Anda di halaman 1dari 7

Melalui judul, kata-kata yang dipilih oleh W. S.

Rendra, ia ingin menyampaikan bahawa penjual arum manis sudah betualang dalam pikirannya mengnai masa lalunya ketika masih kecil. Hingga tokoh penjual arum manis memahami bahwa dirinya sudah mencapai kedewasaan. Hal tersebut diciptakan oleh pengarang kerena kehadiran tokoh anak kecil yang mengikutinya. Melalui keluhan tokoh anak kecil, tokoh penjual arum manis yang dalam kajian kali ini sebagai tokoh Ia yang mengacu pada judul cerpen, menelusuri kembali perjalanan hidup dari masa kecilnya hingga sekarang dirinya sudah dewasa melalui pikiran dan batinnya. Dibuktikan dengan kutipan cerpen berikut. ... Ia masih ingat juga bagaimana ketika kecilnya dulu. Ia tak bisa mengerti hubungan antara memukuli dan mencintai. Tidak ada anak kecil yang bisa mengerti ini.... ... Demikianlah dendamnya terhadap ayahnya dulu, ia peram-peram di dada lama-lama. Pukulan-pukulan mematangkan dendam ini. Akhirnya dendam itu sudah seperti beringin liar yang begitu berakar di dadanya. Ia tak kuasa apa-apa. Ia terus juga berdendam meskipun ia sudah menjelang dewasa, mungkin sudah mengerti hubungan antara memukuli dan mencintai. Akar dendam tak bisa tercabut lagi. Sampai ayahnya mati ia masih berdendam. Ialah orang yang sangat malang, ia tak pernah merasa punya seorang ayah sejak semula ia dilahirkan. ... Penjual itu terdiam. Ia terkenang masa kecilnya. Ia menggesek rebabnya lebih keras. Dan anak itu meledak lagi. Anak kecil yang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan sangat membutuhkan halhal yang baru dengan bimbingan orang yang lebih mengetahui dan memahami. Anak kecil senang dengan hal-hal yang unik hingga menimbulkan sikap-sikap aneh, pemikiran-pemikiran, dan pertanyaan-pertanyaan polos. Terlihat dari gerak-geriknya yang seringkali terlihat mengemis perhatian tidak dengan kata-kata, tetapi dengan emosi. Bisa dikatakan juga anak kecil tidak bisa diam.

Anak kecil mengalami kesulitan dalam mengungkapkan perasaan dan menyatakan pikirannya. Mereka lebih butuh banyak belajar. Mereka mudah menangkap kejadian dan akan mengingat dan membawanya hingga dewasa bahkan menjelang kematian. Dibuktikan dengan tokoh penjual arum manis yang masih mengingat dan meyimpan dendam terhadap kenangan tentang ayahnya walaupun sudah dewasa. Sangat salah jika diperlihatkan atau diperdengarkan suatu bentuk kekerasan. Anak kecil seharusnya dibimbing dengan teknik kinestetis, penyampaian yang disertai dengan contoh-contoh gerakan, ilustrasi atau gambar, dan cerita yang menganalogikan kehiupan dengan tokoh yang tidak terlalu serius. Cerpen Ia Sudah Bertualang ini menyampaikan pesan bahwa adanya penerapan pepatah Orang tua sudah banyak makan asam garam . Mereka sudah banyak mendapatkan pelajaran dari perjalanan dan pengalaman hidup. Pelajaran dan pengalaman hidup tersebut kemudian bisa diamalkan kepada generasi selanjutnya agar bisa dijadikan pelajaran juga. Begitu siklus kehidupan akan terjadi terus-menerus. Dibuktikan dengan kutipan cerpen berikut. ... Anak itu diam. Karena dirasa pertanyaan yang ini tak berjawab, penjual itu bertanya lagi. Sudah dore. Ayahmu apa tidak marah? Tidak ada Ayah yang tidak pernah marah. Anak kecil saja yang celaka. Aku ingin aku lekas besar. Ayah jadi marah karena kelakuan buruk dari anaknya. Itu tandanya ayah mencintai anak. Mencintai tak memukuli! Kalau tak dipukuli anak akan jadi jahat. Memukuli itu jahat juga.

Tapi Ia memukuli intuk mencegah kejahatan. Tapi memukuli itu jahat juga. Jawabnya berkeras kepala. Tidak begitu. Ya! Jahat! ... Demikianlah dendamnya terhadap ayahnya dulu, ia peram-peram di dada lama-lama. Pukulan-pukulan mematangkan dendam ini. Akhirnya dendam itu sudah seperti beringin liar yang begitu berakar di dadanya. Ia tak kuasa apa-apa. Ia terus juga berdendam meskipun ia sudah menjelang dewasa, mungkin sudah mengerti hubungan antara memukuli dan mencintai. Akar dendam tak bisa tercabut lagi. Sampai ayahnya mati ia masih berdendam. Ialah orang yang sangat malang, ia tak pernah merasa punya seorang ayah sejak semula ia dilahirkan. ... Hampir saja penjual itu mengatakan, bahwa pikiran itu pikiran salah. Tapi bagaimana untuk bisa menerangkan sampai anak itu mengerti, bahwa itu salah. Orang dewasa bisa lekas mengerti tentang perasaan seorang ayah begitu. Tetapi anak kecil itu? Harus ada seseorang yang mengertikan pada anak kecil itu, bahwa pikiran itu salah, tanpa mengatakan bahwa itu salah. Dari tokoh anak kecil bisa pembaca ambil pelajaran bahwa manusia harus menerima nasihat dari orang tua atau bahkan orang yang sudah berpengalaman. Mengenai hal yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan karena akan menyebabkan timbal balik. Karena mereka lebih mengetahui dan memahami antara kebaikan dan keburukan, mereka lebih memahami keuntungan dan kerugian yang ditimbulkan dari suatu hal.

Tidak semua yang menurut manusia baik atau manusia inginkan itu memang

menimbulkan keuntungan untuk manusia. tidak selamanya dan penuhnya benar bahwa dalam kehidupan manusia selalu mendapatkan kebahagian yang sudah lama diinginkan dan dinantikan kedatangannya. Adakalanya manusia mendapatkan hal yang tidak menyenangkan sebagai jalan yang terbaik untuk kehidupannya. Seperti tokoh anak kecil yang selalu dikekang oleh ayahnya. Tokoh anak kecil dalam cerpen ini dilarang main ke luar, main jauh, main di sembarang tempat, dan main dengan sembarang orang. Dibuktikan dengan kutipan cerpen Ia Sudah bertualang berikut ini. .... Ia terus juga berdendam meskipun ia sudah menjelang dewasa, mungkin sudah mengerti hubungan antara memukuli dan mencintai. ... Mengapa kau mengikuti aku? Tanya penjual itu. Aku senang seperti kau. Jual arum manis? Pergi ke mana-mana. Oh! Kau belum pernah pergi jauh? Ia melarang saya. Ia? Ayah! Oh! Ia keliwat mencintaimu mungkin, tidak dibiarkan jauh dari dia. Omong kosong! Karena ia tahu saya senang dolan, maka ia melarang. Asal saja hatiku sakit, ia senang itu.

Hampir saja penjual itu mengatakan, bahwa pikiran itu pikiran salah. Tapi bagaimana

untuk bisa menerangkan sampai anak itu mengerti, bahwa itu salah. Orang dewasa bisa lekas mengerti tentang perasaan seorang ayah begitu. Tetapi anak kecil itu? Harus ada seseorang yang mengertikan pada anak kecil itu, bahwa pikiran itu salah, tanpa mengatakan bahwa itu salah. Sejahat-jahatnya orang tua tidak akan pernah memakan anaknya. Ungkapan tersebut diterapkan dalam cerpen ini. Seburuk-buruknya orang tua, nalurinya ialah tetap menjaga anaknya, tetapi hal tersebut diterapkan dengan disiplin yang berbeda-beda oleh setiap orang tua. Terbukti saat tokoh anak pulang ke rumah dan terlihat ibunya yang menghapus air mata. Ayahnya terkejut dan tukam, tetapi cepat-cepat dibikin muram, seolah-olah marah.

TUGAS MATA KULIAH PENGKAJIAN CERPEN INDONESIA

DEWASA BELAJAR DARI ANAK KECIL DALAM CEPEN IA SUDAH BERTUALANG KARYA W. S. RENDRA

INGEU WIDYATARI HERIANA 180110110055 SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS PADJADJARAN 2012

Pengarang:

W. S. Rendra

Tahun Terbit: 1963 Judul Cerpen: Ia Sudah Bertualang (Kumpulan Crpen 1954-1957) Kota Terbit: Penerbit: Jakarta NV Nusantara

Anda mungkin juga menyukai