Anda di halaman 1dari 4

Nama : Dita Erisa Afriani

NIM : 155110701111025

PEMEROLEHAN SINTAKSIS

Banyak pakar pemerolehan bahasa menganggap bahwa pemerolehan sintaksis dimulai ketika
kanak-kanak mulai dapat menggabungkan dua buah kata atau lebih (lebih kurang ketika berusia
2:0 tahun). Oleh karena itu, ada baiknya diikutsertakan dalam satu teori pemerolehan sistaksis.

Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata, kata ini
sebenarnya kalimat penuh tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia
hanya mengambil ujaran satu kata (USK) dari kalimat itu contohnya anak yang mengatakan bi
untuk kata mobil bisa bermaksud untuk mengatakan:

a. Ma, itu mobil

b. Ma, ayo kita ke mobil

Sedangkan ujaran untuk dua kata (UDK) adalah kata yang di ujarkan echa pada waktu dia
berumur 1;8 (Dardjowidjo 2000: 146):

a. “liat tuputupu maksudnya ayo lihat kupu-kupu”

b. “etsa nani maksudnya echa mau nyanyi”

Teori Pivot

Kajian mengenai pemerolehan sintaksis oleh kanak-kanak dimulai oleh Braene (1963), Bellugi
(1964), Brown dan Fraser (1964), Miller dan Ervin (1964). Menurut kajian awal ini ucapan dua
kata kanak-kanak itu terdiri atas dua jenis kata yaitu: kelas Pivot dan kelas Terbuka, kemudian
lahirlah teori tata bahasa pivot. Kelas pivot adalah kata-kata fungsi, sedangkan kelas terbuka
adalah kata-kata isi/kata (nomina dan verba).

Tata bahasa pivot yang muncul sebagai akibat dari discovery procedure, menyatakan bahwa
pemerolehan sintaksis kanak-kanak dimulai dengan kalimat-kalimat yang terlihat pada kata-kata
pivot. Namun cara ini menurut psikolinguistik modern sangat tidak memadai (Greenfield dan
Smith, 1976:6). Bloom (1970), Bowerman (1973), dan Brown (1973) menyatakan sebagai
berikut : (a) Kata-kata pivot bisa muncul sendirian (b) dapat bergabung dengan kata pivot lain
dalam sebuah kalimat. (b) Pada kalimat-kalimat dua kata yang dibuat kanak-kanak terdapat juga
kata-kata dari kelas lain selain kelas pivot dan kelas terbuka. (c) Tata bahasa pivot tidak dapat
menampung semua makna ucapan-ucapan dua kata (d) Pembagian kata-kata pivot dan kelas
terbuka tidak mencerminkan bahasa-bahasa lain selain bahasa Inggris.

Kemudian berdasarkan kedua jenis kata ini lahirlah teori yang disebut teori tata bahasa Pivot.
Pada umumnya kata-kata yang termasuk kelas Pivot adalah kata-kata fungsi (function words),
sedangkan yang termasuk kelas terbuka adalah kata-kata isi (contents words) atau kata penuh
(full words) seperti kata-kata berkategori nomina dan verba.[4]

Ciri-ciri umum kedua jenis kata ini adalah sebagai berikut:

Kelas Pivot Kelas Terbuka


1. Terdapat pada awal atau akhir kalimat 1. Dapat muncul pada awal dan akhir kalimat
2. Jumlahnya terbatas, tetapi sering muncul 2. Jumlahnya tidak terbatas, sehingga tidak
begitu seirng muncul
3. Jarang muncul anggota baru (kata baru) 3. Sering muncul anggota baru (kata baru)
4. Tidak pernah muncul sendirian 4. Bisa muncul sendirian
5. Tidak pernah muncul bersama dalam satu 5. Bisa muncul bersama dalam satu kalimat,
kalimat atau juga dari kelas pivot
6. Tidak punya rujukan sendiri, tetapi selalu 6. Mempunyai rujukan sendiri.
merujuk pada kata-kata lain dari terbuka.

Berdasarkan data yang termuat pada kolom kelas pivot dan kelas terbuka di atas, dapat diketahui
perbedaan satu sama lainnya. Tentang hal ini, diberikan contoh kata seperti kata want adalah kata
pivot pada posisi awal kalimat, sedangkan kata milk adalah kata terbuka yang muncul pada
posisi akhir kalimat.
Teori hubungan tata bahasa dan informasi situasi

Sehubungan dengan teori hubungan tata bahasa nurani, Bloom (1970) mengatakan bahwa
hubungan hubungan tata bahasa tanpa merujuk pada informasi situasi (konteks) belumlah
mencukupi untuk menganalisis ucapan atau bahasa kanak-kanak. Maka untuk dapat menganalisis
ucapan kanak-kanak itu informasi situasi ini perlu diperhatikan. Brown (1973) juga memperkuat
pendapar bloom ini.

Selanjutnya Bloom juga mengatakan bahwa suatu gabungan kata telah digunakan oleh kanak-
kanak dalam suatu situasi yang berlainan. Juga dengan hubungan yang berlainan diantara kata-
kata dalam gabungan itu. Umpamanya, kedua kata benda dalam ”mommy sock” pada contoh
yang lalu sangat jelas menunjukan hal itu. Pada situasi pertama hubungan kedua kata benda itu
adalah menyatakan hubungan subjek-objek. Sedangkan dalam situasi kedua adalah hubungan
pemilik objek. Contoh lain “sweater chair” yang disajikan di atas kiranya dapat menyatakan tiga
hubungan bergantung situasinya. Dalam bahasa Indonesia ucapan “ibu kue” dalam situasi yang
berbeda-beda diartikan:

1. Anak itu minta kue kepadaibunya


2. Anak itu menunjukkan kue kepada ibunya
3. Anak itu menawarkan kue kepada ibunya
4. Anak itu memberitahukan ibunya bahwa kuenya jatuh atau diambil orang lain, dan
sebagainya

Teori Kumulatif Kompleks

Teori ini dikemukakan oleh Brown (1973) berdasarkan data yang dikumpulkannya. Menurut
Brown, urutan pemerolehan sintaksis oleh kanak-kanak ditentukan oleh kumulatif kompleks
semantik morfem dan kumulatif kompleks tata bahasa yang sedang diperoleh. Jadi, sama sekali
tidak ditentukan oleh frekuensi munculnya morfem atau kata-kata itu dalam ucapan orang
dewasa. Dari tiga orang kanak-kanak (berusia dua tahun) yang sedang memperoleh bahasa
inggris yang diteliti Brown ternyata morfem yang pertama kali dikuasai adalah progressive-ing
dari kata kerja, padahal bentuk ini tidak sering muncul dalam ucapan-ucapan orang dewasa.
Setelah progressive-ing baru muncul kata depan in, kemudian on, dan diikuti oleh bentuk jamak,
’s. Sedangkan artikel The dan a yang lebih sering muncul dalam ucapan-ucapan orang dewasa
baru muncul pada tahap ke 8. urutan perkembangan sintaksis yang dilaporkan oleh Brown
hampir sama dengan urutan perkembangan hubungan-hubungan sintaksis yang dilaporkan oleh
sejumlah pakar lain (simanjuntak 1987).

Teori Pendekatan Sematik

Teori pendekatan sematik menurut Green Field dan Smith (1978) pertama kali diperkenalkan
oleh Bloom. Beliau mengintergrasikan pengetahuan sematik dalam pengkajian perkembangan
semantik ini berdasarkan teori generatif transformasinya Chomsky (1965.) Teori generative
transformasi ini menyatakan bahwa kalimat-kalimat yang kita dengar ini “dibang-kitkan’”dari
struktur luar dengan rumus “fisiologi”. Sedangkan struktur luar ini “dibangkitkan” dari struktur
dalam (struktur dasar) dengan rumus-rumus transformasi. Pandangan atau teori Chomsky
tersebut mendapatkan tantangan dari beberapa ahli psikologi seperti Schlesinger (1971) dan
Olson (1970). Schlesinger menyatakan bahwa apa yang disebut struktur dalam pada teori
Chomsky sebenarnya bukanlah struktur sintaksis, melainkan struktur sematik. Salah satu teori
tata bahasa yang didasarkan pada komponen sematik diperkenalkan oleh Fillmore (1968) yang
dikenal dengan nama tata bahasa kasusu (case grammar).

Teori ini digunakan oleh Bowerman dan Brown sebagai dasar untuk menganalisis data-data
perkembangan bahasa. Fillmore berpendapat merupakan satu keharusan untuk mengikut-
sertakan sematik pada umumnya, dan hubungan sematik khususnya dalam menganalisis
pengetahuan tatabahasa, strukturnya yang berdasarkan sematik kemudian dipakai sebagai dasar
cabang teori generatif transformasi yang dikenal dengan nama sematik generatif.

Perbedaan antara pendekatan sematik dengan teori hu-bungan tatabahasa murni adalah teori
tatabahasa murni yang menerapkan hubungan-sintaksis dalam menganalisis struktur ucapan
kanak-kanak, sedangkan pendekatan sematik menemukan struktur ucapan itu berdasarkan
“sematik”.

Anda mungkin juga menyukai