Anda di halaman 1dari 3

Sebagai makhluk yang hidup di dalam masyarakat dan selalu melakukan interaksi dengan masyarakat lainnya tentu membutuhkan

suatu alat komunikasi agar bisa saling memahami tentang suatu hal. Apa yang perlu dipahami? Banyak hal salah satunya adalah tanda. Supaya tanda itu bisa dipahami secara benar dan sama membutuhkan konsep yang sama supaya tidak terjadi misunderstanding atau salah pengertian. Namun pada kenyataannya tanda itu tidak selamanya bisa dipahami secara benar dan sama di antara masyarakat. Setiap orang memiliki interpretasi makna tersendiri dan tentu saja dengan berbagai alasan yang melatar belakanginya. Ilmu yang membahas tentang tanda disebut semiotik (the study of signs). Masyarakat selalu bertanya apa yang dimaksud dengan tanda? Banyak tanda dalam kehidupan kita sehari-hari, seperti tanda-tanda lalu lintas, tanda-tanda adanya suatu peristiwa atau tanda-tanda lainnya. Semiotik meliputi studi seluruh tanda-tanda tersebut sehingga masyarakat berasumsi bahwa semiotik hanya meliputi tanda-tanda visual (visual sign).

Awal mulanya konsep semiotik diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure melalui dikotomi sistem tanda: signified dan signifier atau signifiedan significant yang bersifat atomistis. Konsep ini melihat bahwa makna muncul ketika ada hubungan yang bersifat asosiasi atau in absentia antara yang ditandai (signified) dan yang menandai (signifier). Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna. Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi, petanda adalah aspek mental dari bahasa (Bertens, 2001:180).
1. Tanda (Petanda dan Penanda)

Saussure berpendapat bahwa elemen dasar bahasa adalah tandatanda linguistik atau tanda-tanda kebahasaan, yang biasa disebut juga kata-kata. Tanda menurut Saussure merupakan kesatuan dari penanda dan petanda. Walaupun penanda dan petanda tampak sebagai entitas yang terpisah namun keduanya hanya ada sebagai komponen dari tanda. Tandalah yang merupakan fakta dasar dari bahasa. Artinya kedua hal dari tanda itu tidak dapat dipisahkan. jika pemisahan berlaku maka hanya akan menghancurkan kata tersebut. Selanjutnya tanda kebahasaan menurut Saussure bersifat arbitrair, atau semena-mena. Artinya tidak ada hubungan alami dari petanda dan penanda. Sebagai contoh tentang ini bahwa orang tidak dapat mengerti mengapa hewan yang selalu digunakan sebagai kendaraan tunggangan tersebut bernama kuda, atau orang jawa katakan sebagai jaran. Tanda kebahasaan tersebut tidak dapat dipikirkan sebabnya, tetapi semua orang dapat mengerti bahwa itu kuda, atau jaran, tanpa harus memperdebatkannya. Inilah semena-mena yang lalu tersepakati tanpa kesepakatan formal. 2. Langage, Langue, dan Parole
a. Langage

Langage adalah gabungan antara parole dan langue (gabungan antara peristiwa dengan kaidah bahasa atau tata bahasa, atau struktur bahasa). Menurut Saussure, langage tidak memenuhi syarat sebagai fakta sosial karena di dalam langage ada faktor-faktor bahasa individu yang berasal dari pribadi penutur. Bahkan langage tidak memiliki prinsip keutuhan yang memungkinkan kita untuk menelitinya secara ilmiah. Langage mencakup apapun yang diungkapkan serta kendala yang mencegahnya dalam mengungkapkan hal-hal yang tak gramatikal. Contohnya, kata materiil. Kata ini memang serta sosial banyak digunakan bahkan seolah-olah dianggap sebagai bahasa konvesional. Padahal, kata materiil tidaklah baku, tidak sesuai dengan ejaan yang telah disempurnakan (EYD).
Langage memiliki segi individual (parole) dan segi sosial (langue) tetapi kita tidak dapat menelaah yang satu tanpa yang lain. Dengan demikian, langage memiliki multi bentuk dan heteroklit; dan psikis. b. Langue

Langue adalah bahasa konvensional, bahasa yang sesuai ejaan yang telah disempurnakan, bahasa yang mengikuti tata aturan baku bahasa. Lebih jauh Saussure mengatakan bahwa langue merupakan keseluruhan kebiasaan (kata) yang diperoleh secara pasif yang diajarkan dalam masyarakat bahasa, yang memungkinkan para penutur saling memahami dan menghasilkan unsur-unsur yang dipahami penutur dan masyarakat. Langue bersenyawa dengan kehidupan masyarakat secara alami. Jadi, masyarakat merupakan pihak pelestari langue. Dalam langue terdapat batas-batas negatif (misalnya, tunduk pada kaidah-kaidah bahasa, solidaritas, asosiatif dan sintagmatif) terhadap apa yang harus dikatakannya bila seseorang mempergunakan suatu bahasa secara gramatikal. Langue merupakan sejenis kode, suatu aljabar atau sistem nilai yang murni. Langue adalah perangkat konvensi yang kita terima, siap pakai, dari penutur-penurut terdahulu. Langue telah dan dapat diteliti; langue juga bersifat konkret karena merupakan perangkat tanda bahasa yang disepakati secara kolektif. Nah, tanda bahasa tersebut dapat menjadi lambang tulisan yang konvensional. Tujuan linguistik adalah mencari sistem (langue) struktur dari kenyataan yang konkret (parole). Ajaran ini menjadi dasar pendekatan strukturalis. Kata struktur pertama kali diucapkan oleh Jean Piaget: struktur adalah suatu tatanan wujud-wujud yang mencakup keutuhan, transformasi (dinamis) dan pengaturan diri ; dikatakan keutuhan karena tatanan wujud itu bukan kumpulan semata melainkan karena tiap-tiap komponen struktur itu tunduk pada kaidah-kaidah intrinsik dan tidak mempunyai keberadaan bebas di luar struktur. Langue tidak bisa dipisahkan antara bunyi dan gerak mulut. Langue juga dapat berupa lambang-lambang bahasa konkret; tulisan-tulisan yang terindra dan teraba (terutama bagi tuna runggu). Langue adalah suatu

sistem tanda yang mengungkapkan gagasan. Contoh: pergi! Dalam kata ini, gagasan kita adalah ingin mengusir, menyuruh, Nah, kata pergi!, dapat juga kita ungkapkan kepada tuna runggu dengan abjad tuna runggu, atau dengan simbol atau dengan tanda-tanda militer. Langue seperti permainan catur, kalau saya kurangi buah catur, akan berubah dan bahkan permainan akan kacau; demikian halnya dalam langue, jika struktur (sistem) kita ubah, maka akan kacau balau juga. Misalnya: saya makan nasi, jika kalimat ini saya ubah menjadi: makan nasi saya, kelihatannya kalimat tersebut, janggal. c. Parole Parole adalah bahasa tuturan, bahasa sehari-hari. Singkatnya, parole adalah keseluruhan dari apa yang diajarkan orang temasuk konstruksi-konstruksi individu yang muncul dari pilihan penutur, dan pengucapan-pengucapan yang diperlukan untuk menghasilkan konstruksi-konstruksi ini berdasarkan pilihan bebas juga. Parole merupakan manifestasi individu dari bahasa. Bahasa parole misalnya, gue kan ga suka cara kayak gitu, loo emangnya siape?, dst. Jadi, parole adalah dialek. Parole bukan fakta sosial karena seluruhnya merupakan hasil individu yang sadar, termasuk kata apapun yang diucapkan oleh penutur; ia juga bersifat heterogen dan tak dapat diteliti. 3. Syntagmatic dan Assosiative (Paradigmatik).
Setiap mata rantai dalam rangkaian wicara mengingatkan orang pada satuan bahasa lain. Dan, karena satuan itu berbeda dari yang lain dalam bentuk dan makna, inilah yang disebut hubungan asosiatif atau paradigmatis. Hubungan asosiatif juga disebut in absentia, karena butir-butir yang dihubungkan itu ada yang muncul, ada yang tidak dalam ujaran. Asosiataif bersifat psikis: bisa berbicara dengan diri sendiri tanpa mengamati bibir dan geraknya ketika seseorang berbicara. Contoh hubungan asosiatif dalam kehidupan seharihari adalah terdapat dalam kata burung. Kata burung ini bisa diasosiasikan sebagai alat kelamin laki-laki. Jadi, asosiasi mengandung makna konotasi.

Asosiasi berarti juga ada unsur yang sama dalam pembentukkannya, misalnya: ships dapat diasosiasikan dengan birds, flags, dst. Dix-neuf (sembilan belas) secara asosiasi solider dengan dix-huit(delapan belas) dan soixante (tujuh puluh), dan sebagainya, dan secara sintagmatis, solider dengan unsur-unsurnya yaitu dix (sepuluh) dan neuf(sembilan). Hubungan ganda itulah yang memberinya sebagian dari valensinya; dan solidaritas inilah yang membatasi kesemenaan.

Sedangkan hubungan-hubungan sintagmatis adalah hubungan di antara mata rantai dalam suatu rangkaian ujaran. Hubungan sintagmatis disebut juga hubungan in praesentia karena butir-butir yang dihubungkan itu ada bersama wicara. Dalam wacana, kata-kata bersatu demi kesinambungan, hubungan yang didasari oleh sifat langue yang linear, yang meniadakan kemungkinan untuk melafalkan dua unsur sekaligus.

Anda mungkin juga menyukai