia selama 30 tahun terakhir, masing-masing lintasan gerhana memberi
warna tersendiri terhadap perekonomian, politik, maupun jati diri Bangsa.
Indonesia akan mengalami Gerhana Matahari Total (GMT) dan Gerhana
Matahari Sebagian (GMS) pada 9 Maret 2016. GMT terjadi ketika piringan matahari
tertutup seluruhnya oleh piringan bulan yang melintas di antara matahari dan bumi.
Secara statistik, Gerhana Matahari Total terjadi di suatu lokasi setiap 375
tahun. GMT terakhir yang teramati di Indonesia adalah GMT 18 Maret 1988
(Sumatera, Kalimantan) sedangkan GMT berikutnya adalah GMT 20 April 2023
(Timor, Papua). Pada saat gerhana, ukuran sudut Bulan 4 persen lebih besar
dibandingkan ukuran sudut matahari. Kondisi ini memungkinkan pengamat yang
berada di jalur totalitas menyaksikan korona matahari ketika piringan matahari
tertutup seluruhnya. Di luar jalur totalitas, Gerhana Matahari Sebagian dapat
diamati. Menurut Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan, Widodo,
bahwa fenomena ini amat ditunggu oleh warga Sumatera Selatan. Hal yang
menggembirakan dari kita, terutama warga Sumatera Selatan adalah kebetulan

diberikan kesempatan untuk menikmati GMT, bahkan warga asing dan peneliti asing
rela memilih ke Indonesia untuk wisata karena ada fenomena ini, ucapnya.

Pengamatan gerhana matahari dapat dilakukan secara aman. Namun, cahaya matahari
sangat menyilaukan sehingga tidak diperbolehkan melihat langsung ke arah matahari tanpa
perlindungan. Meski tertutup sebagian oleh bulan, cahaya matahari masih berbahaya bagi mata.
Pengamatan langsung dapat dilakukan menggunakan filter, kacamata las atau kacamata
matahari yang hanya meneruskan sebagian kecil cahaya matahari. Kacamata hitam atau
kacamata polaroid tidak aman untuk pengamatan gerhana. Pengamatan tidak langsung dapat
dilakukan dengan proyektor lubang jarum yang hanya meneruskan seberkas cahaya matahari
pada layar di belakangnya. Prinsip pantulan sebagian (partial reflection) oleh permukaan air juga
dapat digunakan untuk melihat gerhana. Widodo menyarankan masyarakat ada baiknya harus
berhati-hati jangan sampai memakai kacamata yang salah. Hati-hati dalam penggunaan
kacamata untuk melihat GMT, karena di beberapa daerah ternyata sudah ditemukan juga
kacamata yang palsu. Ada baiknya belilah kacamata yang dijual secara resmi dan sudah jelas
siapa yang menjual atau membuatnya. Bila tidak, resiko mata rusak akan terjadi, ujarnya.
Bagi peneliti, GMT merupakan peluang untuk memahami alam semesta. Beberapa
penemuan besar yang melibatkan gerhana di antaranya dilakukan oleh Edmund Halley (1685)
dan Artur Eddington (1919). Edmund Halley menemukan adanya perlambatan rotasi bumi.
Perlambatan rotasi bumi mengakibatkan satu hari menjadi lebih lama dan bulan menjadi semakin
jauh dari bumi. Sementara itu, Arthur Eddington berhasil membuktikan teori relativitas Einstein
dengan pengamatan pembelokan cahaya bintang saat GMT 29 Mei 1919. LAPAN sebagai
penggagas acara GMT memberikan kesempatan sebesarnya kepada para peneliti. Pada GMT 9
Maret 2016 ini, LAPAN mengirimkan ekspedisi penelitian di pelosok negeri. Di Palembang,
peneliti atmosfer mengamati respon atmosfer Bumi saat gerhana. Diteliti juga mengenai dampak
GMT terhadap perubahan intensitas radiasi matahari dan parameter fisik seperti temperatur.
Selain itu, juga dilakukan penelitian dampak GMT terhadap laju fotosintesis yang diamati
dengan perubahan pola-pola diurnal karbondioksida.
Kami harapkan banyak hasil penelitian yang akan didapat dari adanya GMT ini
sekaligus menimbulkan kecintaan masyarakat terhadap penelitian dan menambah wawasan
masyarakat bahwa sebenarnya fenomena GMT ini bukanlah hal yang menakutkan, dalam arti
tidak menimbulkan radiasi dan bukanlah sebuah musibah bagi Indonesia, tegas Jasyanto, Kabag
Humas LAPAN dalam pemaparannya.
Guna menyambut GMT, Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan, Kementerian
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, LAPAN, serta Komunitas Lubang Jarum Indonesia
(KLJI) akan melaksanakan edukasi keantariksaan di Palembang pada 8 hingga 9 Maret 2016.

Rangkaian kegiatan tersebut yaitu seminar GMT dan stronomi, workshop pembuatan kacamata
gerhana, teropong, dan kamera lubang jarum, serta permainan edukasi.
Usai GMT, masyarakat dapat menggunakan kamera lubang jarum raksasa di Jembatan Ampera,
serta permainan edukasi. Kegiatan ini sejalan dengan aktivitas Pemerintah Provinsi Sumatera
Selatan di Kota Palembang yang diisi dengan berbagai acara dalam menyambut GMT.(dzi/bkkp)

Anda mungkin juga menyukai