Anda di halaman 1dari 2

Fenomena Melanggar Kode Etik Jurnalistik Demi Menghasilkan

Kecepatan Publikasi Berita

Kerja Jurnalis tidaklah sederhana menurut Onong Uchjana Effendy yang mengutip dari buku 4
Pilar Jurnalistik: Pengetahuan Dasar Belajar Jurnalistik (2018) karya Azwar “Jurnalistik adalah
teknik mengelola berita, mulai dari mendapatkan bahan hingga menyebarluaskannya kepada
khalayak. Apa saja yang terjadi di dunia, apakah itu fakta peristiwa atau pendapat yang
diucapkan seseorang. Jika diperkirakan akan menarik perhatian khalayak, akan menjadi bahan
dasar jurnalistik, dan menjadi sumber berita untuk disebarluaskan kepada masyarakat”. Itu
artinya seorang jurnalis mendapat banyak tuntutan dalam menghasilkan sebuah berita yang baik
mulai dari meliput, mengolah, hingga sampai pada publikasi.
Di samping itu seiring berkembangnya media informasi membuat masyarakat secara tidak
langsung semakin membutuhkan kecepatan dan keberlimpahan hadirnya informasi yang dapat
mereka akses. Media masa seperti radio, televisi, koran dan semacamnya kini mulai tergeser
dengan kehadiran media masa online yang dapat memberikan pembaruan informasi dengan
sangat cepat dan sangat banyak kepada khalayak. Di satu sisi ini menjadi hal yang positif sebab
masyarakat mendapat kemudahan untuk mengakses segala macam berita terkini dengan sesegera
mungkin, namun di sisi lain hal tersebut bisa berdampak sebaliknya karena kecepatan publikasi
informasi yang disuguhkan oleh media masa online dalam praktiknya cenderung mengabaikan
etika kerja jurnalistik yang telah di atur khususnya yang telah diperinci dalam kode etik
jurnalistik.
Setiap media masa online tentu menuntut para wartawan untuk dapat mencari bahan berita
terbaru, tercepat, dan terpanas dengan tetap menjunjung prinsip jurnalis yang independen serta
menghasilkan berita akurat, berimbang dan tidak beritikad buruk. Sayangnya dalam praktik di
lapangan tuntutan media masa online cenderung dapat membuat para jurnalis mengabaikan
prinsip ataupun kode etik yang telah disepakati bersama. Hal ini terjadi bukan tanpa alasan,
ketika tuntutan yang dibebankan kepada para jurnalis media online adalah kecepatan
meghasilkan sekaligus mempublikasikan berita kepada khalayak tentu akan membuat para
jurnalis memiliki mindset yang berfokus pada kecepatan bukan pada kridibilitas atau keakuratan
maupun keberimbangan sebuah berita yang dihasilkan, oleh karena itu berita yang dihasilkan
terkadang belum teruji kebenarannya sebab diambil dan disebarkan secepat mungkin. Maka yang
demikian membuat masyarakat sebagai konsumen dapat dengan mudah menemukan banyak
sekali bentuk pelanggaran kode etik jurnalistik yang kemudian dapat membuat tingkat
kepercayaan masyarakat menurun terhadap media masa online khususnya yang pernah
melakukan pelanggaran, dalam kasus ini adalah pelanggaran terhadap kode etik jurnalistik pasal
1 yang berbunyi “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat,
berimbang, dan tidak beritikad buruk”. Tentunya kasus tersebut adalah salah satu hal yang sangat
serius sebab membuat informasi yang dikonsumsi oleh masyarakat ternyata bukan sepenuhnya
informasi yang valid terlebih informasi tersebut dikonsumsi dengan cepat pula oleh masyarakat.
Meski memang pada dasarnya juga telah dijelaskan dalam kode etik jurnalistik pasal 11 yang
berbunyi “Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.”

Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau
sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang
diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas
pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.
Dengan pasal tersebut membuat masyarakat dapat mengoreksi berita yang beredar atau bahkan
mendapat klarifikasi langsung dari narasumber berupa hak jawab yang keduanya memungkinkan
berita yang sudah beredar yang sebelumnya salah menjadi benar dan terverifikasi. Tetapi hal
demikian tentu tidak mencerminkan kinerja jurnalistik yang baik dan benar dengan
mengedepankan keakuratan informasi yang dihasilkan.
Dengan demikian perlu adanya edukasi lebih dalam kepada media masa dan para jurnalis yang
bekerja langsung turun ke lapangan untuk sama-sama memiliki profesinalisme dalam bekerja
dan menghasilkan berita yang valid. Disamping itu tetap diperlakukan sanksi yang tegas dan
nyata sebagai cara untuk memberikan efek jerah kepada pelanggar kode etik jurnalistik, serta
tidak menutup kemungkinan bahwa masyarakat bisa turut andil dalam membangun media masa
yang lebih jujur dan terpercaya dengan melaporkan segala bentuk indikasi pelanggaran kode etik
jurnalistik yang dilakukan oleh jurnalis maupun media masa.

Anda mungkin juga menyukai