Anda di halaman 1dari 6

Cara Bijak Bermedia Sosial di Era Digital

Pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 175,4 juta dengan penetrasi mencapai 64
persen. Itu artinya, dari total 272,1 juta populasi di Indonesia, sebesar 64 persennya telah
terkoneksi internet. Angka ini meningkat dari tahun lalu yang sebesar 17 persen, atau sekitar 25
juta. Hasil itu diketahui dari riset terbaru dari layanan manajemen kontem HootSuite dan agensi
pemasaran media sosial We Are Social dalam laporan bertajuk "Digital 2020".
Kompas.com - 20/02/2020

Selain memberi dampak positif seperti memperluas pertemanan dan juga membuka
peluang bisnis, penggunaan media sosial yang tidak bijak juga bisa berdampak buruk.
Laiknya pisau bermata dua, media sosial jadi alat yang ampuh untuk menebar kebencian.
Tak jarang tindak kejahatan dan pertengkaran terjadi karena media sosial.

1. Mengerti platform
Menurut Enda, penting bagi pengguna sosial media untuk mengenal dan
memahami karakter platform sosial media yang digunakan.

"Pahami batasan-batasan misalnya batasan pengguna, misal di Instagram.


Pahami juga kita mengaksesnya melalui smartphone, misalnya, bagaimana
karakternya," ujar Enda.

2. Mengerti penggunanya 

Meski komunikasi berada di dunia maya, saat bersosial media perlu


memahami kepada siapa berinteraksi. Hal ini penting karena komentar di
sosial media merupakan jejak digital yang dapat ditelusuri dan disimpan dan
berpotensi untuk diviralkan.

"Kalau sama teman beda cara komunikasinya, dengan ke guru atau ke orang
tua," kata Enda.
2. Mengerti sisi hukum 

Adanya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)


perlu diketahui perlu diketahui agar pengguna sosial media tak terjerat
hukum.

"Hampir setiap bulan ada kasus hukum yang melibatkan penggunaan sosial
media. Selain ranah hukum juga perhatikan ranah etika dalam media sosial.
Sanksi sosial di-bully oleh netizen," ujar Enda.

4. Hati-hati dengan emosi


Saat emosi, biasanya pengguna sosial media tidak berpikir ulang tentang apa
yang ditulis atau diunggah. Oleh karena itu, sebaiknya tidak mengunggah
sosial media saat tengah emosi.
5. Gunakan akal sehat

Enda juga mewanti-wanti agar pengguna sosial media tidak mengumbar


informasi pribadi, seperti alamat rumah di akun sosial media mereka.

Apalagi mengunggah KTP, yang sering kali dilakukan oleh remaja untuk
memamerkan bahwa mereka sudah dewasa. Namun, hal ini justru dapat
dijadikan celah untuk melakukan kejahatan.
Bedakan pula antara fakta dan opini. Konten negatif juga perlu dihindari,
seperti SARA. Enda menekankan untuk lebih sensitif dengan identitas orang
lain, termasuk latar belakang budaya.

Etika lainnya dalam bersosial media yang harus diketahui adalah tidak
menjadikan sosial media tempat berkeluh kesah. "Jangan terlalu banyak
mengeluh di sosial media, juga bullying, apalagi menjelek-jelekkan secara
fisik," kata Enda.

6. Mengerti mengapa orang menciptakan hoax Jangan mau dimanipulasi


untuk menyebarkan informasi tidak benar atau membagikan hoaks, karena
bisa saja itu adalah alat politik.

7. Mulai dari diri sendiri

"Semuanya capek mikirin orang, mengajari bijak bersosmed. Jadi, mulai


dari diri sendiri saja," ujar Enda.

Saat menerima informasi, Enda menambahkan, ada baiknya untuk


memeriksa informasi tersebut lewat beberapa platform, seperti Forum Anti
Fitnah, Hasut dan Hoaks di Facebook, situs cek fakta dan turnback hoax. 
Saat bermedsos, lanjut Enda, emosi juga harus lebih dijaga. Biasanya saat emosi,
seseorang menjadi tidak bisa mengontrol apa yang dia tulis atau diposting di
media sosial. Emosi biasanya timbul akibat postingan atau ulah pengguna media
sosial lain.
Setiap informasi atau postingan yang kita bagikan juga harus melibatkan akal
sehat. Jangan membagikan informasi-informasi pribadi di medsos seperti alamat
rumah atau foto KTP karena itu bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang punya
niat jahat.

"Bahasa yang kita gunakan juga harus diperhatikan agar tidak menyakiti
pengguna lain. Jangan menjelek-jelekkan fisik seseorang, membully, atau
memposting hal-hal yang melanggar hak cipta," tuturnya.

Penyebaran berita hoax yang semakin marak di media sosial juga harus disikapi
dengan kritis. Pahami kenapa ada orang yang menciptakan dan menyebarkan
berita hoax yang biasanya bersifat profokatif dan meresahkan.

"Apabila menemukan informasi yang yang belum dibuktikan kebenarannya, jangan


langsung disebarkan ke pengguna lain. Biasakan untuk mengecek kebenaran dari
informasi yang ada di medsos," pesannya.

Enda mengingatkan, pengguna media sosial harus menghormati setiap hak


pengguna untuk berbeda pendapat, menghargai perbedaan tanpa kehilangan rasa
kekeluargaan, persatuan dan kesatuan, serta menolak segala bentuk diskriminasi,
penyebaran kebencian, penghinaan dan pelecehan terhadap siapa pun.

Hal seperti ini tidak bisa dianggap remeh karena dampak yang akan terjadi
sangat berpengaruh terhadap generasi penerus bangsa dan budaya
Indonesia itu sendiri. Masyarakat tidak bisa terus-menerus sembarang
menggunakan media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram yang
saat ini mungkin sedang kebanjiran pengguna.

Untuk menggunakan media sosial, tentu kita harus bertindak lebih


bijaksana. Selain untuk kebaikan generasi penerus, hal tersebut juga
bertujuan untuk menjaga moral bangsa. Berikut tips dalam menggunakan
media sosial dengan bijak.

1. Melakukan cek dan ricek sebelum menyebarkan sebuah informasi

Dewasa ini, pengguna media sosial berlomba dalam menyebarkan


informasi. Seperti yang dituliskan di atas, informasi yang viral dianggap
paling benar. Sehingga, pengguna menyebarluaskan informasi tersebut
tanpa memeriksa keakuratan informasi.

Terkadang beberapa kalangan menganggap bahwa pendidikan sangatlah


berpengaruh dalam menyikapi sebuah informasi. Namun, di lain pihak
berpendapat bahwa ini bukan hanya soal pendidikan akademi seseorang,
namun juga perkara mental seseorang dalam menyerap sebuah informasi.
Jadi, saat mendapatkan sebuah informasi, ada baiknya pengguna
melakukan cek dan ricek terlebih dahulu sebelum menyebarkan informasi
tersebut.

2. Tidak mengumbar data pribadi secara sembarangan

Data pribadi merupakan hal penting yang saat ini dirasa hal kecil oleh
beberapa pengguna. Banyak pengguna media sosial tidak memilih dan
memilah informasi pribadi sebelum mencantumkan pada akun pribadinya.
Mengunggah foto pribadi dengan tidak mempertimbangkan dampak yang
akan terjadi.

Dengan kemajuan teknologi, pengguna harus memahami lebih dalam apa


dampak negatif jika menyebarkan data pribadi secara sembarangan. Lebih
baik, pengguna lebih berhati-hati lagi dalam mencantumkan data pribadi
pada media sosial seperti alamat rumah, nomor ponsel pribadi, alamat
email, foto pribadi, dll.

3. Lebih bijak dalam berkomentar dan menghadapi komentar

Pada akun media sosial, antar pengguna dapat saling berkomentar dengan
bebas. Namun, pengguna seharusnya lebih bijak lagi dalam menanggapi
komentar dan lebih cermat dalam berkomentar.

Beberapa sosial media saat ini juga dilengkapi dengan fitur menonaktifkan
kolom komentar, sehingga pengguna tidak perlu khawatir akan menerima
komentar yang dirasa kurang baik.

4. Menggunakan akun media sosial sebagai wadah pembelajaran

Banyak pengguna saat ini menggunakan media sosial sebagai wadah


pembelajaran. Beberapa akun resmi menyebarkan informasi akurat yang
dapat dijadikan pengguna lain sebagai pembelajaran.

Website seperti Tirto.id, Vice Indonesia, dan Mojok.co juga memiliki akun


media sosial seperti pada Instagram. Akun-akun resmi seperti ini akan
memberikan informasi dan penjelasan yang baik terkait keakuratan
informasi yang sedang viral.

 12 rekomendasi berhasil dirumuskan seusai Seminar Nasional bertajuk "Gereja Katolik


Menolak Hoax, Fake News, dan Hate Speech" yang menjadi puncak Pekan Komunikasi
Sosial Nasional Konferensi Waligereja Indonesia (PKSN-KWI) 2018 di Keuskupan
Palangka Raya, Sabtu (12/5).

Seminar yang dihadiri 300-an peserta ini menghadirkan Menteri Komunikasi dan
Informatika Republik Indonesia Rudiantara sebagai keynote speaker dan tiga pembicara
lain, yakni Dirjen Bimas Katolik Eusabius Binsasi, Dosen Sejarah Gereja Sekolah Tinggi
Filsafat Driyarkara Jakarta dan Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas Trias
Kuncahyono.

Dirangkum dari intisari pemaparan keynote speaker, kearifan presentasi nara sumber,


diskusi dan tanya-jawab dengan peserta, serta renungan perumus rekomendasi, Pakar
Teknologi Informasi Profesor Richardus Eko Indrajit yang merumuskan rekomendasi ini
membacakan hasilnya di hadapan para peserta dan pembicara di akhir seminar,
bunyinya :

1. Pergunakan waktu sebaik-baiknya dalam memanfaatkan media sosial untuk


bergandengan-tangan menjalin kerjasama membangun bangsa, bukan sebagai
instrumen untuk bertikai, saling menjelek-jelekkan, dan menyebar fitnah.

2. Analisalah baik-baik pesan dan berita yang mengandung nuansa perpecahan dan
adu domba, karena begitu banyaknya bertaburan hoax, fake news, dan hate speech di
internet – yang bertujuan merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa, bermasyarakat,
dan bernegara.

3. Lakukan detoktifikasi digital dengan cara “menghapus” dan ‘tidak mengirim” pesan
dan berita yang berpotensi memberikan dampak negatif di masyarakat, dan pada saat
yang sama tidak berlebihan (overdosis) dalam meluangkan waktu berinteraksi via media
sosial.

4. Ajarilah teman, sahabat, keluarga, komunitas, dan masyarakat di sekitar agar mampu
memilah dan memilih pesan maupun berita yang ada di dunia maya – melalui berbagai
pendekatan edukasi dan sosialisasi yang berbasis suara hati.

5. Nilai-nilai dasar kemanusiaan, kegembiraan, suka cita, dan pesan cinta kasih adalah
konten terbaik yang layak disebarkan melalui media sosial demi membentuk karakter
bangsa Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
pekerti luhur, cerdas, dan berakhlak mulia.

6. Galilah sebanyak mungkin data yang sahih, valid, dan reliable untuk men-check dan
re- check berbagai bentuk pesan dan berita yang didapatkan melalui internet – agar
tidak terjerumus ke dalam jebakan persepsi dan asumsi yang keliru.

7. Keadilan dan kesaksian nyata dari pengalaman hidup merupakan kabar/berita yang
diminati komunitas moderen, sehingga pengkabar sukacita tidak cukup sekedar menulis
pesan dalam media sosial tanpa menjalani nilai-nilai kemanusiaan yang
disampaikannya.

8. Akibat dari pesan atau berita yang ditulis untuk disampaikan ke publik via media
sosial harus direnungkan dan dipertimbangkan dahulu secara sungguh-sungguh, karena
konten negatif dapat memberikan dampak dahsyat yang merugikan umat manusia.

9. Responsibility-Empathy-Authenticity- Discerment-Integrity (READY) merupakan


pegangan etika dalam berinteraksi di media sosial yang harus diperhatikan dan
dilaksanakan oleh setiap pengguna internet.
10. Antisosial merupakan sikap negatif yang dapat menimpa setiap orang yang tidak
bijak dalam memanfaatkan teknologi - dengan menjaga keseimbangan dan porsi yang
tepat dalam bermedia sosial dapat menghindari individu dari ancaman kehidupan ini.

11. Yang tertulis di internet akan sangat sulit untuk dihapus dan dihilangkan begitu saja,
dan akan menjadi catatan abadi bagaimana seseorang akan dikenal dan dikenang –
pastikan penyampaian konten yang benar, positif, jelas, dan terang menjadi prinsip yang
dipegang dalam berkomunikasi di media sosial.

12. Akses terhadap media sosial secara baik, benar, berkualitas, dan bijaksana akan
memberikan kecerahan dalam kehidupan individu, komunitas, dan masyarakat di
sekitarnya – sebaliknya, pemanfaatan yang keliru justru akan merugikan pengguna
untuk jangka pendek, menengah,dan panjang.

Anda mungkin juga menyukai