Oleh
Muhammad Mundir Hisyam
Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah
Fakultas Sastra
Universitas Negeri Malang
Email: muhammad.mundir.2102116@students.um.ac.id
A. PENDAHULUAN
Dengan demikian, patutlah puisi dikaji dari berbagai teori, metode, pendekatan,
dan strategi untuk mengungkapkan makna yang terkandung di dalamnya. Adapun
teori atau pendekatan yang akan diterapkan dalam tulisan ini adalah teori atau
pendekatan analisis stilistika yang dewasa ini merupakan salah satu teori sastra yang
dimanfaatkan dalam bidang kritik sastra di Indonesia. Stilistika memiliki hal-hal
mendasar untuk dijadikan sebagai studi stilistik dalam konteks kajian sastra yang bisa
dihubungkan dengan kegiatan penelitian sastra, kritik sastra, dan apresiasi sastra.
Peneliti merasa bahwa puisi ini ditulis dengan latar belakang permasalahan
zaman yang semakin mengubah sikap, perilaku, dan norma yang dimiliki oleh
pertumbuhan seseorang. Dengan demikian tujuan penelitian ini adalah mengungkap
makna-makna yang terkandung dalam setiap larik dan bait puisi ”Kucing Hitam”
karya Joko Pinurbo melalui kajian Stilistika khususnya analisis gaya bahasa dalam
puisi.
Adapun manfaat praktis kajian ini adalah untuk : 1) memberikan wawasan bagi
akademisi linguistik dan kritikus sastra dalam melakukan analisis karya sastra; 2)
memberikan pemahaman kepada pemerhati sastra dalam mengapresiasi karya sastra;
3) memberikan alternatif bahan ajar bagi pengajar bahasa dan sastra baik di
perguruan tinggi dan sekolah dalam pengajaran stilistika.
Kucing Hitam
Kucing hitam yang ia pelihara dengan kasih sayang
kini sudah besar dan buas.
Tiap malam dihisapnya darah lelaki perkasa itu
seperti mangsa yang pelan-pelan harus dihabiskan.
b. Bait 2 (Kedua)
Erotesis atau pertanyaan retoris dalam bait kedua tampak dari bentuk interogatif.
Kata-kata ingat Bambang kan? menunjukkan adanya efek yang lebih mendalam dan
penekanan yang sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban. Pertanyaan
retoris tersebut juga sebagai bentuk perbandingan antara waktu dulu dan sekarang.
Unsur alegori dalam puisi menceritakan bahwa Bambang yang dulu adalah sahabat
baik dan dekat dengan penyair kemudian seiringnya waktu ketika di dunia kerja atau
politik menjadi “lawan” yang menyebabkan adanya perselisihan. Hal tersebut tampak
pada kata-kata, seperti makan dan tidur di rumah, bentrok urusan politik dan uang,
lawan jadi kawan, serta kawan jadi lawan.
c. Bait 3 (Ketiga)
d. Bait 4 (Keempat)
a. Citraan visual
Citraan visual pada puisi surat untuk ibu ditunjukkan melalui baris pertama
bait kedua puisi yang berbunyi
Citraan visual yang ditonjolkan pada baris ini diperlihatkan melalui kalimat ”masih
ingat Bambang” . kata “ingat” merepresentasikan proses penyimpanan memori
manusia yang didapat melalui hasil olah pancaindera, yang dapat berupa indera
penciuman, pendengaran, maupun penglihatan. Pada baris ini, pancaindera yang
ditonjolkan adalah penglihatan, dengan mengacu pada seseorang bernama
“Bambang”, sehingga baris tersebut mengungkapkan citra visual dan dapat membuat
pembaca membayangkan seseorang bernama “Bambang” bergantung referensi
masing-masing pembaca mengenai ingatan tersebut.
b. Citraan kemarahan
Citraan kemarahan yang ditonjolkan pada baris ini diperlihatkan melalui kalimat
“saya baru saja bentrok dengannya gara-gara urusan politik” disini kemarahan penulis
diperlihatkan melalui kalimat tersebut. Kemarahan penyair pun diungkapkan karena
salah satu temannya yang sering makan dan tidur di rumah penyair, bentrok dengan
penyair hanya gara-gara masalah politik. Hal ini menjelaskan kemarahan penyair
kepada teamannya yang dianggap tidak tahu diri dan tidak tahu berterima kasih
kepada penyair.
c. Citraan kekotaan
melalui baris tersebut diperlihatkan kondisi kota Jakarta yang begitu menakutkan.
Citra kota metropolitan yang sanggup mengubah segalanya diperlihatkan dengan jelas
melalui kalimat “bisa mengubah kawan menjadi lawan, lawan menjadi kawan”.
Baris ini berkaitan erat dengan baris sebelumnya yang menunjukkan kemarahan
penyair akibat berubahnya sikap temannya gara-gara kota Jakarta.
d. Citra auditori
e. Citra kesedihan
Citraan kesedihan yang ditonjolkan dalam baris ini ditunjukkan dalam kalimat
“sungkem buat bapak di kuburan”. Citraan ini menggambarkan suasana sedih penyair
yang sudah ditinggal mati ayahnya, kesedihan tersebut ditunjukkan penyair melalui
rasa rindu terhadap sang ayah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ma’ruf, Ali Imron. 2009. Teori, Metode, dan Aplikasi Pengkajian Estetika
Bahasa. Solo : Cakra Books.
Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Stilistika, Kajian Puitika Bahasa, dan Budaya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.