Anda di halaman 1dari 4

Sudah Cukup Cukup Bebaskah Pers Indonesia

Oleh : Galih Ridho Ibrahim


32802000153

Dewasa ini, media sosial merupakan salah satu hal esensial di tengah
masyarakat Indonesia. Dalam media sosial, setiap orang memiliki kebebasan
untuk mengemukakan pendapatnya. Namun, di tengah kebebasan berpendapat
tersebut, terdapat berbagai tantangan yang dihadapi masyarakat dalam
mengeluarkan pendapatnya, sehingga diperlukan beberapa batasan yang dapat
membantu menghadapi tantangan saat ini ataupun tantangan yang akan datang.
Batasan dan peraturan dapat membantu setiap orang untuk menjaga perkataan,
menjaga perasaan orang lain, dan menjaga etika dalam menggunakan hak
kebebasan berpendapatnya, terutama di media sosial. Adapun tantangan nyata
yang dihadapi saat ini adalah perundungan (bullying), menghakimi, ujaran
kebencian, hoax, menurunnya efisiensi waktu dan konsentrasi belajar, serta
penurunan norma dan etika dalam masyarakat.
Saat ini, fitur dan fungsi media sosial sudah berkembang dengan
pesat. Pengiriman pesan singkat, pengunggahan konten, browsing, dapat
dilakukan untuk mengekspresikan kehidupan sehari-hari, pencarian teman
baru, berniaga dan berbagai hal lainnya hanya dalam hitungan detik. Dengan
segala kemudahan dan manfaat yang ada tersebut, sekarang hampir semua
orang menggunakan media sosial. Beberapa media sosial yang saat ini
sedang banyak digemari pada rentang usia 16-25 tahun adalah Line, Whatsapp,
Tiktok, Instagram, Youtube, dan Facebook.
Kebebasan berpendapat di media sosial merupakan hal yang wajar
mengingat di era reformasi saat ini terdapat hak kebebasan berpendapat yang
tercantum dalam Pasal 28 Ayat 3 UUD 1945. Kebebasan berekspresi sebenarnya
didapatkan karena adanya Hak Asasi Manusia yang tercantum dalam UU No.
39 Tahun 1999 Pasal 14-32. Setiap individu bebas mengemukakan
pendapatnya baik berupa lisan, tulisan dan lain-lain, seperti yang tercantum pada
Pasal 1 Ayat (1) UUD Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan
mengemukakan pendapat di muka umum. Walaupun tujuan dari kebebasan
berpendapat adalah untuk kemajuan bangsa Indonesia. Akan tetapi,
pemanfaatan hak kebebasan berpendapat yang salah akan menjadi bumerang dan
ancaman bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dapat dikatakan bahwa
kebebasan berpendapat di media sosial tidak memiliki batasan sehingga
orang-orang dapat menyebarkan hal-hal negatif dengan mudah. Sebagian
besar warga negara baik orang tua, remaja, anak-anak, tokoh politik, orang
biasa, orang terdidik maupun tidak terdidik, siapa pun, kehilangan kendali
dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Berbagai tantangan lain yang
disebabkan oleh permasalahan ini pun akhirnya muncul ke permukaan. Hal ini
dapat berkaitan dengan tingkat nasionalisme, literasi, dan toleransi antara satu
sama lain.
Untuk mengkaji hal tersebut maka dilakukan penelitian terhadap
kebebasan berpendapat dan media sosial di Indonesia. Secara umum,
penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dampak dari kebebasan berpendapat
dan penggunaan media sosial. Sehingga, dapat diketahui tantangan nyata dan
batasan-batasan yang membatasi aktivitas media sosial di Indonesia.

Media diminta untuk memastikan keakuratan dalam memilah kebenaran


informasi dan narasumber. Sehingga tidak merugikan masyarakat luas.
Narasumber yang dipilih oleh media harus valid, akurat, dan kredibel. Media
massa juga diharuskan untuk memberikan porsi yang proporsional kepada kedua
belah pihak sehingga unsur cover both side secara maksimal dapat dipenuhi.
Kode Etik Jurnalistik telah dikeluarkan oleh organisasi pers di Indonesia,
seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Persatuan Wartawan Indonesia
(PWI), sebagai pedoman bagi jurnalis dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Media yang cenderung menyimpang dari amanat fungsi pers dan kode etik
jurnalistik dapat dikenai sanksi oleh organisasi pers, seperti pemutusan hubungan
kerja sama atau pembekuan izin usaha.
Beberapa contoh pelanggaran etik jurnalistik yang sering terjadi di
Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Sensasionalisme: Beberapa media cenderung memberitakan berita yang
mengandung unsur sensasional, meskipun tidak relevan atau tidak penting
bagi masyarakat.
2. Kebencian dan Diskriminasi: Ada beberapa media yang melakukan
pemberitaan yang mengandung unsur kebencian dan diskriminasi terhadap
suatu kelompok atau individu, seperti berdasarkan agama, etnis, atau
orientasi seksual.
3. Plagiat: Ada beberapa media yang melakukan tindakan plagiat, yaitu
mengambil konten atau informasi dari media lain tanpa memberikan kredit
atau sumber yang jelas.
4. Pelanggaran Privasi: Ada beberapa media yang melanggar privasi individu
atau kelompok dengan mempublikasikan informasi pribadi tanpa izin atau
persetujuan yang jelas
5. Konflik Kepentingan: Ada beberapa media yang terikat pada kepentingan
bisnis atau politik tertentu, sehingga pemberitaannya cenderung tidak
objektif atau memihak pada kepentingan tersebut.

Namun, tidak semua media atau individu di dunia jurnalistik melakukan


pelanggaran etika jurnalistik. Banyak media dan jurnalis di Indonesia yang
menjalankan tugasnya dengan baik dan mematuhi aturan etika jurnalistik yang
ditetapkan oleh Dewan Pers dan organisasi pers lainnya. Oleh karena itu, sebagai
konsumen media, kita harus memilih sumber informasi yang terpilih, terpercaya
dan kredibel serta menghargai kinerja jurnalis dan media yang menjalankan
tugasnya secara tepat dan bertanggung jawab.
Saran untuk publikasi aktual media setelah kegiatan pers adalah sebagai berikut:

1. Melaksanakan tugas jurnalistik secara profesional dan jujur ​serta mentaati


kaidah etika jurnalistik yang telah ditetapkan. Hal ini penting untuk
menjaga kredibilitas dan kepercayaan publik.
2. Melakukan verifikasi dan validasi sumber data sebelumnya
posting berita Hal ini dapat membantu mencegah penyebaran informasi
palsu atau berita bohong yang merugikan masyarakat.
3. Hindari laporan yang mengandung sensasi, diskriminasi atau kebencian
terhadap individu atau kelompok tertentu. Sebaliknya, media harus
mempublikasikan informasi yang objektif, berimbang, dan mudah diakses
bertanggung jawab.
4. Menjalin hubungan baik dengan masyarakat dan pemerintah serta
membuka ruang untuk masukan, kritik dan saran dari berbagai pihak. Ini
dapat membantu meningkatkan fitur kontrol sosial dan meningkatkan
kinerja media secara keseluruhan. 5. Perhatikan kreativitas dan inovasi:
5. Media harus tetap kreatif dan inovatif dalam menyajikan berita dan konten
yang menarik bagi pembaca atau pemirsa. Ini dapat dilakukan melalui
teknologi dan platform digital yang baru dan berkembang.

Refensi

https://www.researchgate.net/publication/345252075_Kebebasan_Berpendap
at_dan_Media_Sosial_di_Indonesia
https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/423917/andi-kasus-detikcom-
pengingat-untuk-media-agar-perhatikan-kode-etik-jurnalistik

Anda mungkin juga menyukai